Umum Sifat Kelistrikan BAHAN ISOLASI

BAB III BAHAN ISOLASI

3.1. Umum

Bahan isolasi digunakan untuk memisahkan bagian-bagian peralatan listrik yang berbeda tegangan. Hal yang sangat penting diperhatikan pada suatu bahan isolasi adalah sifat kelistrikannya. Namun demikian sifat mekanis, sifat thermal, dan ketahanan terhadap bahan kimia perlu juga diperhatikan. Dalam bab ini akan dijelaskan sifat kelistrikan, sifat mekanis, sifat thermal, dan ketahanan terhadap bahan kimia dari bahan isolasi.

3.2. Sifat Kelistrikan

Berikut ini dijelaskan 5 lima hal sifat kelistrikan suatu bahan isolasi yakni: 1. Kekuatan dielektrik. 2. Konduktansi. 3. Rugi-rugi dielektrik. 4. Tahanan isolasi. 5. Peluahan parsial partial discharge. 3.2.1. Kekuatan Dielektrik Suatu dielektrik tidak mempunyai elektron-elektron bebas, melainkan elektron-elektron yang terikat pada inti atom unsur yang membentuk dielektrik tersebut. Pada Gambar 3-1 ditunjukkan suatu bahan dilektrik yang ditempatkan di antara dua elektroda piring sejajar. Universitas Sumatera Utara Bila elektroda diberi tegangan searah V, maka timbul medan elektrik E di dalam dielektrik. Medan elektrik ini memberi gaya kepada elektron- elektron agar terlepas dari ikatannya dan menjadi elektron bebas. Dengan kata lain, medan elektrik merupakan suatu beban yang menekan dielektrik agar berubah sifat menjadi konduktor. Beban yang dipikul dielektrik ini disebut terpaan medan elektrik   cm Volt . Setiap dielektrik mempunyai batas kekuatan untuk memikul terpaan elektrik. Jika terpaan elektrik yang dipikul melebihi batas tersebut, dan berlangsung cukup lama, maka dielektrik akan menghantar arus atau gagal melaksanakan fungsinya sebagai isolator. Dalam hal ini dielektrik disebut tembus listrik atau breakdown. Terpaan elektrik tertinggi yang dapat dipikul suatu dielektrik tanpa menimbulkan tembus listrik pada dielektrik disebut kekuatan dielektrik. Jika suatu dielektrik mempunyai kekuatan dielektrik k E , maka terpaan elektrik yang dapat dipikulnya adalah lebih kecil atau sama dengan k E . Jika terpaan elektriknya melebihi k E , maka di dalam dielektrik akan terjadai proses ionisasi berantai yang dapat membuat dielektrik mengalami tembus listrik. Proses ini membutuhkan waktu dan lamanya tidak tentu tetapi bersifat statistik. Waktu yang dibutuhkan sejak mulai terjadi ionisasi sampai terjadi tembus listrik disebut waktu tunda tembus time lag. Jadi, tidak selamanya terpaan elektrik dapat menimbulkan tembus listrik, tetapi harus memenuhi dua syarat yaitu: 1. Terpaan elektrik yang dipikul dielektrik harus lebih besar atau sama dengan kekuatan dielektriknya, dan 2. Lama terpaan elektrik berlangsung lebih besar atau sama dengan waktu tunda tembus. Untuk tegangan sinusoidal frekuensi daya dan untuk tegangan searah, syarat kedua tidak berlaku, karena waktu puncak tegangan berlangsung dalam orde mili detik sedang waktu tunda tembus ordenya dalam mikro detik. Tetapi untuk tegangan impuls yang durasinya dalam orde mikro detik kedua syarat tersebut dipenuhi. Untuk tegangan impuls, sekalipun tegangan yang diberikan telah Universitas Sumatera Utara menimbulkan terpaan elektrik yang lebih besar daripada kekuatan dielektrik, masih ada kemungkinan dielektrik tidak tembus listrik. Kemungkinan ini terjadi jika terpaan elektrik itu berlangsung lebih singkat daripada waktu tunda tembus. Tembus listrik terjadi jika terpaan elektrik yang melebihi kekuatan dielektrik itu berlangsung lebih lama daripada waktu tunda tembusnya. Lamanya waktu tunda tembus tidak tentu, oleh karena itu ditentukan dengan statistik. Jadi, tembus listrik suatu dielektrik bersifat statistik, sehingga terpaan elektrik yang menimbulkan tembus listrik dinyatakan dalam suatu harga statistik, yaitu harga yang memberikan probabilitas tembus 50. Tegangan tembus yang menyebabkan dielektrik tersebut tembus listrik disebut tegangan tembus atau breakdown voltage. Tegangan tembus adalah besar tegangan yang menimbulkan terpaan elektrik pada dielektrik sama dengan atau lebih besar daripada kekutan dielektriknya. Untuk tegangan impuls, tegangan tembus dinyatakan dalam harga tegangan yang memberi probabilitas tembus 50   50 V yang artinya adalah: 1. Jika suatu dielektrik diberi n kali tegangan impuls sebesar 50 V , maka dielektrik tersebut akan mengalami tembus listrik sebanyak 0,5 n kali. 2. Jika ada sejumlah dielektrik yang sama, masing-masing diberi tegangan impuls 50 V , maka setengah dari dielektrik itu akan tembus listrik. 3.2.2. Konduktansi Pada Gambar 3-2.a ditunjukkan suatu dielektrik yang ditempatkan diantara dua elektroda piring sejajar. Kedua elektroda dan dielektrik merupakan suatu kondensator.  t i i t i 1 t 2 t 3 t k I Gambar 3-2. Arus konduksi pada suatu dielektrik Universitas Sumatera Utara Jika kondensator ini merupakan kondensator murni dan dihubungkan ke sumber arus searah B, maka muatan mengalir ke kondensator sehingga tegangan kondensator naik. Aliran muatan akan berhenti ketika tegangan kondensator telah sama dengan tegangan sumber. Dengan perkataan lain, arus mengalir melalui dieletrik hanya selama berlangsung pengisian muatan ke kondensator dan arus ini berlangsung hanya dalam waktu yang sangat singkat. Kurva pengisian ditunjukkan pada Gambar 3-2.b. Jika kondesator yang dibentuk dielektrik dengan kedua elektroda adalah berupa kondensator komersial, maka kurva arus adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 3-2.c. arus pengisian terjadi selama waktu 1 t . kemudian arus berkurang perlahan-lahan selama waktu 2 t , arus ini disebut absorpsi. Akhirnya arus mencapai suatu harga tertentu   k i , arus ini disebut arus konduksi. Arus konduksi selalu ada karena tahanan dari dielektrik tidak benar-benar tak berhingga R  . Beda tegangan   V diantara kedua elektroda menimbulkan terpaan elektrik   E dalam dielektrik. Terpaan elektrik ini menggerakkan molekul-molekul dielektrik sampai semuanya terpolarisasi. Molekul-molekul tersebut ada yang bergerak cepat dan ada yang bergerak lamban. Molekul-molekul yang bergerak cepat terpolarisasi dengn cepat yang menimbulkan arus pengisian. Sedangkan molekul-molekul yang bergerak lamban, terpolarisasi dengan lambat yang menimbulkan arus absorpsi. 3.2.3. Rugi-Rugi Dielektrik Tegangan yang diterapkan pada suatu dilektrik menimbulkan tiga komponen arus, yaitu: arus pengisian, arus absorpsi dan arus konduksi. Oleh karena itu rangkaian ekivalen suatu dielektrik harus dapat menampilkan adanya ketiga komponen arus tersebut diatas. Rangkaian ekivalen yang mendekati ditunjukkan pada Gambar 3-3. Universitas Sumatera Utara g C k R k I a I a R a C p I Gambar 3-3. Rangkaian ekivalen suatu dielektrik keterangan: g C = Kapaistansi geometris k R = Tahanan dilektrik a R = Tahanan absorbsi a C = Kapasitansi absorbsi Jika terminal a-b dihubungkan ke sumber tegangan searah maka ada ketiga komponen arus mengalir pada terminal a-b. Arus p i yang mengisi kondensator g C , arus a i yang mengisi kondensator a C dan arus k i yang mengalir melalui tahanan k R . Karena adanya tahanan a R , maka arus a i berlangsung lebih lambat dari arus p i . Arus p i berlangsung dengan cepat dan berhenti jika tegangan kondensator telah sama dengan tegangan sumber. Ketika arus pengisian p i berhenti, a i masih mengalir mengisi kondensator a C dan arus ini juga akan berhenti ketika tegangan kondensator a C telah sama dengan tegangan sumber. Akhirnya arus yang tersisa adalah arus konduksi yang mengalir melalui tahanan k R . Dan rangkaian dapat disederhanakan menjadi Gambar 3-4 berikut dan terminl a-b dihubungkan ke sumber tegangan bolak-balik. Universitas Sumatera Utara R I C I e R e C I Maka arus tiap komponen adalah: e R R V I  3-1 V C I e C   3-2 Arus total yang diberikan sumber tegangan seperti ditunjukkan pada Gambar 3-5 adalah: 2 2 C R I I I   3-3   R I C I Arus R I menimbulkan rugi-rugi daya pada tahanan e R . Rugi-rugi ini disebut rugi-rugi dielektrik. Rugi-rugi dielektrik adalah rugi-rugi pada dielektrik Universitas Sumatera Utara yang berbentuk panas karena adanya arus yang mengalir pada dielekrik dan adanya tahanan dielektrik. Besarnya rugi-rugi dielektik adalah perkalian V dan R I , atau:   Sin I V Cos I V I V P R d    3-4 Menurut Gambar 3-3, I I Cos C   , sehingga arus sumber adalah:  Cos I I C  3.5 Dengan mensubsitusi persamaan 3-2 ke persamaan 3-5 maka diperoleh:   Cos V C I e  3-6 Persamaan 3-6 ke persamaan 3-4, maka diperoleh:      tan 2 V C Sin V Cos V C P e e d   3-7 Rugi-rugi dielektrik menimbulkan panas yang dapat menaikkan temperatur dielektrik dan pada akhirnya dapat mempercepat penuaan dielektrik. Rugi-rugi dielektrik tergantung kepada frekuensi tegangan sumber. Oleh karena itu, rugi- rugi dielektrik tidak terjadi jika dielektrik dihubungkan ke sumber tegangan searah. Rugi-rugi dielektrik juga tergantung kepada Tan , yang disebut faktor rugi-rugi dielektrik. Faktor rugi-rugi dielektrik tergantung kepada jenis bahan dielektrik. Jika Tan  besar, maka rugi-rugi dielektrik makin besar. 3.2.4. Peluahan Parsial Partial discharge Peluahan sebagian Partial discharge adalah peluahan elektrik pada medium isolasi yang terdapat di antara dua elektroda berbeda tegangan, dimana peluahan tersebut tidak sampai menghubungkan kedua elektroda secara sempurna. Peristiwa ini dapat terjadi pada bahan isolasi padat karena kesalahan produksi yang ada kalanya dijumpai rongga-rongga udara. Kekuatan dilektrik udara jauh lebih kecil dari kekuatan dielektrik padat yang mengelilingi rongga itu. Jika dielektrik diberi tegangan, maka terpaan elektrik yang terdapat di rongga udara lebih besar dari terpaan elektrik yang terjadi di dalam dielektrik padat. Jika terpaan eletrik di rongga udara melebihi kekuatan dielektrik udara, maka rongga Universitas Sumatera Utara udara akan tembus listrik. Sementara itu dielektrik padat tidak mengalami tembus listrik karena terpaan elektrik yang dialami dielektrik padat masih dibawah kekuatan dielektriknya. Pada Gambar 3-6 ditunjukkan suatu dielektrik padat yang di dalamnya terdapat rongga udara beserta dengan rangkain ekivalennya. 1 C adalah kapasitansi dari rongga udara, 2 C adalah kapasitansi ekivalen dari dielektrik padat yang terhubung seri dengan rongga dan 3 C adalah kapasitansi ekivalen dari dielektrik padat yang paralel dengan rongga. Jika di 1 C terjadi peluahan, maka peluahan itu diibaratkan sebagai lompatan api di sela F. 1 C 2 C 3 C Gambar 3-6. Rangkaian ekivalen dielektrik berongga Jika tegangan sumber adalah sinusoidal, maka tegangan pada 1 C adalah: t Sin V C C C V maks  2 1 2 1   3-8 Jika peluahan di rongga udara dimisalkan terjadi pada tegangan t V , maka tegangan sumber yang menimbulkan peluahan tersebut adalah: t V C C C V 2 1 2 1   3-9 Muatan 1 C saat terjadi peluahan adalah: t V C q 1   3-10 Muatan ini dilepaskan mengisi 2 C dan 3 C , sehingga tegangan 3 C naik. Karena proses peluahan ini berlangsung singkat, maka kenaikan tegangan 3 C juga berlangsung singkat. Kemudian 1 C dimuati lagi dan jika tegangan sumber masih Universitas Sumatera Utara lebih besar daripada s V , peluahan 1 C dan kenaikan tegangan 3 C terulang kembali. Demikian akan terjadi peluahan yang berulang-ulang di rongga udara. Peluahan yang berulang-ulang ini menghasilkan kenaikan tegangan 3 C yang berbentuk impuls dan keberadaan impuls tegangan inilah yang diukur untuk mengetahui ada tidaknya peluahan parsial dalam dielektrik. Peluahan parsial akan berhenti bila tegangan sumber lebih rendah daripada s V . Peluahan parsial perlu dideteksi karena jika berlangsung lama akan merusak dielektrik padat yang berbatasan dengan rongga, sehingga rongga semakin besar dan pada akhirnya menurunkan tegangan tembus dielektrik. 3.2.5. Tahanan Isolasi Jika suatu dielektrik diberi tegangan searah seperti ditunjukkan pada Gambar 3-7, maka arus yang mengalir pada dielektrik terdiri atas dua komponen yaitu: 1. Arus yang mengalir pada permukaan dielektrik arus permukaan, s I . 2. Arus yang mengalir melalui volume dielektrik arus volume, v I . a i s i v i Gambar 3-7. Arus pada suatu dielektrik Sehingga arus sumber adalah: v s a I I I   3-11 Hambatan yang dialami arus permukaan disebut tahanan permukaan   s R , sedang hambatan yang dialami arus volum disebut tahanan volume   v R . Universitas Sumatera Utara Dalam prakteknya, hasil pengukuran tahanan isolasi tergantung kepada besar dan polaritas tegangan pengukuran serta jenis bahan isolasi. Pada Gambar 3- 8 ditunjukkan pengaruh tegangan terhadap hasil pengukuran tahanan isolasi, masing-masing untuk bahan isolasi gas, cair, dan bahan isolasi padat. I V 1 V 2 V a. Isolasi cair dan gas b. Isolasi padat V I Gambar 3-8. Pengaruh tegangan terhadap tahanan isolasi Untuk keperluan evaluasi, didefenisikan suatu faktor yang disebut faktor titik lemah, yaitu perbandingan tahanan pada tegangan 1 V dengan tahanan pada tegangan 2 V , dimana 2 V lebih tinggi daripada 1 V . Jika faktor titik lemah semakin besar, merupakan pertanda bahwa isolasi semakin buruk. 2 1 1 V V t R R   3-12 Akibat adanya arus absorpsi, maka hasil pengukuran tergantung juga pada waktu pengukuran. Pada Gambar 3-9 ditunjukkan perubahan tahanan isolasi terhadap waktu. Isolasi R 1 R 10 R Gambar 3-9. Perubahan tahanan terhadap waktu Universitas Sumatera Utara Perbandingan tahanan pada saat 1 menit dan 10 menit disebut indeks polarisasi. menit menit p R R 1 10   3-13 Indeks polarisasi untuk dielektrik kelas isolasi A 1,5 dan kelas isolasi B 2,5. Tahanan dielektrik juga tergantung kepada temperatur, kelembaban, dan bentuk benda uji.

3.3. Sifat Terhadap Panas