Jenis Perjanjian di Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

Pendapat Herlien Budiono berbeda dengan pendapat dari J.Satrio dalam menentukan kriteria perjanjian timbal balik. J.Satrio mensyaratkan adalanya kesamaan kewajiban keseimbangan kewajiban, sedangkan Herlien Budiono menyatakan “tidak diperlukan adanya ekuivalensi atau kesetimbangan dari prestasi yang dipertukarkan sebagai faktor penentu untuk menggolongkan suatu perjanjian sebagai perjanjian timbal balik.” Alasan yang dikemukakan adalah karena tidak adanya ukuran baik subyektif maupun obyektif untuk menentukan keseimbangan tersebut. a. Perjanjian Timbal Balik 64

B. Jenis Perjanjian di Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

Bentuk atau jenis perjanjian tersebut, tidak ada diatur secara terperinci dalam undang-undang, akan tetapi dalam pemakaian hukum perjanjian oleh masyarakat dengan penafsiran pasal dari KUHPerdata terdapat bentuk atau jenis yang berbeda tentunya. Perbedaan tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut: Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak, misalnya : jual beli, sewa-menyewa, dari contoh ini, dapat diuraikan tentang apa itu jual beli. Dari sebutan jual-beli ini tercermin kepada kita memperlihatkan dari satu pihak perbuatan dinamakan penjual, sedangkan di pihak lain dinamakan pembeli. Dua perkataan bertimbal balik itu, adalah sesuai dengan istilah Belanda Koop en verkoop yang mengandung pengertian bahwa, pihak yang satu Verkoop menjual, sedangkan koopt adalah membeli. 64 ฀ Ibid. 65 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1982, hal. 2. 65 Universitas Sumatera Utara b. Perjanjian Sepihak Perjanjian sepihak merupakan kebalikan dari pada perjanjian timbal balik. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya. Contohnya : Perjanjian hibah. c. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian dengan alasan hak yang membebani Perjanjian cuma-cuma atau percuma adalah perjanjian yang hanya memberi keuntungan pada satu pihak, misalnya: Perjanjian pinjam pakai. Pasal 1740 KUH Perdata menyebutkan bahwa : Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak yang lainnya, untuk dipakai dengan cuma-cuma dengan syarat bahwa yang menerima barang ini setelah memakainya atau setelah lewatnya waktu tertentu, akan mengembalikannya kembali. Sedangkan perjanjian atas beban atau alas hak yang membebani, adalah suatu perjanjian dalam mana terhadap prestasi ini dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, dan antara kedua prestasi ini ada hubungannya menurut hukum. Kontra prestasinya dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat potestatif imbalan. Misalnya A menyanggupi memberikan kepada B sejumlah uang, jika B menyerah lepaskan suatu barang tertentu kepada A . d. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, maksudnya bahwa perjanjian itu memang ada diatur dan diberi nama oleh Undang-undang. Misalnya jual-beli; sewa-menyewa; perjanjian pertanggungan; Universitas Sumatera Utara pinjam pakai dan lain-lain. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah merupakan suatu perjanjian yang munculnya berdasarkan praktek sehari-hari. Contohnya: Perjanjian sewa-beli. Jumlah dari perjanjian ini tidak terbatas banyaknya, lahirnya perjanjian ini dalam praktek adalah berdasarkan adanya suatu azas kebebasan berkontrak, untuk mengadakan suatu perjanjian atau yang lebih dikenal Party Otonomie, yang berlaku didalam hukum perikatan. e. Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligatoir Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligatoir. Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadinya perjanjian timbullah hak dan kewajiban pihak- pihak. f. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Real Perjanjian konsensual adalah perjanjian di antara kedua belah pihak yang telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUHPerdata, perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat Pasal 1338 KUH Perdata. Namun demikian di dalam KUHPerdata ada juga perjanjian- perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang. Misalnya perjanjian penitipan barang Pasal 1694 KUH Perdata, pinjam pakai Pasal 1740 KUH Perdata. Perjanjian yang terakhir ini dinamakan perjanjian riil yang merupakan peninggalan hukum Romawi”. 66 Universitas Sumatera Utara Dari uraian diatas tergambar bahwa perjanjian penitipan merupakan sauatu perjanjian real, jadi bukan suatu perjanjian yang baru tercipta dengan adanya suatu penyerahan yang nyata yaitu memberikan barang yang dititipkan. C. Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perjanjian Timbal Balik Dalam Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Niaga Dengan diucapkannya putusan PKPU, akibat hukum yang timbul terhadap debitor ialah sekarang ia tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya tanpa persetujuan pengurus. Di sini ia tetap memiliki hak untuk mengurus hartanya, hanya saja segala tindakan yang dilakukan terhadap hartanya harus terlebih dahulu meminta persetujuan dari pengurus Apabila ternyata melanggar ketentuan ini ketentuan pengurus berhak untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta Debitor tidak dirugikan karena tindakan Debitor tersebut. Kewajiban Debitor yang dilakukan tanpa mendapatkan persetujuan dari pengurus yang timbul setelah dimulainya penundaan kewajiban pembayaran utang, hanya dapat dibebankan kepada harta Debitor sejauh hal itu menguntungkan harta Debitor. Selama penundaan kewajiban pembayaran utang berlangsung, terhadap Debitor tidak dapat diajukan permohonan pailit. 66 Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit., hal. 21. Universitas Sumatera Utara Atas dasar persetujuan yang diberikan oleh pengurus, Debitor dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga hanya dalam rangka meningkatkan nilai harta Debitor. Apabila dalam melakukan pinjaman itu perlu diberikan agunan, Debitor dapat membebani hartanya dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, sejauh pinjaman tersebut telah memperoleh persetujuan Hakim Pengawas. Pembebanan harta Debitor dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya hanya dapat dilakukan terhadap bagian harta Debitor yang belum dijadikan jaminan utang. Apabila Debitor telah menikah dalam persatuan harta, harta Debitor mencakup semua aktiva dan pasiva persatuan. Akibat lain yang terjadi dengan putusan PKPU ini antara lain : 1. Jika debitur tersebut minta pailit, maka debitur tidak lagi dapat mengajukan PKPU. 2. Debitur tidak dapat dipaksa membayar hutang-hutangnya, dan pelaksanaan eksekusi harus ditangguhkan. 3. Eksekusi dan sitaan yang telah dimulai atas barang-barang, baik yangtidak dibebani agunan maupun yang dibebani hak tanggungan, gadai, agunan lainnya atau istimewa lainnya harus ditangguhkan 4. Sitaan berakhir dan diangkat 5. Perkara yang sedang berjalan ditangguhkan. 6. Debitur tidak boleh menjadi penggugat dan tergugat yang menyangkut harta kekayaannya. 7. PKPU tidak berlaku bagi Kreditur Preferen Universitas Sumatera Utara 8. PKPU tidak berlaku utk biaya pendidikan,biaya pemeliharaan dan pengawasan. 9. Hak retensi tetap berlaku. 10. Berlaku masa penangguhan 270 hari. 11. Bisa dilakukan kompensasi 12. Dapat dilakukan PHK. 13. Tidak ada Actio Paulina. 14. Perbuatan debitur tidak dapat dibatalkan oleh Kurator Penundaan kewajiban pembayaran utang ini tidak penundaan kewajiban pembayaran utang tidak menghentikan berjalannya perkara yang sudah dimulai oleh Pengadilan atau menghalangi diajukannya perkara baru. hakim dapat menangguhkan putusan sampai berakhirnya penundaan kewajiban pembayaran utang bila gugatan pembayaran suatu piutang yang sudah diakui Debitor, sedangkan penggugat tidak mempunyai kepentingan untuk memperoleh suatu putusan untuk melaksanakan hak terhadap pihak ketiga, setelah dicatatnya pengakuan tersebut, Debitor tidak dapat menjadi penggugat atau tergugat dalam perkara mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta kekayaannya tanpa persetujuan pengurus. Universitas Sumatera Utara

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN TIMBAL BALIK