Pengertian Hukum Islam PENGERTIAN UMUM TENTANG HUKUM MATERIL

Hukum perkawinan di Indonesia diatur dalam undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang disahkan Presiden pada tanggal 2 Januari 1974 dan instruksi Presiden Republik Indonesia No. 1 tahun 1991 yang didalamnya menjelaskan tentang mutlak adanya undang-undang perkawinan mewujudkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, asas-asas perkawinan dan jaminan kepastian hukum. 42 Dengan lahirnya Undang-Undang No. 1 Th 1974 tentang perkawinan dan peraturan pemerintah No. 9 Th. 1975 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang No. 1 tentang perkawinan, antara lain mengatur tentang rukun dan syarat-syarat perkawinan, maka terciptalah kepastian hukum dalam urusan perkawinan pada khususnya, dan pada masalah keluarga pada umumnya. Sesuai dengan pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menyatakan bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia kekal dan abadi.”

B. Pengertian Hukum Islam

Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari Al Qur’an dan menjadi bagian dari agama Islam. 43 Al Quran sebagai sumber hukum yang paling utama yang 42 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1986, h.222. 43 Mohammad Daud Ali, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, h.42. dapat diambil oleh umat Islam dalam menerapkan hukum yang akan dipakai di kehidupannya sehari-hari, sebagai sumber rujukan yang paling utama Al Quran yang telah diturunkan Sang Khaliq berabad-abad lamanya bersaing dengan waktu yang terus berjalan dan berjalannya waktu banyak hal-hal baru yang dapat merubah kebijakan-kebijakan para ulama dalam menyelesaikan kendala-kendala baru dalam kehidupan umat muslim. Dalam sistem hukum Islam ada lima hukum yang dipergunakan sebagai patokan mengukur perbuatan manusia. 44 Bila hukum ini dihubungkan kepada Islam atau syara maka hukum Islam akan berarti: “seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua uamt yang beragama Islam”. Al Quran dan As-Sunnah melengkapi sebagian besar dari hukum-hukum Islam dalam bidang fiqh, kemudian para sahabat dan tabi’in menambahkan atas hukum-hukum itu, aneka hukum yang diperluakan untuk menyelesaikan kemusykilan-kemusykilan yang timbul dalam masyarakat. Karenanya dapatlah kita katakan bahwa syariat hukum Islam, adalah : “hukum-hukum yang bersifat umum lagi “kulli” yang dapat diterapkan dalam perkembangan hukum Islam menurut kondisi dan situasi masyarakat”. 45 Istilah “Hukum Islam” merupakan istilah khas Indonesia, sebagai terjemahan Al-Fiqh Al Islamy atau dalam konteks tertentu dari Al Syarî’ah Al Islâmî. Istilah ini dalam wacana ahli hukum barat digunakan Islamic Law, dalam Al-Qur’an dan Al- 44 Ibid.,h.44. 45 M. Hasbi Ashiddieqy, Falsafah Hukum Islam Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1986, h.44-45. Sunnah, digunakan kata syarî’ah yang dalam penjabarannya kemudian lahir istilah fiqh. Sesuai kajian ushul fiqh bahwa hukum Islam terbagi dua, pertama, kategori syarî’ah ; kedua kategori fiqh. Syari’ah adalah hukum Islam yang ditegaskan secara langsung oleh nash Qur’an atau Sunnah yang tidak mengandung penafsiran dan penakwilan. Sedangkan fiqh adalah hukum Islam yang tidak atau belum ditegaskan secara langsung oleh para mujtahid. 46 Syarî’ah statusnya qat’i, artinya kebenarannya bersifat mutlak, absolut, benar. Ia harus diterima apa adanya, tidak boleh ditambah atau dikurangi, berlaku sepanjang zaman untuk seluruh umat manusia, dalam segala kondisi dan situasi. Baginya tidak berlaku ijtihâd. Sedang fiqh statusnya zanni karena dia hasil ijtihad. Zanni artinya kebenarannya tidak bersifat absolut atau mutlak benar, tapi mengandung kemungkinan salah, hanya saja menurut mujtahidnya yang dominan adalah porsi kebenarannya. Untuk fiqh penerapannya mengikuti kondisi dan situasi sejalan dengan tuntutan zaman dan kemaslahatan. Disinilah ijtihad memainkan peranannya. 47 Dalam hal ini baik syarî’ah maupun fiqih dimaksudkan untuk kemaslahatan umat manusia, yang masing-masing berlandaskan prinsip kemudahan dan kelapangan. Lantaran itulah setiap pensyariatan hukum di dalam Islam tidak satupun yang terlepas dari prinsip kemudahan dan kelapangan. Selanjutnya perlu diketahui 46 Basiq Djalil, “Hukum Keluarga Islam di Indonesia”, makalah, disampaikan pada seminar sehari hukum keluarga Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN 2004, h.3. 47 Ibrahim Hosen, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : CV putra harapan, 1987, h.118. bahwa nash Qur’an dilalahnya ada yang qat’i ada yang zanni. Pada dasarnya nash yang status dilalahnya qat’i tidak boleh di-ijtihad-i, berbeda dengan nash yang status dilalahnya zanni, dimana ijtihad memainkan peranannya. Dan pada nas yang qat’i al- dalâlah ada diantaranya mengandung dimensi ta’aqqulî dan zanni. Dengan demikian dimungkinkan untuk di-ijtihad-i atau difiqihkan. Dalam pembaharuan hukum Islam hal tersebut dapat dilakukan sebagai contoh sahnya talak dari istri bila talak itu memang telah dilimpahkan oleh suami pada istri. Sedang berdasarkan nash qat’i hak talak ada pada suami. Contoh lain zakat bagian muallaf tidak lagi dibeikan dalam kondisi umat Islam telah kuat. 48 Untuk Memperoleh gambaran yang jelas mengenai pengertian hukum Islam, terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian syarî’ah dan fiqh. Secara harfiah syarî’ah artinya jalan ke tempat mata air, atau tempat yang dilalui air sungai. Penggunaannya dalam al-Qur’an diartikan sebagai jalan yang jelas yang membawa kemenangan. Dalam terminologi ulama usul al-fiqh, syarî’ah adalah titah khitâb Allah SWT yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf muslim, balig, dan berakal sehat, baik berupa tuntutan, pilihan, atau perantara sebab, syarat, atau penghalang. 49 Jadi konteksnya, adalah hukum-hukum yang bersifat praktis amâli’yah. Dalam bukunya yang berjudul Muslim Family Law A Source Book Keith Hodkinson berpendapat the shari’a is the path of the believer the way which Allah 48 Basiq Djalil, Hukum Keluarga, h.4. 49 Abdul Wahab al-Khalaf,’Ilm Usûl al-Fiqh, Jakarta: Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah Syabab al-Azhar Beirut: Dar Fikr, 14101990, h.96. wishes man to pass and the word is use of the collection of Allah’s command releaved in the holy Qur’an and in the sunna or conduct of the holy propet Muhammad. Fiqih is the understanding, explanation and interpretation of the shari’a as expounded in the qur’an and sunna and the jurists who unddertake this task are known as fuqaha. 50 50 Keith Hodkinson, Muslim Family Law: A Source Book London: Croom Helm, 1984, h.164.

BAB IV NIKAH FASAKH DALAM PERSPEKTIF

HUKUM MATERIL DAN HUKUM ISLAM

A. Pengertian Umum Tentang Nikah Fasakh

Fasakh menurut bahasa ialah rusak atau putus. secara etimologi pembatalan berarti proses, perbuatan, cara membatalkan, dan menyatakan batal. 51 Fasakh adalah putus ikatan pernikahan oleh pengadilan agama berdasarkan dakwaan tuntutan istri atau suami yang dapat dibenarkan oleh pengadilan agama, atau karena pernikahan yang telah terlanjur menyalahi hukum pernikahan. 52 Sedangkan menurut Al-Hamdani pembatalan nikah disebabkan oleh sesuatu sifat yang dibenarkan oleh syara’ misalnya perkawinan yang difasakhkan oleh Hakim disebabkan oleh suami tidak mampu memberi nafkah kepada istrinya. Fasakh tidak dapat mengurangi bilangan talak. Fasakh bisa terjadi karena tidak terpenuhinya syarat-syarat ketika berlangsung akad nikah, atau karena hal-hal lain yang datang kemudian dan membatalkan kelangsungan perkawinan. 53 Dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan adakalanya kerusakan dalam nikah fasakh, atau terjadinya cacat dalam pernikahan tersebut ada pada akad itu sendiri adan adakalanya juga disebabkan oleh hal-hal yang datang kemudian setelah 51 Departeman Pendidikan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990, h.240. 52 Ibid, h.240. 53 H.S.A Al Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam Jakarta: Pustaka Amani 1989, h.73.