PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG FATWA HARAM ROKOK YANG DIKELUARKAN MAJELIS TARJIH DAN TAJDID MUHAMMADIYAH (Studi Analisis Framing Tentang Berita Fatwa Haram Rokok yang Dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah pada 8 Maret 2010 pada Media Detik

(1)

YANG DIKELUARKAN OLEH MAJELIS TARJIH DAN TAJDID

MUHAMMADIYAH

(Analisis Framing Terkait Dikeluarkannya Fatwa Rokok Haram oleh

Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah pada 8 Maret 2010 di Media

Online Detik.com dan Antara.com Edisi Maret 2010)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP

UPN ”VETERAN” Jawa Timur

OLEH :

NUR RAHMA ALIFAH

NPM. 0643010357

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

YANG DIKELUARKAN OLEH MAJELIS TARJIH DAN TAJDID

MUHAMMADIYAH

(Analisis Framing Terkait Dikeluarkannya Fatwa Rokok Haram oleh Majelis

Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah pada 8 Maret 2010 di Media Online

Detik.com dan Antara.com Edisi Maret 2010)

Disusun Oleh :

NUR RAHMA ALIFAH

NPM : 0643010357

Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program

Studi Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran”Jawa Timur

Pada tanggal : 11 Juni 2010

Menyetujui,

Pembimbing Utama Tim Penguji

1. Ketua

Juwito,S.Sos.,M.Si. Juwito,S.Sos.,M.Si.

NPT. 3 6704 95 00361 NPT. 3 6704 95 00361

2. Sekretaris

Drs.Saifudin Zuhri,M.Si. NPT. 3 7006 94 00351 3. Anggota

Dra.Herlina Suksmawati,M.Si. NIP. 19641225 199309 2001

Mengetahui,

DEKAN


(3)

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG FATWA ROKOK HARAM

YANG DIKELUARKAN OLEH MAJELIS TARJIH DAN TAJDID

MUHAMMADIYAH

(Analisis Framing Terkait Dikeluarkannya Fatwa Rokok Haram oleh Majelis

Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah pada 8 Maret 2010 di Media Online

Detik.com dan Antara.com Edisi Maret 2010)

Disusun Oleh :

Nur Rahma Alifah

0643010357 / FISIP / IKOM

Telah disetujui untuk mengikuti ujian skripsi

Menyetujui,

PEMBIMBING

J u w i t o, S.Sos., M.Si.

NPT. 3 6704 95 0036 1

Mengetahui,

DEKAN

Dra. Hj.Suparwati,M.Si.

NIP. 19550718 198302 2 00 1


(4)

 

Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

rahmat dan hidayah-Nya hingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Penyusunan penelitian atau skripsi ini adalah salah satu syarat bagi mahasiswa agar

dapat menyelesaian proses belajarnya di tingkat strata satu. Selain itu, skripsi juga merupakan

bukti kematangan ilmu yang dimiliki oleh mahasiswa dalam memahami semua yang telah

dipelajari di kelas perkuliahan.

Dalam penelitian atau skripsi ini penulis mencurahkan rasa terima kasih yang besar

dan mendalam kepada Dosen Pembimbing peneliti, Bapak Juwito,S.Sos.,M.Si. Karena,

beliau adalah pihak yang telah berjasa atas tersusunnya skripsi ini.

Penyusunan penelitian atau skripsi ini belumlah sempurna. Oleh karena itu,

diperlukan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun. Selain itu, penulis ingin

menyampaikan terima kasih kepada beberapa pihak terkait yang mendukung penyelesaian

skripsi ini. Adapun ucapan terima kasih tersebut disampaikan kepada :

1.

Allah SWT, karena karunia kesehatan baik secara mental dan fisik yang diberikanNya

sampai detik ini.

2.

Drs. Hj. Suparwati, dekan Fakultas Ilmu politik dan Sosial UPN.

3.

Bapak Juwito, S.Sos.,M.Si. sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi.

4.

Dosen - dosen Ilmu Komunikasi, Bpk. Kusnarto, Bpk. Udin, dan Ibu Sumardjiati yang

telah memberikan banyak ilmu dan dorongan dalam penyelesaian skripsi ini.


(5)

Gunung atas perhatiannya selama ini.

7. Dian, Evin, Sherly, Woro, Dila dan Ririn, teman seperjuangan di kampus UPN. Terima

kasih telah mau mengerti dan menemaniku mulai awal semester hingga detik ini.

8.

Magna Community, Mas Winarto dkk, semua teman-teman yang terus semangat meraih

tujuan hidup. Ayo lestarikan lingkungan!

9.

Terima kasih buat teman – teman angkatan 2006 yang lain yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu.

10.

Terima kasih juga guru saya, Pak Nardi, yang masih setia membagi ilmunya sejak

penulis tingkat sekolah dasar sampai sekarang.

11.

Pelatih Pencak Silat Perisai Putih, Kak Putut, Mas Jimmi, Mas Ociem dan Mbak Ainun,

atas saran, bimbingan dan semangat yang diberikan selama ini.

12.

Teman-teman seangkatan di Perguruan Silat Nasional Perisai Putih Surabaya, atas

kesetiaan yang telah diberikan kepada penulis dan kebersamaan yang telah dilalui

bersama. Semoga kita bisa meraih semua mimpi-mimpi kita.

13.

Teman atau rekan kerja penulis, Mbak Nia, Mbak Umi, dan Mas Irwan, terima kasih

atas ilmu dan pengalaman yang dibagikan kepada penulis.

Akhir kata, penulis selalu menantikan adanya saran dan kritik yang sifatnya

membangun demi sempurnanya penyusunan skripsi ini. Terima kasih.


(6)

HALAMAN JUDUL ……….. i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI... ……… ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... xi

ABSTRAKSI... xii

BAB I PENDAHULUAN ……….... 1

1.1.Latar Belakang Masalah ………..

1

1.2.Perumusan Masalah...……….

16

1.3.Tujuan Penelitian... ……….

16

1.4.Manfaat Penelitian...

16

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ………. 18

2.1.Media dan Berita Dilihat dari Pandangan Konstruksionis..

18

2.1.1. Fakta atau Peristiwa Adalah Hasil Konstruksi...

18

2.1.2. Media Adalah Agen Konstruksi...

19

2.1.3. Berita Bukan Refleksi dari Realitas. Ia Hanyalah Konstruksi

Dari Realitas ...

20


(7)

2.1.6. Etika, Pilihan Moral, dam Keberpihakan Wartawan Adalah

Bagian yang Integral dalam Produksi Berita...

23

2.1.7. Nilai, Etika, dan Pilihan Moral Peneliti Menjadi Bagian

yang Integral dalam Penelitian...

24

2.1.8. Khalayak Mempunyai Penafsiran Tersendiri Atas Berita

24

2.2. Bahasa Sebagai Isi Media………...

25

2.3

Jurnalisme Online Sebagai Media Massa....………

26

2.4

Ideologi Media...

30

2.5

Framing Dan Proses Produksi Berita...

31

2.6

Analisis Framing Termasuk Paradigma Konstruktivis...

32

2.7

Analisis Framing...

33

2.8

Proses Framing...

35

2.9

Konsepsi Framing Robert N. Entman...

36

2.10

Rokok dan Persepsi Hukum...

41

2.11

Kerangka Berpikir...

46

BAB III METODE PENELITIAN ………... 48

3.1. Metode Penelitian...

48

3.2. Subyek dan Obyek Penelitian...

50

3.3. Unit Analisis...

50

3.4. Populasi dan Korpus...

51

3.5. Teknik Pengumpulan Data...

52

3.6. Teknik Analisis Data...

53


(8)

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian...

56

4.1.1. Sejarah Detik.com...

56

4.1.2.

Sejarah

Antara.com...

58

4.2. Analisis Berita pada Detik.com dan Antara.com...

62

4.2.1. Frame Detik.com...

63

4.2.2.

Frame

Antara.com...

79

4.2.3. Perbandingan Frame Detik.com dan Antara.com...

94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...

98

5.1. Kesimpulan...

98

5.2. Saran...

99

DAFTAR PUSTAKA...

101


(9)

TABEL 1

Perbedaan teknis Penulisan berita pada Media Cetak dan Media Online.. 29

TABEL 2

Deskripsi Ringkas Berita “PP Muhammadiyah Keluarkan Fatwa

Haram Merokok”...

64

TABEL 3

Frame berita “”PP Muhammadiyah Keluarkan Fatwa Haram Merokok”

64

TABEL 4

Deskripsi berita “PKS Dukung Fatwa Haram Rokok, Siapkan Sanksi bagi

Kader yang Melanggar”...

67

TABEL 5

Frame Berita “PKS Dukung Fatwa Haram Rokok, Siapkan Sanksi bagi Kader yang

Melanggar”... 67

TABEL 6 Deskripsi Ringkas Berita “Fatwa Rokok Haram Tak akan Dibahas di Munas Majelis Tarjih Muhammadiyah” ... 69

TABEL 7 Frame berita “Fatwa Rokok Haram Tak akan Dibahas di Munas Majelis Tarjih

Muhammadiyah”... 69 TABEL 8

Frame Detik.com : Fatwa Haram Rokok yang Dikeluarkan Majelis Tarjih dan

Tajdid Muhammadiyah ...

71

TABEL 9

Deskripsi Ringkas Berita “Muhammadiyah Keluarkan Fatwa Haram

Merokok”... 77

TABEL 10 Frame berita “ PP Muhammadiyah Keluarkan Fatwa Haram Merokok ”

78

TABEL 11 Deskripsi Berita “Tolak Fatwa Haram Rokok Petani Bakar Tembakau”

81

TABEL 12

Frame Berita “

Tolak Fatwa Haram Rokok Petani Bakar Tembakau

”....

81

TABEL 13 Deskripsi Berita “APTI Kirimkan Surat Protes ke Muhammadiyah Terkait


(10)

Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah ... 85

TABEL 16 Perbandingan Frame Detik.com dan Antara.com...

91


(11)

LAMPIRAN

1

Berita Detik.com “PP Muhammadiyah Keluarkan Fatwa Haram

Merokok”... 100

LAMPIRAN 2

Berita Detik.com “PKS Dukung Fatwa Haram Rokok, Siapkan sanksi

Bagi yang Melanggar”...

101

LAMPIRAN 3

Berita Detik.com “Fatwa Rokok Haram Tak akan Dibahas di Munas

Tarjih Muhammadiyah”...

102

LAMPIRAN

4

Berita Antara.com “Muhammadiyah Keluarkan Fatwa Haram

Merokok”... 103

LAMPIRAN

5

Berita Antara.com “Tolak Fatwa Haram Rokok Petani Bakar

Tembakau”... 104

LAMPIRAN 6

Berita Antara.com “APTI Kirimkan Surat Protes ke Muhammadiyah


(12)

NUR RAHMA ALIFAH. PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG FATWA HARAM

ROKOK YANG DIKELUARKAN MAJELIS TARJIH DAN TAJDID

MUHAMMADIYAH (Studi Analisis Framing Tentang Berita Fatwa Haram Rokok yang

Dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah pada 8 Maret 2010 pada Media

Detik Dot Com dan Antara Dot Com Edisi Maret 2010)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana situs berita online Detik.com

dan Antara.com membingkai berita tentang keluarnya fatwa haram rokok oleh Majelis Tarjih

dan Tajdid Muhammadiyah. Objek dari penelitian ini berita-berita yang terkait dengan fatwa

rokok haram pada Bulan Maret 2010 di media online tersebut. Penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif dan menjadikan paradigma konstruktivis sebagai paradigmanya.

Penelitian ini menggunakan metode analisis framing dengan perangkat analisis dari

Entman yang menggunakan empat cara untuk melakukan analisis framing. Pertama, problem

identification yaitu bagaimana media mengidentifikasi masalah. Peristiwa tersebut dilihat

sebagai apa oleh media. Kedua, causal interpretation yaitu bagaimana media

mengidentifikasi masalah yakni siapa yang dianggap sebagai penyebab masalah dalam

peristiwa. Ketiga, moral evaluation yaitu bagaimana media melakukan penilaian atas

penyebab suatu masalah, dan bagaimana cara penanganan suatu masalah. Keempat, treatment

recommendation yaitu bagaimana media menawarkan dan suatu cara penanganan masalah.

Setelah dianalisis, dapat disimpulkan bahwa kedua media memiliki frame yang

berbeda. Detik.com terlihat mendukung keluarnya fatwa haram tersebut. Hal ini dapat dilihat

dari teknik penulisan atau bahasa yang disajikan oleh Detik.com yang bersikap tenang-tenang

saja atau mendukung dalam menyikapi fatwa ini. Sementara itu, Antara.com cenderung tidak

setuju dengan dikeluarkannya fatwa tersebut. Hal ini terlihat dari sikap Antara.com yang

lebih memilih informasi yang memberitakan sikap penolakan atau protes terhadap fatwa yang

dikeluarkan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah itu.

Kata Kunci : Framing, Fatwa Haram Rokok Muhammadiyah, Detik.com, Antara.com,

Robert N Entman

 


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kita sering atau bahkan setiap hari mengkonsumsi informasi atau berita melalui media massa. Media massa menyuguhkan berbagai informasi yang membuat pikiran dan perasaan kita ikut berubah-ubah ketika kita membaca, mendengar atau menonton sajian informasi tersebut. Semua ini terjadi karena kekuatan dasyat bahasa jurnalistik.

Jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan, penafsiran dan pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana penerbitan yang ada (Suhandang, 2004: 22). Sedangkan, Bahasa Jurnalistik didefinisikan sebagai bahasa yang digunakan oleh para wartawan, redaktur, atau pengelola media massa dalam menyusun dan menyajikan, memuat, menyiarkan dan menayangkan berita serta laporan yang benar, aktual, penting dan menarik dengan tujuan agar mudah dipahami isinya dan cepat ditangkap maknanya (Sumadiria, 2006 : 7).

Dalam penyajian jurnalistik media cetak dan online dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor verbal dan visual. Verbal sangat menekankan pada kemampuan memilih dan menyusun kata dalam rangkaian kalimat dan paragraf yang efektif dan komunikatif. Sedangkan, visual menunjuk pada kemampuan menata, menempatkan dan mendesain tata letak atau hal-hal yang menyangkut segi perwajahan. Pada perspektif jurnalistik, setiap informasi yang disajikan kepada khalayak bukan saja


(14)

harus benar, jelas dan akurat, melainkan harus menarik, meningkatkan minat baca pada pengkonsumsi media cetak (Sumadiria, 2005: 4).

Berita adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat; kabar; laporan; pemberitahuan; pengumuman (KBBI, 2001 : 140). Berita adalah jalan cerita tentang peristiwa (Sudirman Tebba, 2005: 55). Ini berarti bahwa suatu berita setidaknya mengandung dua hal, yaitu peristiwa dan jalan ceritanya. Jalan cerita tanpa peristiwa atau peristiwa tanpa jalan cerita tidak dapat disebut berita. Berita dalam jurnalistik media cetak adalah sebuah tulisan tentang peristiwa yang layak untuk disebarluaskan kepada khalayak karena memiliki nilai berita(Hikmat Kususmaningrat, 2005: 9).

Untuk membuat informasi menjadi lebih bermakna biasanya sebuah media cetak melakukan penonjolan-penonjolan terhadap suatu berita. Dalam pengambilan keputusan mengenai sisi mana yang ditonjolkan tentu melibatkan nilai dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam proses produksi berita ( Sobur, 2001: 163).

Dalam berita ada karakteristik intrinsik yang dikenal sebagai nilai berita (news value). Nilai berita ini menjadi ukuran yang berguna, atau yang biasa diterapkan untuk menentukan layak berita. Inilah kriteria berita atau unsur-unsur nilai berita yang sekarang dipakai dalam memilih berita.

Unsur-unsur atau yang biasa disebut dengan news value adalah Sudirman Tebba, 2005 : 57):


(15)

Berita tidak ubahnya seperti es krim yang gampang meleleh, bersamaan dengan berlalunya waktu nilainya semakin berkurang. Masyarakat lebih menghendaki berita yang ingin mereka ketahui lebih cepat mereka baca, untuk melegakan perasaan ingin tahu mereka mengenai peristiwa yang baru saja terjadi.

b. Kedekatan (Proximity)

Semakin dekat peristiwa itu dengan pembaca, maka peristiwa itu semakin dapat menarik perhatian khalayaknya.

c. Keterkenalan (Prominence)

Dalam kolom surat kabar, ini terlihat jelas. Misalnya, di kolom warta kematian. Apabila yang meninggal atau yang berduka adalah keluarga yang terkenal maka kolom tersebut akan semakin besar. Public figure, tokoh pemerintahan juga termasuk di dalamnya.

d. Dampak (Consequense)

Peristiwa yang mempunyai dampak luas terhadap masyarakat mampu menambah nilai suatu berita. Misalnya, pengumuman kenaikan BBM. Berita ini mempunyai nilai yang tinggi karena berdampak pada masyarakat yang luas.

e. Human Interest

Berita yang mempunyai human interest mengandung unsur yang dapat menarik simpati, empati atau menggugah perasaan khalayak yang membacanya.


(16)

Sejak era reformasi, keran kebebasan dan kemerdekaan pers terbuka lebar. Independen dan objektif merupakan dua kata kunci yang digunakan sebagai mantel jurnalis di seluruh dunia. Setiap jurnalis mengupayakan bahwa dirinya akan bertindak objektif, seimbang, dan melaksanakan tugas tanpa keberpihakan untuk mengungkap kebenaran ke masyarakat.

Meskipun sikap independen dan objektif menjadi kiblat setiap jurnalis, pada kenyataannya seringkali didapati suguhan berita yang beraneka warna dari sebuah peristiwa yang sama. Berangkat dari peristiwa yang sama, media tertentu mewartakannya dengan cara menonjolkan sisi aspek tertentu, sedangkan yang lainnya meminimalisir, memelintir, bahkan menutup sisi atau aspek tersebut dan sebagainya. Ini menunjukkan di balik jubah kebesaran independensi dan objektivitas, seorang jurnalis menyimpan paradoks, tragedi bahkan ironi (Eriyanto, 2002: 5).

Media sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan beragam. Menurut Antonio Gramsci, media adalah sebuah ruang dimana berbagai ideologi dipresentasikan. Media massa juga mempunyai kepentingan yang berada di dalam media massa itu. Media massa tidak mungkin berdiri statis di tengah-tengah, dia akan bergerak dinamis di antara pusaran-pusaran kepentingan yang sedang bermain. (Sobur, 2001 : 30). Ini berarti di satu sisi media dapat menjadi sarana penyebaran teknologi penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik. Namun di sisi lain, media juga dapat menjadi alat ukur dalam membangun kultur dan ideologi tandingan. Hal ini berkaitan dengan cara pandang atau perspektif yang digunakan oleh masing-masing pihak.

Setiap institusi media mempunyai ideologi serta visi dan misi tersendiri. Ideologi berperan besar dalam mempengaruhi kebijakan redaksional media. Seorang


(17)

wartawan yang bekerja di suatu institusi media dengan kebijakan redaksional tertentu, akan mencari, meliput, menulis dan melaporkan peristiwa / realitas berdasarkan kebijakan redaksional institusi media tersebut. Kebijakan redaksional ini menjadi salah satu pembatas wartawan tersebut dalam memahami dan mempersepsikan sebuah realitas.

Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok mempunyai peluang besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami realitas. Karena itu dalam praktiknya, framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu lain, serta menonjolkan aspek isu tersebut dengan menggunakan pelbagai strategi wacana, penempatan yang mencolok, pengulangan, pemakaian grafis untuk memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan (Sobur, 2001 : 164).

Berita yang dibaca dan dilihat di media bukanlah cerminan dari peristiwa atau realitas itu sendiri, melainkan sebuah hasil rekonstruksi dari realitas. Dan yang menjadi agen rekonstruksi berita adalah wartawan. Dengan kata lain, berita yang kita konsumsi adalah hasil rekonstruksi atas peristiwa menurut prespektif wartawan.

Untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita, peneliti memilih analisis framing sebagai metode penelitian. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa ke mana berita tersebut (Eriyanto, 2005: 224).


(18)

Hal ini berlaku untuk segala jenis media termasuk media baru yang berkembang dengan cepat belakangan ini yaitu internet. Sejarah media massa memperlihatkan bahwa sebuah teknologi baru tidak pernah menghilangkan teknologi lama., namun mensubtitusinya. Radio tidak menggantikan surat kabar, namun menjadi sebuah alternatif, menciptakan sebuah kerajaan dan khalayak baru. Sama halnya dengan kehadiran media online khususnya jurnalisme online tidak akan bisa menggantikan sepenuhnya bentuk-bentuk media lama, namun meningkatkan intensitasnya dengan menggabungkan fungsi-fungsi dari teknologi internet dengan media tradisional (Santana, 2005 : 135).

Peneliti menggunakan analisis framing sebagai metode penelitian. Sebagai analisis teks media, framing merupakan salah satu alternatif model analisis yang dapat mengungkapkan sebuah fakta. Selain itu melalui metode framing ini, akan dapat diketahui siapa yang mengendalikan siapa, siapa lawan siapa, mana kawan mana lawan, mana patron mana klien, siapa diuntungkan siapa dirugikan, siapa menindas siapa tertindas, dan seterusnya (Eriyanto, 2004: VI). Jadi, diharapkan dengan menggunakan metode framing ini, sebuah realitas akan dapat diketahui kebenarannya.

Dalam prakteknya, framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu yang lain, serta menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai startegi wacana. Misalnya, dengan penempatan yang mencolok (sebagai headline, di depan atau di belakang), pengulangan, pemakaian grafik, untuk mendukung, memperkuat, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, dan simplifikasi. Semua aspek tersebut digunakan untuk membuat dimensi tertentu dari konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak.


(19)

Jadi, dalam kaitannya dengan redaksional, khususnya dalam hubungan dengan penulisan berita, framing dapat menyebabkan suatu peristiwa yang sama dapat menghasilkan berita yang secara radikal berbeda apabila masing-masing wartawan memiliki frame yang berbeda ketika melihat peristiwa tersebut dalam menuliskan pandangannya menjadi bentuk berita. Hal ini dapat menyebabkan dua buah realitas, yakni realitas sosial atau realitas sesungguhnya dan realitas media yang terbentuk setelah melalui beritanya seringkali merupakan hasil pandangan mereka (predisposisi perseptual) wartawan ketika melihat dan meliput peristiwa. Analisis framing dapat membantu kita untuk mengetahui bagaimana realitas peristiwa yang sama dikemas secara berbeda oleh wartawan sehingga hasilnya berita yang berbeda (Nugroho, dkk, 1999).

Berita tentang fatwa merokok itu haram oleh Majelis tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah adalah suatu bukti yang dapat menunjukkan bagaimana suatu institusi media mengalami kesulitan dalam mengemas berita yang objektif kepada khalayak. Bagaimana media mengemas atau mengkonstruksi sebuah peristiwa dalam bentuk berita yang akan dikonsumsi oleh khalayak luas.

Sepanjang Bulan Maret 2010, detik.com memuat 23 berita yang berkaitan dengan respon-respon terhadap dikeluarkannya fatwa merokok itu haram oleh Majelis tarjih dan Tajdid Muhammadiyah. Sementara, antara.com memuat 26 berita.

Berbicara soal sejarah rokok, ada beberapa artikel yang menyebutkan bahwa merokok pertama kali dilakukan oleh orang Indian penduduk asli Amerika. Suku Indian melakukan hal tersebut karena adanya kaitan dengan pemujaan dewa/roh. Budaya ini kemudian ditirukan oleh orang eropa yang pada saat itu melakukan


(20)

ekspedisi ke benua Amerika. Dalam ekspedisinya, mereka menemukan penduduk pribumi – Indian mengisap tembakau yang digulung seperti cerutu.

Para petualang Eropa ini kemudian menirukan budaya ini dan menganggapnya sebagai lifestyle baru. Budaya ini kemudian menular diantara para penduduk Eropa, mereka menganggapnya Sejak saat itulah, bersamaan dengan penjajahan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa eropa ke seluruh dunia, rokok pun ikut tersebar ke seluruh dunia.

Jika artikel tersebut terbukti kebenarannya, bisa disimpulkan bahwa masa dimana budaya rokok ini pertama kali ditemukan jauh terjadi setelah masa hidup Nabi Muhammad SAW. Karenanya tidaklah mengherankan jika di dalam haditsnya Nabi tidak pernah meriwayatkan hukum soal rokok ini secara jelas dan hanya tersirat dari hadits-haditsnya yang bersifat umum.

Sementara itu, di nusantara sejarah rokok yang paling tua konon kabarnya ditemukan di Kudus dalam bentuk rokok kretek. Penemunya adalah Haji Djamhari pada kurun waktu sekitar 1870-1880-an. Konon, pada waktu itu Djamhari merasa sakit pada bagian dada karena menderita penyakit asma. Ia lalu mengoleskan minyak cengkeh pada bagian tubuhnya yang sakit. Ternyata sakitnya pun reda. Berdasarkan pengalaman tersebut, Djamari pun lantas bereksperimen dengan memotong-motong cengkeh kecil-kecil (merajang) dan mencampurnya dengan rajangan tembakau untuk kemudian dilinting menjadi rokok. Dari bunyi rokok yang 'kemeretek' pada waktu diisap tersebut kemudian lahirlah nama 'rokok kretek'.


(21)

Sayangnya, Djamhari keburu wafat sebelum dapat meraup kekayaan dari rokok kretek. Temuan Djamhari ini yang menyebar dari mulut ke mulut ini kemudian diteruskan oleh salah seorang warga Kudus lain, yaitu Nitisemito. Ia menjadikan rokok sebagai industri rumahan untuk diproduksi massal pertama kalinya di Indonesia. Pada tahun 1908 perusahaan Nitisemito mendapat ijin dari Pemerintah Hindia Belanda dengan merk Bal tiga. Setahun kemudian Nitisemito mulai membuat rokok kretek dan di tahun inilah sebenarnya rokok kretek tumbuh menjadi industri, meski masih berupa home industri yang dikerjakan Nitisemito dan keluarganya.

Maka untuk pertama kalinya pada waktu itu, rokok kretek temuan Djamhari dijual tanpa bungkus dengan harga sekitar 2,5 sen seikat (25 batang ukuran kecil) dan 3 sen seikat untuk 25 batang ukuran besar. Kesuksesan Nitisemito kemudian banyak ditiru orang, sehingga antara tahun 1915 -1918 bermunculan ratusan pabrik rokok kretek baru tidak hanya di Kudus tetapi juga di Semarang, Surabaya, Blitar, Kediri dan Malang. Sehingga tidaklah berlebihan bila rokok kretek penciptanya adalah orang Indonesia (http://kabarindonesia.com/...) diakses pada tanggal 28/03/10 pukul 20:05 WIB.

Dalam kehidupan sehari-hari, diakui atau tidak, bagi sebagian masyarakat keberadaan rokok sangat vital. Mereka tidak menganggap rokok sebagai candu, tapi sebuah lifestyle yang melekat dalam interaksi dalam komunitas. Rokok merupakan teman setia yang menemani mereka di warung kopi, begadang dan sarana mencari teman. Dari sebatang rokok yang ditawarkan tidaklah sulit untuk mendapatkan teman baru bagi mereka. Karenanya fungsi rokok disini juga sebagai media komunikasi. Aneh? Tentu tidak, inilah realita yang ada.


(22)

Kita sering melihat benda atau objek rokok dalam kehidupan sehari-hari. Perlu kita ketahui, banyak pihak atau komponen yang terlibat dalam pengeluaran produksi rokok. Diantaranya, ada komponen petani tembakau, petani cengkeh, buruh, pemerintah, pengusaha rokok, industri rokok, industri kertas, industri jasa, dan produsen teknologi. Mereka adalah pihak-pihak yang mempunyai pengaruh besar dalam pengadaan rokok hingga sampai ke para konsumennya.

Berpijak dari kriteria ekonomi semata dalam pengembangan sektor produksi rokok bukanlah satu-satunya langkah yang optimum dalam memajukan kesejahteraan masyarakat. Seperti pernyataan dalam kampanye penolakan anti rokok 2009, “Tidak merokok, itu kan merugikan negara seperti Indonesia yang kaya dan maju akan produksi rokok”. Sudah menjadi alasan umum bagi para pengusaha rokok dan pendukung industri rokok bahwa industri rokok adalah industri padat karya dan memberikan sumbangan banyak dalam perekonomian negara. Tentunya para pengusaha rokok dan pendukung industri rokok menyajikan data konstribusi terhadap perekonomian bangsa.

Saat ini, industri rokok telah tumbuh menjadi sumber devisa negara. Berkat pemasukan cukai, industri rokok menjadi sumber primadona pendapatan APBN. Pemasukan negara atas industri ini pada 2009 sekitar Rp 52 triliun. Dari Kudus, pada 2009, cukai yang berhasil disetor ke kas negara oleh KPPBC Tipe Madya Cukai Kudus lebih kurang Rp 14,5 triliun atau 104,75 persen dari target yang dibebankan pada 2009 (http://kompas.com) diakses pada 28/03/10 pukul 19:35 WIB.

Industri rokok telah menjadi tempat jutaan tenaga kerja yang mengisap manis dan pahitnya tembakau serta cengkih. Industri rokok kini menjadi salah satu tempat


(23)

terjadinya antrean panjang angkatan kerja yang menanti kesempatan ngelinting tembakau dan cengkih.

Industri rokok telah menjadi salah satu solusi problem beban angkatan kerja, meningkatkan taraf hidup petani, menambah pendapatan pengusaha rokok, dan memperbanyak pemasukan bagi pundi-pundi negara.

Hampir semua strata sosial masyarakat baik langsung atau tidak menjadi pengisap rokok sekaligus kena candu industri rokok. Itulah mengapa industri rokok selalu berada dalam ironi: dicaci sekaligus didamba karena uang yang dihasilkannya. Mematikan industri rokok mungkin seperti menyembelih angsa bertelur emas.

Karena itu, problem industri rokok di Indonesia tidak melulu mengenai kesehatan fisik manusia, tetapi jauh lebih kompleks. Rokok juga berhubungan dengan kesehatan sosial, ekonomi, dan kesehatan "kantong" birokrat, politisi, aparat keamanan, juga urusan "kantong" negara.

Di Kudus sendiri, menurut data Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten Kudus, tak kurang 110.000 bekerja di industri rokok. Seandainya dari 110.000 orang menanggung beban dua orang maka 330.000 orang bergantung dari industri penghasil asap dan perusak kesehatan ini. Belum sektor-sektor kegiatan ekonomi, pertanian, dan industri penyuplai pabrik rokok. Industri rokok telah menggurita menjadi salah satu pemain besar dalam tata perekonomian di Indonesia.

Pabrik rokok tidak mungkin dapat dimatikan sebab ada sekitar 10.150.000 tenaga kerja dari hulu ke hilir produksi rokok dan terancamnya pendapatan negara dari cukai yang terus naik tiap tahun.


(24)

Peringatan kesehatan di bungkus rokok (Tobacco Warning Labels) yang sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan hanya menjadi hiasan. Sangat sulit berhenti merokok karena sudah nyandu (ketagihan). Perokok maupun pihak yang diuntungkan industri rokok sama-sama sudah ketagihan, betapa rokok begitu ngangeni. Kepulan asapnya maupun jasa sumber penghasil asap bisa meraup dana hingga triliunan rupiah.

Inilah dilema negara ini. Sebagian masyarakat menginginkan aman dari bahaya yang ditimbulkan rokok, secara langsung maupun tidak langsung. Dan ada juga bagian yang sudah merasa tidak bisa hidup tanpa rokok. Biasanya ini dilakukan setelah santap makan. Negara sendiri juga merasakan dilema tersebut. Indonesia masih memerlukan dana dari cukai rokok untuk pembangunan dan tidak ingin menambah jumlah pengangguran dengan menutup jalur produksi tembakau. Sedangkan, di sisi lain menginginkan perwujudan kehidupan yang sehat, yaitu dengan lingkungan yang sehat, bebas asap rokok.

Ada banyak upaya kelompok mesyarakat untuk mengendalikan bahaya dari penggunaan rokok. Sehingga, muncullah banyak peraturan yang diharapkan dapat mensejahterakan seluruh lapisan, termasuk hidup sehat. Sebelumya, pada Selasa 12 Agustus 2008 memalui berita TV dari dewan syariah MUI menyampaikan fatwa terbarunya tentang merokok, yaitu : “Merokok hukumnya adalah haram bagi anak-anak dibawah usia 17 Tahun”. Keputusan ini selain dikarenakan banyaknya remaja yang menjadi perokok, juga dikarenakan oleh desakan dari Komisi Perlindungan Anak.


(25)

Pada awal Maret 2010, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, mengeluarkan fatwa baru terhadap hukum merokok. Setelah menelaah manfaat dan mudarat rokok melalui Haloqoh Fiqih Pengendalian Tembakau di Gedung PD Muhammadiyah Kota Yogyakarta, Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah berkesimpulan bahwa merokok secara syariah Islam masuk dalam kategori haram. Muhammadiyah mengeluarkan surat fatwa haram Nomor 6//SM/MTT/III/2010 berisi merokok hukumnya adalah haram pada Senin 8 Maret 2010.

Prof. Dr. Syamsul Anwar menjelaskan bahwa keputusan tersebut telah ditelaah dan diteliti baik secara ilmiah maupun dari sudut pandang Agama. “Dari sisi agama sesuatu yang membahayakan itu dilarang, sehingga ada keselarasan antara ketentuan agama dan fakta ilmiah" terangnya. "Berdasar hasil kajian dari ahli medis dan akademisi, semua pihak sepakat bahwa rokok adalah sesuatu yang membahayakan karena mengandung zat aditif dan zat berbahaya lainnya, mengandung 4000 zat kimia, 69 diantaranya adalah karsinogenik atau pencetus kanker". Selain itu juga menjadi penyebab timbulnya penyakit sosial yang harus segera ditanggulangi (http://Muhammadiyah.or.id) diakses pada 31/03/10 pukul 09:10 WIB.

Di sisi lain perilaku merokok mempunyai kaitan kuat dengan kemiskinan, faktanya keluarga termiskin justru mempunyai prevelensi merokok lebih tinggi dari pendapatan terkaya, menurut data di SUSENAS 2006. Menurut data yang dicermati oleh Majelis Tarjih dan Tajdid tersebut, konsumsi keluarga termiskin untuk membeli rokok mencapai 11,9 %, sementara keluarga terkaya justru hanya 6,8 %.


(26)

"Pengeluaran keluarga miskin untuk konsumsi rokok ini menempati urutan kedua setelah beras.”

Dr Sudibyo Markus selaku Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat dan Lingkungan menyatakan bahwa fatwa merokok adalah haram adalah dalam rangka merevisi fatwa Majlis Tarjid tahun 2005 , yang menyatakan bahwa merokok hukumnya mubah, boleh dikerjakan, tapi ditinggalkan lebih baik. Namun dengan semakin terbukanya informasi mengenai dampak buruk merokok dibidang kesehatan, sosial dan ekonomi, terlebih bagi keluarga miskin, serta memperhatikan beberapa ketentuan hukum positif tentang diperlukannya lingkungan dan perilaku hidup sehat bagi masyarakat, apalagi ketentuan UU No. 39 Tahun 2009 pasal 113, bahwa tembakau mengandung zat adiktif, maka Majelis Tarjih dan Tajdid merasakan perlunya merevisi ketentuan lama tersebut.

Dalam memberitakan fatwa dari Muhammadiyah tersebut media tak serta merta satu pandangan sebab realitas yang sama bisa jadi menghasilkan berita yang berbeda dikarenakan adanya cara pandang yang berbeda. Perbedaan antara realitas yang sesungguhnya dengan berita tidak dianggap salah, tetapi sebagai suatu kewajaran.

Pada penelitian ini perangkat framing yang digunakan peneliti dengan mengangkat pemberitaaan mengenai pro dan kontra keluarnya fatwa merokok adalah haram oleh Muhammadiyah, peneliti memilih untuk menggunakan perangkat framing Robert M. Entman, karena perangkat framing Entman menyebutkan bahwa framing seleksi atau berbagai aspek realitas yang diterima dan membuat peristiwa tersebut


(27)

lebih menonjol dalam suatu teks komunikasi, dalam khalayak hal itu berarti menyajikan secara khusus definisi suatu masalah (Define problems atau identifications), interpretasi sebab akibat (Diagnose cause atau causal interpretation), evaluasi moral (Make moral judgement), dan tawaran penyelesaian sebagaimana masalah tersebut digambarkan (Treatment recommendation). Dari pengertian ini, framing menurut Entman pada dasarnya merupakan pemberian definisi, penjelasan, evaluasi dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan oleh sebuah media.

Entman juga mengemukakan bahwa proses framing tidak dapat dipisahkan dari strategi pengolahan dan penyajian informasi dalam presentasi sebuah media. Dalam hal ini wartawan mengolah dan mengemas informasi sesuai dengan ideologi, kecenderungan ataupun keberpihakan politik mereka. Seperti apa yang terdapat dalam asumsi framing, telah dijelaskan bahwa individu jurnalis atau wartawan selalu menyertakan pengalaman hidup, pengalaman sosial dan kecenderungan psikologi ketika menafsirkan pesan yang sampai padanya (Nugroho, 1999: 23). Sehingga, dalam diri wartawan juga mempunyai kewenangan dalam hal membatasi dan menafsirkan komentar-komentar sumber berita, serta memberi porsi pemberitaan yang berbeda antara sumber berita satu dengan sumber berita yang lainnya.

Dalam membingkai atau mengkonstruksi atas realitas, antara media online satu dengan yang lain terdapat perbedaan. Seperti halnya pada media online detik.com dan antara.com. Keduanya mempunyai cara pandang yang berbeda dalam menulis dan menyajikan suatu berita.

Subjek dari penelitian ini adalah detik.com dan antara.com. Sedangkan, objek penelitian ini adalah pemberitaan keluarnya fatwa merokok adalah haram oleh PP


(28)

Muhammadiyah. Peneliti memilih media detik.com dan antara.com dikarenakan kedua media online termasuk dalam 5 besar situs berita populer di alexa.com.Dan media ini merupakan media online yang paling banyak memuat berita mengenai fatwa merokok haram oleh Muhammadiyah. Detik.com memuat 23 berita. Antara.com memuat 26 berita. Sedangkan media yang temasuk lima besar lainnya hanya memuat sedikit berita, misal : republika.co.id memuat 13 berita, tempointeraktif.com memuat 15 berita, dan kompas.com memuat 3 berita.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka yang menjadi permasalahan dari penelitian ini adalah :

Bagaimanakah media online detik.com dan antara.com membingkai berita tentang fatwa Muhammadiyah, merokok itu haram?

1.3 Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana media online detik.com dan antara.com dalam membingkai berita tentang fatwa merokok haram oleh PP Muhammadiyah.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Untuk menambah kajian dalam bidang ilmu komunikasi yang menggunakan metode kualitatif, dan menerapkan penelitian analisis framing pada khususnya. Dengan terlaksananya penelitian ini diharapkan dapat


(29)

menambah pengetahuan mengenai strategi apa yang diterapkan oleh suatu media dalam membingkai realitas sosial dan moral mengenai pro kontra yang terjadi setelah dikeluarkannya fatwa merokok itu haram oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah pada Maret 2010.

1.4.2 Manfaat Praktik

a. Dapat menjadi bahan evaluasi dan masukan bagi jurnalis serta institusi media massa, khususnya detik.com dan antara.com dalam mengkonstruksi berita yang disampaikan kepada khalayak.

b. Dapat menjadi sumber referensi bagi mahasiswa ilmu komunikasi yang tertarik dengan penelitian teks media khususnya yang menggunakan metode analisis framing.


(30)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Media Dan Berita Dilihat Dari Paradigma Konstruksionis

Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri mengenai bagaimana media, wartawan, dan berita dilihat. Penilaian tersebut diuraikan sebagai berikut:

2.1.1 Fakta Atau Peristiwa Adalah Hasil Kontruksi

Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang tertentu dari wartawan. Di sini tidak ada realitas yang objektif, karena realitas tercipta lewat konstruksi dan pandangan tertentu. Realitas berbeda-beda tergantung pada bagaimana konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan yang berbeda.

Peristiwa-peristiwa yang dijadikan sebagai berita oleh media massa melalui proses penyeleksian terlebih dahulu, hanya peristiwa yang memenuhi kriteria kelayakan informasi yang akan dinagkut oleh media massa kemudian ditampilkan kepada khalayak (Eriyanto, 2004: 26).

Setelah proses penyeleksian tersebut, maka peristiwa itu akan dibingkai sedemikian rupa oleh wartawan. Pembingkaian yang dilakukan oleh wartawan tentunya melalui proses konstruksi. Proses kontruksi atau suatu realitas ini dapat berupa penonjolan dan penekanan pada aspek tertentu atau dapat juga berita tersebut ada bagian yang dihilangkan, luput, atau bahkan disembunyikan dalam pemberitaan (Eriyanto, 2004 : 3).


(31)

Berita merupakan hasil konstruksi sosial dimana selalu melibatkan pandangan, ideologi, dan nilai-nilai dari wartawan ataupun dari institusi media, tempat dimana wartawan tersebut bekerja. Bagaimana realitas tersebut dijadikan berita sangat tergantung pada bagaimana fakta itu dipahami dan dimaknai (Birowo, 2004 : 176).

Peristiwa dan realitas yang sama dapat dibingkai secara berbeda oleh masing-masing media. Hal ini terkait dengan visi, misi, dan ideologi yang dipakai masing-masing media. Sehingga, kadangkala dari hasil pembingkaian tersebut dapat diketahui bahwa media lebih berpihak kepada siapa (jika yang diberitakan adalah seorang tokoh, golongan atau kelompok tertentu). Keberpihakan pemberitaan media terhadap salah satu kelompok atau golongan dalam masyarakat, dalam banyak hal tergantung pada etika, moral, dan nilai-nilai. Aspek-aspek etika, moral dan nilai-nilai tertentu tidak mungkin dihilangkan dalam pemberitaan media. Hal ini merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi suatu realitas. Media menjadi tempat pertarungan ideologi antara kelompok-kelompok yang ada di masyarakat (Sobur, 2001 : vi).

2.1.2 Media Adalah Agen Konstruksi

Dalam pandangan konstruksionis, media dilihat bukanlah sekedar saluran yang bebas, ia juga subyek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya. Media bukan hanya memilih peristiwa dan menentukan sumber berita, melainkan juga berperan dalam mendefinisikan aktor dan peristiwa, lewat bahasa, lewat pemberitaan pula,


(32)

media dapat membingkai dengan bingkai tertentu yang pada akhirnya menentukan bagaimana khalayak harus melihat dan memahami peristiwa dalam kacamata tertentu (Eriyanto, 2004 : 24).

Isi media merupakan hasil para pekerja dalam merekonstruksi berbagai realitas yang dipilihnya untuk dijadikan sebagai sebuah berita, diantaranya realitas politik. Disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka dapat dikatakan bahwa seluruh isi media adalah realitas yang dikonstruksi (constructed reaality). Pembuatan berita di media pada dasarnya tak lebih dari penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita (Tuchman dalam Sobur, 2001 : 83).

Isi media hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan menggunakan bahasa sebagai perangkatnya. Sedangkan bahasa bukan hanya sebagai alat realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang diciptakan oleh bahasa tentang realitas. Akibatnya media massa memiliki peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi gambar yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksinya (Sobur, 2001 : 88).

2.1.3 Berita Bukan Refleksi Dari Realitas. Ia Hanyalah Konstruksi Dari Realitas

Dalam pandangan kaum konstruksionis, ”berita yang kita baca pada dasarnya adalah hasil dari konstruksi kerja jurnalistik, bukan kaidah baku jurnalistik. Semua proses konstruksi (mulai dari memilih fakta, sumber,


(33)

pemakaian kata, gambar, sampai penyuntingan) memberi andil bagaimana realitas tersebut hadir dihadapan khalayak.” (Eriyanto, 2002 : 26).

Dari aspek “campur tangan” media dalam menyajikan realitas melalui suatu proses yang kita sebut sebagai konstruksi realitas (contruction of reality). Misalnya liputan politik, sebetulnya setiap liputan oleh media massa baik melalui rekaman atau tertulis adalah rekonstruksi realitas; suatu upaya menyusun realitas dari satu atau sejumlah peristiwa yang semula terpenggal-penggal atau acak menjadi tersistematis hingga membentuk cerita atau wacana yang bermakna (Ibnu Hamad, 2004 : 11).

Berita bukan refleksi dari realitas, melainkan “hanyalah” konstruksi dari realitas. Artinya, berita juga artikel jurnalistik adalah pentas drama di mana pertunjukan dapat diawali dari mana saja (Wahyu Wibowo, 2006 : 93).

2.1.4 Berita Bersifat Subjektif atau Konstruksi Atas Realitas

Hal ini dikarenakan oleh berita adalah produk dari konstruksi dan pemaknaan atas realitas. Pemaknaan seseorang atas suatu realitas bisa jadi berbeda dengan orang lain, yang tentunya menghasilkan “realitas” yang berbeda pula. Berita bersifat subjektif karena opini tidak dapat dihilangkan. Karena ketika kegiatan meliput berlangsung, wartawan melihat dengan perspektif dan pertimbangan yang sifatnya subjektif (Eriyanto, 2002 : 27).

Berita bersifat subjektif dan jurnalis bukan hanya sekadar pelapor, melainkan agen konstruksi realitas. Mengingat fakta atau peristiwa bersifat subjektif, maka menulis artikel jurnalistik bukan pula sekadar pelapor (Wahyu Wibowo, 2006 : 93).


(34)

Menurut kaum kritis, berita adalah hasil pertarungan wacana antara berbagai kekuatan dalam masyarakat yang selalu melibatkan pandangan dan ideologi wartawan atau media (Eriyanto, 2001 : 34).

Dalam analisis framing, berita selalu bersifat subjektif. Opini tidak dapat dihilangkan karena ketika meliput, wartawan melihat realitas dengan perspektif dan pertimbangan subjektif. Dalam konteks ini, wartawan tidak sekadar menyampaikan kepada khalayak tentang sesuatu yang terjadi, melainkan juga memberikan makna tertentu tentang kejadian itu (Alo Liliweri, 2005 : 194).

2.1.5 Wartawan Bukan Pelapor. Ia Agen Konstruksi Realitas

Sebagai seorang agen, wartawan telah menjalin transaksi dan hubungan dengan obyek yang diliputnya, sehingga berita merupakan produk dari transaksi antara wartawan dengan fakta yang diliputnya (Eriyanto, 2004 : 31). Menurut filsafat common sense realism, adanya suatu obyek mencirikan sebagaimana orang mempersepsikan. Sesungguhnya, relasi antara realitas empiris dengan fakta yang dibangun oleh seorang jurnalis, sangat tergantung pada kemampuan mengorganisasikan elemen-elemen realitas menjadi sederetan makna. Dengan demikian, fakta dalam jurnalis menjadi sangat dinamis, tergantung pada persepsi yang dimiliki dan perspektif (sudut pandang) yang dihadirkan dan satu lagi tergantung pada pencarian atau penemuan fakta (Panuju, 2005 : 27).

Wartawan sebagai individu, memiliki cara berfikir (frame of thingking) yang khas atau spesifik dan sangat dipengaruhi oleh acuan yang dipakai dan


(35)

pengalaman yang dimiliki. Selain itu, juga sangat ditentukan oleh kebiasaan menggunakan sudut pandang. Setiap individu juga memiliki konteks dalam “membingkai” sehingga menghasilkan makna yang unik (Panuju, 2005 : 3).

Jadi, meskipun wartawan punya ukuran tentang “nilai sebuah berita” (news value), tetapi wartawan juga mempunyai keterbatasan visi, kepentingan ideologis, dan sudut pandang yang berbeda, dan bahkan latar belakang budaya dan etnis. Peristiwa itu baru disebut mempuyai nilai berita, dan karenanya layak diberitakan kalau peristiwa tersebut berhubungan dengan elite atau orang yang terkenal, mempunyai nilai dramatis, human interest, dapat memancing kesedihan, keharuan dan sebagainya. Secara sederhana, semakin besar peristiwa, maka semakin besar pula dampak yang ditimbulkannya, lebih memungkinkan dihitung sebagai berita (Eriyanto, 2005 : 104).

2.1.6 Etika, Pilihan Moral, dan Keberpihakan Wartawan Adalah Bagian yang Integral dalam Produksi Berita

Etika, pilihan moral, dan keberpihakan jurnalis adalah bagian yang integral dalam produksi berita. Bertalian dengan pemahaman bahwa menulis harus piawai dalam mengonstruksi fakta, peristiwa atau realitas sosial secara subjektif. Maka, penulis haruslah memperhatikan segi etis dan estetis dalam menulis (Wahyu Wibowo, 2006 : 93).


(36)

2.1.7 Nilai, Etika, dan Pilihan Moral Peneliti Menjadi Bagian yang Integral dalam Penelitian

Salah satu sifat dasar dari penelitian yang bertipe konstruksionis adalah pandangan yang menyatakan bahwa peneliti bukanlah subjek yang bebas nilai. Pilihan etika, moral atau keberpihakan peneliti menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses penelitian. Campur tangan penelitian dalam banyak hal dapat berupa keberpihakan atau pilihan moral, sedikit banyak akan mempengaruhi bagaimana realitas itu dimaknai dan dipahami (Eriyanto, 2002 : 35).

2.1.8 Khalayak Mempunyai Penafsiran Tersendiri Atas Berita

Dalam pandangan konstruksionis, khalayak bukan dilihat sebagai subjek yang pasif. Khalayak merupakan subjek yang aktif yang mampu menafsirkan apa yang dia baca. Mengapa? Dalam bahasa Stuart Hall, makna dari suatu teks bukan terdapat dalam pesan/berita yang dibaca oleh pembaca. Makna selalu potensial mempunyai banyak arti (polisemi) (Eriyanto, 2002 : 36).

Khalayak aktif bukan hanya dalam hal memilih berita dan media apa yang sesuai dengan dirinya, tetapi aktif dalam memaknai sebuah isi media. Penafsiran atas suatu teks bukan oleh media, karena khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas suatu teks. Teks yang sama sangat mungkin ditafsirkan berbeda oleh khalayak (Agus Sudibyo, 2001 : 14).


(37)

2.2 Bahasa Sebagai Isi Media

Isi media pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan menggunakan bahasa sebagai perangkatnya. Sedangkan bahasa bukan hanya sebagai realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang diciptakan oleh bahasa tentang realitas. Akibatnya media massa memiliki peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi gambar yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikannya (Sobur, 2001 : 88).

Setiap upaya “menceritakan” sebuah peristiwa, keadaan, benda atau apapun, pada hakikatnya adalah usaha mengonstruksikan realitas. Begitu pula dengan profesi wartawan. Pekerjaan utama wartawan adalah mengisahkan hasil reportasenya kepada khalayak. Dengan demikian mereka selalu terlibat dengan usaha merekonstruksikan realitas, yakni menyusun fakta yang dikumpulkannya ke dalam suatu bentuk laporan jurnalistik berupa berita (news), karangan bebas (feature), atau gabungan keduanya (news feature). Dengan demikian berita pada dasarnya adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality) (Sobur, 2001 : 88).

Penggunaan bahasa tertentu jelas berimplikasi terhadap kemunculan makna tertentu. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas turut menentukan bentuk konstruksi realitas yang sekaligus menentukan makna yang muncul darinya. Bahkan menurut Hamad dalam Sobur (2001 :90) bahasa bukan cuma mampu mencerminkan realitas, tetapi sekaligus menciptakan realitas.

Dalam rekonstruksi realitas, bahasa dapat dikatakan sebagai unsur utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi media (Sobur, 2001 : 91).


(38)

2.3 Jurnalisme Online Sebagai Media Massa

Jurnalisme dalam KBBI disebut sebagai pekerjaan mengumpulkan, menulis, mengedit, dan melaporkan berita kepada khalayak. Dalam perkembangannya, media penyampaian berita kepada pembaca tidak hanya terbatas pada surat kabar. Tetapi seiring perkembangan teknologi, kini arah perkembangan media menuju persaingan media online. Media online bisa menampung berita teks, image, audio dan video. Berbeda dengan media cetak, yang hanya menampilkan teks dan image.

”Online” sendiri merupakan bahasa internet yang berarti informasi dapat diakses di mana saja dan kapan saja selama ada jaringan internet. Jurnalisme online ini merupakan perubahan baru dalam ilmu jurnalistik. Laporan jurnalistik dengan menggunakan teknologi internet, disebut dengan media online, yang menyajikan informasi dengan cepat dan mudah diakses di mana saja. Dengan kata lain, berita saat ini bisa dibaca saat ini juga, di belahan bumi mana saja.(http://jurnalisme-makasar.com) diakses tanggal 08/04/10 pukul 00:23 wib.

Pada pertengahan dekade tahun 1990-an, The Annenberg Washington Program in Communications Policy Studies of Northwestern University memproyeksikan “Perubahan Media Berita”. Proyeksi ini menggambarkan perkembangan jurnalisme yang telah menggunakan multimedia. Koran tidak lagi menjadi pemeran utama.Media cetak bergabung dengan teknologi televisi, radio, dan internet (Santana, 2005:2).

Perkembangan media tidak lepas dari perkembangan teknologi komunikasi. Kalau dulu orang hanya mengenal media cetak dan elektronik (televisi dan radio), kini seiring perkembangan teknologi komunikasi berbasis cyber, maka media pun


(39)

mengikutinya dengan menjadikan internet sebagai media massa. Kini seiring perkembangan teknologi telepon seluler, berita-berita di internet juga bisa diakses melalui ponsel.

Jurnalisme online layak disebut dengan jurnalisme masa depan. Karena perkembangan teknologi memungkinkan orang membeli perangkat pendukung akses internet praktis seperti notebook atau netbook dengan harga murah. Apalagi kalau koneksi internet mudah diperoleh secara terbuka seperti hotspot (WiFi) di ruang-ruang publik. Sehingga minat masyarakat terhadap media bisa bergeser dari media cetak ke media online. Hal itupun sekarang mulai terjadi. Bahkan beberapa media cetak besar di Amerika Serikat, seperti kelompok Chicago Tribune, mulai merugi dan terancam gulung tikar. Karena masyarakat mulai beralih ke media online.

Mengapa jurnalisme online memagang peranan penting dalam perkembangan media massa saat ini?(http://edukasi.kompasiana.com) diakses pada 08/04/10 pukul 12:42 wib.

a. Jurnalisme online membawa nilai egaliter.

Setiap individu bebas merealisasikan sumber dayanya dari mengerahkan segala potensinya untuk menggapai semua bagian dalam menentukan jalan yang disenangi. Setiap individu bebas memanfaatkan peluang berkomunikasi dengan siapa saja untuk mewarisi peradaban dunia dengan bebas dan mengaktualisasikan dirinya.


(40)

Dalam jurnalisme online sangat menjunjung tinggi adanya kebebasan berpendapat serta berkumpul dan berserikat. Menurut paham liberal, ini merupakan kebebasan asasi yang dimiliki oleh setiap manusia. Selain itu posisi antara masyarakat dan negara adalah setara, dalam artian bahwa negara tidak boleh mencampuri urusan atau kehidupan masyarakat.

Berikut ini adalah karakteristik atau keuntungan dari jurnalisme online, seperti tertulis dalam buku Online Journalis,. Principles and Practices of News for The Web (Holcomb Hathaway Publishers, 2005):

1. Audience Control. Jurnalisme online memungkinkan audience untuk bisa lebih leluasa dalam memilih berita yang ingin didapatkannya

2. Nonlienarity. Jurnalisme online memungkinkan setiap berita yang disampaikan dapat berdiri sendiri sehingga audience tidak harus membaca secara berurutan untuk memahami.

3. Storage and retrieval. Online jurnalisme memungkinkan berita tersimpan dan diakses kembali dengan mudah oleh audience.

4. Unlimited Space. Jurnalisme online memungkinkan jumlah berita yang disampaikan/ ditayangkan kepada audience dapat menjadi jauh lebih lengkap ketimbang media lainnya.

5. Immediacy. Jurnalisme online memungkinkan informasi dapat disampaikan secara cepat dan langsung kepada audience.

6. Multimedia Capability. Jurnalisme online memungkinkan bagi tim redaksi untuk menyertakan teks, suara, gambar, video dan komponen lainnya di dalam berita yang akan diterima oleh audience.


(41)

7. Interactivity. Jurnalisme online memungkinkan adanya peningkatan partisipasi audience dalam setiap berita.

Berikut ini adalah perbedaan-perbedaan antara teknis penulisan berita pada media cetak dan media online :

Tabel 1

Perbedaan teknis Penulisan berita pada Media Cetak dan Media Online

Unsur Media Cetak Media Online

Pembatasan panjang naskah

Biasanya panjang naskah telah dibatasi, misalnya 5 – 7 halaman kuarto diketik 2 spasi.

Tidak ada pembatasan panjang naskah, karena halaman web bisa menampung naskah yang sepanjang apapun. Namun demi alasan kecepatan akses, keindahan desain dan alasan-alasan teknis lainnya, perlu dihindarkan penulisan naskah yang terlalu panjang.

Prosedur naskah

Naskah biasanya harus di-ACC oleh redaksi sebelum dimuat.

Sama saja. Namun ada sejumlah media yang memperbolehkan wartawan di lapangan yang telah dipercaya untuk meng-upload sendiri tulisan-tulisan mereka.

Editing

Kalau sudah naik cetak (atau sudah di-film-kan pada proses percetakan), tak bisa diedit lagi.

Walaupun sudah online, masih bisa diedit dengan leluasa. Tapi biasanya, editing hanya mencakup masalah-masalah teknis, seperti merevisi salah ketik, dan seterusnya.

Tugas desainer atau layouter

Tiap edisi, desainer atau layouter harus tetap bekerja untuk menyelesaikan desain pada edisi tersebut.

Desainer dan programmer cukup bekerja sekali saja, yakni di awal pembuatan situs web. Selanjutnya, tugas mereka hanya pada masalah-masalah maintenance atau ketika perusahaan memutuskan untuk mengubah desain dan sebagainya. Setiap kali redaksi meng-upload naskah, naskah itu akan langsung “masuk” ke desain secara otomatis.

Jadwal terbit

Berkala (harian, mingguan, bulanan, dua mingguan, dan sebagainya).

Kapan saja bisa, tidak ada jadwal khusus, kecuali untuk jenis-jenis tulisan/rubrik tertentu.

Distribusi

Walau sudah selesai dicetak, media tersebut belum bisa langsung dibaca oleh khalayak ramai sebelum melalui proses distribusi.

Begitu di-upload, setiap berita dapat langsung dibaca oleh semua orang di seluruh dunia yang memiliki akses internet.


(42)

2.4 Ideologi Media

Konsep ideologi dalam sebuah institusi media massa ikut berpengaruh dalam menentukan arah pemberitaan yang disampaikan kepada pembaca. Hal ini disebabkan karena adanya teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktek ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu (Eriyanto, 2002 :13).

Dalam pembuatan berita selalu melibatkan pandangan dan ideologi wartawan atau bahkan media yang bersangkutan. Ideologi ini menentukan aspek fakta dipilih dan membuang apa yang ingin dibuang. Artinya, jika seorang wartawan menulis berita dari salah satu pihak dan memasukkan opininya pada berita, semua itu dilakukan dalam rangka pembenaran tertentu. Dapat dikatakan media bukanlah merupakan sarana yang netral dalam menampilkan kekuatan dan kelompok dalam masyarakat secara apa adanya tetapi kelompok dan ideeologi yang dominan dalam media itulah yang akan ditampilkan dalam berita-beritanya (Eriyanto, 2004 : 90).

Pada kenyataannya berita di media massa tidak pernah netral dan objektif. Jika kita lihat bahasa jurnalistik yang digunakan media pun selalu dapat ditemukan adanya pemilihan fakta tertentu dan membuang aspek fakta lain yang mencerminkan pemihakan media pada salah satu kelompok atau ideologi tertentu. Bahasa ternyata tidak pernah lepas dari subjektivitas sang wartawan dalam mengkonstruksi realitas dengan mengetahui bahasa yang digunakan dalam berita, pada saat itu juga kita menemukan ideologi yang dianut oleh wartawan dan media yang bersangkutan.

Konsep ideologi bisa membantu menjelaskan mengapa wartawan memilih fakta tertentu untuk ditonjolkan dari pada fakta yang lain, walaupun hal itu merugikan pihak lain, menempatkan sumber berita yang satu lebih menonjol dari


(43)

pada sumber yang lain, ataupun secara nyata atau tidak melakukan pemihakan kepada pihak tertentu. Artinya ideologi wartawan dan media yang bersangkutanlah yang secara strategis menghasilkan berita-berita seperti itu. Di sini dapat dikatakan media merupakan inti instrumen ideologi yang tidak dipandang sebagai zona netral yaitu sebagai kelompok dan kepentingan ditampung, tetapi media lebih sebagai subyek yang mengkonsumsi realitas atas penafsiran wartawan atau media sendiri untuk disebarkan kepada khalayak (Eriyanto, 2004 : 92).

2.5 Framing dan Proses Produksi Berita

Framing berhubungan dengan proses produksi berita, yang meliputi kerangka kerja dan rutinitas organisasi media. Suatu peristiwa yang dibingkai dalam kerangka tertentu dan bukan bingkai yang lain, bukan hanya disebabkan oleh struktur skema wartawan, tetapi juga rutinitas kerja dan institusi media, yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi pemaknaan terhadap suatu peristiwa. Institusi media dapat mengontrol pola kerja tertentu yang mengharuskan wartawan melihat peristiwa ke dalam kemasan tertentu, atau bisa juga wartawan menjadi bagian dari anggota komunitasnya. Jadi, wartawan hidup dan bekerja dalam suatu institusi yang mempunyai pola kerja, kebiasaan, aturan, norma, etika, dan rutinitas tersendiri. Di mana semua elemen proses produksi berita tersebut mempengaruhi cara pandang wartawan dalam memaknai peristiwa (Eriyanto, 2005 : 99-100).

Wartawan adalah profesi yang dituntut untuk mengungkap kebenaran dan menginformasikan ke publik seluas mungkin temuan-temuan dari fakta-fakta yang berhasil digalinya, apa adanya, tanpa rekayasa, dan tanpa tujuan subyektif tertentu.


(44)

Selain semata-mata demi pembangunan kehidupan dan peradaban manusia yang lebih baik. Sekalipun dampak dari pelaksanaan profesinya itu akan memakan “korban” seperti pejabat yang korupsi, dokter yang melanggar etika profesi, dan sebagainya. Peranan itu harus dilakukannya. Karena pers bukanlah petugas hubungan masyarakat (humas) sebuah apartemen, yang hanya berbicara pada sisi-sisi positif dan keberhasilan dari apartemennya, serta menyimpan dalam keburukan dan kebobrokan lembaganya (Djatmika, 2004 : 25).

Framing adalah bagian yang tak terpisahkan dari bagaimana awak media mengkonstruksi realitas. Framing berhubungan erat dengan proses editing (penyuntingan) yang melibatkan semua pekerja di bagian keredaksian. Reporter di lapangan menentukan siapa yang akan diwawancarainya, serta pertanyaan apa yang akan diajukan. Redaktur yang bertugas di desk yang bersangkutan, dengan maupun tanpa berkonsultasi dengan redaktur pelaksana atau redaktur umum, menentukan judul apa yang akan diberikan. Petugas tatap muka dengan atau tanpa berkonsultasi dengan para redaktur menentukan apakah teks berita itu perlu diberi aksentuasi, foto, karikatur atau bahkan ilustrasi mana yang akan dipilih (Eriyanto, 2006: 165).

2.6 Analisis Framing Termasuk Paradigma Konstruktivis

Analisis framing termasuk ke dalam paradigma konstruktivis. Dimana paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkan. Paradigma ini juga memandang bahwa realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, melainkan hasil dari konstruksi. Sehingga konsentrasi analisisnya adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut


(45)

dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam studi komunikasi, paradigma ini sering disebut sebagai paradigma produksi dan penukaran makna (Eriyanto, 2002 : 37).

Yang menjadi titik perhatian pada paradigma konstruktivis adalah bagaimana masing-masing pihak dalam lalu lintas komunikasi, saling memproduksi dan mempertukarkan makna. Pesan dibentuk secara bersama-sama antara pengirim dan penerima atau pihak yang berkomunikasi dan dihubungkan dengan konteks sosial dimana mereka berada. Intinya adalah bagaimana pesan itu dibuat atau diciptakan oleh komunikator dan bagaimana pesan itu secara aktif, ditafsirkan oleh individu sebagai penerima pesan (Eriyanto, 2002 : 40).

2.7 Analisis Framing

Gagasan ide mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. (Sudibyo dalam Sobur, 2001 : 161). Frame pada awalnya dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana, dan yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman (1974) yang mengendalikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas. (Sobur, 2001 : 162). Realitas itu sendiri tercipta dalam konsepsi wartawan. Sehingga berbagai hal yang terjadi seperti faktor dan orang, didistribusikan menjadi peristiwa yang kemudian disajikan khalayak.


(46)

G.J. Aditjondro mendefinisikan framing sebagai metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan menggunakan istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur dan alat ilustrasi (Sudibyo dalam Sobur, 2001 : 165).

Pada analisis framing yang kita lihat adalah bagaimana cara media memaknai, memahami dan membingkai sebuah kasus atau peristiwa yang ada dalam berita. Maka jelas adanya framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai suatu analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa sajalah) dibingkai oleh media. (Eriyanto, 2004 : 3).

Dalam ranah studi komunikasi analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan multidisipliner untuk menganalisa fenomena untuk membedakan cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksikan fakta. Karena itu konsep framing selalu berkaitan erat dengan proses seleksi isu dan bagaimana menonjolkan aspek dari isu atau realitas tersebut dalam berita. Di sini framing dipandang sebagai penempatan informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu tersebut mendapatkan alokasi yang besar daripada isu-isu yang lain.

Sehingga jelas berdasarkan Gitlin dalam Erianto, dengan framing jurnalis memproses berbagai informasi yang tersedia dengan jalan mengemaskan sedemikian rupa dalam kategori kognitif tertentu dan disamping pada khalayak (Eriyanto, 2004 : 69).


(47)

2.8 Proses Framing

Proses framing sangat berkaitan erat dengan persoalan bagaimana sebuah realitas dikemas dan disajikan dalam perspektif sebuah media. Kemasan (package) disini adalah semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang disampaikan dalam sebuah berita, serta untuk menafsirkan pesan-pesan yang diterima oleh khalayak. Kemasan ini diibaratkan sebagai wadah atau struktur data yang mengorganisir sejumlah informasi yang dapat menunjukkan posisi atau kecenderungan posisi atau kecenderungan politik seorang wartawan dalam penyusunan berita, selain itu proses framing juga dapat membantu untuk menjelaskan makna dibalik suatu isu atau peristiwa yang dibingkai oleh sebuah berita. Proses framing juga berkaitan dengan strategi pengolahan dan penyajian informasi jurnalistik. Dominasi sebuah frame dalam suatu wawancara berita bagaimanapun dipengaruhi oleh proses produksi berita yang melibatkan unsur-unsur redaksional, reporter, redaktur dan lainnya. Dengan kata lain proses framing merupakan bagian yang integral dari proses redaksional media massa dan menempatkan awak media (wartawan) pada posisi strategis.

Analisis framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media. Dengan demikian realitas sosial dipahami, dimaknai, dan dikonstruksi dengan bentukan dan makna tertentu. Elemen tersebut menandakan bagaimana peristiwa ditampilkan. Inilah sesungguhnya sebuah realitas, bagaimana media membangun, menyuguhkan, dan memproduksi suatu peristiwa kepada pembacanya (Eriyanto, 2004 : 69).


(48)

2.9 KonsepsiFraming Robert M. Entman

Analisis dalam penelitian ini menggunakan model Robert M. Entman, Entman menyebutkan bahwa framing merupakan seleksi atas berbagai aspek realitas yang diterima dan membuat peristiwa tersebut lebih menonjol dalam suatu teks komunikasi, dalam banyak hal ini berarti menyajikan secara khusus definisi dari suatu masalah, interpretasi sebab akibat, evaluasi moral, dan tawaran penyelesaian sebagaimana masalah tersebut digambarkan. Dari pengertian ini, framing pada dasarnya merupakan pemberian definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan. (Entman dalam Dennis McQuail, 2002).

Menurut Entman dalam (Siahaan, 2001 : 71-79), framing memiliki implikasi bagi komunikasi politik. Frames, menurut Entman menuntut perhatian terhadap beberapa aspek dari realitas dengan mengabaikan elemen-elemen lainnya yang memungkinkan khalayak memiliki reaksi berbeda. Politisi mencari dukungan dengan memaksakan kompetisi satu sama lain. Mereka bersama jurnalis membangun frame berita.

Dalam konteks ini, menurut Entman, framing memainkan peran utama dalam mendesakan kekuasaan politik dan frame dalam teks berita sungguh merupakan kekuasaan yang tercetak, Entman menunjukkan identitas para aktor atau interest yang berkompetisi untuk mendominasi teks. Namun Entman menyayangkan, banyak teks berita dalam merefleksikan permainan kekuasaan dan batas wacana atas sebuah isu, memperlihatkan homogenitas framing pada satu tingkat analisis, dan belum mempersaingkannya dengan framing lainnya.


(49)

Membuat frame adalah menyeleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman atas sebuah realitas, dan membuatnya lebih menonjol dalam suatu teks yang dikomunikasikan sedemikian rupa sehingga mempromosikan sebuah definisi permasalahan yang khusus, interpretasi kausal, evaluasi moral dan atau merekomendasikan penanganannya. (Siahaan, 2001: 80-81). Pada dasarnya, framing sangat berkaitan dengan rutinitas dan konvensi profesional jurnalistik. Proses framing tidak dapat dipisahkan dari strategi pengolahan dan penyajian informasi dalam persentasi media. Dalam hal ini, wartawan menempati posisi strategis untuk menyusun dan mengolah informasi. Dengan posisi ini, wartawan mengolah dan mengemas informasi sesuai dengan ideologi, kecenderungan atau keberpihakan politik mereka. Wartawan juga dapat membatasi dan menafsirkan komentar-komentar dari sumber berita, serta memberi porsi pemberitaan yang berbeda antara sumber berita satu dengan lainnya. Hal tersebut merupakan konsep framing yang dikemukakan oleh Entman, framing digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan penonjolan aspek tertentu dan realitas media. (Eriyanto, 2002: 186). Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi besar daripada isu yang lain.

Entman melihat framing dalam dua dimensi, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek realitas. (Eriyanto, 2002: 186). Kedua faktor ini dapat lebih mempertajam framing berita melalui proses seleksi isu menentukan fakta mana yang dipilih, ditonjolkan dan dibuang yang tentunya melibatkan nilai dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam produksi sebuah berita. Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, evaluasi, dan


(50)

rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan (Eriyanto, 2002: 188).

Frame timbul dalam dua level. Pertama, konsepsi mental yang digunakan untuk memproses informasi dan sebagai karakteristik mental dan teks media. Kedua, perangkat spesifik dan narasi berita yang dipakai untuk membangun pengertian peristiwa. Frame berita dibentuk dan kata kunci, metafora, konsep, simbol, citra yang ada pada narasi berita. Karenanya, frame dapat dideteksi dan diselediki dengan kata, citra dan gambar tertentu yang memberi makna tertentu dan teks media. Kosa kata dan gambar itu ditekankan dalam teks sehingga lebih menonjol dibandingkan dari bagian lain dalam teks. Itu dilakukan lewat pengulangan, penempatan yang lebih menonjol, atau menghubungkan bagian dalam teks berita. Sehingga bagian itu lebih menonjol, lebih mudah dilihat, diingat, dan lebih mempengaruhi khalayak (Eriyanto, 2002: 189).

Menurut Entman (Eriyanto, 2001: 20), framing dalam berita dilakukan dengan empat cara, yakni: pertama, pada identifikasi masalah (problem identification), yaitu peristiwa dilihat sebagai apa dan dengan nilai positif atau negatif, kedua pada identifikasi penyebab masalah, ketiga, pada evaluasi moral (moral evaluation), yaitu penelitian atas penyebab masalah, dan keempat, saran penanggulangan masalah (treatment recommendation), yaitu menawarkan suatu cara penanganan masalah dan kadangkala memprediksi hasilnya.

Konsepsi mengenai framing dari Entman tersebut menggambarkan secara luas bagaimana peristiwa dimaknai dan ditandai oleh wartawan. Define problems atau problems identification (pendifinisian masalah) adalah elemen yang pertama kali dapat dilihat mengenai framing. Elemen ini merupakan master frame atau bingkai


(51)

paling utama. Ia menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan. Ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu tersebut dipahami. Peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbeda. Dan bingkai yang berbeda ini akan menyebabkan realitas bentukan yang berbeda. (Eriyanto, 2002:190).

Diagnose cause atau casual interpretation (memperkirakan penyebab masalah). Merupakan elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor suatu peristiwa. Penyebab disini bisa berarti apa (what), tetapi bisa juga berarti siapa (who). Bagaimana peristiwa dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang dianggap sebagai sumber masalah. Karena itu, masalah yang dipahami secara berbeda, penyebab masalah secara tidak langsung juga akan dipahami secara berbeda pula.

Make moral judgment (membuat pilihan moral) adalah elemen framing yang dipakai untuk membenarkan atau memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan dengan yang familiar dan dikenal oleh khalayak.

Element framing yang lain adalah treatment recommendation (menekankan penyelesaian). Elemen ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja sangat tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah (Eriyanto, 2001: 191).


(52)

Pada prakteknya, esensi framing tersebut bisa diimplementasikan media dengan berbagai cara, yakni dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang lain serta menonjolkan aspek isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana diantaranya dengan indikator. (Eriyanto, 2002: 191-193).

a. Penempatan yang mencolok (menempatkan di headnews pada halaman depan). b. Pengulangan

c. Pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan d. Pemakaian foto

e. Pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan dan

f. Asosiasi terhadap simbol-simbol budaya, generalisasi, implikasi dan lain-lain.

Gambar 1

SKEMA FRAMING ROBERT M. ENTMAN

Teknik framing

Problem identification Peristiwa dilihat sebagai apa

Treatment recommendation Saran penanggulangan masalah

Casual identification Siapa penyebab masalah

Moral evaluation Penilaian atas penyebab masalah


(53)

2.10 ROKOK dan perspektif hukum

Warga asli benua Amerika (Maya, Aztec dan Indian) mengisap tembakau pipa atau mengunyah tembakau sejak 1000 sebelum masehi. Kru Columbus membawanya ke “peradaban” di Inggris dan perdagangan tembakau dimulai sejak tahun 1500-an, terutama tembakau Virginia dan masih eksis hingga detik ini.

Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad 16, Ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata. Abad 17 para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara Islam.Di Indonesia, kisah kretek bermula dari kota Kudus. Tak jelas memang asal-usul yang akurat tentang rokok kretek. Menurut kisah yang hidup dikalangan para pekerja pabrik rokok, riwayat kretek bermula dari penemuan Haji Djamari pada kurun waktu sekitar akhir abad ke-19. Awalnya, penduduk asli Kudus ini merasa sakit pada bagian dada. Ia lalu mengoleskan minyak cengkeh. Setelah itu, sakitnya pun reda. Djamari lantas bereksperimen merajang cengkeh dan mencampurnya dengan tembakau untuk dilinting menjadi rokok.

Kala itu melinting rokok sudah menjadi kebiasaan kaum pria. Djamari melakukan modifikasi dengan mencampur cengkeh. Setelah rutin menghisap rokok ciptaannya, Djamari merasa sakitnya hilang. Ia mewartakan penemuan ini kepada


(1)

ideologi dan tendensinya melalui realitas yang mereka beritakan. Atau ideologi dan tendensi tersebut secara tidak sadar hadir dalam berita.

Cara pandang media dan jurnalistik detik.com dan antara.com sesungguhnya pun dipengaruhi oleh ideologi dan nilai-nilai tertentu. Detik.com mengarah pada sikap setuju atau mendukung dikeluarkannya fatwa merokok haram oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah. Pandangan itu tentu berdasarkan pertimbangan nilai dan ideologi tertentu. Karenanya, entah secara sadar atau tidak, berita-beritanya lebih mengarah kepada dukungan terhadap dikeluarkannya fatwa merokok haram oleh Muhammadiyah. Sementara, antara.com memandang fatwa merokok haram oleh Muhammadiyah tersebut tidak memberikan solusi terhadap kerugian atau dampak negatif yang nantinya muncul pasca fatwa tersebut diambil. Sehingga, berita-beritanya cenderung kontra terhadap kasus tersebut.

Berita bukanlah representasi dari realitas. Berita yang kita baca dan lihat pada dasarnya adalah hasil dari konstruksi kerja jurnalistik. Pemilihan fakta, sumber, pemakaian kata, gambar, sampai pada penyuntingan merupakan proses konstruksi yang dilakukan oleh wartawan.

Penempatan sumber berita yang menonjol dibandingkan dengan sumber yang lain, menempatkan wawancara seorang tokok lebih besar dibanding tokoh lain, liputan hanya dari satu sisi dan merugikan pihak lain, tidak berimbang dan secara nyata memihak satu kelompok, tidaklah dianggap sekedar kekeliruan yang dilakukan oleh wartawan. Memang seperti itulah konstruksi wartawan terhadap realitas yang hendak dia beritakan.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Frame Detik.com

Dari hasil dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Detik.com setuju dengan dikeluarkannya fatwa haram merokok tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh penilaian Detik.com mengenai tindakan atau keputusan Muhammadiyah yang mempertimbangkan berbagai aspek ekonomi maupun kesehatan di masyarakat. Detik.com juga menegaskan bahwa dalam pengambilan keputusan mengenai fatwa haram merokok, Muhammadiyah juga memikirkan dampak negatif yang nantinya akan dirasakan oleh para petani tembakau. Lebih tepatnya pada waktu yang bersamaan di rapat Majelis tarjih dan Tajdid Muhammadiyah pada 8 Maret 2010. Ini menunjukkan bahwa Detik.com menyukai dan menyetujui sikap peduli dan tanggung jawab yang dilakukan oleh Muhammadiyah.

Frame Antara.com

Frame Antara.com menunjukkan sikap tidak setuju, menolak atau tidak suka terhadap langkah Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram merokok. Antara.com menilai bahwa dampak negatif dari merokok memang banyak, akan tetapi sikap


(3)

Muhammadiyah yang tidak mempertimbangkan dampak negatif dari fatwa ini yang membuat Antara.com tidak setuju. Akan banyak nasib petani tembakau yang akan semakin miskin, belum lagi melihat bertambahnya pengurangan tenaga kerja khususnya buruh industri rokok. Sikap tidak bertanggung jawab atas fatwa yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah inilah yang menyebabkan Antara.com tidak menyukai fatwa haram merokok ini. Sehingga, Antara.com banyak memilih dan merilis berita yang menunjukkan sikap protes terhadap fatwa haram merokok ini.

5.2 Saran

Bagi penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan agar para calon peneliti peka dalam mencari permasalahan yang hendak diteliti. Dalam melakukan analisis framing, pilihlah berita-berita atau isu-isu sensitif yang berdampak luas di masyarakat.

Bagi media massa, khususnya Detik.com dan Antara.com, peneliti menyarankan hendaknya membuat berita secara lebih berimbang dan objektif. Dalam menulis berita, terutama berita kasus perekonomian, media mudah jatuh pada subjektivitas. Subjektivitas ini terutama pada pemilihan narasumber atau sumber.

Bagi masyarakat luas, konsumen media massa, hendaklah kita bisa lebih kritis dalam mengonsumsi berita maupun infornasi dari media. Media sesungguhnya tidak hanya sekedar menyampaikan informasi, melainkan juga mangarahkan pemikiran kita untuk sejalan dengan informasi yang disampaikan tersebut. Sebagai konsumen media massa yang cerdas, kita seharusnya bersikap kritis dan tidak mudah dipengaruhi oleh


(4)

media. Dengan adanya teknologi yang mudah, dengan cepat kita bisa menuliskan atau menginformasikan pemikiran kita melalui media pula, misal : opini pembaca, komentar, forum, dll.. Jadi, khalayak sebagai konsumen media juga mempunyai kekuatan untuk membantu media massa dalam pengontrolan atau pengawasan. Sehingga, dapat dihasilkan media massa yang berimbang dan objektif dalam penyampaian informasi melalui berita.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Prof. Dr. H. M Burhan, S, Sos, M,Si, 2007, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup Eriyanto, 2001, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKIS

Eriyanto, 2004, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta: LKIS Fokus Media, 2005, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi, Bandung: Komp. Panghegar

Hamad, Dr Ibnu , 2004, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, Jakarta: Granit Liliweri, Prof. Dr Alo, 2005, Prasangka dan Konflik Komunikasi Lintas Budaya Multikultur,

Yogyakarta: LKIS

Mc Quail, Denis, 1996, Teori Komunikasi Massa, Suatu Pengantar, Jakarta : Erlangga Nugroho, Bimo, Eriyanto, 1999, Politik Media Mengemass Berita, Jakarta: ISAI

Panuju, Dedi, 2005, Nalar Jurnalistik: Dasarnya Dasar-Dasar Jurnalistik, Malang: Banyumedia

Pareno, Dr. H. Sam Abede MM, 2005, Manajemen Berita Antara Lokalisme dan Realita, Surabaya: Papyrus

Pusat Kajian Media dan Budaya Populer, 2008, Metodologi Riset Komunikasi panduan untuk Melaksanakan Penelitian Komunikasi, Yogyakarta: BPPI dan PKMBP

Santana, Septiawan, 2005, Jurnalisme Kontemporer, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Sudibyo, Agus, 2001, Politik Media dan Pertarungan Wacana, Yogyakarta: LKIS

Sobur, Alex, 2001, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, Bandung: Remaja Rosdakarya


(6)

Non Buku :

http://www.anneahira.com/berita/index.htm/ diakses pada 4 Mei 2010 pukul 18:33 WIB. http://www.antara.net.id/indexphp/2007/12/13/sejarah singkat/id/ diakses pada 4 Mei 2010 pukul 18:42 WIB.

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?.sejarah.rokok/ diakses pada 28/03/10 pukul 20:05 WIB.

http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option:com_contentdan task=view&iditemid=2/ diakses pada diakses pada 31/03/10 pukul 09:10 WIB.

http;//www.edukasi.kompasiana.com/2009/12/22/peranan-penting-jurnalisme-online/ diakses pada 08/04/10 pukul 12:42 WIB.

http://tempo-institute.org/up-content/menulis-berita-di-media-cetak-dan-media-elektronik/ diakses pada 5 Mei 2010 pukul 14:09 WIB