Faktor- faktor yang Menyebabkan Terjadinya Proses Interaksi

4. Faktor Simpati Proses ini merupakan suatu proses di mana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Dalam proses ini perasaan memegang peranan sangat penting. Namun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain yang dianggap kedudukannya lebih tinggi dan harus dihormati karena mempunyai kemampuan dan kelebihan tertentu yang patut dijadikan contoh. Soekanto, 1990 : 62 - 64.

2.1.7 Tinjauan Tentang Sekolah Luar Biasa SLB

Negara Indonesia merupakan negara yang mewajibkan warga negaranya baik pendidikan formal ataupun non formal. Pendidikan dan pengajaran yang diwajibkan oleh negara ini tidak hanya ditujukan bagi warga negara yang normal. Tetapi, juga mereka yang memiliki kekurangan. Seperti yang dijelaskan dalam Undang – undang Dasar 1945 yaitu Pasal 31 ayat 1 yang mengatakan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidika”. Bagi warga negara yang memiliki kekurangan atau penyandang cacat, maka pemerintah memberikan pendidikan dan pengajaran luar biasa. Pendidikan dan pengajaran luar biasa merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk sebagai salah satu upaya kesejahteraan dari para penyandang cacat. Dalam Undang-undang kesejahteraan No.36 Tahun 1980, bahwa upaya kesejahteraan dapat dilakukan dengan cara rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, termasuk juga bantuan sosial dan penyaluran serta pembinaan lanjut. Ketentuan mengenai pendidikan dan pengajaran luar biasa juga diatur dalam Undang – undang Pokok Pendidikan No.12 Tahun 1954 yang menyatakan bahwa usaha rehabilitisi penyandang cacat dilandasi oleh landasan idiil, landasan konstitusional, dan juga landasan operasionil.

2.1.8 Tinjauan Tentang Tunadaksa

2.1.8.1 Definisi Tunadaksa

Tunad aksa berasal dari kata ”Tuna” yang berarti rugi, kurang, dan ”Daksa” tubuh. Penyandang cacat menurut Undang-undang No.4 tahun 1997 didefinisikan sebagai “setiap orang yang mempunyai kelainan fisik danmental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayak orang yang normal”. Yang termasuk penyandang cacat dalam hal ini adalah penyandang cacat fisik. Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik. Tunadaksa juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang menghambat kegiatan individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang, otot, atau sendi sehingga mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan dan untuk berdiri sendiri. Kondisi ini dapat disebabkan karena pembawaan sejak lahir, penyakit atau kecelakaan. Secara etimologis, gambaran seseorang yang diidentifikasikan mengalami ketunadaksaan, yaitu seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, dan akibatnya kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan. “Secara definitif pengertian kelainan fungsi anggota tubuh tunadaksa adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal, akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan tidak sempurna Suroyo, 1977. Sehingga untuk kepentingan pembelajarannya perlu layanan khusus. Kneedler, 1984.

2.1.8.2 Klasifikasi Anak Tunadaksa

Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa, pada dasarnya kelainan anak tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu 1 kelainan pada sistem serebral Cerebral System, dan 2 kelainan pada sistem otot dan rangka Musculus Skeletal System 1. Kelainan pada sistem serebral cerebral system disorders Penggolongan anak tunadaksa ke dalam Penggolongan Anak tunadaksa ini ke dalam sistem selebral yang didasarkan pada letak penyebab kelahiran yang terletak pada sistem saraf pusat.

Dokumen yang terkait

Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunawicara Di Sekolah Luar Biasa Al-Fajar Pangalengan Dalam Berinteraksi di Sekolahnya)

0 7 1

Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Nujuh Bulanan Di Kota Bandung (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Nujuh Bulanan Di Kota Bandung)

2 23 79

Aktivitas Komunikasi dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba di Kota Bandung)

5 44 112

Aktivitas Komunikasi Terapis Anak Autis Dalam Proses Memudahkan Kemampuan Berinteraksi dengan Lingkungan (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Terapeutik Antara Terapis Anak Autis Dalam proses Memudahkan Kemampuan Berinteraksi Dengan L

3 20 153

Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya (Studi Etnografi Komunikasi tentang Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya)

1 43 93

Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunawicara Di Sekolah Luar Biasa Al-Fajar Pangalengan Dalam Berinteraksi di Sekolahnya)

0 3 1

Aktivitas Komunikasi Dalam Rangkaian Pergelaran Sisingaan (studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Dalam Rangkaian Pagelaran Sisingaan Pada Masyarakat Desa Tambakmekar Di Kabupaten Subang)

0 3 1

Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adata Moponika (studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Moponika Di KOta Gorontalo)

0 37 82

Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Pernikahan Batak Karo (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Pernikahan Batak Karo di Kota Bandung)

7 36 104

AKTIVITAS KOMUNIKASI DALAM TERAPI ANAK AUTIS (Studi kasus mengenai aktivitas komunikasi pada proses terapi tata perilaku Applied Behaviour analysis di Sekolah Luar Biasa (SLB) Bina Anggita Yogyakarta).

0 0 1