Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya (Studi Etnografi Komunikasi tentang Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya)

(1)

AKTIVITAS KOMUNIKASI PENYANDANG TUNANETRA DI YAYASAN

PEMBINAAN TUNANETRA INDONESIA MAJALAYA

(Studi Etnografi Komunikasi tentang Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya)

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana Strata 1 pada Program Studi Ilmu Komunikasi

Oleh :

Trivan Andreas Manihuruk NIM. 41810084

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

i

LEMBAR PENGESAHAN

AKTIVITAS KOMUNIKASI PENYANDANG TUNANETRA DI YAYASAN PEMBINAAN TUNANETRA INDONESIA MAJALAYA

Trivan Andreas Manihuruk NIM: 41810084

Telah Disetujui Untuk Diajukan Menempuh Sidang Ujian Sarjana Bandung, Agustus 2014

Menyetujui,

Pembimbing

Melly Maulin P., S.Sos., M.Si NIP. 4127. 35. 30. 004

Mengetahui,

Dekan FISIP Ketua Program Studi Universitas Komputer Indonesia Ilmu Komunikasi

Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., MA. Drs. Manap Solihat, M.Si

NIP. 4127 70 00 014 NIP. 4127 35 30 007

(Studi Etnografi Komunikasi tentang Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunanetra di Yayasan


(3)

SURAT KETERANGAN

PERSETUJUAN PUBLIKASI

Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini, penulis menyetujui :

“Untuk memberikan kepada Universitas Komputer Indonesia Hak Bebas Royalti

Nonekslusif atas penelitian ini dan bersedia untuk di-online-kan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku untuk kepentingan riset dan pendidikan”.

Bandung, 22 Agustus 2014

Penulis,

Trivan Andreas Manihuruk NIM. 41810084

Pembimbing,

Melly Maulin P., S.Sos., M.Si NIP. 4127. 35. 30. 004

Catatan :

BAB I DAN BAB IV tidak perlu di-online-kan dengan alasan untuk menghindari plagiat dari hasil penelitian.


(4)

186

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS DIRI

NamaLengkap :Trivan Andreas Saragih Manihuruk

Panggilan :Trivan

Jeniskelamin :Laki-laki

Tempat,tanggal/lahir :Bandung, 01 September 1990

Alamatlengkap :Jl. Gunung Batu Dalam No. 3, RT 01/ RW 01, Kelurahan Pasirkaliki, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi 40514

Kewarganegaraan :WNI

Statusperkawinan :Belum menikah

Tinggi,beratbadan :165cm/63Kg

Kesehatan :Baik

Agama :Kristen Protestan

Hobbi :Olahraga

Telepon,HP :08997871942


(5)

187

II. PENDIDIKAN FORMAL

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2010-2014 Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia Bandung

Berijazah

2. 2007-2010 SMA Advent Naripan Bandung Berijazah

3. 2004-2007 SMP Pandu Bandung Berijazah

4. 1997-2004 SD Pandu Bandung Berijazah

III. PENDIDIKAN NON FORMAL

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2006 Penghargaan Gema Nusa 10 KM,

Peserta Mencapai Finish – Pemkot Bandung

Bersertifikat

2. 2010 Juara 3 Futsal Parokial Putra Altar Se-Jawa Barat

-

3. 2010 Juara 2 Futsal Gereja Kristen Protestan Simalungun Resort Bandung

-

4. 2011 Pemain Sepak Bola Se-GKPS Distrik 7 Jawa Barat

-

5. 2012 Master Ceremonial Unit Budaya Sumatera Utara Polban

-

6. 2013 Juara 2 Futsal “Communication Cup 5” Ilmu Komunikasi Jurnalistik 2

-

7. 2013 Finalis Pertandingan Sepak Bola Se- GKPS Distrik 7 Jawa Barat


(6)

188

IV. PENGALAMAN ORGANISASI

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2004-2005 Anggota OSIS SMP Pandu

Bandung

-

2. 2006 Has Excellent completed

English Course-Tennagers ( Level 2, Test Result 85 % )

Has Execellent completed

English Course-Teenagers ( Level 3, Test Result 80% )

Bersertifikat

3. 2007-2008 Anggota OSIS SMA Advent

Naripan Bandung

-

2008 Peserta Pelatihan “Internet Go To School” diselenggarakan oleh Universitas Widyatama

Bersertifikat

4. 2010-2011 Panitia “Bible Camp” Gereja Kristen Protestan Simalungun Bandung

-

5. 2010-2013 Sekretaris LSM AMOR di Radio

Mora 88.50 FM Jawa Barat

-

V. PENGALAMAN KEGIATAN

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2010-2014 Pengurus Anggota Pemuda GKPS Bandung Div. HubunganMasyarakat

Surat Keputusan Pimpinan Majelis


(7)

189

VI. PELATIHAN DAN SEMINAR

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2010 Peserta Seminar Fotografi, Lomba Foto Essay Dan Apresiasi Seni diselenggarakan oleh HIMA Ilmu Komunikasi & Public Relations UNIKOM

Bersertifikat

2. 2010 Peserta Table MannerThe AMAROOSSA Hotel diselenggarakan oleh Prodi Ilmu Komunikasi & Public Relations UNIKOM

Bersertifikat

3. 2010 Peserta dalam Acara E-JARSOS

(EfekJejaring Sosial) “Menjadi Pintar Dengan Internet Sehat” – Badan Eksekutif Mahasiswa PAAP FE UNPAD

Bersertifikat

4. 2011 Peserta dalam Kegiatan SHUTTER oleh Prodi Ilmu Komunikasi & Public Relations UNIKOM

Bersertifikat

5. 2011 Peserta dalam Talkshow “Kreatif Menulis, Rejeki Tak Akan Habis” bersama Raditya Dika diselenggarakan oleh Prodi Ilmu Komunikasi & Public Relations UNIKOM

Bersertifikat

6. 2012 Peserta PUBLIC SPEAKING HIMA KAPS

2012 “Speak Up Your Self” diselenggarakan oleh HIMA Keuangan Perbankan & Keuangan Syari’ah POLBAN

Bersertifikat

7. 2012 Peserta Seminar Peran Media dalam Industri Sepakbola diselenggarakan oleh HIMA UNPAD

Bersertifikat

8. 2012 Peserta Kursus Kepenyiaran di Mora

Broadcasting School Angkatan II, dari Bulan Desember 2011 s/d April 2012 – Radio Mora


(8)

190

88.50 FM Jawa Barat

9. 2012 Peserta Workshop Sinematografi

COMMUNIACTION diselenggarakan oleh Prodi Ilmu Komunikasi & Public Relations UNIKOM

Bersertifikat

10. 2012 Peserta “Study Tour Mass Media

TahunAkademik 2012” diselenggarakan oleh Prodi Ilmu Komunikasi & Public Relations UNIKOM

Bersertifikat

11. 2013 Peserta Seminar Spirit of Communication

Science Student “Opportunitis and

Challenges in Broadcasting and Mass Media” diselenggarakan oleh Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNIKOM


(9)

191

VII. PENGALAMAN KERJA

1. 2009 - Sekarang Staff Operator Radio Mora 88.50 FM Jawa Barat

-

2. 2010-Sekarang Penyiar Acara Ekspresi dan Pesona Tradisi di Radio Mora 88.50 FM

Jawa Barat

-

2. 2011 Account Executive Radio Mora 88.50

FM Jawa Barat

-

3. 2013-Sekarang Penanggung Jawab Program Siaran Mora Interaktif Radio Mora 88.50 FM

Jawa Barat

-

4. 2013 Praktek Kerja Lapangan di PT. Radio

Mora Parna Karsa Jawa Barat

-

Bandung, 22 Agustus 2014 Hormat Saya

Trivan Andreas Manihuruk NIM. 41810084


(10)

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERSEMBAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 12

1.2.1 Rumusan Masalah Makro ... 12

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro ... 12

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian ... 13

1.3.2 Tujuan Penelitian... 13

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 14


(11)

xi

1.4.2 Kegunaan Praktis... 14

1.4.2.1 Bagi Peneliti ... 15

1.4.2.2 Bagi Akademik ... 15

1.4.2.3 Bagi Lembaga ... 15

1.4.2.4 Bagi Masyarakat ... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu ... 17

2.1.2 Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi ... 25

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Antar Pribadi ... 27

2.1.4 Tinjauan Tentang Kegiatan Penyandang Tunanetra ... 31

2.1.5 Tinjauan Tentang Tunanetra ... 32

2.1.5.1 Definisi Tunanetra ... 32

2.1.5.2 Karakteristik Tunanetra ... 35

2.1.6 Tinjauan Tentang Komunikasi Verbal dan Non Verbal ... 37

2.1.6.1 Definisi Komunikasi Verbal ... 37

2.1.6.1.1 Pesan dan Bahasa dalam Komunikasi Verbal ... 37

2.1.6.1.2 Pentingnya Komunikasi Verbal ... 39


(12)

xii

2.1.6.2.1 Karakteristik dan Fungsi Komunikasi Non Verbal ... 41

2.2 Kerangka Pemikiran... 43

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 47

3.1.Tinjauan Umum tentang YPTI Majalaya ... 47

3.1.1.1 Struktur Organisasi YPTI Majalaya ... 49

3.1.1.2 Kewajiban Para Pengurus YPTI Majalaya ... 50

3.1.1.3 Penyandang Tunanetra sebagai Masyarakat Tutur ... 51

3.2 Metode Penelitian ... 51

3.2.1 Desain Penelitian ... 52

3.2.1.2 Tinjauan Tentang Etnografi Komunikasi ... 53

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 57

3.2.3 Teknik Penentuan Informan ... 62

3.2.4 Teknik Analisa Data ... 64

3.2.5 Uji Keabsahan Data ... 66

3.2.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.6.1 Lokasi Penelitian ... 68


(13)

xiii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Identitas Informan ... 74

4.1.1 Identitas Informan ... 74

4.2 Hasil Penelitian ... 79

4.2.1 Situasi Komunikatif terkait Aktivitas Komunikasi Penyandang

Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra

Indonesia Majaya ... 79

4.2.2 Peristiwa Komunikatif terkait Aktivitas Komunikasi

Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra

Indonesia Majalaya 86

4.2.3 Tindakan Komunikatif terkait Aktivitas Komunikasi

Penyandang Tunanetra di Yayasan

Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya ... 96

4.2.4 Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunanetra

di Yayasan Pembinaan Tunanetra

Indonesia Majalaya ... 96


(14)

xiv BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 132

5.2 Saran ... 133

5.2.1 Untuk Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya... 133

5.2.2 Untuk Penelitian Selanjutnya ... 135

5.2.3 Untuk Universitas ... 136

DAFTAR PUSTAKA ... 137

LAMPIRAN – LAMPIRAN ... 139


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 22

Tabel 3.1 Daftar Informan Penelitian ... 63

Tabel 3.2 Waktu Penelitian ... 69

Tabel 4.1 Rincian Wawancara Penelitian ... 72

Tabel 4.2 Program Kegiatan Belajar Tunanetra Mandiri ... 105


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Alur Kerangka Pemikiran... 46

Gambar 3.1 Dokumentasi Penulis ... 47

Gambar 3.2 Dokumentasi Penulis ... 48

Gambar 3.3 Penarikan Kesimpulan Kualitatif ... 65

Gambar 4.1 Foto Informan Penelitian Permana Saupi... 75

Gambar 4.2 Foto Informan Penelitian E. Cucu Cahaya Wati ... 76

Gambar 4.3 Foto Informan Penelitian Angga ... 77

Gambar 4.4 Foto Informan Penelitian Ijam Sodikin ... 78

Gambar 4.5 Dokumentasi Penulis Situasi Komunikatif ... 108

Gambar 4.6 Dokumentasi Penulis Peristiwa Komunikatif ... 126

Gambar 4.7 Model Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunanetra di YPTI Majalaya ... 131

Gambar L10.1 Situasi Penyandang Tunanetra di Dapur ... 182

Gambar L10.2 Situasi Penyandang Tunanetra Ketika Melakukan Aktivitas Low Vision ... 182

Gambar L10.3 Situasi Penyandang Tunanetra Anak-Anak di dalam Kelas SLB A Kota Bandung ... 183

Gambar L10.4 Situasi Penyandang Tunanetra di dalam Kelas SLB A Kota Bandung ... 183

Gambar L10.5 Aktivitas Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya ... 184

Gambar L10.6 Aktivitas Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya ... 184

Gambar L10.7 Penulis Sedang Melakukan Wawancara di Yayasan Pembinaan Tunanetra ... 185

Gambar L10.8 Aktivitas Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya ... 185


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN - LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Pedoman Wawancara (Informan Penelitian) ... 139

Lampiran 2 Pedoman Observasi ... 142

Lampiran 3 Identitas Informan... 152

Lampiran 4 Permohonan Persetujuan Judul dan Pembimbing ... 176

Lampiran 5 Berita Acara Bimbingan ... 177

Lampiran 6 Surat Rekomendasi Pembimbing Untuk Sidang Sarjana ... 178

Lampiran 7 Surat Pengajuan Pendaftaran Sidang Sarjana ... 179

Lampiran 8 Kartu Partisipan Sidang Skripsi ... 180

Lampiran 9 Lembar Revisi Skripsi ... 181


(18)

137

DAFTAR PUSTAKA

Alo liliweri, 1994. Komunikasi Verbal dan Non Verbal. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti Alo liliweri, 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta: Prenada Media Group Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo

Persada

Didi Tarsidi. 1999. Seminar Sistem Braille Tingkat Nasional. Direktorat Pendidikan Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Horton and Hunt. 1984. SOCIOLOGY, Sixth Edtion. Jakarta: Erlangga

Ibrahim Syukur, 1994. Panduan Penelitian Etnografi Komunikasi. Surabaya: Usaha Nasional

Ibrahim, ABD. Syukur, 1992. Panduan Penelitian Etnografi Komunikasi. Surabaya: Usaha Nasional

Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi. Suatu Pengantar Dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya Padjajaran

Littlejhon, 2009. Teori Komunikasi “Theories of Human Communication”. Jakarta: Salemba Humanika

Mulyana, Deddy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Mulyana, Deddy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Rakhmat, Jalaluddin, 2009. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Sendjaja, S. Djuarsa. 1994. Teori Komunikasi. Universitas Terbuka. Jakarta: Raja


(19)

138

Internet

Merdeka.com. Jumlah tunanetra di Indonesia setara dengan penduduk Singapura, diambil Jumat, 28 Februari 2014 Pukul. 10.56 WIB

www.who.int/en/. "Working Together to Eliminate Avoidable Blindness", diambil Sabtu, 01 Maret 2014 Pukul 11.57 WIB

Blog Tunet, http://blogtunet.pressku.com/category/tunanetra/2011/06/Pengertian Tunanetra/yang diunduh pada tanggal 26 November 2013 (Pukul 21.51 WIB)

Setiawan, pdf/netra/Informasi-Pelayanan-Pendidikan-Bagi-Anak-Tunanetra.htm/2007/Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Tunanetra/diunduh pada tanggal 29 November 2013 (Pkl. 17.08 WIB) http://adiprakosa.blogspot.com/2008/10/komunikasi-verbal-dan-non verbal.htmldiunduh pada tanggal 29 November 2013 (Pkl. 17.08 WIB)

http://adiprakosa.blogspot.com/2008/10/komunikasi-verbal-dan-non verbal.html diunduh pada tanggal 29 November 2013 (Pkl. 17.48WIB)

http://dwipur_sastra.staff.uns.ac.id/2009/06/03/etnografi-komunikasi-dan-register/ diunduh pada tanggal 29 November 2013 (Pkl. 17.48WIB)

Penelitian Terdahulu

Devita Futriana; NIM. 41808014, Perpustakaan UNIKOM: 2013. “Komunikasi Antar Pribadi Tunagrahita (Studi Etnografi Komunikasi Tentang Kegiatan Belajar Mengajar Komunikasi Tunagrahita di (SLB)-C Lanud Sulaiman).”

Dethi Rosma Sari, NIM. 41809090, Perpustakaan UNIKOM: 2013. “Aktivitas Komunikasi Terapis Anak Autis Dalam Proses Memudahkan Kemampuan Berinteraksi dengan Lingkungan (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Terapeutik Antara Terapis Anak Autis Dalam proses Memudahkan Kemampuan Berinteraksi Dengan Lingkungan Di Yayasan Cinta Autisma Bandung).”

Dian Andhyka Putry, Perpustakaan Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara: 2013. “Aktivitas Komunikasi Orang Tua dengan Anak Tunarungu (Studi Etnografi Komunikasi tentang Aktivitas Komunikasi Verbal dan Non verbal Orang Tua dengan Anak Tunarungu di SLB Negeri 017700 Kota Kisaran).”


(20)

vi

KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera, Syalom.

Puji dan syukur penulis panjatkan ke khadirat Tuhan YME, yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini berisi hasil Penelitian selama. Dalam mengerjakan Skripsi ini tidak sedikit penulis menghadapi kesulitan serta hambatan baik teknis maupun non teknis. Namun atas izin Tuhan YME, juga berkat usaha, doa, semangat, bantuan, bimbingan serta dukungan yang penulis terima baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih dan rasa bangga kepada kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan rasa kasih sayangnya dan semangat pada penulis dan juga memberikan doa serta dukungan moril maupun materi.

Terwujudnya penulisan Skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak terutama Yang Terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A selaku Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia, yang telah mengeluarkan surat perizinan.

2. Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu

Komunikasi dan Public Relations FISIP UNIKOM yang telah banyak memberikan pengetahuan dan berbagi ilmu serta wawasan selama penulis melakukan perkuliahan.


(21)

vii

3. Ibu Melly Maulin P, S.Sos., M.Si., selaku Sekretaris Program Studi

Ilmu Komunikasi sekaligus sebagai Dosen Wali IK-3 2010 dan Dosen Pembimbing Skripsi yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi pengetahuan selama penulis melakukan perkuliahan dan bimbingan Skripsi.

4. Bapak Sangra Juliano P., M.IKom., selaku Dosen Pembina

Kemahasiswaan yang telah banyak memberikan pengetahuan dan berbagi ilmu serta wawasan selama penulis melakukan perkuliahan.

5. Khususnya Kepada, Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos., M.Si., Ibu

Rismawaty, S.Sos., M.Si., Bapak Adiyana Slamet., S.IP., M.Si.,

Bapak Dr. M Ali Syamsudin Amin, M.Si., Bapak Olih Solihin,

M.Ikom., Bapak Inggar Prayoga, S.I.Kom., Ibu Tine Agustin

Wulandari, S.I.Kom., seluruh dosen Ilmu Komunikasi yang telah

mengajarkan penulis selama ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis selama perkuliahan berlangsung.

6. Ibu Ratna Widiastuti, A.Md, selaku Sekretariat Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia, yang telah banyak membantu dalam mengurus administrasi mahasiswa yang berkaitan dengan perlengkapan penulis selama melakukan aktivitas perkuliahan di Universitas Komputer Indonesia.

7. Ibu Astri Ikawati, A.Md, selaku Sekretariat Program Studi Ilmu


(22)

viii

perizinan yang berkaitan dengan keterangan penelitian yang penulis laksanakan.

8. Ibu Genta Maghvira, M.I.Kom, yang senantiasa memberikan arahan,

bimbingan, dan motivasi pengetahuan selama penulis melakukan perkuliahan. Terima kasih banyak Bu.

9. Bapak Yadi Supriyadi, S.Sos., M.Phil, yang senantiasa memberikan

arahan, bimbingan, dan motivasi pengetahuan selama penulis melakukan aktivitas perkuliahan. Terima kasih banyak Pak.

10. Saudara-saudariku yang tercinta, Bang Mora Saragih, Kak Ledy

Purba, Letta Saragih, Kiki Saragih, dan Adikku Athalia Saragih,

keluargaku yang telah memberikan bantuan materi dan dukungan doa selama menjalani aktivitas perkuliahan. Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amin

11. Seluruh Saudara-saudariku yang terkasih dari Keluarga Saragih

Manihuruk Bersaudara, yang telah memberikan dukungan doa dan

semangat. Tuhan memberkati.

12. Seluruh Saudara-saudariku yang terkasih dari Keluarga Sinaga

Bersaudara, yang telah memberikan dukungan doa dan semangat.

Tuhan memberkati.

13. Monika Elfi Sitompul, yang telah memberikan semangat, arahan, dan

kebersamaan untuk selalu berbagi suka maupun duka selama peneliti melakukan penelitian.

14. Anggie Merinda, Vika, Vira, Cherry Hugo, Karta Munthe, Rio


(23)

ix

yang dibanggakan dan yang selalu memberikan motivasi semangat, arahan, keceriaan dan kebersamaan untuk selalu berbagi dalam suka maupun duka. Semangat sahabatku tahun 2014 kita wisuda. Amin.

15. Teman-Teman IK 3 2010 Ayo semangat kawan… teruskan langkah

kita meraih harapan dan cita-cita kita. Terus maju pantang mundur.

16. Teman-Teman IK Jurnal 2 2010 Ayo semangat… teruskan langkah

kita meraih harapan dan cita-cita kita. Terus maju pantang mundur, ayo IK Jurnal 2.

17. Teman-Teman Seperjuangan Angkatan 2010 IK Humas 1, IK

Humas 2, IK Humas 3, IK Jurnal 1, & IK Jurnal 2 Ayo semangat.

teruskan langkah kita meraih harapan dan cita-cita kita. Terima kasih.

18. Dan semua pihak, yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan

satu per satu, terima kasih atas doa dan dukungannya.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis pada pelaksanaan Skripsi, sampai penulisan dan penyusunan laporan. Semoga dibalas setimpal dari Tuhan YME, dan dapat memberikan manfaat yang berarti. Akhir kata, penulis berharap semoga Skripsi ini dapat berguna dimasa yang akan datang. Amin.

Syalom.

Bandung, 22 Agustus 2014 Penulis

Trivan Andreas Manihuruk NIM. 41810084


(24)

17 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Pada Bab ini akan menjelaskan mengenai teori-teori yang relevan mengenai

penelitian ini, serta study literature, dokumen atau arsip yang mendukung, yang telah dilakukan sebagai pedoman pelaksanaan pra penelitian.

2.1.1 Penelitian Terdahulu

Skripsi ini berjudul “Komunikasi Antar Pribadi Tunagrahita (Studi Etnografi Komunikasi Tentang Kegiatan Belajar Mengajar Komunikasi Tunagrahita di (SLB)-C Lanud Sulaiman).” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Komunikasi AntarPribadi Tunagrahita di (SLB-C) Lanud

Sulaiman. Untuk menjawab tujuan tersebut, kemudian dianalisis berdasarkan

proses etnografi komunikasi. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode

etnografi komunikasi yaitu penelitian kualitatif sering disebut juga sebagai

metode penelitian naturalistik, hal ini disebabkan karena penelitiannya dilakukan

dengan kondisi yang alamiah. Jumlah informan penelitian terhitung sebanyak 3

orang dan informan kunci 1 orang dimana teknik pengumpulan data dilakukan

secara wawancara mendalam, pengamatan berperan serta, studi pustaka, internet


(25)

18

dengan cara deskripsi, analisis, interpretasi dan uji keabsahan data. Hasil dari

penelitian ini adalah proses komunikasi akan berjalan dengan baik jika

dipersiapkan terlebih dahulu dan dikonsepkan secara matang, guru berkomunikasi

dan memberikan dan mengarahkan komunikasi secara positif. Sehingga

komunikasi yang dilakukan oleh anak tunagrahita berjalan dengan yang

diharapkan.

Kesimpulan dari penelitian yaitu komunikasi positif akan muncul karena

adanya komunikasi dan peristiwa komunikasi yang diciptakan dalam peristiwa

belajar anak di dalam kelas. Untuk itu peneliti menyarankan kepada orangtua dan

guru untuk terlibat dengan komunikasi yang baik, agar anak tunagrahita bisa

berkomunikasi dan menciptakan peritiwa komunikasi yang baik. (Devita Futriana; NIM. 41808014, Perpustakaan UNIKOM: 2013)

Skripsi ini membahas mengenai “Aktivitas Komunikasi Terapis Anak Autis Dalam Proses Memudahkan Kemampuan Berinteraksi dengan Lingkungan (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Terapeutik Antara Terapis Anak Autis Dalam proses Memudahkan Kemampuan Berinteraksi Dengan Lingkungan Di Yayasan Cinta Autisma Bandung).” Untuk dapat menjawab mengenai Aktivitas tersebut maka peneliti mengangkat tiga sub fokus, yaitu situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan

tindakan komunikatif dari terapis dalam melakukan terapi dengan anak autis di


(26)

19

Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis

etnografi komunikasi. Informan kunci pada penelitian iniada 2 orang, Ibu Rina

Fitri dan Ibu Linda Trianjani. Mereka adalah seorang terapis di Yayasan Cinta

Autisma. Sedangkan informan yaitu Muhammad Rijalulhaq sebagai subjek

penelitian dan informan pendukung yaitu Ibu Anita Dwi sebagai orang tua dari

anak autis.

Data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, studi pustaka,

internet searching dan dokumentasi. Teknik analisis etnografi komunikasi

kualitatif dengan melakukan analisis dan pengelolaan data dengan meyusun daftar

pertanyaan hasil wawancara yang disusun oleh peneliti.

Hasil penelitian pada situasi komunikatif terjadi 4 fase, yaitu fase

pra-Interaksi, fase Orientasi, fase Kerja, dan fase Terminasi. Situasi yang

memudahkan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya yaitu pada saat tahap

kerja. Pada Peristiwa Komunikatif, model yang diakronimkan dalam kata

speaking, yang menjelaskan latar dimana terjadinya terapi, siapa saja yang

terlibat, apa yang ingin dicapai, apa yang dilakukan, nada emosi yang dipakai,

bahasa dan gaya berbicara yang dipakai, norma-norma dan interpretasi serta

macam atau jenis peristiwa. Pada tindakan komunikatif, terapis dapat

menjalankan semua program yang telah direncanakan pada setiap aktivitas terapi

berlangsung.Simpulan dari penelitian ini adalah terapis pada terapi anak autis di

Yayasan Cinta Autisma berfokus pada situasi komuniktif, peristiwa komunikatif,


(27)

20

dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari dan membuat anak dapat berinteraksi

secara baik dengan orang lain agar anak tersebut dapat diterima dilingkungan

sekitarnya.

Saran bagi Yayasan Cinta Autisma melakukan hal-hal yang ekspresif dan

menarik sehingga anak autis akan merasa senang dan tidak mudah bosan dalam

kegiatan terapi ini, dan terapis harus bisa menjalankan semua program yang telah

direncanakan.

(Dethi Rosma Sari, NIM. 41809090, Perpustakaan UNIKOM: 2013)

Skripsi ini membahas mengenai Penelitian ini berjudul “Aktivitas Komunikasi Orang Tua dengan Anak Tunarungu (Studi Etnografi Komunikasi tentang Aktivitas Komunikasi Verbal dan Nonverbal Orang Tua dengan Anak Tunarungu di SLB Negeri 017700 Kota Kisaran).”

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan situasi komunikatif,

tindakan komunikatif, dan peristiwa komunikatif verbal dan nonverbal Orang Tua

dengan Anak Tunarungu. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif

dengan studi etnografi komunikasi. Kerangka analisis dalam penelitian ini

menggunakan model Miles dan Huberman dan dilakukan pada sembilan informan

orang tua anak tunarungu, terdiri dari enam orang ibu dan tiga orang ayah dengan

teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi nonpartisipan.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa, menemukan bahwa situasi


(28)

sehari-21

hari. Aktivitas komunikasi verbal orang tua anak tunarungu masih berbentuk lisan

memerlukan bantuan komunikasi nonverbal. Tindakan komunikasi seperti isyarat

emblems dan illustrator memiliki banyak variasi untuk setiap makna tertentu yang disampaikan dan belum tentu sama antara informan yang satu dengan informan

yang lainnya. Isyarat spasial berupa jarak intim dan jarak pribadi digunakan semua

informan. Peristiwa komunikasi seperti isyarat vokal tidak banyak mendukung

keberhasilan komunikasi dan hanya berlaku bagi anak tunarungu yang dapat

mendengar suara dalam frekuensi tertentu. Bahasa isyarat baku belum dapat

diterapkan meskipun terdapat empat informan yang sudah menguasainya karena

anak tidak mengerti dan memahami bahasa isyarat baku.

(Dian Andhyka Putry, Perpustakaan Ilmu Kommunikasi Universitas Sumatera Utara: 2013)


(29)

22

Tabel 2.1

Tabel Penelitian Terdahulu

Aspek

Nama Peneliti

Devita Futriana Dethi Rosma Sari Dian Andhyka Putry Universitas Universitas Komputer

Indonesia Bandung Universitas Komputer Indonesia Bandung Universitas Sumatera Utara Medan Judul Penelitian “Komunikasi Antar Pribadi Tunagrahita (Studi Etnografi Komunikasi tentang Kegiatan Belajar Mengajar Komunikasi Tunagrahita di (SLB)-C

Lanud Sulaiman)”

“Aktivitas Komunikasi Terapis Anak Autis

Dalam Proses Memudahkan Kemampuan Berinteraksi dengan Lingkungan (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Terapeutik

Antara Terapis Anak Autis Dalam proses

Memudahkan Kemampuan Berinteraksi Dengan Lingkungan Di Yayasan

Cinta Autisma Bandung)”

“Aktivitas Komunikasi Orang Tua dengan Anak

Tunarungu (Studi Etnografi Komunikasi

tentang Aktivitas Komunikasi Verbal dan

Nonverbal Orang Tua dengan Anak Tunarungu

di SLB Negeri 017700 Kota Kisaran)”

Jenis Penelitian

Metode Kualitatif

Etnografi Komunikasi Etnografi Komunikasi Metode Kualitatif

Metode Kualitatif Etnografi Komunikasi Tujuan Penelitian untuk mengetahui bagaimana Komunikasi AntarPribadi Tunagrahita di (SLB-C)

Lanud Sulaiman Untuk mengetahui situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikatif dari terapis dalam melakukan terapi dengan anak autis di Yayasan Cinta

untuk menggambarkan situasi komunikatif, tindakan komunikatif,

dan peristiwa komunikatif verbal dan

nonverbal Orang Tua dengan Anak


(30)

23

Autisma Bandung.

Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian komunikasi positif akan

muncul karena adanya komunikasi dan peristiwa komunikasi yang diciptakan dalam

peristiwa belajar anak di dalam kelas. Untuk

itu peneliti menyarankan kepada

orangtua dan guru untuk terlibat dengan komunikasi yang baik,

agar anak tunagrahita bisa berkomunikasi dan

menciptakan peritiwa komunikasi yang baik.

Hasil penelitian pada situasi komunikatif terjadi 4 fase, yaitu fase pra-Interaksi, fase Orientasi, fase

Kerja, dan fase Terminasi. Situasi yang memudahkan

anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya yaitu

pada saat tahap kerja. Pada Peristiwa

Komunikatif, model yang diakronimkan dalam kataspeaking, yang menjelaskan latar dimana terjadinya terapi,

siapa saja yang terlibat, apa yang ingin dicapai, apa yang dilakukan, nada emosi yang dipakai, bahasa dan gaya berbicara yang

dipakai, norma-norma dan interpretasi serta macam atau jenis

peristiwa. Pada tindakan komunikatif, terapis

dapat menjalankan

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa,

menemukan bahwa situasi komunikasi orang tua dengan anak tunarungu masih terbatas pada aktivitas sehari-hari. Aktivitas

komunikasi verbal orang tua anak tunarungu masih berbentuk lisan memerlukan bantuan komunikasi nonverbal. Tindakan komunikasi seperti isyarat emblems dan

illustrator memiliki banyak variasi untuk setiap makna tertentu yang disampaikan dan belum tentu sama

antara informan yang satu dengan informan yang lainnya. Isyarat spasial berupa jarak

intim dan jarak pribadi digunakan

semua informan. Peristiwa komunikasi

seperti isyarat vokal tidak banyak

mendukung keberhasilan


(31)

24

semua program yang telah direncanakan pada setiap aktivitas

terapi berlangsung. Simpulan dari penelitian ini adalah

terapis pada terapi anak autis di Yayasan Cinta Autisma berfokus pada situasi komuniktif, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikatif.Semua program yang telah dijalankan oleh anak

autis dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari dan membuat

anak dapat berinteraksi secara baik dengan orang

lain agar anak tersebut dapat

diterima dilingkungan

sekitarnya.

komunikasi dan hanya berlaku bagi anak tunarungu yang

dapat mendengar suara dalam frekuensi

tertentu. Bahasa isyarat baku belum

dapat diterapkan meskipun terdapat empat informan yang

sudah menguasainya karena anak tidak

mengerti dan memahami bahasa

isyarat baku.


(32)

25

2.1.2 Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi

Karier di segala bidang memerlukan kemampuan seseorang untuk

menganalisis situasi komunikasi, mengembangkan strategi komunikasi yang

efektif, bekerja sama secara efektif dengan orang lain, dan menerima serta

menyajikam gagasan yang efektif melalui berbagai saluran komunikasi.

Sedikitnya setengah dari angkatan kerja di negara-negara maju seperti Amerika

Serikat, Jepang, Swedia, dan Inggris terlibat dalam komunikasi atau informasi

yang berkaitan dengan pekerjaan, dan jumlah ini telah meningkat secara

dramatis selama 100 tahun terakhir. (Ruben, 2006 : 5)

Menurut Brent D. Ruben dan Lea P. Stewart dalam buku Komunikasi

dan Perilaku Manusia, bahwa Komunikasi adalah :

“Proses melalui mana individu dalam hubungan, kelompok, organisasi, dan masyarakat membuat dan menggunakan informasi untuk berhubungan satu sama lain dengan lingkungan.”

Di dalam situasi dan konteks yang sangat luas, komunikasi memainkan

peran utama (basic) dan pokok (fundamental). Begitu mendasarnya sehingga dengan gampangnya komunikasi dipandang sebagai suatu kebenaran dan begitu

saja diterima dengan akal sehat.

Ketika seseorang mempertimbangkan banyak masalah sebagai akibat

dari komunikasi yang buruk, kompleksitas dan tantangan yang berkaitan dengan

proses komunikasi menjadi jelas bahwa sikap seperti itu kurang tepat.

Komunikasi merupakan bagian yang meresap ke dalam kehidupan kita sekarang


(33)

26

professional, dan anggota komunitas dan masyarakat. Sebagai individu, kita

masing-masing mengembangkan teori pribadi (teori asli) berdasarkan

pengalaman hidup kita.

Studi tentang teori komunikasi dapat membantu seseorang lebih

memahami perilaku manusia, lebih menghargai lagi teknik dan keterampilan

yang penting untuk mencapai tujuan komunikasi, dan meningkatkan kemampuan

seseorang untuk merenungkan dan memahami perilakunya sendiri. (Ruben,

2006:20)

Menurut Lee Thayer dalam buku Komunikasi dan Perilaku Manusia,

Komunikasi dan Sistem Komunikasi adalah :

“Memberikan pandangan lintas disiplin mengenai komunikasi. Seperti pendekatan lain dalam periode ini. Komunikasi sebagai proses yang dinamis di mana individu menciptakan dan menginterpretasikan informasi yang dilihatnya sebagai suatu yang kompleks, dinamis, dan sangat pribadi.”

Brent D. Ruben menjelaskan mengenai Refleksi Evolusi Teori

Komunikasi dalam bukunya Komunikasi dan Perilaku Manusia, bahwa

paradigma dan anomali, yaitu :

“Persepktif paling awal tentang komunikasi berkaitan dengan berbicara di depan umum untuk persuasi. Orientasinya diperluas hingga mencakup baik konteks komunikasi publik, penggunaan teknologi untuk komunikasi nonverbal maupun verbal, sumber dan penerima perorangan maupun kelompok, serta susunan yang luas dari tujuan, fungsi, dan hasil komunikasi.”

Komunikasi bisa berarti berdebat, khotbah, malam berkesan di teater,


(34)

27

marka jalan, atau ketika kita melihat dua teman berbicara sambil minum kopi, air

mata, tangan terulur, senyum penuh makna, orang yang menggunakan bahasa

isyarat, ciuman, kecabulan yang tertulis di dinding kamar kecil, bahkan biarawan

yang larut dalam meditasi. Beberapa definisi komunikasi memasukkan situasi

sehingga memberikan hasil tertentu, misalnya, situasi-situasi di mana

pemahaman, penerimaan, dan kesepakatan dihasilkan dari sebuah interaksi.

Namun, definisi seperti ini mungkin tidak melihat bahwa dalam komunikasi juga

bisa terjadi kesalahpahaman, perselisihan, atau beberapa hasil negatif lainnya

yang dihasilkan dari situasi. (Ruben, 2006 :14-16)

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Antar Pribadi

Menurut Little John dalam bukunya Teori Komunikasi, Komunikasi

Antar Pribadi adalah :

“Manusia bertindak berdasarkan atas makna-makna, dimana terus berkembang dan disempurnakan pada saat interaksi itu berlangsung. Tiga konsep utama yang ditangkap dalam judul karyanya yaitu pikiran, diri sendiri, dan masyarakat (mind, self, and society).”

Dalam interaksi simbolik ide dasarnya adalah sebuah simbol, karena

simbol ini adalah suatu konsep mulia yang membedakan manusia dari binatang.

Simbol ini muncul akibat dar kebutuhan setiap individu untuk berinteraksi

dengan orang lain. Dan dalam proses berinteraksi tersebut pasti ada suatu


(35)

28

Mead (John, 2009:14-16) berpendapat Komunikasi Antar Pribadi, adalah:

“Bukan pikiran yang pertama kali muncul, melainkan masyarakatlah yang terlebih dahulu muncul dan baru diikuti pemikiran yang muncul pada dalam diri masyarakat tersebut dan analisa George Herbert Mead ini mencerminkan fakta bahwa masyarakat atau yang lebih umum disebut kehidupan sosial menempati prioritas dalam analisanya, dan Mead selalu memberi prioritas pada dunia sosial dalam memahami pengalaman sosial karena keseluruhan kehidupan sosial mendahului pikiran individu secara logis maupun temporer. Individu yang berpikir dan sadar diri tidak mungkin ada sebelum kelompok sosial. Kelompok sosial hadir lebih dulu dan dia mengarah pada perkembangan kondisi mental sadar-diri.

Adapun beberapa kategori yang mendasari teori interaksionisme

simbolis menurut Mead:

a. Tindakan

Perbuatan bagi George Herbert Mead adalah unit paling inti dalam

teori ini, yang mana Mead menganalisa perbuatan dengan

pendekatan behavioris serta memusatkan perhatian pada stimulus

dan respon. Mead mengemukakan bahwa stimulus tidak selalu

menimbulkan respon otomatis seperti apa yang diperkirakan oleh

actor, karena stimulus adalah situasi atau peluang untuk bertindak dan bukannya suatu paksaan.

b. Gesture (Gerakan Tubuh)

Mead mempunyai pandangan bahwa gesture merupakan mekanisme dalam perbuatan sosial serta dalam proses sosial. Gestur adalah


(36)

29

menghasilkan respon dari pihak kedua sesuai dengan apa yang

diinginkan.

c. Simbol

Simbol, adalah sejenis gestur yang hanya bisa dilakukan dan

diinterpretasikan oleh manusia. Gestur ini menjadi symbol ketika dia

bisa membuat seorang individu mengeluarkan respon-respon yang

diharapkan olehnya yang juga diberikan oleh individu yang menjadi

sasaran dari gesturnya, karena hanya ketika simbol-simbol ini

dipahami dengan makna juga respon yang samalah seorang individu

dapat berkomunikasi dengan individu yang lainnya.

Dalam terori George Herbert Mead, fungsi simbol adalah

memungkinkan terbentuknya pikiran, proses mental dan lain

sebagainya.

d. Mind (Pikiran)

George Herbert Mead memandang akal budi bukan sebagai satu

benda, melainkan sebagai suatu proses sosial. Sekalipun ada

manusia yang bertindak dengan skema aksi reaksi, namun

kebanyakan tindakan manusia melibatkan suatu proses mental, yang

artinya bahwa antara aksi dan reaksi terdapat suau proses yang

melibatkan pikiran atau kegiatan mental.

Kemampuan inilah yang memungkinkan manusia menjadi bisa


(37)

30

sangatlah penting dalam mengerti arti-arti bersama atau

menciptakan respon yang sama terhadap simbol-simbol suara yang

sama. Proses berpikir, bereaksi, dan berinteraksi menjadi mungkin

karena simbol-simbol yang penting dalam kelompok sosial

mempunyai arti yang sama dan menimbulkan reaksi yang sama pada

orang yang menggunakan simbol-simbol itu, maupun pada orang

yang berinteraksi terhadap simbol-simbol itu.

Mead juga menekankan pentignya fleksibilitas dari mind (akal

budi). Selain memahami simbol-simbol yang sama dengan arti yang

sama , fleksibilitas juga memungkinkan untuk terjadinya interaksi

dalam situasi tertentu, meski orang tidak mengerti arti dari simbol

yang diberikan. Hal itu berarti bahwa orang masih bisa berinteraksi

walaupun ada hal-hal yang membingungkan atau tidak mereka

mengerti, dan itu dimungkinkan karena akal budi yang bersifat

fleksibel dari pikiran.

e. Self (Diri)

Mead menganggap bahwa kemampuan untuk memberi jawaban

pada diri sendiri layaknya memberi jawaban pada orang lain,

merupakan situasi penting dalam perkembangan akal budi. Dan

Mead juga berpendapat bahwa tubuh bukanlah diri, melainkan dia


(38)

31

Self bukan suatu obyek melainkan suatu proses sadar yang mempunyai kemampuan untuk berpikir.

Bagi Mead, Self mengalami perkembangan melalui proses sosialisasi, dan ada tiga fase dalam proses sosialisasi tersebut.

Pertama adalah Play Stage atau tahap bermain. Fase kedua dalam proses sosialisasi serta proses pembentukan konsep tentang diri

adalah Game Stage atau tahap permainan, dimana dalam tahapan ini seorang anak mengambil peran orang lain dan terlibat dalam suatu

organisasi yang lebih tinggi. Dengan fase ini, anak belajar sesuatu

yang melibatkan orang banyak, dan sesuatu yang impersonal yaitu

aturan-aturan dan norma-norma. Sedang fase ketiga adalah

generalized other, yaitu harapan-harapan, kebiasaan-kebiasaan, standar-standar umum dalam masyarakat. Jadi, dalam fase terakhir

ini, menilai tindakannya berdasarkan norma yang berlaku dalam

masyarakat.

2.1.4 Tinjauan Tentang Kegiatan Penyandang Tunanetra

Kegiatan pada unsur-unsur di atas berasumsi bahwa panca indera selain

mata, dapat berfungsi secara efektif dalam melakukan pelatihan melalui

varietas bahasa untuk mendorong penyandang tunanetra dapat memahami


(39)

32

ada yang mencirikan sesuatu yang berbeda dari setiap karakteristik

penyandang tunanetra dengan orang yang normal secara fisik pada umumnya.

Dalam etnografi komunikasi, menemukan aktivitas komunikasi sama artinya

dengan mengidentifikasikan peristiwa komunikasidan atau proses komunikasi.

Bagi Hymes, tindak tutur atau tindak komunikatif mendapatkan statusnya dari

konteks sosial, bentuk gramatika dan intonasinya. Sehingga level tindak tutur

berada diantara level gramatika biasa dan peristiwa komunikatif atau situasi

komunikatif dalam pengertian bahwa tindak tutur mempunyai implikasi bentuk

linguistik dan norma-norma sosial. (Ibrahim, 1992:268-269)

2.1.5 Tinjauan Tentang Tunanetra 2.1.5.1 Definisi Tunanetra

Secara etimologis, tunanetra berasal dari dua suku kata, yaitu “Tuna” dan “Netra”. Kata “Tuna” berarti rusak, kurang, hilang atau tidak adanya kemampuan. Sedangkan kata “Netra” mempunyai arti mata atau penglihatan, maka dapat disimpulkan bahwa tunanetra merupakan sebutan untuk seseorang yang memiliki “kerusakan, kekurangan, kehilangan, atau tidak mempunyai kemampuan penglihatan.”3 Istilah tunanetra mulai populer dalam dunia pendidikan yang dirasa cukup tepat menggambarkan

keadaan penderita yang mengalami kelainan indera penglihatan, baik

3

Blog Tunet, http://blogtunet.pressku.com/category/tunanetra/2011/06/Pengertian Tunanetra/yang diunduh pada tanggal 26 November 2013 (Pukul 21.51 WIB)


(40)

33

bersifat berat maupun ringan. Istilah tersebut melukiskan keadaan mata

yang rusak baik sebelah maupun seluruhnya (kedua-duanya), sehingga

mata tidak lagi dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Pradopo, 1977)

Menurut Didi Tarsidi dalam bukunya Counseling and Blindness Citizen of Indonesia (2008), bahwaketunanetraan secara garis besar dibagi menjadi dua antara lain:

“Waktu terjadinya kecelakaan, yaitu sejak kapan anak menderita tunanetra, sejak lahir, semasa usia sekolah, sesudah dewasa, ataukah ketika usia lanjut. Kemampuan daya lihat, meliputi: penderita tunanetra ringan yakni mereka yang mempunyai kelainan atau kekurangan daya penglihatan seperti penderita rabun, penderita tunanetra setengah berat (sedang) yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, penderita tunanetra berat yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.”

Selain itu Menurut Somantri dalam bukunya tentang Psikologi Anak

Luar Biasa (2005) bahwa berdasarkan pada tingkat ketajaman penglihatan,

tunanetra terbagi atas dua macam yaitu:

“Buta Total dan Low Vision. Dikatakan Buta Total, jika individu sama sekali tidak mampu menerima rangsang cahaya dari luar. Sementara individu yang Low Vision masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi ketajamannya lebih dari 6/21 yang artinya berdasarkan tes hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang berpenglihatan normal dapat membaca pada jarak 21 meter, atau jika hanya mampu membaca “Headline” pada surat kabar.”

Secara ilmiah, tunanetra dapat disebabkan oleh berbagai faktor, faktor

dalam diri (internal) ataupun faktor dari luar (eksternal). Hal-hal yang termasuk faktor internal yaitu faktor-faktor yang erat hubungannya dengan


(41)

34

genetik (sifat pembawa keturunan), kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan obat, dan sebagainya. Sedangkan hal-hal yang termasuk faktor

eksternal diantaranya faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah bayi

dilahirkan. Berbagai faktor eksternal tersebut adalah kecelakaan, terkena

penyakit siphilis yang mengenai matanya saat dilahirkan, pengaruh alat bantu medis (tang) saat melahirkan sehingga sistem persyarafannya rusak, kurang gizi atau vitamin, terkena racun, virus trachoma, panas badan yang terlalu tinggi, serta peradangan mata karena penyakit, bakteri ataupun virus

(Somantri, 2005).

Menurut Tirtonegoro dalam buku Somantri yang berjudul Psikologi

Anak Luar biasa, penyebab lain ketunanetraan, adalah:

“Berdasarkan asal terjadinya dapat disebabkan ketunanetraan pada masa pra-natal dan terjadi pada masa post-natal. a) Faktor pra-natal erat hubungannya dengan masalah keturunan seperti hasil perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang tunanetra serta penyakit keturunan yaitu Retinitas Pigmentosa, faktor pra-natal lainnya adalah pertumbuhan seorang anak dalam kandungan seperti: gangguan waktu ibu hamil, penyakit menahun seperti TBC sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama pertumbuhan janin, infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat cacar air atau rubella, infeksi karena penyakit kotor yaitu toxoplasmosis, trachoma dan tumor serta kurangnya vitamin tertentu. b) Faktor penyebab pada masa post-natal dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir, antara lain: (1) Kerusakan pada syaraf mata waktu persalinan akibat benturan; (2) Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrohoe sehingga menular pada bayi; (3) Mengalami penyakit mata yang dapat menyebabkan ketunanetraan, misalnya: xeropthalmia, trachoma, katarak, glukoma, diabetic retinopathy, macular degeneration dan retinopathy of prematurity; serta (4) Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia berbahaya, kecelakaan dari kendaraan dan sebagainya.”


(42)

35

2.1.5.2 Karakteristik Tunanetra

Tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan kepribadian

dengan timbulnya beberapa masalah antara lain: curiga terhadap orang lain,

perasaan mudah tersinggung dan ketergantungan yang berlebihan, dan

cirri-cirinya terbagi dalam beberapa sifat, diantaranya: 4

a. Fisik (Physical)

Keadaan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya

lainnya. Perbedaan nyata diantara mereka hanya terdapat pada organ

penglihatannya. Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik

diantaranya: Mata juling, Sering berkedip, Menyipitkan mata,

(kelopak) mata merah, Mata infeksi, Gerakan mata tak beraturan dan

cepat, Mata selalu berair (mengeluarkan air mata), Pembengkakan

pada kulit tempat tumbuh bulu mata.

b. Perilaku (Behavior)

Beberapa gejala tingkah laku yang tampak sebagai petunjuk dalam

mengenal anak yang mengalami gangguan penglihatan secara dini:

menggosok mata secara berlebihan, menutup atau melindungi mata

sebelah, memiringkan kepala atau mencondongkan kepala ke depan,

sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang sangat

memerlukan penggunaan mata, berkedip lebih banyak daripada

4

Setiawan, pdf/netra/Informasi-Pelayanan-Pendidikan-Bagi-Anak-Tunanetra.htm/2007/Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Tunanetra/diunduh pada tanggal 29 November 2013 (Pkl. 17.08 WIB)


(43)

36

biasanya atau lekas marah apabila mengerjakan suatu pekerjaan,

membaca bukunya ke dekat mata, tidak dapat melihat benda-benda

yang agak jauh, menyipitkan mata atau mengkerutkan dahi, tidak

tertarik perhatiannya pada objek penglihatan atau pada tugas-tugas

yang memerlukan penglihatan seperti melihat gambar atau membaca,

janggal dalam bermain yang memerlukan kerjasama tangan dan mata,

menghindar dari tugas-tugas yang memerlukan penglihatan atau

memerlukan penglihatan jarak jauh.

c. Mental atau Intelektual

Intelektual atau kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak berbeda

jauh dengan anak normal. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada

batas atas sampai batas bawah, jadi ada anak yang sangat pintar, cukup

pintar dan ada yang kurang pintar. Intelegensi mereka lengkap yakni

memiliki kemampuan dedikasi, analogi, asosiasi dan sebagainya.

Mereka juga punya emosi negatif dan positif, seperti sedih, gembira,

punya rasa benci, kecewa, gelisah, bahagia dan sebagainya.

d. Sosial

Hubungan sosial yang pertama terjadi dengan anak adalah hubungan

dengan ibu, ayah, dan anggota keluarga lain yang ada di lingkungan

keluarga. Kadang kala ada orang tua dan anggota keluarga yang tidak

siap menerima kehadiran anak tunanetra, sehingga muncul


(44)

37

rangsangan visual untuk menerima perlakuan orang lain terhadap

dirinya.

2.1.6 Tinjauan Tentang Komunikasi Verbal dan Non Verbal 2.1.6.1 Definisi Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah salah satu bentuk komunikasi yang ada dalam

kehidupan manusia dalam hubungan atau interaksi sosialnya. Pengertian

Komunikasi Verbal (verbal communication) adalah bentuk komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan dengan lisan atau dengan tertulis.

Peranannya sangat besar karena sebagian besar dengan komunikasi verbal

ide-ide, pemikiran atau keputusan lebih mudah disampaikan secara verbal

dibandingkan non verbal. Komunikan juga lebih mudah memahami pesan-pesan

yang disampaikan dengan komunikasi verbal ini.5

2.1.6.1.1 Pesan dan Bahasa dalam Komunikasi Verbal

Pesan yang disampaikan berupa pesan verbal yang terdiri atas

kode-kode verbal. Dalam penggunaannya kode-kode-kode-kode verbal ini berupa bahasa.

Tanpa bahasa manusia tidak bisa berfikir, bahasalah yang mempengaruhi

persepsi serta pola-pola pikir yang ada pada seseorang. Hal tersebut

5

http://adiprakosa.blogspot.com/2008/10/komunikasi-verbal-dan-non verbal.htmldiunduh pada tanggal 29 November 2013 (Pkl. 17.08 WIB)


(45)

38

dinyatakan oleh Benyamin Lee Whorf dan Edward Safir dalam buku Sendjaja,

S (1994). Bahasa adalah seperangkat kata yang telah disusun secara

berstruktur sehingga menjadi kumpulan kalimat yang mengandung arti.

Bahasa ini memiliki tiga fungsi pokok, yaitu : 6

1. Untuk mempelajari tentang segala hal yang ada di sekeliling kita.

2. Untuk membina hubungan yang baik dalam hubungan manusia sebagai makhluk sosial antara satu individu dengan individu lainnya.

3. Untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam perjalanan kehidupan manusia.

Bahasa dapat dipelajari dengan beberapa cara. Hal ini dijelaskan dalam

beberapa teori, seperti teori Operant Conditioning, teori kognitif, dan yang terakhir adalah mediating theory. Menurut Benyamin Lee Whorf dan Edward Sapir, Operant Conditioning memiliki beberapa unsur, diantaranya :

a. Menurut teori operant conditing bahasa dipelajari dengan adanya stimulus dari luar yang menyebabkan seseorang pada akhirnya berbicara dengan bahasa yang dimengerti oleh orang yang memberinya stimulan.

b. Dalam teori kognitif bahasa merupakan pembawaan manusia sejak lahir yang merupakan pembawaan biologis. Di sini ditekankan bahwa manusia yang lahir ke dunia berpotensi untuk bisa berbahasa.

c. Mediating theory dikenal dengan istilah teori penengah. Di sini menekankan bahwa manusia dalam mengembangkan kemampuannya berbahasa, tidak hanya sekadar sebagai reaksi dari adanya stimulus dari luar, tapi juga dipengaruhi proses internal yang terjadi dalam diri manusia itu sendiri.

6

http://adiprakosa.blogspot.com/2008/10/komunikasi-verbal-dan-non verbal.html diunduh pada tanggal 29 November 2013 (Pkl. 17.48 WIB)


(46)

39

2.1.6.1.2 Pentingnya Komunikasi Verbal

Dengan komunikasi verbal, pesan dapat diterima dengan baik oleh

komunikan. Komunikan pun dapat memberikan feedback dengan komunikasi verbal pula. Sehingga dapat dipastikan bahwa dengan penggunaan komunikasi

verbal ini, kesalahan persepsi komunikasi atau miss communication dapat diminimalisir. Menurut Alo Liliweri dalam bukunya tentang Komunikasi

Verbal dan Non Verbal, adalah:

“Oleh karena itu, kemampuan dalam berbahasa merupakan bagian yang sangat penting untuk seorang komunikator. Semakin banyak bahawa yang dikuasai maka semakin besar pula potensi untuk menjadi seorang komunikator dan komunikan yang baik untuk mencapai komunikasi efektif yang dibutuhkan dalam kehidupan kita dalam segala bidang.” (Alo Liliweri : 2011 )

2.1.6.2 Definisi Komunikasi Non Verbal

Seperti halnya komunikasi secara umum, komunikasi non verbal juga

memiliki banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter dalam (Mulyana, 2007:343) menuturkan bahwa :

“Komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima.”


(47)

40

Sementara itu Edward T. Hall “Menamai bahasa nonverbal ini adalah : “Bahasa diam” (silent language) dan “dimensi tersembunyi” (hidden dimension). Disebut diam dan tersembunyi, karena pesan-pesan nonverbal tertanam dalam konteks komunikasi. Selain isyarat situasional dan relasional dalam transaksi komunikasi, pesan nonverbal memberi kita isyarat-isyarat kontekstual. Bersama isyarat verbal dan isyarat kontekstual, pesan nonverbal membantu kita menafsirkan seluruh makna pengalaman komunikasi.” (Mulyana, 2007:344)

Serupa juga dengan apa yang diungkapkan T. Hall mengenai silent language terkait komunikasi non verbal, Albert Mehrebian (1981) didalam buku “Silent Messages: Implicit Communication of Emotions and Attitudes” menegaskan hasil penelitiannya bahwa makna setiap pesan komunikasi

dihasilkan dari fungsi-fungsi : 7% peryataan verbal, 38% bentuk vokal, dan

55% ekspresi wajah. (Sendjaja, 2004:6.1)

Adapun Pendapat lain diutarakan oleh Frank E.X. Dance dan Calr E. Learson (1976) dalam bukunya “The Functions of Human Communication”:

“A Theoritical Approach” menawarkan satu definisi tentang komunikasi nonverbal sebagai suatu stimulus yang pengertiannya tidak ditentukan oleh makna isi simboliknya. (Sendjaja, 2004:6.3-6.4).”

Definisi lain yang diungkapkan Arni Muhammad (2002:130) menyebutkan bahwa :

“Komunikasi non verbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata, melainkan menggunakan bahasa isyarat seperti gerakan tubuh, sikap tubuh, vocal yang bukan berupa kata-kata, kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak, sentuhan, dan sebagainya”. (Suranto, 2010:146)


(48)

41

Terlepas dari berbagai definisi komunikasi non verbal yang

dikemukakan oleh para ahli, komunikasi non verbal acapkali dipergunakan

untuk menggambarkan perasaan, emosi. Jika pesan yang anda terima melalui

sistem verbal tidak menunjukkan kekuatan pesan maka anda dapat menerima

tanda – tanda non verbal lainnya sebagai pendukung. Komunikasi non verbal

acapkali disebut : komunikasi tanpa kata (karena tidak berkata – kata).

(Liliweri, 1994:89)

2.1.6.2.1 Karakteristik dan Fungsi Komunikasi Non Verbal

Asente dan Gundykust (1989) dalam (Liliweri, 1994:97-100) mengemukakan bahwa pemaknaan pesan non verbal maupun fungsi non

verbal memiliki perbedaan dalam cara dan isi kajiannya. Pemaknaan

(meanings) merujuk pada cara interpretasi suatu pesan; sedangkan fungsi (functions) merujuk pada tujuan dan hasil suatu interaksi. Setiap penjelasan terhadap makna dan fungsi komunikasi non verbal harus menggunakan

sistem. Hal ini disebabkan karena pandangan terhadap perilaku non verbal

melibatkan, penjelasan dari beberapa kerangka teoritis (penulis : sosiologi,

antropologi, psikologi, etnologi, dan lain – lain) seperti teori sistem,

interaksionisme simbolis dan kognisi. Pemaknaan terhadap perilaku non

verbal dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu : immediacy, status dan responsiveness.


(49)

42

Adapun yang dimaksudkan dengan pendekatan immediacy merupakan cara mengevaluasi objek non verbal secara dikotomis terhadap karakteristik

komunikator baik / buruk, positif / negatif, jauh dekat. Pendekatan yang

didasarkan pada karya Mahrebian itu memandang seseorang maupun objek

yang disukainya pada pilihan skala yang bergerak antara valensi positif

hingga ke negatif.

Pendekatan status berusaha memahami makna non verbal sebagai ciri kekuasaan. Ciri ini dimiliki setiap orang yang dalam prakteknya selalu

mengontrol apa saja yang ada di sekelilingnya. Pendekatan terakhir adalah

pendekatan responsiveness yang menjelaskan makna perilaku non verbal sebagai cara orang bereaksi terhadap sesuatu, orang lain, peristiwa yang

berada di sekelilingnya Responsiveness selalu berubah dengan indeks tertentu karena manusia pun mempunyai aktivitas tertentu.

Dimensi – dimensi Mahrabian seperti diungkapkan tersebut analog

dengan pemaknaan verbal daro Osgood, Suci, dan Tannenbaun dalam

semantic differensial antara lain dalam evaluasi, potensi dan aktivitas. Dimensi tersebut sangat relevan dengan komunikasi antar budaya sehingga

budaya dianggap sebagai kunci untuk menjelaskan perilaku baik verbal

maupun non verbal. Penelitian terhadap tema ini bersandar pada pertanyaan :

bagaimana budaya mempengaruhi pernyataan dan pemaknaan pesan non


(50)

43

Pendekatan berikut terhadap non verbal adalah pendekatan fungsional. Sama seperti pendekatan sistem maka dalam pendekatan fungsional aspek –

aspek penting yang diperhatikan adalah informasi, keteraturan, pernyataan

keintiman/keakraban, kontrol sosial dan sarana – sarana yang membantu

tujuan komunikasi non verbal. (Liliweri, 1994)

2.2 Kerangka Pemikiran

Komunikasi sebagai perilaku yang lahir dari integrasi tiga keterampilan yang

dimiliki setiap individu sebagai makhluk sosial, ketiga keterampilan itu terdiri dari

keterampilan bahasa, keterampilan komunikasi, dan keterampilan budaya. Bahasa

hidup dalam komunikasi, bahasa tidak akan mempunyai makna jika tidak

dikomunikasikan.

Menurut teoritis interaksi simbolik yang di kutip dari buku Deddy Mulyana,

yang berjudul Metodologi Penelitian Kualitatif adalah Kehidupan sosial pada

dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Mereka

tertarik pada cara manusia menggunakan simbol-simbol yang mempresentasikan apa

yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya dan juga pengaruh

yang ditimbulkan penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak

yang terlibat dalam interaksi sosial. Secara ringkas interaksi simbolik didasarkan pada

premis-premis berikut:

1. Individu merespon suatu situasi simbolik. Mereka merespon lingkungan, termasuk objek fisik (benda) dan objek sosial (perilaku manusia) berdasarkan makna yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi


(51)

44

mereka. Ketika mereka mengahadapi suatu situasi, respon mereka tidak bersifat mekanis. Tidak pula ditentukan oleh faktor-faktor eksternal. Respon mereka bergantung pada bagaimana mereka mendefinisikan situasi yang dihadapi dalam interaksi sosial. Jadi individulah yang dipandang aktif untuk menentukan lingkungan mereka sendiri.

2. Makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Negosiasi itu dimungkinkan karena manusia mampu menamai segala sesuatu, bukan hanya objek fisik, tindak atau peristiwa (bahkan tanpa kehadiran objek fisik, tindak atau peristiwa itu), namun juga gagasan yang abstrak.

3. Makna yang di interpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial. Perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Manusia membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka lakukaan. (Mulyana, 2008: 71-72)

Adapun menurut Blummer dalam buku Engkus Kuswarno interaksi simbolik

mengacu pada tiga premis utama, yaitu:

1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu pada mereka.

2. Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan oleh orang lain. dan,

3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial sedang berlangsung. (Kuswarno, 2008:22).

Keunikan dan dinamika simbol dalam proses interaksi sosial menuntut manusia

harus lebih kritis, peka, aktif dan kreatif dalam menginterpretasikan simbol-simbol

yang muncul dalam interaksi sosial, penafsiran yang tepat atas simbol tersebut turut

menentukan arah perkembangan manusia dan lingkungan, sebaliknya, penafsiran


(52)

45

Dalam medeskripsikan dan menganalisis aktivitas komunikasi, maka terdapat

batasan masalah mengenai aktivitas komunikasi penyandang tunanera, yaitu

diantaranya situasi penyandang tunanetra, penyandang tunanetra menyesuaikan diri

pada konteks terjadinya komunikasi penyandang tunanetra. Peristiwa komunikasi

penyandang tunanetra dalam menentukan tujuan umum komunikasi, topik umum

yang sama. Adapun mengenai tindakan komunikatif penyandang tunanetra, yaitu

perilaku secara khusus yang disampaikan penyandang tunanetra secara verbal dan

non verbal. Adanya proksemik, kinesik, paralunguistik, dan sistem komunikasi

artifaktual akan dibicarakan secara rinci pada psikologi pesan, terutama pada bagian

pesan non verbal. Penyandang tunanetra melakukan proses komunikasi yang khas

agar isi pesan yang disampaikannya mudah diterima dan tepat pada sasaran sesuai

dengan kebutuhan penyandang tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia

Majalaya.

Jadi perubahan partisipan komunikasi penyandang tunanetra dapat merubah

suasana interaksi sosial secara umum, dan topik yang sedang dibahas bisa saja

berakhir pada periode tertentu, tanpa mengesampingkan kaidah-kaidah yang


(53)

46

Dari pemaparan diatas dapat digambarkan tahapan-tahapan model penelitian,

seperti gambar dibawah ini :

Gambar 2.1

Alur Kerangka Pemikiran

Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunanetra Di YPTI Majalaya

Sumber : Data Peneliti 2014

Aktivitas Komunikasi Aktivitas khas yang kompleks di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya. Hymes

dalam Kuswarno 2008:41

Situasi Komunikatif Konteks terjadinya komunikasi Penyandang Tunanetra Peristiwa Komunikatif Unit dasar untuk tujuan deskriptif / termasuk komponen komunikasi Penyandang Tunanetra Tindakan Komunikatif Fungsi interaksi tunggal Penyandang Tunanetra Interaksi Simbolik

Pertukaran pesan yang menggunakan simbol yang memiliki

makna-makna tertentu. Blummer dalam Kuswarno 2008:22

Etnografi Komunikasi Metode penelitian dalam ilmu


(54)

47

BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

3.1.1 Tinjauan Umum tentang Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia

Majalaya

Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya disingkat (YPTI)berdiri pada hari Senin, tanggal tiga Desember tahun Seribu Sembilanratus Sembilanpuluh. Berkedudukan di Kabupaten Bandung, untuk pertama kalinya yayasan ini mempunyai kantor Sekretariat pada Jalan Babakan Nomor 27, Desa Magasetra – Majalaya dengan cabang-cabang dan/atau perwakilan-perwakilan di tempat-tempat lain yang dianggap perlu oleh Badan Pengurus.

Gambar 3.1

Permana Saufi sebagai Penyandang Tunanetra dan Pembina

Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya


(55)

48

Dengan berazaskan Tunggal Pancasila sebagai satu-satunya Azas. Yayasan ini mempunyai maksud dan tujuan untuk:

a. Mengangkat martabat para tunanetra supaya dapat hidup sendiri ditengah masyarakat.

b. Membantu program pemerintah dibidang pemerataan, kesempatan belajar serta menekan angka pengangguran.

Gambar 3.2

Angga Penyandang Tunanetra sebagai Anak Didik di Yayasan Pembinaan

Tunanetra Indonesia Majalaya

Sumber: Dokumentasi Penulis (2014)

Segala sesuatunya itu dalam arti kata yang seluas-seluasnya. Dalam proses belajar mengajar terjadi proses komunikasi, baik secara Intrapersonal maupun Interpersonal. Proses komunikasi Intrapersonal tampak pada kegiatan berfikir, mempersepsi, mengingat dan mengindera. Sedangkan dalam proses komunikasi


(56)

49

Interpersonal tampak pada kegiatan transformasi ide atau gagasan pengajar kepada anak didik atau sebaliknya. (Yusup, 1990 : 13)

3.1.1.1 Struktur Organisasi Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia

Majalaya

Yayasan ini diurus dan dikemudikan oleh suatu Badan pengurus yang diangkat dan diberhentikan oleh Badan Pendiri. Banyaknya anggota Dewan Pengurus bergantung kepada kebutuhan, akan tetapi sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang dan diantaranya harus diangkat seorang sebagai ketua, seorang sebagai Sekretaris dan seorang sebagai Bendahara. Penggantian tugas dan pekerjaan diantara anggota Badan Pengurus akan ditetapkan oleh Badan Pendiri dengan peraturan khusus.

Untuk pertama kalinya oleh para pendiri telah diangkat sebagai Badan Pengurus, yaitu:

Ketua : Tuan Permana Saupi Sekretaris : Tuan Yuyun Hendayun Bendahara I : Nyonya Sodiah

Bendahara II : Tuan Endang Suhandi

Pengangkatan-pengangkatan mana menurut keterangan para penghadap telah diterima baik dan disetujui oleh masing-masing yang bersangkutan.


(57)

50

3.1.1.2 Kewajiban Para Pengurus YPTI Majalaya

Para pengurus bekerja atas dasar niat karena Allah membantu saudara-saudara kita yang kekurangan.Pengurus harus memiliki dedikasi yang tinggi terutama anak didik dan anak asuh yayasan. Pengurus harus bekerja ulet dan tekun serta penuh kekeluargaan, menjaga nama baik yayasn, serta tidak tertutup untuk menyampaikan usul, saran, dan pendapat demi kemajuan yayasan.

Kewajiban lain dalam organisasi Yasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya adalah:

1. Turut serta memelihara ketentraman dan ketertiban atau

aktivitasnya tidak menimbulkan gejolak sosial atau keresahan dalam masyarakat serta menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan Bangsa. 2. Dalam pelaksanaan kegiatan atau program kerjanya berorientasi

pada kepentingan masyarakat, bangsa dan negaraserta tidak melaksanakan kegiatan politik praktis yang menjadi fungsi organisasi sosial politik.

3. Menyampaikan laporan kegiatan pada Bupati Bandung melalui Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.


(58)

51

3.1.1.3 Penyandang Tunanetra sebagai Masyarakat Tutur

Berkaitan dengan objek penelitian ini, maka para penyandang tunanetra yang menggunakan bahasa verbal akan termasuk ke dalam masyarakat tutur sendiri, karena mereka memiliki kaidah-kaidah tersendiri dalam berbicara, terutama pada anak tunanetra dalam memilih varietas bahasa yang dapat mengontrol emosi dan mendorong motivasi belajar mereka melalui pola-pola komunikasi yang sudah ditentukan oleh pembina Yayasan.

Mereka juga merupakan anggota masyarakat Kabupaten Bandung Indonesia, sehingga mereka bisa menjadi anggota lebih dari satu masyarakat tutur. Pola komunikasi yang berbeda denga masyarakat tutur lainnya adalah pembina yang mengajarkan cara memperoleh informasi tulisan melalui alat komunikasi braille. Tentunya perlu metode khusus untuk mempelajari huruf braille yang terdiri dari kode-kode yang menyambungkan makna menjadi pesan dari angka atau huruf yang disentuh dan mereka hafalkan.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode Etnografi Komunikasi. Dalam definisi yang dikemukakan Dell Hymes pada tahun 1962 seperti yang dikutip dalam buku Engkus Suwarno bahwasannya :

“Pengkajian peranan bahasa dalam perilaku komunikatif suatu masyarakat, yaitu cara-cara bagaimana bahasa dalam perilaku komunkatif masyarakat, yaitu cara-cara bagaimana bahasa dipergunakan dalam masyarakat yang berbeda-beda kebudayaannya.” ( Suwarno, 2008 : 11 )


(1)

maka dapat disimpulkan bahwa tunanetra merupakan sebutan untuk seseorang yang memiliki “kerusakan, kekurangan, kehilangan, atau tidak mempunyai kemampuan penglihatan.”3

3. Objek dan Metode Penelitian

3.1. Tinjauan Umum tentang Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya

Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya disingkat (YPTI)berdiri pada hari Senin, tanggal tiga Desember tahun Seribu Sembilanratus Sembilanpuluh. Berkedudukan di Kabupaten Bandung, untuk pertama kalinya yayasan ini mempunyai kantor Sekretariat pada Jalan Babakan Nomor 27, Desa Magasetra – Majalaya dengan cabang-cabang dan/atau perwakilan-perwakilan di tempat-tempat lain yang dianggap perlu oleh Badan Pengurus.

Dengan berazaskan Tunggal Pancasila sebagai satu-satunya Azas. Yayasan ini mempunyai maksud dan tujuan untuk:

a. Mengangkat martabat para tunanetra supaya dapat hidup sendiri ditengah masyarakat.

b. Membantu program pemerintah dibidang pemerataan, kesempatan belajar serta menekan angka pengangguran.

3.2Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode Etnografi Komunikasi. Dalam definisi yang dikemukakan Dell Hymes pada tahun 1962 seperti yang dikutip dalam buku Engkus Suwarno bahwasannya :

“Pengkajian peranan bahasa dalam perilaku komunikatif suatu

masyarakat, yaitu cara-cara bagaimana bahasa dalam perilaku komunkatif masyarakat, yaitu cara-cara bagaimana bahasa dipergunakan dalam masyarakat yang berbeda-beda kebudayaannya.” ( Suwarno, 2008 : 11 )

3

Blog Tunet, http://blogtunet.pressku.com/category/tunanetra/2011/06/Pengertian Tunanetra/yang diunduh pada tanggal 26 November 2013 (Pukul 21.51 WIB)


(2)

Metode penelitian kualitatif sering bertujuan untuk menghasilkan penelitian lapangan. (Siverman, 1993:2) Dalam wacana ilmiah, dikotomi metodologis ini sebenarnya bersifat simplistic, tetapi sering dikontraskan. Sebagaimana perspektif yang merupakan suatu rentang dari yang sebenarnya merupakan suatu rentang juga, dari yang sangat kuantitatif (objektif) hingga yang sangat kualitatif (subjektif).

3.3Desain Penelitian

Dalam penelitian kualitatif ini, peneliti menggunakan paradigma konstruktivis dalam desain penelitian studi etnografi. Menurut Matthews dalam buku Suparno, 1997, kostruktivis adalah:

“Suatu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan yang ditangkap manusia adalah konstruksi (bentukan) manusia itu sendiri.” Studi Etnografi komunikasi merupakan salah satu dari sekian studi penelitian kualitatif (paradigm interpretative atau konstruktivis), yang mengkhususkan pada penemuan berbagai pola komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam suatu masyarakat tutur. (Kuswarno, 2009:2)

Untuk mendeskripsikan dan menganalisis aktivitas komunikasi, perlu menangani unit-unit deskrit aktivitas komunikasi yang memiliki batasan-batasan yang bisa diketahui. Unit-unit analisis yang dikemukakan oleh Dell Hymes (1972), antara lain :

I. Situasi Komunikatif, merupakan konteks terjadinya komunikasi. Contohnya, gereja, pengadilan, pesta, lelang, kereta api, atau kelas disekolahnya. Situasi bisa tetap sama walaupun lokasinya berubah, seperti dalam kereta, bus, atau mobil, atau bisa berubah dalam lokasi yang sama apabila aktifitas-aktifitas yang berbeda berlangsung di tempat itu pada saat yang berbeda

II. Peristiwa Komunikatif, merupakan unit dasar untuk tujuan deskriptif. Sebuah peristiwa tertentu didefinisikan sebagai keseluruhan perangkat komponen yang utuh, yang dimulai dengan tujuan umum komunikasi, topik umum yang sama, dan melibatkan partisipan yang sama, yang secara umum menggunakan varietas bahasa yang sama untuk interaksi, dalam seting yang sama. (Kuswarno, 2008:41).


(3)

III. Tindakan Komunikatif, yaitu fungsi interaksi tunggal, seperti peryataan, permohonan, perintah, ataupun perilaku non verbal (Kuswarno, 2008:41) makna.

4. Pembahasan

Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya. Peneliti menganalisis yang telah dipaparkan oleh semua informan penelitian. Kemudian data yang sudah diklasifikasi akan dikonstruksi serta dituangkan dalam bentuk tertulis, yang sesuai dengan konteksnya masing-masing.

Kemudian menggunakan beberapa teori dan dan konsep-konsep yang terkait penelitian etnografi komunikasi tersebut, serta pengalaman dan pengetahuan selama peneliti berada diwilayah penelitian. Interaksi penyandang tunanetra dikalangan Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya dalam menjalani kehidupan sehari-harinya dengan menggunakan bahasa, kebudayaan, dan komunikasi.

Bahasa menjadi unsur pertama penyandang tunanetra dalam menentukan bagaimana aktivitas penyandang tunanetra dalam mengkategorikan pengalamannya. Bahasa akan menentukan konsep dan makna yang dipahami oleh masyarakat, yang pada gilirannya akan memberikan pengertian mengenai pandangan hidup yang dimiliki penyandang tunanetra.

Bahasa hidup dalam aktivitas komunikasi penyandang tunanetra untuk menciptakan budaya, kemudian budaya itu sendiri yang pada akhirnya akan menentukan sistem komunikasi dan bentuk bahasa seperti apa yang pantas untuk masing-masing kategori penyandang tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya.

Kebudayaan sangat berarti banyak bagi masyarakat dan individu-individu didalamnya, karena kebudayaan yang dihasilkan penyandang tunanetra yaitu mengajarkan manusia untuk hidup selaras dengan alam, sekaligus memberikan tuntunan untuk berinteraksi dengan sesamanya sebagai masyarakat tutur di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya.


(4)

5. Kesimpulan dan Saran 5.1.2 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan dan dianalisa pada bab IV, maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Situasi Komunikatif Penyandang Tunanetra yang peneliti maksud adalah tempat terjadinya peristiwaatau proses komunikasi penyandang tunanetra pada saat di dalam yayasan maupun situasi komunikasi di luar yayasan. Situasi di dalam yayasan maupun di luar yayasan dapat saja berubah dalam lokasi yang sama apabila aktivitas setiap individu, keluarga yayasan, kelompok masyarakat berbeda, tetapi situasi bisa tetap sama meskipun lokasinya telah berubah.

2. Peristiwa Komunikatif Penyandang Tunanetra adalah perubahan kode (code alternation) atau perubahan penggunaan bahasa secara konsisten. Batas-batas itu cenderung terjadi bersamaan dengan partisipan, perubahan dalam fokus topik, atau dalam perubahan tujuan komunikasi secara umum.

3. Tindakan komunikatif Penyandang Tunanetra adalah ketika penyandang tunanetra dapat menjalankan semua program yang direncanakan pada aktivitas komunikasi penyandang tunanetra, terdapat interaksi tunggal, seperti pernyataan referensial, permohonan atau perintah dan bersifat verbal dan non verbal.

5.1.3 Saran

Dalam sebuah penelitian, seorang peneliti harus mampu memberikan sesuatu yang berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan, instansi atau lembaga serta berbagai pihak yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun saran-saran yang peneliti berikan setelah meneliti permasalahan ini adalah:

1. Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya sebagai lembaga sosial sebaiknya, penyandang tunanetra diperhatikan dalam pembinaannya secara serius melalui komunikasi terus menerus dan


(5)

berkesinambungan, berkaitan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, baik kualitas lingkungan di yayasan, maupun lingkungan masyarakat. 2. Studi pendahuluan yang mendalam dan terarah terhadap perusahaan,

orang yang ahli dibidang yang akan dikaji dalam penelitian, atau pun dengan dosen-dosen, untuk menemukan dan mengungkap hal atau fenomena yang terkait dengan dunia IlmuKomunikasi. Hal ini dapat dilakukan melalui sharing atau diskusi mendalam dengan pihak-pihak tersebut di atas.

3. Universitas perlu menambah intensitas pendidikan pemakai, staf, dan pustakawan diharapkan dapat membantu dalam menelusur informasi karena masih banyak yang menemukan kendala.

Daftar Pustaka Buku:

Alo liliweri, 1994. Komunikasi Verbal dan Non Verbal Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif Jakarta: Raja Grafindo Persada,

Didi Tarsidi. 1999. Seminar Sistem Braille Tingkat Nasional. Direktorat Pendidikan Dasar

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Ibrahim Syukur, 1994. Panduan Penelitian Etnografi Komunikasi, Surabaya: Usaha Nasional

Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi. Suatu Pengantar Dan Contoh Penelitiannya.

Bandung: Widya Padjajaran

Littlejhon, 2009. Teori Komunikasi “Theories of Human Communication”, Jakarta: Salemba Humanika

Mulyana, Deddy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Sendjaja, S. Djuarsa. 1994. Teori Komunikasi. Universitas Terbuka Jakarta: Raja Grafindo Persada


(6)

Internet

Merdeka.com. Jumlah tunanetra di Indonesia setara dengan penduduk Singapura, diambil Jumat, 28 Februari 2014 Pukul. 10.56 WIB

www.who.int/en/. "Working Together to Eliminate Avoidable Blindness", diambil Sabtu, 01 Maret 2014 Pukul 11.57 WIB

Blog Tunet, http://blogtunet.pressku.com/category/tunanetra/2011/06/Pengertian Tunanetra/yang diunduh pada tanggal 26 November 2013 (Pukul 21.51 WIB) Setiawan,

pdf/netra/Informasi-Pelayanan-Pendidikan-Bagi-Anak-Tunanetra.htm/2007/Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Tunanetra/diunduh pada tanggal 29 November 2013 (Pkl. 17.08 WIB)

http://adiprakosa.blogspot.com/2008/10/komunikasi-verbal-dan-non verbal.html diunduh pada tanggal 29 November 2013 (Pkl. 17.08 WIB)

http://adiprakosa.blogspot.com/2008/10/komunikasi-verbal-dan-non verbal.html diunduh pada tanggal 29 November 2013 (Pkl. 17.48WIB)

http://dwipur_sastra.staff.uns.ac.id/2009/06/03/etnografi-komunikasi-dan-register/

diunduh pada tanggal 29 November 2013 (Pkl. 17.48WIB)

Penelitian Terdahulu

Devita Futriana; NIM. 41808014, Perpustakaan UNIKOM: 2013. “Komunikasi Antar Pribadi Tunagrahita (Studi Etnografi Komunikasi Tentang Kegiatan Belajar Mengajar Komunikasi Tunagrahita di (SLB)-C Lanud Sulaiman).”

Dethi Rosma Sari, NIM. 41809090, Perpustakaan UNIKOM: 2013. “Aktivitas Komunikasi Terapis Anak Autis Dalam Proses Memudahkan Kemampuan Berinteraksi dengan Lingkungan (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Terapeutik Antara Terapis Anak Autis Dalam proses Memudahkan Kemampuan Berinteraksi Dengan Lingkungan Di Yayasan Cinta Autisma Bandung).”

Dian Andhyka Putry, Perpustakaan Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara: 2013. “Aktivitas Komunikasi Orang Tua dengan Anak Tunarungu (Studi Etnografi Komunikasi tentang Aktivitas Komunikasi Verbal dan Non verbal Orang Tua dengan Anak Tunarungu di SLB Negeri 017700 Kota Kisaran).”