1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kondisi Obyektif yang berkaitan dengan permasalahan problematika terhadap realita memerlukan tanggapan logis-yuridis dari nash-nash al- Quran dan
as- Sunnah yang belum tercover secara eksplisit, hal ini mewajibakan seseorang yang mampu dan memenuhi syarat untuk melakukan Ijtihad usaha sungguh-
sungguh untuk pengalian hukum. Al- Quran sengaja didisain untuk menjelaskan persoalan-persoalan yang menyangkut masalah hukum secara global dan tidak
diperinci agar tidak kehilangan relevansinya dengan dinamika masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan dari masa ke masa.
1
Di sisi lain Allah SWT juga menganugrahkan akal serta fikiran kepada manusia
menjadikannya makhluk
yang berkembang,
berinovasi, dan
berkeingintahuan tinggi terhadap suatu permasalahan, olehnya melalui pranata inilah manusia dapat mengeksplorasi akal pikirannya untuk melakukan ijtihad
dengan memperhatikan kaidah-kaidah yang diperlukan. Ijtihad tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang. Hanya orang-orang
yang telah memenuhi persyaratan saja, dengan demikian ijtihad tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang akan tetapi orang yang ahli dibidangnya Ulama
1
Ma’ruf A i , Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam, Jakarta: Elsas, 2008, h. 6
2
ini salah satu pranata yang disiapkan agama bagi orang yang tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan ijtihad untuk bertanya atau memohon penjelasan
kepada orang yang mempuyai kompetensi dalam menjawab permasalahan tersebut. Termasuk dalam hal ini adalah dengan memohon penjelasan tentang
status hukum fatwa suatu masalah atau perbuatan yang belum ada ketetapan hukumnya. Dalam sistem hukum Islam, fatwa mempunyai peranan yang cukup
dominan dalam memberikan pertimbangan hukum keagamaan kepada masyarakat, sekalipun fatwa juga dianggap tidak punya kekuatan hukum yang mengikat Ghair
Mulzimah
2
. Aktivitas yang berkembang dewasa ini khususnya di Indonesia adalah
perilaku merokok. Kegiatan merokok dalam masyarakat dianggap sebagai hal yang biasa, hal ini karena banyaknya masyarakat yang melakukan kegiatan
merokok. Fenomena yang ada merokok tidak hanya menjadi komoditi kaum pria dewasa bahkan dintaranya adalah kaum hawa dan yang lebih miris lagi, tidak
sedikit jumlah anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar sudah konsumtif terhadap rokok. Berdasarkan pengamatan komisi perlindungan Anak
Indonesia, ditemukan fakta bahwa setidaknya 60 anak-anak di bawah umur sudah mengenal rokok.
3
2
Ma’ruf A i , Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam, Jakarta: Elsas, 2008, dalam kata pengantar.
3
Koran Tempo, 15 Agustus 2008.
3
Rokok sudah menjadi konsumsi harian masyarakat. Rokok bebas dijual di warung, di jajakan di jalan raya, di jual di toko-toko, bahkan koperasi kampus pun
tidak lewat ikut memasarkannya. Rokok adalah makhluk beracun yang terus- menerus menjadi fenomena dalam kehidupan masyarakat hingga saat ini.
Peraturan pemerintah, fatwa majelis ulama, penelitian ilmiah, bahkan ancaman kesehatan serta kematian pun tetap tidak menjadikan masyarakat untuk
meninggalkan rokok. Bahkan beragam alasan mereka pertahankan untuk mereduksi hukum agar rokok tetap diperbolehkan, walaupun pada kenyataannya
banyak data yang mempresentasikan mengenai bahaya rokok bagi kesehatan. Tidak hanya WHO World Health Organization bahkan lebih dari 70.000
4
artikel ilmiah mengemukakan bahwa dalam kepulan asap rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya, 43 diantaranya bersifat Karsinogenik yakni merangsang
tumbuhnya kanker, berbagai zat yang terkandung diantaranya adalah Tar, Karbon Monoksida CO
serta Nikotin. Dari hasil penelitian yang dilakukan United Satate Surgeon General
Amerika Serikat menyatakan ada 10 tipe kanker yang disebabkan oleh rokok
5
yaitu kanker mulut, tenggorokan, pita suara, esofagus, kanker paru-paru, lambung, kanker pankreas, kantung kemih, leher rahim, leukimia bahkan kanker darah.
4
Ah ad Rifa’i Rif’a , Merokok Haram, Jakarta: Republika, 2010, h. 7
5
Ibid, h. 8
4
Prof. Dr. Anwar Jusuf, guru besar FIKUI berpendapat bahwa asap rokok jauh lebih berbahaya dibandingkan polusi udara
6
karena di dalamnya mengandung zat kimia yang bersifat karsinogen, zat tersebut memicu sel-sel normal menjadi
ganas dalam prosesnya yang terjadi berulang-ulang selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun hal inilah yang memicu timbulnya kanker pada paru-paru.
Penyakit yang disebabkan oleh rokok begitu kompleks, namun sangat disayangkan meskipun sudah banyak penelitian yang membuktikan tentang bahaya
rokok namun seolah masyarakat tetap tidak peduli. Data WHO World Health Organization
juga menyebutkan Indonesia merupakan salah satu Negara dengan jumlah perokok terbesar di Dunia dan senantiasa meningkat dari tahun
ketahunnya. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas yang dilakukan BPS Badan Pusat Statistik menyebutkan persentase jumlah perokok di Indonesia dari
tahun ketahunnya selalu meningkat, jika pada tahun 2001 hanya 31,8 dari penduduk Indonesia yang merokok peningkatan jelas terjadi dua kali lipatnya
yakni pada tahun 2007 jumlah menjadi 69
7
. Inilah kenyataannya sebagian besar masyarakat Indonesia telah menjadi konsumen aktif rokok tak jarang dari mereka
menyetarakan kebutuhan merokok seperti makanan yang dikonsumsi sehari-hari bahkan ada yang menjadikannya sebagai prioritas kebutuhan pada urutan pertama.
6
Abu Umar Basyir, Mengapa Ragu Tinggalkan Rokok, Jakarta: Pustaka Tazkia, 2005, h. 191
7
Ah ad Rifa’i Rif’a , Merokok Haram, Jakarta: Republika, 2010, h. 8
5
Sangat ironis, penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam yakni 87 atau lebih dari 202 juta dari 230 juta
8
jiwa sehari-harinya harus terancam dengan polusi udara yang bercampur racun yang berasal dari kepulan asap rokok.
9
Rokok sebagai barang yang ditemukan belakangan ini bukan pada zaman Rasulullah, karena dalam sejarahanya rokok baru dikenal oleh para pelaut yang
menyertai Columbus ke benua baru Amerika di akhir abad XV dan mulai meluas keseluruh Dunia di ujung abad XVI
10
. Pada perjalannannya kini rokok telah menjelma menjadi sebuah kebutuhan primer bagi manusia. Hal inilah yang
kemudian mengundang kontroversi sehingga para ulama dan organisasi keislaman berupaya berijtihad untuk menentukan hukum mengkonsumsinya.
Sebelum banyak dilakukan penelitian mengenai bahaya dalam kandungan rokok muncul beberapa pendapat tentang hukum menkonsumsi rokok yang ditarik
hanya sebatas pengetahuan masing-masing mengenai hakikat rokok saja. Fenomena belakangan ini kaum muslimin di Indonesia dibuat berselisih
pendapat mengenai fatwa dari salah satu organisasi massa yang mengharamkan rokok. Majelis Tarjih Muhammadiyah mengeluarkan fatwa bahwa rokok adalah
haram. Keluarnya fatwa haram tersebut menimbulkan perselisihan dikalangan masyarakat, karena tidak sedikit dari masyarakat yang sudah terbiasa merokok dan
8
Harian Republika, tanggal 25 Mei 2008
9
Ghufron Maba, Ternyata rokok Haram, Surabaya: PT. Java Pustaka, 2008, h. 2
10
Usman Alwi, Manfaat Rokok Bagi Anda Menurut Kesehatan dan Islam, Jakarta: Binadaya Press, 1990 h, 146
6
merasa bahwa rokok tersebut hanya memiliki hukum makruh saja, yaitu lebih baik ditinggalkan
daripada dilakukan,
namun tidak
ada larangan
untuk mengkonsumsinya kini di haramkan melalui fatwa tersebut.
Beberapa alasan yang menjadi dasar pengharaman rokok di antaranya adalah sebagai berikut:
11
1. Merokok itu sesuatu yang khobits buruk.
2. Merokok termasuk perbuatan mubadzir.
Beberapa waktu lalu Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah mengeluarkan fatwa Haram bagi rokok. Tapi sebaliknya, Nahdlatul Ulama malah
memfatwakan mubah. MUI lebih condong untuk memfatwakan rokok Haram bersyarat. Menurut Tambroni, MUI menjadikan rokok menjadi haram jika dihisap
oleh anak kecil hingga baliq atau sekitar usia 15 tahun, serta jika dihisap oleh ibu yang sedang hamil dan bagi orang yang berpenyakit jantung. Tak hanya itu, MUI
berpandangan, rokok menjadi haram jika dihisap di tempat umum. Sejumlah pihak telah meminta MUI mengeluarkan fatwa tentang rokok, di
antaranya LSM Anti Rokok dan Departemen Kesehatan. Secara substansial rokok bisa masuk dalam kategori hukum haram, makruh, atau ikhtilaf diperselisihkan.
Yang menarik dari fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah adalah, bahwa keputusan yang telah diambil yang didasarkan pada dalil-dalil yang dipandang
paling kuat ketika diputuskan, dapat saja dikoreksi oleh siapapun yang
11
Abu Umar Basyir, Mengapa Ragu Meninggalkan Rokok, Jakarta: Pustaka Tazkia, 2005 h. 38
7
memberikannya, asal disertai dalilpetunjuk dalil yang kuat. Hanya saja, koreksi atas keputusan itu juga harus melalui keputusan Majelis Tarjih yang didasarkan
pada musyawarah, sesuai dengan ketentuan organisasi. Hal ini berdasarkan pada filosofi bahwa keputusan Majelis Tarjih bukanlah yang paling benar, tetapi di saat
memutuskan di pandang paling mendekatai kebenaran di antara dalil-dalil yang didapati di kala itu.
12
Berdasarkan kenyataan tersebutlah sehingga penulis tertarik untuk
mengangkat dan mengkaji mengenai Istinbat Hukum Majelis Tarjih Muhammadiyah Tentang Pengharaman Rokok.
B. Identifikasi Masalah