terjadinya pernikahan dan dapat menyebabkan akad perkawinan tersebut tidak dapat dilanjutkan.
54
Nikah fasakh merupakan nikah yang terdapat kerusakan di dalam pernikahan yang diperbolehkan untuk dirusak atau diputus pernikahan melalui pengadilan. Pada
hakikatnya hak suami istri disebabkan sesuatu yang diketahui setelah akad berlangsung, seperta terjadinya penipuan dalam pernikahan, misal sang istri sebelum
menikah menyatakan bahwa dia masih perawan, tetapi ternyata setelah terjadi pernikahan baru disadari oleh suami bahwa sang istri bukan perawan, atau ada contoh
lain suatu penyakit yang diderita oleh salah satu pihak tapi ditutup-tutupi oleh yang bersangkutan dan baru diketahui setelah pernikahan berlangsung, dan pihak yang lain
merasa tertipu akibat kebohongan tersebut. Bahwa nikah fasakh adalah suatu pernikahan yang telah berlangsung tetapi
terdapat kerusakan atau kesalahan dalam pernikahan tersebut baik dari akad maupun pelaksanaannya rumah tangga, yang menyebabkan jatuhnya fasakh. Dan apa
sajakah nikah fasakh itu?
B. Problema Nikah Fasakh Perspektif Hukum Materil
Sebagai negara yang bermacam–macam suku bangsa, bahkan agama, Indonesia termasuk salah satu negara yang majemuk dan itu sangat mempengaruhi
hukum-hukum sebagai tiang dari negara ini, dan hal ini sangat mempengaruhi umat Islam dalam mengenal hukum agamanya sendiri, maka dibuatlah KHI dan UU No.1
54
Abdul Aziz Dahlan ed, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996, jilid 1, h.317.
Tahun 1974 tentang Perkawinan yang kegunaannya agar umat muslim Indonesia tidak kehilangan pegangan hidup. Begitu juga dalam hal persoalan nikah fasakh ini,
maka penulis meneliti problema nikah fasakh ini dalam KHI dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
KHI dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak menyebutkan definisi yang jelas mengenai apa yang dimaksud dengan pembatalan
nikah dan juga tidak ada penjelasan tentang apa saja yang termasuk dalam nikah fasakh. Namun kedua peraturan tersebut hanya menguraikan mengenai definisi dari
suatu pembatalan pernikahan serta hal-hal yang berhubungan dengan pebatalan pernikahan tersebut. Tetapi dari kedua peraturan tersebut penulis dapat membagi
kedua peraturan itu menjadi dua macam yaitu perkawinan batal karena hukum pernikahan yang melanggar larangan pernikahan, sehingga pernikahna tersebut
mutlak dibatalkan dan pernikahan yang dapat dibatalkan pernikahan yang melanggar larangan pernikahan yang bersifat relatif. Pelanggaran larangan
pernikahan tanpa sengaja, kurang rukun dan syarat, sehingga pernikahan tersebut dapat dibatalkan dan bisa pula tidak dapat dibatalkan.
1. KHI Kompilasi Hukum Islam
Adapun problema nikah fasakh ditinjau dalam KHI Kompilasi Hukum Islam. Mengenai pernikahan yang dapat dibatalkan menurut KHI adalah Apabila
seorang suami yang telah dan masih mempunyai istri melakukan poligami tanpa izin dari pengadilan agama. Apabila wanita yang dinikahi ternyata kemudian
diketahui masih menjadi istri laki-laki yang mafqûd. Yaitu laki-laki yang masih
sah menjadi suaminya. Apabila wanita yang dinikahinya ternyata masih dalam iddah dari suaminya yang terdahulu. Apabila terjadi suatu pernikahan yang
melanggar batas umur minimal pernikahan. Sebagaimana ditetapkan pasal 7 UU No.1 th 1974 tentang Perkawinan mengenai dispensasi nikah. Apabila terjadi
suatu pernikahan tanpa adanya wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak mempunyai hak untuk menikahkan. Pernikahan seperti ini banyak disebut nikah
sirri. Apabila pernikahan itu terjadi dengan adanya paksaan. Hal tersebut tertera dalam KHI pasal 71:
a. Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama.
b. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi
istri pria yang mafqud; c.
Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami lain; d.
Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan, sebagaimana ditetapkan pasal 7 UU no.1 Tahun 1974;
e. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang
tidak berhak; f.
Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.
55
Penyebab batalnya suatu suatu pernikahan dalam pasal 70 UU No.1 th 1974 tentang Perkawinan bahwa pernikahan batal demi hukum adalah Apabila
suatu perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum. Apabila dalam akadwaktu terjadinya pernikahan terjadi penipuan atau kesalah
pahaman mengenai diri suami atau istri. Apabila suami melakukan pernikahan sedang ia telah memiliki 4 orang istri, walaupun salah satu dari keempat istrinya
dalam iddah talak raj’î. Apabila seseorang menikahi bekas istri yang telah di li’ân-
nya. Apabila seseorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi talak
55
Dapartemen Agama, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Depag RI, 2000, h.40.
bâ’in , kecuali bekas istrinya pernah menikah dengan orang lain kamudian
bercerai lagi ba’da dukhûl dari pria tersebut, dan telah habis masa iddah-nya. Apabila keduanya mempunyai hubungan darah, semenda, dan susuan yang
menghalangi pernikahan menurut pasal 8 UU no.1 th 1974 UU No.1 th 1974 tentang Perkawinan. Apabila keduanya ternyata saudara kandung. Dan pasal 70
tersebut berbunyi : a.
Suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudah mempunyai empat orang istri, sekalipun salah satu
atau beberapa dari keempat istrinya itu dalam iddah talak raj’i. b.
Seseorang menikahi bekas istri yng dili’annya; c.
Seseorang menikahi bekas istrinya yang telah dijatuhi tiga kali talak olehnya, kecuali bila bekas istrinya tersebut pernah menikah dengan pria
lain yang kemudian bercerai lagi ba’da dukhul dari pria tersebut dan telah habis masa iddahnya;
d. Perkawinan yang dilakukan antara dua orang uang mempunyai hubungan
darah semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut pasal 8 UU No. 1 Tahun 1974,
1 Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke
atas; 2
Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara
seorang dengan saudara neneknya; 3
Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau ayah tirinya;
4 Berhubungan sesusuan, yaitu orang tua susuan, anak sesusuan,
saudara sesusuan dan bibi atau paman sesusuan; e.
Istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri atau istri-istrinya
56
Sedangkan pada waktu berlangsungnya pernikahan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri, hal tersebut ditegaskan dalam pasal 72
yang menerangkan permohonan batalnya pernikahan terjadi apabila pernikahan
56
ibid, h. 39-40
terjadi di bawah ancaman yang melanggar hukum, apabila pada waktu berlangsungnya pernikahan terjadi penipuan atau kesalah pahaman atau salah
persangkaan mengenai diri suami atau istri, dalam buku KHI dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan penipuan ialah bila suami mengaku jejaka pada waktu
menikah tetapi kemudian ternyata diketahui sudah beristri sehingga poligami tanpa izin pengadilan, demikian pula penipuan terhadap identitas diri:
a. Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan nikah
apabila pernikahan yang dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum;
b. Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan nikah
apabila pada waktu berlangsungnya pernikahan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri.
57
Tetapi apabila ancaman telah dihentikan, atau yang bersalah sangka itu menyadari akan keadaanya, dan dalam jangka waktu enam bulan setelah hal itu
berlangsung dan masih tetap hidup sebagai suami istri kemudian salah satu pihak tidak menggunakan haknya unutuk mengajukan permohonan pembatalan maka
haknya gugur pasal 72 ayat 3 KHI.
58
2. Undang-Undang no.1 th 1974
Jika nikah fasakh menurut KHI seperti yang tersebut diatas maka adapun problema nikah fasakh ditinjau dalam UU no. 1 th 1974 bahwa suatu pernikahan
yang telah terjadi dapat menjadi fasakh menurut hukum materil UU no. 1 th 1974:
57
Ibid, h.40.
58
Ibid, h.41.
a. Apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan
pernikahan b.
Apabila salah satu pihak masih terikat dengan pernikahan dan atas dasar adanya pernikahan sebelumnya, maka pernikahan yang baru dapat
dibatalkan, dengan tidak mengurangi pasal 3 ayat 2 dan pasal 4 undang- undang ini tentang pologami dan izinnya.
c. Apabila pernikahan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatatan
pernikahan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 dua orang saksi dapat dimintakan
pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri, jaksa dan suami atau istri.
d. Hak untuk membatalkan oleh suami dan istri berdasarkan alasan dalam
ayat 1 pasal ini gugur apabila mereka telah hidup bersama sebagai suami istri dan dapat memperlihatkan akte pernikahan yang dibuat pegawai
pencatatan perkawinan harus diperbaharui supaya sah.
e. Sama seperti dalam KHI, apabila pernikahan dilangsungkan dibawah
ancaman yang melanggar hukum. f.
Sama seperti dalam KHI, apabila dalam waktu berlangsungnya pernikahan terjadi kesalah pahaman mengenai diri suami dan istri
tersebut.
59
C. Problema Nikah Fasakh Perspektif Hukum Islam