SEJARAH RINGKAS ALIRAN METHODIST

BAB III SEJARAH RINGKAS ALIRAN METHODIST

3.1 Latar Belakang Terbentuknya Aliran Methodist

Gereja Methodist merupakan Gereja Kristen Inggris yang mengalami proses reformasi oleh seorang pendeta yang bernama Jhon Wesley. Keluarga yang membesarkan Wesley merupakan keluarga yang selalu setia mengabdi kepada gereja, sebab ayah dan ibunya berprofesi sebagai pendeta di gereja Inggris. Latar belakang pendidikan teologia dari Jhon Wesley hingga dia memperoleh gelar sarjana dari universitas Oxford Inggris, dengan sifat pribadi dalam teologia adalah melaksanakan hukum agama dengan keras dan menghindari penyimpangan dari ajaran agama. 12 Tahun 1738, prinsip lama yang dipegang oleh Jhon Wesley diubahnya dengan prinsip baru. Manusia harus banyak berserah, bukan menanggung beban sendiri. Prinsip ini menjadi dasar dan pedoman hidup bagi Jhon Wesley ketika dia masih duduk di bangku perkuliahan. Melaksanakan ajaran agama secara keras dan mengurangi atau meminimalisasi pelanggaran yang dilaksanakan oleh Jhon Wesley ternyata semakin memperbesar beban hidupnya. Anggapan yang dimiliki oleh Wesley ternyata salah dengan ajaran Kristen, sebab manusia terlalu memberatkan dirinya sendiri dengan permasalahannya dan mencoba menyempurnakan diri dengan caranya sendiri. Ajaran yang seharusnya dan yang benar adalah ketika Wesley mendalami isi alkitab, tentang kisah yang dialami oleh Rasul Paulus yaitu penyerahan diri kepada Yesus dan memiliki kepercayaan yang penuh kepada-Nya, maka manusia tidak harus berpegang pada prinsip dan penyucian diri sendiri. 12 Pdt. W. L. Amstrong, Dkk, Disiplin Gereja Methodist Indonesia, Medan: Taman pustaka Kristen, 1973. hlm. 1. Universitas Sumatera Utara Pertobatan baru ini menjadi awal kesaksian bagi Wesley yang disebarkan kepada banyak orang, termasuk masyarakat Inggris. Dua ajaran pokok yang disebarkan oleh Jhon Wesley kepada banyak orang yaitu: Pertama, bahwa anugrah Tuhan yang diberikan kepada seluruh dunia sanggup memenuhi keseluruhan keperluan manusia. Ke dua adalah Alkitab tidak mengenal keselamatan selain daripada keselamatan dari dosa. Jhon Wesley meminta manusia harus memiliki penghidupan yang suci, berupa kasih sayang kepada sesama manusia. Dalam misinya Jhon Wesley tidak menyebarkan agama baru, atau ajaran gereja yang baru, tetapi pelayanan yang dilakukannya adalah pertobatan dari manusia itu sendiri. Kehidupan manusia yang semakin materiallistis, ternyata memberikan pengaruh terhadap gereja. Pelayan-pelayan gereja dominan memberikan pelayanan kepada orang-orang besar yang datang kepada gereja, sehingga orang-orang kecil yang tidak datang ke gereja tidak mendapat pelayanan. Di sisi lain, masyarakat tidak lagi mendapat pemberitaan tentang injil, anggota dari gereja tersebut membentuk kelompok-kelompok, dan kelompok-kelompok baru ini membiayai para penginjil untuk melakukan penginjilan terhadap orang-orang tertentu saja, dengan kata lain penginjilan dilakukan untuk kepentingan sendiri. Tindakan seperti inilah yang harus dihindari orang Kristen, menurut ajaran yang disebarkan oleh Jhon Wesley. Manusia harus memberikan sendiri dan mempertanggungjawabkan sendiri tindakan yang dilakukanya. Pertobatan, beriman dan hidup suci menuju kesempurnaan sehingga memperoleh kesempurnaan hidup, hal inilah yang dibawa oleh Jhon Wesley. Ajaran dan tekanan dari Jhon Wesley menjadi hal yang perlu dipertahankan dalam tubuh Methodist. Setelah Jhon Wesley meninggal ajaran ini dikumpulkan menjadi dua buku yang berjudul” Lima Puluh Dua Khotbah Jhon Wesley dan Notes Universitas Sumatera Utara Up The New Testament, merupakan ringkasan Wesley dari pasal-pasal agama. Kumpulan dari khotbah Wesley ini sampai saat ini menjadi standart ajaran Methodist di Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, setelah Jhon Wesley bertobat lebih banyak menghabiskan waktunya menjadi pengkotbah kepada orang-orang kecil dan masyarakat. Kotbah yang diberikan Jhon Wesley menjadi suatu ketertarikan kepada kelompok-kelompok tertentu dan kelompok tersebut dikatakan sebagai pengikut Jhon Wesley. Sewaktu menyebarkan kekristenan, Jhon Wesley memadukan 3 jenis bidang yang harus dijalankan dalam kelompok yang mengikutinya yaitu Evangelisasi ajaran kerohanian, OrganisasiAdministrasi dan Pendidikan. Ketiga bidang ini adalah kegiatan yang perlu ditingkatkan sebagai penyeimbang antara kehidupan keagamaan dengan kehidupan duniawi. Akibat ajarannya yang dinilai benar oleh masyarakat Inggris, maka ajaran ini mendapati ijin untuk diajarkan dengan nama ajaran Kristen Methodist. Ajaran ini segera diajarkan ke wilayah Amerika Serikat, sebagai daerah yang masih penguasaan kerajaan Inggris. Ajaran yang disebarkan ke daerah Amerika Serikat merupakan ajaran yang lepas dari keterikatan politik. Ajaran Methodist menjadi gereja yang bersifat otonom dan berdiri sendiri dinamakan dengan Gereja Methodist Amerika Serikat, setelah negara ini memperoleh kemerdekaannya. Gereja Methodist Amerika Serikat menjadi gereja yang berdiri sendiri tanpa ada keterikatan dengan pemerintah Inggris. Gereja Methodist Amerika Serikat melakukan sendiri metode penginjilannya sebagai usaha pengembangan ajaran Methodist, termasuk ke Indonesia yang dilakukan oleh pendeta Jhon Russel. Universitas Sumatera Utara Pengikut dari Jhon Wesley setelah kematiannya semakin semangat menjalankan metode-metode hidup yang dirancang olehnya. Ajaran Methodist menjadi ajaran Kristen yang perkembangannya sangat pesat. Hal ini dilatar belakangi rancangan yang dilakukan Jhon Wesley bukan sekedar pengembangan spritual, tetapi perkembangan dalam bidang-bidang sosial sebagai cara menyeimbangkan antara kehidupan agama dan kebutuhan duniawi. Walaupun ajaran Methodist lahir di Inggris, tetapi pengikut yang paling besar dari ajaran ini ada di Amerika Utara, termasuk negara Kanada. Kelompok migran yang datang ke Amerika pada dasarnya menjadi pengikut dari Methodist terutama negara Irlandia dan negara Skotlandia. Perkembangan Methodist di Amerika Serikat mengalami perkembangan yang besar dibandingkan dengan pengikut Methodist yang ada di Inggris. Hal ini msnakibatkan kurangnya pengkotbah di Amerika. Thomas Tylor pengkotbah awam yang memimpin gerakan Methodist di Amerika Serikat, menanggapi masalah ini dengan membuat surat kepada Jhon Wesley, yang isinya adalah sebagai penjelasan perkembangan ajaran Methodist di Amerika Serikat dan Amerika Utara, yang sangat membutuhkan pengkotbah dan pendeta yang bertugas untuk melaksanakan pelayanan. Jhon Wesley menanggapi surat dari Tylor dengan mengirimkan sejumlah pendeta dan pengkotbah yang sudah berpengalaman yaitu Richard Boarman dan Jhosep Pilmoor bersama pendeta-pendeta dari Inggris yang lainnya. Akibat dari pengiriman para pendeta tersebut maka perkembangan pengikut Methodist di Benua Amerika semakin pesat, bahkan lebih besar dibandingkan dengan pengikut Methodist di Inggris. Perhatian Jhon Weley semakin besar tertuju ke Benua Amerika dan selanjutnya Wesley membuat susunan Methodist di Benua Amerika sama seperti di Universitas Sumatera Utara Inggris. Pelaksanaan Konfrensi yang sebelumnya hanya dilakukan di Inggris, pada tahun 1773 telah dilaksanakan di Amerika. Hal ini menandakan bahwa perkembangan Methodist sangat gemilang di Benua Amerika, terutama Amerika Serikat. Perkembangan Methodist melahirkan terbentuknya Methodist lokal, yaitu gereja Methodist yang bernuansa Amerika Serikat dinamakan dengan The Methodist Epischopal Church MEC.pembentukan gereja lokal ini menjadi awal dari gereja Methodist yang terbentuk di luar negara Inggris. Gereja Methodist Amerika Serikat menjadi gereja yang banyak dimasuki penduduk Amerika, setelah pengurusan gereja Methodist Amerika diserahkan kepada masyarakat Amerika sendiri. Pertambahan yang sangat melonjak tinggi terjadi saat Konfrensi Natal tahun 1844. Perhitungan membuktikan bahwa sampai saat tersebut jumlah masyarakat Amerika Serikat pengikut Methodist sudah mencapai 1.171.365 jiwa. Pengkabaran injil Methodist Amerika Serikat mulai menjalankan misi pengabaran injil dan perluasan injil kepada beberapa negara bagian, dan menjadikan negara Amerika Serikat, tepatnya New York sebagai pusat Kontrol pengembangan Methodist di Benua Amerika

3.2. Masuknya Ajaran Methodist Ke Indonesia

Misi Methodist pertama-tama ke Indonesia pada dasarnya terbagi –bagi berdasarkan etnisitas tanpa ada satu organisasi yang menyatukan. Hal ini dipengaruhi oleh wilayah dan etnisitas yang masih sama sekali belum ada unsur penyatuan diantara suku-suku yang ada di Indonesia. Pulau yang pertama-tama mendapat perkabaran injil Methodist adalah Pulau Jawa, Bangka, Kalimantan dan Sumatera. Kelompok penginjil yang datang ke Indonesia berasal dari Amerika Serikat yang membentuk organisasi penginjilannya di Malaysia yang dinamakan dengan Universitas Sumatera Utara Malaysia Annual Conference MAK yang dimulai sejak tahun 1905. Penyebaran injil di Indonesia merupakan perluasan wilayah penginjilan oleh distrik penginjilan yang ada di Malaysia. 13 13 Richard Daulay, op.cit., hlm. 112. Pekerjaan pelayanan penginjilan yang dilakukan misi Methodist dari MAC bersifat menyebar atau dengan kata lain tidak terkonsentrasi pada satu wilayah saja. Oleh karena itu perkembangan masyarakat yang mengikuti ajaran Methodist di Hindia-Belanda tergolong cepat. Hal ini memungkinkan kelompok pelayan melayani di sini membentuk satu distrik Methodist tersendiri khusus untuk jemaat Methodist di Hindia-Belanda, hal ini dapat terlaksana setelah penyebaran ini berjalan dua tahun. Masyarakat Hindia-Belanda yang menerima misi Methodist dinamakan dengan Netherland Indies Mission Conference NIMC. Pembentukan organisasi NIMC membawa pengikut Methodist yang ada di Hindia-Belanda untuk secara administratif berada dibawah naungan misi Methodist Amerika Serikat berpusat di Malaysia. NIMC semakin banyak mendapat perhatian dari kelompok penginjil terutama dari Amerika Serikat. NIMC sering mendapat bantuan berupa dana operasional dan pengadaan pengkotbah yang berpengalaman untuk melayani misi Methodist di Hindia-Belanda. Pada tahun 1920 organisasi penginjilan NIMC atau misi Methodist di hindia- Belanda dibagi menjadi beberapa konsentrasi wilayah yang dinamakan dengan distrik yaitu, distrik Jawa, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan. Dari empat distrik ini yang dibentuk oleh misi Methodist, distrik Sumatera Utara mendapat peluang lebih baik untuk berkembang. Denagan alasan di atas penginjilan Methodist memfokuskan aktivitasnya di wilayah Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara Meskipun jumlah penganut ajaran Methodist di beberapa distrik selain distrik Sumatera Utara tidak berkembang dengan pesat, tetapi aktivitas penginjilan Methodist sama sekali tidak dihentikan, atau dikurangi, bahkan misi Methodist berusaha mengembangkan penginjilannya dengan penambahan sejumlah pengkotbah untuk daerah-daerah yang tergolong lamban perkembangannya tersebut. Misi Methodist di wilayah Hindia-Belanda adalah untuk memperluas pengkabaran injil dan untuk memperbanyak pengikut Kristen di belahan dunia, khususnya ajaran tentang aliran Methodist.

3.2.1 Perjalanan Misi Methodist Di Pulau Jawa

Jhon Russel Denyes seorang pendeta yang melayani di misi Methodist Amerika, diminta badan misi Methodist Singapura untuk mengajar di sekolah yang didirikan oleh kelompok Tionghoa di Singapura. Permintaan ini tidak ditolak oleh Russel, karena pekerjaan yang akan dilaksanakannya adalah pelayanan atau pengabdian kepada sesama manusia. Russel mengajar di sekolah Anglo Chinese. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah faforit bagi orang Tionghoa yang ada di Hindia-Belanda dan Malaysia. Muris-murid di sekolah Anglo Chinese pada dasarnya mengenal Russel sebagai guru, bukan sebagai penyebar injil, karena Russel tidak mendapat halangan yang berat ketika perlahan-lahan memanfaatkan situasi yang ada mulai menyebarkan berita tentang injil. 14 Masyarakat Tionghoa di sekolah Anglo mulai mengikuti ajaran Methodist yang diberikan oleh Russel. Russel membagi waktunya memberikan pelajaran di sekolah dan memberi pelajaran tentang injil. Para muridnya tidak memberi kritikan 14 Ibid., hlm. 114. Universitas Sumatera Utara kepada Russel ketika Russel memberitakan ajaran injil, karena Russel tidak menganjurkan atau memaksa murid-muridnya untuk meninggalkan kepercayaanya dan masuk menjadi pengikut Methodist. Materi yang diberikan saat penginjilan adalah gambaran tentang Tuhan, Kekristenan dan arti pentingnya Juruslamat yaitu Tuhan Yesus Kristus. Kelompok pelajar Tionghoa dari Hindia-Belanda yang mengikuti pelajaran di Anglo Cinese, tertarik dengan metode yang diberikan oleh Russel, sehingga kelompok pelajar tersebut meminta Russel mengajar di pulau Jawa. Jumlah siswa yang sedang menuntut ilmu di Singapura yang berasal dari pulau Jawa tergolong besar. Jumlah ini akan bertambah jika sekolah yang sama juga didirikan di Jawa. Permintaan yang diajukan kelompok pelajar Tionghoa kepada Russel, disampaikan dan diteruskan ke pusat misi Methodist yang ada di Amerika Serikat. Misi Methodist di Amerika Serikat menerima permintaan Russel dengan memperbesar anggaran dana penginjilan dan segera menyediakan tenaga pengajar dan untuk melayani di sekolah-sekolah yang akan dibuka di pulau Jawa tersebut. Tahun 1905 tepatnya tanggal 12 Maret, Russel bersama-sama dengan B.F West pimpinan distrik Singapura melakukan kunjungan ke pulau Jawa, untuk melihat perkembangan pekabaran injil di pulau tersebut. Mereka melihat pekerjaan pekabaran injil yang dilakukan di pulau Jawa telah membentuk kelompok-kelompok tertentu berdasarkan wilayah yaitu, Surabaya, Mojowarno, Semarang, dan Yoyakarta. Sebelum misi Methodist sampai di pulau Jawa, aktivitas pekabaran injil telah berlangsung di pulau Jawa yang dikelola oleh Misi Zending dari Belanda dengan nama Nederlands Zendings Vereniging NZV. Pendekatan pekabaran injil yang dilakukan Misi Methodist lebih memberikan harapan kepada kelompok masyarakat Tionghoa yang sebelumnya telah mendapat Universitas Sumatera Utara berita tentang injil ketika sebagian anak mereka berada di sekolah Angglo Chinese di Singapura. Melihat hal ini B.F West menilai bahwa wilayah Batavia adalah wilayah yang tepat sebagai tempat penyebaran ajaran Methodist, berbeda dengan wilayah Malaya yang sangat sulit mengalami perkembangan. Hal ini tidak luput dari permasalahan agama yang telah mereka miliki yaitu agama Islam yang mereka anut ternyata sudah mendarah daging terutama kepada kelompok suku Melayu yang ada di Malaka, sedangkan pada masyarakat Tionghoa yang ada di pulau Jawa sudah hampir meninggalkan tradisi kepercayaan yang dimiliki oleh leluhurnya. 15 Kelompok yang bertobat menurut pandangan Methodist mula-mula langsung dikukuhkan menjadi pengikut Kristen tepatnya menjadi anggota Gereja Methodist setelah proses Babtis yang dilakukan Russel. Pekerjaan ini yang membuat Russel Russel sangat menginginkan situasi seperti yang terjadi di pulau Jawa ini, maka dengan segenap usaha yang dilakukannya untuk pindah dari distrik Malaya yang di pimpinnya ke Batavia. Permohonan ini diajukan Russel kepada pimpinan Methodist yang ada di Asia Tenggara, maka pada tahun 1905 Russel diberi ijin untuk misi tersebut, dan saat itu juga russel membawa keluarganya berangkat menuju Batavia. Perpindahan ini sekaligus menjadikan Russel menduduk i jabatan sebagai pempmpin Methodist untuk distrik Hindia-Belanda. Russel segera memulai pekerjaannya dengan memberikan pemberitahuan tentang injil kepada kelompok sekolah, dengan pelajaran yang dibawakannya adalah bahasa Inggris. Pelajaran bahasa Inggris diarahkan untuk menterjemahkan Biblealkitab dan The Methodist Hymnal. Dengan pelajaran ini maka masyarakat Tionghoa yang sekolah akhirnya banyak yang mengerti isi Alkitab dan Hymnal Methodist sehingga membuahkan pertobatan dikalangan masyarakat Tionghoa. 15 Richard Daulay, op. cit., hlm. 120 Universitas Sumatera Utara mendapat gelar dari kalangan masyarakat Methodist sebagai Pak Ek Poi petobat pertama di Batavia 16 Latar belakang perbedaan suku yang diinjili oleh gerakan Methodist menyebabkan kebaktian-kebaktian yang dilakukan di pulau Jawa dilakukan dengan bahasa masing-masing yaitu menggunakan bahasa suku mayoritas dalam gereja tersebut. Sejak saat inilah perbedaan bahasa dalam kebaktian Methodist mulai ada. . Pengakuan gelar kepada Russel adalah sebagai wujud keakraban antara masyarakat Tionghoa dengan kelompok Methodist yang melakukan penginjilan di Batavia. Pekerjaan Russel yang memadukan antara pelayanan dengan pengembangan masyarakat, membuahkan pengikut Methodist berkembang secara cepat di Batavia. Selama 2 tahun 1905-1907 Russel telah membentuk sebuah Jemaat Methodist, dimana Russel menjadi gembala sidang atas gereja tersebut. Jemaat Methodist yang dipimpin Russel dan pusat Methodist Amerika Serikat semakin terbuka memberikan bantuannya kepada Russel. Bantuan ini dipergunakan untuk membangun gereja Methodist dan akhirnya tahun 1907 gereja Methodist pertama dibangun di pulau Jawa. Terbentuknya gereja Methodist pertama di pulau Jawa, diiringi dengan pengembangan metode penginjilan, seperti pembentukan pos penginjilan di Pasar Senen, Tanah Abang, Kebantenan dan Cibonong. Metode pelayanan yang baru ini membuat penginjilan semakain melebar kepada suku-suku Ambon, Jawa, Sunda, dan suku lainnya yang ada di pulau Jawa. Kelompok masyarakat yang mayoritas sebagai pengikut Methodist pertama-tama dari kelompok baru ini masih didominasi oleh suku Jawa. 17 16 Richard Daulay, op. cit., hlm. 121 17 Richard Daulay, op. cit., hlm. 124 Universitas Sumatera Utara Gerakan Methodist di pulau Jawa diperbesar oleh proses perpindahan jemaat Katolik yang tertarik dengan metode pengembangan yang dilakukan oleh Russel. Perkembangan Methodist yang bercorak dengan suku-suku mayoritas di dalam gereja Methodist semakin lama mulai diarahkan sesuai dengan disiplin gereja Methodist, sebagai upaya mengembalikan ajaran Methodist yang sebenarnya. 18 Proses imigrasi yang mudah dijangkau oleh penduduk Malaysia mengakibatkan kelompok Tionghoa banyak yang berpindah dan menjadi penduduk Indonesia. Pada tahun 1910, jumlah penduduk Tionghoa di Kalimantan sudah mencapai 6000 orang, dari keseluruhan penduduk yang mendiami Kalimantan Barat, khususnya Pontianak hanya berjumlah 20.000 jiwa. Russel mulai mendidik beberapa orang dari kelompok suku yang yang dilayaninya menjadi pelayan dalam misi Methodist. Tujuan tindakan Russel adalah pendekatan antara penginjil dengan kelompok suku yang dilayaninya. Hasil dari tindakan yang dilakukan oleh Denyes adalah berkembangnya pengikut Methodist di pulau Jawa baik dari suku Ambon, Tionghoa, Sunda dan Suku-suku yang lainnya.

3.2.2 Perjalanan Misi Methodist di Kalimantan

Daerah Kalimantan merupakan wilayah Indonesia yang langsung berseberangan dengan wilayah negara Malaysia. Pertemuan antara dua negara ini menjadi hal yang memudahkan perpindahan imigran Malaysia datang ke Indonesia khususnya orang-orang Tionghoa yang masuk ke Kalimantan melewati perbatasan. 19 Sesuai dengan hasil keputusan Malaysia Annual Conference, memutuskan C.M Worthington sebagai missionaries pertama yang diutus ke Kalimantan. Tanpa 18 Ibid.,hlm. 127. 19 Richard Daulay, op. cit., hal 140 Universitas Sumatera Utara menolak keputusan dari rapat, Warthington menerima keputusan dari conferensi dan segera menjadi missionaries di kalimantan. Worthington memulai gerakannya dengan membuka sekolah berbahasa Inggrisdi Kalimantan. Kegiatan ini dijadikan Warthington sebagai tempat menginjili suku Tionghoa sekaligus sebagai sumber untuk mencukupi kebutuhan hidupnya di kalimantan. Dengan adanya penginjilan yang dilakukan oleh Warthington ini, maka penyebaran Methodist dapat berkembang dengan cepat di Kalimantan. Seorang dokter barnama Ucing Seng yang datang dari Singapura, ikut memperbesar gerakan Methodist di Kalimantan. Ucing melakukan pengobatan sambil melakukan penginjilan di Pontianak. Wortningthon melakukan kerja sama dengan Ucing yaitu melakukan pelayanan sambil menyebarkan ajaran Kristen kepada mayarakat Kalimantan. Ucing dan Worthingthon membagikan alkitab dan buku lagu- lagu kristen kepada mereka yang mendapat pelayanan kesehatan dan pelayanan pendidikan di Kalimantan. Dari hasil penginjilan yang dilakukan kedua missionaries Methodist ini, pada tahun 1909 laporan Wortnington memaparkan bahwa pengikut Methodist di Kalimantan telah mencapai 80 orang anggota penuh 192 anggota percobaan, yang tersebar dibeberapa wilayah di Kalimantan seperti, Singkawang, Sempadung, dan Sambas. Para jemaat Methodist tersebut dominan berasal dari suku Tionghoa, 20 Melihat perkembangan Methodist dikalangan suku Dayak cukup lambat, maka Russel sebagai pemimpin penginjilan di Hindia –Belanda mengutus Abel Eklud sebagai penginjil yang akan memfokuskan penginjilan kepada masyarakat Dayak. sedangkan kelompok suku lainnya yang menjadi anggota Methodist berasal dari suku Dayak. 20 H Sitorus, benih yang tumbuh GMI, Medan: naskah tidak diterbitkan, 1977, hal. 5. Universitas Sumatera Utara Latar belakang Abel yang berasal dari negara Amerika Serikat terasa sulit untuk menginjili suku Dayak, maka 3 orang penginjil yang sebelumnya menuntut ilmu sekolah penginjilan di Singapura dikirim ke Kalimantan. Ketiga penginjil tersebut adalah Willi Hutagalung, Philemon Simamora, Wismar Panggabean masing-masing adalah orang Indonesia yang berasal dari etnis Batak. 21 21 Ibid., hlm. 6. Penginjilan tidak terlalu berkembang karena pemahaman bahasa Melayu sulit dari kelompok suku Dayak. Strategi yang dilakukan oleh keempat missionaries Methodist tersebut adalah membuka sekolah yang menggunakan bahasa Melayu dan di khususkan untuk masyarakat suku Dayak. Strategi ini membawakan hasil yang lumayan, sebab anak-anak banyak mengikutimprogram ini. Sambil melakukan pengajaran mereka tidak lupa memberikan penginjilan kepada anak-anak suku Dayak. Perkembangan Methodist pada suku Dayak harus diakui adalah berawal dari kelompok anak-anak yang menerima pendidikan di sekolah misi Methodist, akhirnya mereka dewasa seiring perkembangan Methodist. Pengikut Methodist dari kalangan orangtua pada masyarakat Dayak tidak terlepas dari pengaruh anak-anak mereka yang menerima pendidikan di sekolah misi Methodist. Anak-anak Dayak yang tumbuh dewasa akhirnya banyak yang menjadi penginjil.

3.2.3 Perjalanan Misi Methodist Di Sumatera Selatan dan Bangka

Sebelum meletusnya perang dunia ke-II, kota Palembang adalah kota yang terbesar di Pulau Sumatera. Kota Palembang adalah pusat perdagangan di Pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan banyak masyarakat yang datang ke Palembang untuk kegiatan berdagang dan kegiatan ekonomi lainnya. Universitas Sumatera Utara Jumlah penduduk yang tergolonh besar dan heterogen pada tahun 1908 telah mencapai 65.000 orang yang terfokus pada daerah pelabuhan, sebab disekitar pelabuhan para pengusaha Amerika telah mendirikan pertambangan minyak dan daerah ini menjadi pusat pertemuan dari pedagang-pedagang yang berasal dari berbagai daerah di Dunia. Russel melihat kota Palembang sebagai daerah yang sangat cocok sebagai wilayah persebaran ajaran Methodist, sehingga Russel segera mengirim seorang missionaries bernama Solomon Pakianathan sebagai pemimpin penginjilan di Wilayah ini. Pakianathan memulai penginjilannya dengan berkotbah kepada penduduk Palembang yang sudah beragama Kristen. Sebagai permulaan pelayanan misi Methodist. Maka Pakianathan segera membuka sekolah berbahasa Inggris di Palembang. Banyak masyarakat etnis Tionghoa yang tertarik dan mengikuti program tersebut. Mereka rela membayar para Missionaries agar mau mengabdi memberikan pendidikan kepada anak-anak Tionghoa. Pakianathan memulai kebaktian dilingkungan sekolah, yang menggunakan bahasa Melayu sebagai pengantar bahasa kebaktian. Keseimbangan antara waktu memberikan pengajaran dan pemahaman keagamaan, membuat banyak orang mengikuti program yamg dibuat oleh Pakianathan. Maka mulailah peraturan Methodist diterapkan setelah jumlah mereka semakin besar. Setelah penyebaran Methodist semakin besar di Sumatera Selatan, maka misi Methodist selanjutnya di teruskan sampai ke pulau Bangka, kota yang tidak begitu jauh dari Palembang. Daerah pulau Bangka adalah daerah yang cepat berkembang setelah pemerintahan kolonial Belanda membangun daerah ini menjadi daerah pertambangan timah. Banyak orang Tionghoa yang dijadikan pekerja di daerah Universitas Sumatera Utara pertambangan tersebut. Dari hasil laporan missionaries, penduduk pulau Bangka yang berasal dari etnis Tionghoa sudah mencapai 200.000orang pada tahun 1911. 22 22 Richard Daulay, op. cit., hlm. 148. Freeman ditugaskan sebagai missionaries Methodist di pulau Bangka, situasi masyarakat di daerah ini sama sekali belum ada yang beragama Kristen, jadi Freeman adalah tokoh Kristen pertama untuk daerah ini. Banyak kendala yang dialami Freeman ketika sampai di daerah ini, seperti larangan menyebarkan agama oleh pemerintah kolonial Belanda, dan keadaan daerah yang sangat panas sehingga mengganggu kesehatannya. Dibukanya sekolah di Pangkal Pinang oleh kolonial Belanda, semakin memperlebar jalan bagi Freeman untuk menyebarkan injil kepada mereka anak-anak Tionghoa yang menuntut ilmu di sekolah tersebut. Dalam sekolah tersebut Freeman mengasuh mata pelajaran bahasa Inggris. Dalam melaksanakan tugasnya Freeman tidak pernah terlambat dan selalu serius, hal ini menjadi dasar keyakinan dari orang tua murid kepada Freeman untuk menyerahkan anaknya untuk dididik dan diberi pengetahuan tentang injil. Melihat tindakan yang dilakukan Freeman adalah baik, maka sejak tahun 1912, pemerintah kolonial memberikan izin kepada pelayan-pelayan Methodist untuk menjalankan misi Methodist di pulau Bangka. Kesempatan ini langsung dimanfaatkan Freeman dengan membuka kebaktian di lingkungan sekolah. Pada waktu pagi di hari Minggu, Freemanmembuka kelas sekolah minggu, yang kegiatannya adalah belajar bahasa Inggris dan melaksanakan kebaktian dalam bahasa Inggris. Sedangkan untuk dewasa Freeman membuka English Bible, yang diselenggarakan pada setiap minggu malam. Universitas Sumatera Utara Penginjilan di Bangka tidak bertahan lama, Freeman harus meninggalkan Bangka karena penyakit yang dideritanya. Freeman digantikan oleh L.L Akerson. Yang sama sekali tidak mengenal bagaimana metode penginjilan di Bangka. Disamping itu pengembangan Methodist hanya dilakukan dengan penginjilan yang seharusnya dibarengi dengan pengembangan pendidikan sekolah, akhirnyabanyak murid sekolah dan kelompok dewasa tidak datang lagi ke sekolah. Semakin lama jumlah anggota misi Methodist semakin berkurang dan akhirnya L.L Akerson meninggalkan pulau Bangka, dan aktivitas pengembangan Methodist di pulau Bangka resmi ditutup. 23 Sejak penjajahan Belanda, wilayah Sumatera Utara termasuk propinsi yang berpenduduk besar. Tahun 1905 jumlah masyarakat pendatang sudah besar, orang Eropa sudah mencapai 2.667 orang, pribumi berjumlah 450.941 orang, Tionghoa dan Asia lainnya 114.809 orang.

3.3 Proses Methodisasi Di Sumatera Utara

24 23 Ibid., hlm. 149. 24 Usman Pelly, urbanisasi dan Adabtasi, Jakarta: LP3S, , hlm.58 Tidak jauh beda dari penginjilan di daerah-daerah yang lainnya, penginjilan Methodist selalu diawali kepada masyarakat Tionghoa. Dasar pemikiran pemfokusan penginjilan kepada orang Tionghoa diawali dari penginjilan pertama missionaries Amerika Serikat di Singapura yang mana masyarakat Tionghoalah menjadi jemaat pertama menerima misi Methodist. Sejak saat itu masyarakat Tionghoa sudah banyak yang beralih dari kepercayaannya, menjadi pengikut Kristen khususnya pengikut Gereja Methodist. Orang-orang Tionghoa ini menyebar ke berbagai daerah, yang wilayahnya adalah kota perdagangan. Universitas Sumatera Utara Sekolah berbahasa Inggris milik Methodist yang ada di Singapura menjadi salah satu sekolah favorit kelompok Tionghoa dan kelompok Eropa lainnya.Banyak anak Tionghoa yang diberangkatkan bersekolah di sekolah ini, yang hasilnya selalu memuaskan, mendapat kemampuan berbahasa Inggris dan pemahaman teologia. Setelah lulus dari sekolah, banyak perkantoran Kolonial Belanda yang menerima mereka sebagai tenaga kerja.Banyak perusahaan-perusahaan yang berdiri di Sumatera Utara ini yakin dengan kemampuan para lulusan sekolah berbahasa Inggris tersebut. Banyak anak Tionghoa dan Pribumi yang ingin sekolah ke Singapura, tetapi karena keterbatasan biaya, mereka tidak mampu mewujudkannya. Melihat keadaan ini, pada tahun 1904, Hong Teen yang merupakan seorang alumni sekolah Singapura membuka sekolah di Medan dengan program yang sama dengan sekolah yang ada di Singapura. Upaya menyesuaikan kualitas antara sekolah Singapura dengan sekolah berbahasa Inggris yang baru berdiri di Medan, maka Hong Teen mengundang G F Pykett yang berprofesi sebagai kepala sekolah dan pemimpin distrik Methosdist di Semenanjung Malaka untuk menilai dan meminta bantuan terhadap pembenahan sekolah tersebut. Undangan dari Hong Teen tersebut menjadi hal yang sangat tepat bagi Pykett memulai gerakannya menjalankan misi Methodist di Sumatera Utara.Ternyata rencana dari Pykett berjalan baik, sebab beberapa bulan kemudian Hong Teen menyerahkan pengelolaan sekolah ini kepada Pykett. Dengan alasan hendak melanjutkan usaha dagangannya maka Hong Teen menyerahkan sekolah kepada Pykett, kesempatan baik itupun digunakan Pykeet dengan mengelola sekolah sesuai dengan misi Methodist. Pykett memasukkan para Universitas Sumatera Utara guru Kristen sebagai tenaga pangajar di sekolah tersebut, yang mana hampir semua tenaga pengajar tersebut merupakan lulusan dari sekolah Singapura. 25 Dalam beberapa waktu jumlah murid yang mengikuti pendidikan di sekolah tersebut telah berjumlah 120 orang. Pakianathan mengembangkan pendidikan dan penginjilan kepada kelompok Tamil. Dalam hal ini adalah sebagai latar belakang etnisnya. Pakianathan ternyata berhasil. Tahun 1906 ia membuka sekolah sekaligus kebaktian bagi kelompok Tamil di sekolah tersebut. Pykett memulai program di sekolah tersebut dengan mengutus Salomon Pakianathan sebagai kepala sekolah di Medan. Program utama pada sekolah tersebut adalah pekabaran injil dan pengembangan ilmu. Selanjutnya kelulusan dari sekolah ini akan menjadi tenaga penginjil yang akan diberangkatkan ke berbagai daerah di Sumatera Utara. 26 Setelah dua tahun Pakianatahan memberikan pengajaran di sekolah Hong Teen, Pykett memutuskan untuk tidak bekerja sama lagi dengan Hong Teen karena Hong Teen telah melanggar kesepakatan tidak mengizinkan lagi para pekerja Methodist untuk mengajarkan agama Kristen kepada murid-muridnya. Janji untuk menyerahkan sekolah tersebut kepada misi Methodist tidak dilaksanakan Hong Teen. Maka sejak saat itu Pakianathan dipindahkan ke Palembang untuk kembali menjalan Untuk menambah biaya yang disediakan oleh Honh Teen, Pakianathan membuka les pada kelompok Tionghoa pada malam hari. Biaya tambahan yang diperolehnya ini digunakan untuk perkembangan misi Methodist. Upaya pengadaan les tambahan ini membuahkan hasil, banyak anak-anak Tionghoa yang mengikuti program tersebut. 25 N. T. Gottschall, Experience WeTreasure terj, Medan: tanpa penerbit, 1977, hlm. 2. 26 Cooplestone, History Of Methodist Missionterj, New York: The United Methodist Curch, 1973, hlm. 136. Universitas Sumatera Utara misi Methodist di wilayah tersebut,sedangkan guru-guru Kristen lainnya masih tetap menginjil di Medan tetapi bukan di sekolah milik Hong Teen. Pada tahun 1911, Pykett kembali merintis penyebaran Methodist di Sumatera Utara yang berpusat di Medan. Sejak itu, wilayah Sumatera Utara dimasukkan ke dalam wilayah distrik Penang yang sebelumnya berada dalam naungan distrik Batavia. Alasan pemindahan ini berlatar belakang dari kedekatan wilayah antara Penang dengan Sumatera Utara, jarak ini dinilai lebih dekat di banding antara Sumatera Utara dengan Batavia. Pykett mengutus W.T Ward sebagai missionaries Methodist untuk menginjili suku Batak yang ada di Pardembanan, atau daerah Tapanuli.Ward merasa kewalahan menginjili orang Batak dengan alasan pemukiman orang Batak sangat jauh ke pedalaman. Di samping itu para missionari Jerman sudah lebih dulu masuk ke wilayah tersebut, sehingga Ward memintakan pengabaran injil di wilayah Pardembanan di pindahkan ke Medan, dengan fokus pelayanan adalah orang Tionghoa. Ward mendapat izin tersebut dan selanjutnya Ward melakukan penginjilan kepada orang Tionghoa. Penginjilan Ward kepada orang Tionghoa berjalan sukses dan berkembang.Ward mendapat sebuah kesempatan dari seorang pemilik sekolah Tionghoa bernama Ng Koan Jiu, untuk mengelola sekolah miliknya sesuai dengan keinginan Ward. Kesempatan ini digunakan Ward dengan segera mengubah sekolah tersebut dari sekolah berbasis umum menjadi sekolah yang di naungi oleh Gereja Methodist, yaitu The English Publik School menjadi American Methodist School. 27 Penyerahan enam unit sekolah kepada Ward, menjadi hal yang membebaninya.Ward harus memberi sebuah jaminan bahwa anak-anak yang di 27 N. T. Gottscall, op.cit., hlm.1. Universitas Sumatera Utara didiknya tidak harus menjadi Kristen apabila masuk ke sekolah tersebut. Perjanjian ini disetujui oleh Ward. Ward melaksanakan pelayanan pengajaran dan harus memisahkan dari misi Methodist. Cara yang dilakukan Ward untuk menarik perhatian kelompok anak-anak adalah dengan cara membuka kelompok musik atau kelompok band sekolah yang umumnya adalah mempelajari lagu-lagu gereja. Alat-alat yang di pakai dalam kelompok musik ini merupakan bantuan dari misi Methodist, yang tujuannya adalah perlengkapan kebaktian. Metode ini ternyata berhasil, hal ini disebabkan karena tersedianya alat-alat musik untuk keperluan klub tersebut. Alat-alat musik tersebut dikirim langsung dari Amerika Serikat. Kelompok musik ini sering dibawa oleh Ward ketika dia melaksanakan kebaktian atau berkhotbah di beberapa tempat perkumpulan Methodist yang ada di Medan. Dengan cara inilah Ward melaksanakan kewajibannya sebagai guru dan sebagai penginjil. Selama empat tahun menginjili, Ward membabtis 119 orang,yang berasal dari berbagai suku dan menjadi anggota tetap Methodist. Pada akhir penginjilan Ward di kota Medan, jumlah anggota Methodist sudah mencapai 188 orang, dengan perincian 65 orang anggota tetap Methodist dan 123 orang anggota percobaan. Hal ini bertahan hingga beberapa tahun kemudian. Dengan alasan kesehatan, maka Ward digantikan oleh penginjillan yang lain. Untuk melanjutkan misi Methodist di Sumatera Utara, maka Ward digantikan oleh Leonard Oechsli yang sebelumnya bekerja di distrik Singapura. Pekerjaan Leonard masih seputar penginjilan di kota Medan dan khususnya kepada orang Tionghoa. Selama dua tahun bekerja, ternyata permasalahan bahasa menjadi faktor utama yang membuat lambannya perkembangan misi Methodist, maka Leonard Universitas Sumatera Utara mengambil cuti keluar negeri untuk belajar bahasa Tionghoa sebagai upaya pemfokusan penginjilan kepada orang Tionghoa nantinya. Pekerjaan Leonard di gantikan oleh J.C Shover, yang memegang penginjilan selama dua tahun di Medan. 28 Pelayanan misi Methodist di wilayah Sumatera Utara merupakan yang terbesar di Indonesia, bahkan di wilayah Asia, sehingga pada tahun 1920 wilayah misi Methodist Sumatera Utara di bentuk menjadi satu distrik Leonard diangkat sebagai pemimpin distrik. Sebagai wilayah distrik, maka harus tersedia sebidang tanah sebagai tempat lokasi pendirian gereja dan sekolah. 29 28 Ibid., hlm. 5. 29 Lihat gambar 3 Sekolah Methodist pertama di Sumatera Utara. Leonard mendatangkan Pdt.Ng Hau Chi dari Tiongkok sebagai pengkhotbah pada kebaktian berbahasa Tionghoa di Medan, demikian halnya N.T Gottschall tiba di Medan pada tahun 1921 sebagai missionaries tambahan dan menjadi pemimpin sekolah Methodist di Medan. David Hutabarat ditunjuk sebagai pemimpin sekolah di Pematang Siantar bersama Milton David .Dengan usaha tersebut perkembangan misi Methodist di Sumatera Utara semakin berkembang pesat, dan usaha perluasan wilayah penginjilan terus berlangsung. Pembangunan sekolah dan pendirian gereja Methodist di berbagai daerah terus di upayakan semaksimal mungkin. Universitas Sumatera Utara

BAB IV PERKEMBANGAN GEREJA METHODIST INDONESIA DI