pendidikan pada masyarakat secara tidak langsung Savitri dan Khazali, 1999.
2. Kelompok Tani
Selain itu ada juga kelompok tani yang ada di Desa kayu Besar dan Desa Pekan bandar khalipah. Kegiatan kelompok tani dilakukan dengan cara gotong
royong yang dilakukan pada saat penanamanpemanenan. Menurut salah satu anggota kelompok tani, petani pemilik lahan hanya menyediakan makanan bagi
anggota kelompok setiap kelompok biasanya beranggotakan sekitar 10-13 orang. Modal kelompok tani berasal dari sumbangan dari masing-masing anggota
dan Pemerin. Selain itu ada juga dari Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan dan Kehutanan seperti pemberian bibit, peralatan dan intensif lainnya. Sedikitnya
jumlah kelompok tani disebabkan karena sebagian penduduk asli lebih cenderung mencari penghidupan di luar daerah selain itu, produktifitas kerja kelompok tani
sangat rendah karena anggota kelompok tani merupakan petani yang berumur diatas 35 tahun.
Kelompok tani mempunyai pengaruh dalam pengelolaan ekosistem mangrove walaupun jumlah kelompok tani masih sedikit dikarenakan kelompok
tani secara langsung dibentuk oleh masyarakat yang mempunyai lahan. Adapun struktur dari kelompok tani itu sendiri dapat dilihat pada Gambar 2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Struktur Kelompok Tani Di samping itu ada juga lembaga lain yang mendukung kegiatan
pengelolaan ekosistem mangrove yaitu diantaranya: •
Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa LKMD, merupakan lembaga adat yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan ekosistem mangrove.
Kepengurusan LKMD di Desa Kayu Besar diketui oleh Jamoklin Sitinjak yang beranggotakan sekitar 13 orang, sedangkan di desa Pekan Bandar
Khalipah diketuai oleh Don Bahri yang beranggotakan sekitar 10 orang. Proses pemilihan ketua ini dilakukan dengan cara pemilihan dari wakil
masing-masing suku yang ada. Penanggung jawaban tugas terhadap wilayah administrasi diserahkan kepada unsur-unsur tersebut.
Wawancara yang dilakukan dengan responden kunci diantaranya kepala dusun, tokoh adat dan masyarakat. LKMD berperan penting dalam mengatur
pengelolaan ekosistem mangrove termasuk dalam proses pengambilan keputusan., sampai sekarang lembaga ini masih berfungsi. Dari kuisioner yang diberikan
keterangan jawaban responden hampir sama dengan keterangan jawaban dari tokoh adat yang diwawancarai.
Ketua Jamoklen Sitinjak
Anggota Jalaluddin P.B
Madlan Anggota
Suparmin Tarigan Sagala
Anggota Sudarmono
Legimin Sekretaris
H. Manungkalit Bendahara
Tunggul Tambunan
Universitas Sumatera Utara
• Pemberdayaan dan Kesehatan Keluarga PKK, Kelembagaan ini
menunjang peran serta masyarakat dalam pembangunan dan kemajuan desa. Selain itu menggalang sifat kegotongroyongan perempuan yang
merupakan tradisi desa sejak dulu. Berdasarkan pengamatan, lembaga ini sering melakukan kegiatan-kegiatan dalam desa terutama untuk para
remaja purti dan ibu-ibu seperti pelatihan-pelatihan dan pengembangan usaha ibu-ibu. Lembaga ini kurang berpengaruh dalam hal pengelolaan
ekosistem mangrove.
Mekanisme dan Output Bentuk-Bentuk Pengelolaan Ekosistem Mangrove 1. Model pengelolaan ekosistem mangrove oleh Dinas Kehutanan
Desa Kayu Besar merupakan salah satu desa yang mempunyai potensi hutan mangrove di sepanjang pantai. Luasan hutan mangrove yang ada di desa
tersebut kurang lebih 438 ha hutan alan dan 138 ha hutan tanaman. Lokasi hutan mangrove berada pada ketinggian 1-3 mdpl, untuk jenis-jenis yang dominan di
hutan mangrove ini adalah Rhizopora apiculata untuk hutan alam dan jenis api- api Avicennia sp untuk hutan tanaman. Secara khusus sebagian besar hutan
bakau atau hutan mangrove terdiri dari Rhizopora apiculata dan Rhizopora mucronata. Demikian halnya dengan hutan mangrove yang ada di Desa Kayu
Besar terdiri dari jenis-jenis yang tersebut di atas yang masih sangat muda dimana 70 kawasan adalah areal permudaan antara 7-8 tahun dan 30 -nya adalah
hutan alami sehingga secara umum jika dilihat dari komposisi tegakan masih didominasi oleh jenis pioner yang ada juga terdiri dari Avicennia yang berasosiasi
dengan Sonneratia spp dan Nypa fructicans. Untuk sistem pengelolaan hutan mangrove, rencana pengelolaan ke depan adalah dengan menggunakan sistem
Universitas Sumatera Utara
empang parit, dengan tujuan selain mendapatkan kayu juga mendapatkan hutan, dalam sistem ini juga diusahakan agar semua jenis tidak bersifat dominansi.
Adapun kegiatan yang telah dilakukan oleh dinas kehutanan dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Kayu Besar adalah:
Survei Lapangan
Kegiatan survei lapangan dilakukan pada dengan mengunjungi lokasi pertambakan dan areal mangrove yang terdapat di Desa Kayu Besar. Kawasan
mangrove yang ada di Desa Kayu Besar merupakan hutan alam seluas lebih kurang 438 ha yang hingga saat ini makin lama makin berkurang. Kawasan ini
ditumbuhi oleh mangrove dengan zonasi yang didominasi oleh api-api Avicennia spp pada daerah yang berdekatan dengan pantai dan bakau-bakau Rhizophora
sp pada lokasi yang berada di belakangannya ke arah darat. Selain itu, terdapat juga nipah Nypa fruticans yang tersebar dalam spot-
spot kecil yang tersebar di beberapa tempat. Areal tambak di kawasan Desa Kayu Besar sebagian besar merupakan tambak masyarakat yang diusahakan dengan cara
tradisional. Umumnya masyarakat setempat membudidayakan udang windu dan bandeng. Oleh karena pola usaha budidaya masih bersifat tradisional, maka
produksinya tidak begitu besar. Berdasarkan informasi dari Kepala Desa Kayu Besar, disarankan agar
tambak percontohan dempond yang akan digunakan sebagai model pengembangan tambak ramah lingkungan, terletak pada areal yang berdekatan
dengan milik masyarakat. Lahan yang digunakan merupakan tanah milik masyarakat dan Negara. Pada saat survei, lahan ini masih ditumbuhi dengan
mangrove, yaitu jenis api-api Avicennia spp. Berdasarkan informasi kepala
Universitas Sumatera Utara
desa, mangrove pada areal tersebut akan diganti dengan jenis Rhizophora sp yuang memiliki sistem perakaran yang kuat jika dibandingkan dengan jenis api-
api. Avicennia seringkali tumbang jika angin bertiup kencang karena sistem perakarannya yang menjalar di permukaan tanah, sehingga tidak kuat menahan
tiupan angin. Selain itu, jenis mangrove ini juga mengalami pelapukan pada bagian tengah batangnya berongga jika sudah tua.
Sosialisasi Kegiatan
Sosialisasi kegiatan dilakukan di kantor Kepala Desa Kayu Besar. Kegiatan ini dihadiri oleh lebih kurang 30 orang masyarakat setempat dan aparat
desa. Pada saat sosialisasi disampaikan beberapa hal berkenaan dengan kegiatan yang akan dilakukan, khususnya kegiatan Pelestarian ekosistem mangrove. Dari
hasil diskusi dengan peserta sosialisasi diketahui bahwa sebagian besar mereka mendukung adanya kegiatan pelestarian ekosistem mangrove tersebut. Harapan
mereka bahwa program ini dapat berlangsung terus-menerus karena mereka beranggapan bahwa pengelolaan lahan mangrove di Desa Kayu Besar
memerlukan pembinaan dan dukungan dari semua pihak, termasuk dari Pemerintah.
Dari laporan Sekretaris Desa Kayu Besar terungkap bahwa sampai saat ini mereka telah membuat peraturan desa Perdes mengenai pengelolaan mangrove.
Peraturan ini sangat diperlukan untuk mengelola dan menjaga kawasan mangrove yang ada agar tidak dirusak ataupun dikonversi menjadi areal tambak.
Disampaikan pula oleh Kepala Desa Kayu Besar bahwa ancaman lainnya yang perlu diantisipasi adalah pengambilan kayu bakau yang dilakukan masyarakat dari
luar desa. Pihak desa telah mengantisipasi hal ini dengan menempatkan sejumlah
Universitas Sumatera Utara
penjaga atau petugas patroli yang berasal dari masyarakat setempat yang melakukan penjagaan pada kawasan mangrove. Disampaikan pula bahwa
keberadaan petugas ini perlu didukung oleh sarana yang memadai, seperti perahu, radio komunikasi, alat bantu penerangan, dan lain-lain. Diharapkan agar
Pemerintah ataupun pihak lainnya dapat membantu dalam pengadaan sarana tersebut.
Kegiatan sosialisasi ini diakhiri dengan kesepakatan dengan pihak aparat desa untuk menyanggupi pelaksanaan kegiatan pelatihan yang melibatkan peserta
yang berasal dari masyarakat setempat, khususnya yang beraktivitas dengan kegiatan perikanan dan budidaya tambak.
Pemberdayaan kelompok desa Pemberdayaan masyarakat Desa Kayu Besar, terutama di daerah ekosistem
hutan mangrove perlu memperhatikan 4 aspek utama, yaitu aspek pelestarian ekosistem hutan mangrove, aspek tekno-ekonomi usaha masyarakat, aspek
organisasi dan kelembagaan masyarakat, serta aspek sarana dan prasarana. Desa Kayu Besar memiliki beberapa kelompok masyarakat yang memiliki
karakteristik yang berbeda-beda pada setiap kelompok. Kelompok masyarakat berada di bawah naungan lembaga desa, terbagi menjadi beberapa bagian sesuai
dengan unit usaha yang dikerjakan. Beberapa kelompok masyarakat yang ada di Desa Kayu Besar antara lain adalah kelompok Tani Mangrove Bela Nusa.
Banyaknya kelompok masyarakat yang terbentuk dapat meningkatkan interaksi antar masyarakat yang berimbas pada proses difusi informasi teknologi, dimana
informasi teknologi ini dapat meningkatkan daya inovatif masyarakat untuk menuju ke arah perubahan yang lebih maju.
Universitas Sumatera Utara
2. Model Pengelolaan oleh Kelompok Tani