Tujuan Penelitian Landasan Syari Berdirinya BAZNAS Lokasi BAZNAS Tugas Pokok BAZNAS

pola penyaluran zakat dalam bentuk pemberdayaan produktif yang disertai target terjadinya kemandirian ekonomi bagi mustahik dan mengupayakan adanya peningkatan pendapatan bagi mustahik. Siti Solihah melakukan penelitian pada tahun 2006 5 , tentang Peran BMT Al- karim Cipulir dalam pengelolaan zakat, ditinjau dari strategi, hubungan dengan pengelola lain dan kontribusinya bagi mustahik. Disimpulkan bahwa peranan BMT tersebut masih memiliki kelemahan dalam pengolahan zakat. Penelitian ini dapat dikatakan penelitian berkesinambungan antara kedua penelitian diatas dan pendekatan dilakukan dengan kualitatif dan kuantitatif. Keunggulan yang akan peneliti unggulkan didalam penelitian ini adalah peranan USZ Unit Salur Zakat yang dimiliki BAZNAS yang selama ini belum terlihat perannya dalam peningkatan kesejahteraan umat, dalam hal ini manfaat zakat yang disalurkan dengan tujuan produktif .

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah ada peningkatan pendapatan Mustahik sebelum diberikannya bantuan dibandingkan setelah diberikannya bantuan dari dana BAZNAS serta korelasihubungan antara 5 Siti Solihah, Peran BMT Al-karim Cipulir dalam pengelolaan zakat. Skripsi Jurusan Muamalah Fak. Syariah dan Hukum , Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatllah Jakarta, 2006 pemberian dana bantuan dari BAZNAS terhadap peningkatan Pendapatan Mustahik Binaan KSU Syari’ah BMT Mekar Da’wah Serpong.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi Mahasiswa Dengan adanya Penelitian ini Mahasiswa akan memperoleh pengetahuan praktis sebagai hasil pengamatannya, jadi dapat mengetahui penerapan teori yang didapat dari bangku kuliah dalam kenyataannya di Perusahaan. b. Bagi Dunia Pendidikan Dapat memeberikan sumbangan yang berharga dalam rangka memperkaya perbendaharaan hasil-hasil penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dibidang ekonomi syari’ah khusunya yang menyangkut masalah efektifitas penggunaan dana ZIS bagi peningkatan kesejahteraan Mustahik. c. Bagi Lembaga BMT Mekar Da’wah Serpong Sebagai sumbangan pemikiran pada berbagai pihak yang terlibat dalam manajemen BMT, khususnya jajaran manajemen, Pengelola dan Pengurus dalam membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan penyaluran dana dari pihak ke-tiga khususnmya BAZNAS. d. Bagi BAZNAS Digunakan sebagai salah satu tolak ukur dan bahan audit tentang sejauh mana penyaluran dana Zakat, Infaq dan Shodaqoh dari BAZNAS dapat tersalurkan secara amanah dan profesional serta tepat sasaran. e. Bagi Masyarakat dan Mustahik. Masyarakat dapat mengetahui lebih jauh tentang BMT dan BAZNAS. Dan dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana keilmuan Islam dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

E. Objek Penelitian

Dalam penelitian ini penulis membutuhkan Unit Salur Zakat sebagai objek penelitian, dimana objek yang penulis teliti akan menjadi sumber data primer untuk mengetahui apakah variable yang diteliti memiliki pengaruh antara satu variable dengan variabel lainnya. Adapun Unit Salur Zakat yang menjadi objek penulis dalam melakukan penelitian ini adalah Baitul Maal wat Tamwil BMT Mekar Dakwah yang terletak di Jalan Raya Serpong No. 134 Serpong – Tangerang.

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian a. Penelitian Lapangan Field Research yaitu Tinjauan langsung ke Lembaga Keuangan Syari’ah, yaitu Penulis melakukan observasi pada KSU. Syari’ah BMT Mekar Da’wah Serpong. b. Tinjauan Pustaka Library Research yaitu Penelitian dengan cara membaca dan mengumpulkan data serta informasi melalui buku-buku yang berhubungan dengan penulisan ini. 2. Metode Analisis Data Adapun jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Data Kualitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk kalimat. Yang dalam penelitian ini bersumber pada landasan teori aplikasi penyaluran zakat, data-data terkait pembiayaan mustahik, dan laporan kinerja BMT Mekar Dakwah pada tahun 2007 yang dilaporkan pada RAT Rapat Anggota Tahunan selaku objek penelitan. b. Data Kuantitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk angka. Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif-statistik, yang mengarah ke pengujian hipotesis terhadap peningkatan pendapatan mustahik binaan KSU Syari’ah BMT Mekar Dakwah serpong sebelum dan sesudah menerima bantuan. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis yaitu wawancara Interview, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan Pimpinan dan Karyawan yang diberi wewenang untuk menjawab, serta kepada Mustahik binaan. 4. Metode Pengambilan Sampel a. Populasi dan Sampel Untuk mempermudah penelitian ini, peneliti mengambil Populasi dan Sampel sebagai berikut : 1. Populasi Populasi adalah Jumlah dari keseluruhan Responden yang menjadi Obyek Penelitian yaitu Nasabah Binaan KSU Syari’ah BMT Mekar Da’wah Serpong, dalam hal ini Populasi yang menjadi Obyek Penelitian ini adalah Nasabah yang aktif baik dalam Pembiayaan maupun Simpanan. 2. Sampel Sampel adalah Sebagian dari Populasi yang hendak diteliti dan dalam penelitian ini akan diambil Mustahik yang akan dijadikan sampel dimana karakteristik dari sampel tersebut dianggap dapat mewakili keseluruhan Populasi. b. Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sistem Simple Random Sampling yaitu sistem pengambilan sampel dimana setiap sample dalam populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel atau untuk mewakili populasi, dan dalam penelitian ini sampel yang diambil yaitu sebanyak 38 orang yang merupakan keseluruhan populasi yaitu Mustahik yang dibina oleh KSU Syari’ah BMT Mekar Da’wah Serpong. 5. Metode Analisa Data Dalam penulisan penelitian ini, maka Metode Analisa Data yang digunakan adalah sebagai Berikut :

a. Uji Deskriptif Kualitatif.

Dalam analisa deskriptif kualitatif digunakan untuk menjabarkan kriteria Mustahik yang berhak mendapat bantuan dari BAZNAS melalui KSU Syari’ah BMT Mekar Da’wah Serpong serta bagaimana mekanisme, cara mendapatkan dana bantuan, prosedur penyaluran serta pembinaan kepada Mustahik yang mendapatkan dana bantuan BAZNAS melalui KSU Syari’ah BMT Mekar Da’wah Serpong

b. Uji T-Test Paired Sample T-Test

Paired Sample T-Test berguna untuk melakukan pengujian terhadap 2 sampel yang berhubungan atau sering disebut Sampel berpasangan yang berasal dari populasi yang memiliki rata-rata mean sama. Dan dalam penelitian ini uji T-Test yaitu untuk mengetahui perbedaan rata-rata pendapatan Mustahik sebelum diberikannya bantuan dibandingkan setelah diberikannya bantuan dana Baznas. Dengan demikian uji ini dimaksudkan untuk membedakan rata-rata Pendapatan Mustahik sebelum diberikannya bantuan dibandingkan setelah diberikannya bantuan. Adapun rumus T untuk Paired Sample T-Test adalah sebagai berikut : T = B – 0 = B S B S B Dimana : B : Beda antara pengamatan tiap pasang B : Mean dari beda pengamatan S B : Standard error dua mean yang berhubungan. Pada Penelitian di atas dimana, Hipotesis : H O : Tidak ada Perbedaan Tingkat Pendapatan pada masing-masing Mustahik sebelum diberikannya bantuan dibandingkan setelah diberikannya bantuan dana Baznas H 1 : Ada Perbedaan Tingkat Pendapatan pada masing-masing Mustahik sebelum diberikannya bantuan dibandingkan setelah diberikannya bantuan dana Baznas Dengan ketentuan sebagai berikut : - H O : µB = 0 - H 1 : µB 0 Dimana, - Tolak H O Jika T Hitung =Lebih Besar dari T Tabel 0.05 dengan dfn-1 - Tolak H 1 Jika T Hitung Lebih Kecil dari T Tabel 0.05 dengan df n-1 Pada penelitian untuk menghitungnya Penulis menggunakan Program Aplikasi Komputer Statistik SPSS Statistical Product and Service Solutions agar Validitas dan Keakuratan dalam penghitungan terjamin dan untuk memperkecil kesalahan yang bersifat Human Error.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penyusunan Skripsi ini, pembahasan dibagi dalam lima bab yang memuat ide-ide pokok dan kemudian dibagi lagi menjadi sub-sub bab yang mempertajam ide-ide pokok, sehingga secara keseluruhan menjadi kesatuan yang saling menjelaskan sebagai satu pemikiran. Sistematika penulisan skripsi ini dibagi dalam lima bab, diuraikan sebagai berikut : Bab Pertama, merupakan bagian pendahuluan yang dijadikan sebagai acuan pembahasan bab-bab berikutnya dan sekaligus mencerminkan isi global skripsi yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, review studi terdahulu dan sistematika penulisan. Bab Kedua, merupakan landasan Teori, pada bab ini berisi tentang pengertian sampai sistem pengelolaan zakat yang diatur langsung oleh pemerintah. Dengan adanya landasan teori yang dikemukakan diatas dapat menjadi dasar sebuah mekanisme pengelolaan dana yang berasal dari Zakat. Bab ketiga, merupakan kajian tentang profil lembaga yang menamanahkan BAZNAS dan yang menyalurkan langsung BMT Mekar Dakwah. Mulai dari sejarah berdirinya, visi, misi, fungsi, struktur dan program-program yang menunjang keberlangsungan perputaran dana tersebut. Dengan adanya profil tersebut kita akan mengetahui profesionalisme kerja yang diciptakan oleh kedua lembaga tersebut. Bab Keempat, Pokok bahasan dalam Bab ini yaitu berisi tentang pengujian terhadap rumusan masalah antara lain peningkatan pendapatan mustahik binaan BMT Mekar Dakwah sebelum dan sesudah diberikannya bantuan dari dana BAZNAS. Hubungan Korelasi antara Bantuan yang diberikan terhadap pendapatan mustahik binaan BMT Mekar Dakwah sebelum dan sesudah diberikannya bantuan dari dana BAZNAS. Bab Kelima, merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian, saran untuk lembaga. Yang diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak sekiranya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan kontribusi pemikiran BAB II LANDASAN TEORI PENYALURAN ZAKAT

C. Pengertian Zakat.

Zakat adalah ibadah Maaliyah Ijtima’iyyah yang memiliki posisi sangat penting, strategis, dan menentukan 6 . Ditinjau dari segi bahasa, kata Zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu keberkahan, al-namaa pertumbuhan dan perkembangan, ath-thaharatu kesucian, dan ash-shalahu keberesan . 7 . Menurut pengertian syara’ zakat berarti hak yang wajib dikeluarkan dari harta. 8 Mazhab Maliki mendefinisikannya dengan “Mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab kepada orang-orang yang berhak menerimanya ”. Mazhab hanafi mendefinisikan zakat dengan “menjadikan sebagian harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus, yang ditentukan oleh syariat karena Allah SWT ”. Menurut Mazhab Syafi’i zakat adalah sebuah ungkapan untuk “keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara yang 6 Yusuf al-Qardhawi, Al-Ibadah Fil-Islam Beirut:Muassasah Risalah, 1993, hlm. 235. 7 Majma Lughah al-“Arabiyyah, al-Mu’jam al-Wasith, Mesir :Daar el-Ma’arif, 1972, juz I h . 396. 8 Didin Hafiduddin, Zakat dalam perekonomian modern, Jakarta: Gema Insani Press, 2002, h. 7. khusus ”. Sedangkan menurut Mazhab Hambali “zakat ialah hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula ”. 9 Menurut Ibnu Taimiyah, jiwa orang yang berzakat itu menjadi bersih dan kekayaannya menjadi bersih pula. 10 Hal ini berarti bahwa maksud bertumbuh dan berkembang itu tidak hanya diperuntukkan bagi harta kekayaan, tetapi lebih jauh dari itu. Dengan mengeluarkan zakat diharapkan hati dan jiwa orang yang menunaikannya menjadi bersih. Sedangkan menurut Yusuf Qardhawi, zakat dari istilah fiqih berarti “sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak.” Dalam hal ini terjadi perbedaan diantara pedapat ulama, namun pada prinsipnya sama yaitu bahwa zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu nishab dan haul yang diwajibkan oleh Allah SWT kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya. Hubungan antara pengertian Zakat menurut bahasa dan istilah sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, 9 Wahbah al-Zuhayly, Fiqih dan Perundangan Islam, Terjemah: Agus Effendi dan Bahrudin Fanany, dari judul Al-Fiqh Al-Islam Wa Adilatuh Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995, Jilid III, h. 83-84. 10 Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, Terjemah: Salman Harun, Didin Hafidhuddin, Hasanuddin, dari judul Fiqhuz Zakat Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 1996, cet, ke-1, h. 35 tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan beres baik 11 . Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam surah At-Taubah : 103 sebagai berikut: B R S 56 T U3 VH WEXY 56 K KZ [ 6\] _ - H\` ab0XY 56 Z BJ c F d : J XY e f 56 TgU O, hhB f ijA c . Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu menjadi ketentraman jiwa buat mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” Q.S : At-Taubah : 103. Menurut penafsiran Ibnu Katsir atas firman Allah SWT dalam surat At- Taubah ayat 103-104, bahwasanya Allah SWT memerintahkan Rasul-Nya memungut zakat dari umatnya untuk mensucikan dan membersihkan mereka dari zakat itu. Dan Allah SWT juga memerintahkan agar Rasulullah berdo’a dan beristighfar bagi mereka yang menyerahkan bagian zakatnya. 12 Sedangkan untuk sasaran zakat, Allah SWT sendiri telah menentukan siapa saja yang berhak mendapatkan zakat tersebut dalam firman-Nya sebagai berikut: k lC : m WEno +, : ap Xq 11 Didin Hafidhuddin, Zakat dalam perekonomian modern, hal. 7 12 Ibnu Katsir, Terjemahan singkat Ibnu Katsir, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1988, jilid IV, h. 132 r H\5]J c HLM L  56\c` W u N Wvw p v P u a0B 7f x, a P a0B 7qq F VHyz1v { | x, O, ijA c zjB 7} . Artinya : “Sesungguhnya zakat diperuntukkan itu, hanya kepada fakir, orang miskin, pengurus zakat, para muallaf untuk memerdekakan budak, orang yang berhutang, yang berjuang dijalan Alloh, dan orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Alloh, dan Alloh Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana.” QS. At-Taubah 9 : 60. Allah telah menentukan siapa-siapa saja golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana yang tersebut dalam ayat diatas, yakni terbagi kepada delapan golongan; fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil. Dalam ayat tersebut, Allah SWT hanya menentukan golongan-golongan masyarakat yang berhak menerima zakat, yang di dalam istilah hukum fikih Islam disebut ashnafsamaniyah atau kelompok delapan. Sedangkan perumusan dan pengaturan pembagiannya lebih lanjut diserahkan kepada ijtihad manusia, sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan serta kemashlahatan masyarakat. 13 13 Moh. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, Jakarta, Penerbit UI – Press, 1988, h. 48 Penyaluran penentuan mustahik boleh melihat skala prioritas diantara 8 asnaf. 14 Skala prioritas disini maksudnya adalah mendahulukan orang yang paling membutuhkan dan mau merubah hidupnya, tidak malas, gigiih dan teru melakukan upaya demi perbaikan nasibnya. Misalkan ada dua anak miskin yang sama-sama mencari uang dijalan. Anak yang satu jadi pengemis, yang satunya menjajakan koran. Untuk pemberdayaan pilih penjaja koran karena yang menjual koran sudah punya usaha dan telah membina jiwanya menjadi wirausaha untuk tak jadi beban masyarakat. 15

B. Kriteria Mustahik Zakat

Orang-orang yang berhak menerima zakat ditentukan dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60. dari ayat tersebut sudah ditetapkan bahwa mustahik zakat dibagi menjadi delapan ashnaf, kedelapan golongan tersebut adalah : 1. Fakir Orang fakir adalah orang yang sangat miskin dan hidupnya menderita, tidak memiliki apa-apa untuk hidup atau orang-orang yang sehat dan jujur tetapi tidak mempunyai pekerjaan sehingga tidak mempunyai penghasilan. 16 Atau orang fakir adalah orang yang tidak memiliki harta benda dan pekerjaan yang mampu mencukupi 14 Syahrin Harahap, Islam: Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, Yogyakarta: PT.Tiara Wacana, 1999, h. 105 15 Eri Sudewo, Manajemen Zakat, Ciputat: Institut Pemberdayaan Zakat, 2004, h. 223 16 Rahman al-Zahrul, Doktrin Ekonomi Islam, Jakarta: Dana Bhakti Wakaf 1995, h. 295 kebutuhan sehari-hari, dia tidak memiliki pendamping hidup, ayah, ibu dan keturunan yang dapat membiayainya baik untuk membeli makanan, pakaian, maupun tempat tinggal. 2. Miskin Orang miskin adalah orang yang mempunyai mata pencaharian atau berpenghasilan tetap, tetapi penghasilannya belum mencukupi standar hidup bagi diri dan keluarganya. Orang miskin disebut juga orang yang memiliki pekerjaan, tetapi penghasilannya tidak dapat dipakai untuk memenuhi hajat hidupnya.Orang fakir, menurut mazhab Syafi’i dan Hambali, lebih sengsara dibandingkan dengan orang miskin. Orang fakir ialah orang yang tidak memiliki harta benda dan tidak memiliki pekerjaan atau dia memliki sesuatu dan juga berkerja, tetapi penghasilannya tidak melebihi daripada setengah keperluannya sendiri dan orang-orang yang berada deibawah tanggungjawabnya. 17 Adapula yang mendefinisikan orang miskin adalah orang yang memiliki pekerjaan atau mampu berkerja, tetapi penghasilannya hanya mampu memenuhi lebih dari sebagian kebutuhannya, tidak mencukupi seluruh hajat hidupnya. Yang dimaksudkan dengan cukup adalah dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. 17 Wahbah al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, terjemah oleh Agus Effendi dan Bahruddin Fannany, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995, h. 281 3. Amil Mustahik zakat yang ketiga adalah pengelola zakat yang ditunjuk oleh kepala negara atau pemerintah setempat atau mengumpulkan dan mendistribusikan zakat Kata pengelola mencakup semua pegawai sepert pengumpul, pekerja, pembagi, distributor, penjaga, akuntan dan lain sebagainya yang mungkin ditunjuk untuk membantu pengumpulan, penyimpanan, distribusi dan administrasi dana zakat. Para amil zakat mempunyai berbagai macam tugas dan pekerjaan, semua berhubungan dengan pengaturan soal zakat, yaitu soal sensus terhadap orang-orang yang wajib zakat dan macam-macam zakat yang diwajibkan padanya, juga besar harta yang wajib dizakati. Kemudian mengetahui para mustahik zakat, berapa jumlah mereka berapa kebutuhan mereka serta biaya yang dapat mencukupi dan hal-hal lain yang merupana urusan yang perlu ditangani secara sempurna oleh para ahli dan petugas serta stafnya. Dalam berkerja mengurus zakat panitia ini disyaratkan harus memiliki sifat kejujuran dan menguasai hukum zakat, beragama Islam, mukallaf, memiliki sifat amanah, memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan bersungguh-sungguh. 4. Muallaf Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain orang-orang yang lemah niatnya untuk masuk Islam, mereka diberikan bagian dari zakat agar niat mereka masuk Islam menjadi kuat dan kelompok ini diharapkan kecendrungan hati dan keyakinannya untuk beriman atau tetap beriman kepada Allah SWT. Mencegah agar ereka tidak berbuat jahat bahkan diharapkan mereka akan membela atau menolong kaum muslimin shingga orang-orang yang baru memeluk Islam yang mungkin kehilangan hartanya sangat terbantu untuk keperluan peningkatan keimanan dan kehidupannya. 5. Riqab Riqab jamak dari raqabah, fir riqab artinya mengeluarkan zakat untuk memerdekakan budak sehingga terbebas dari dunia perbudakan. Para budak yang dimaksud disini adalah para budak muslimin yang telah membuat perjanjian dengan tuannya untuk dimerdekakan dan tidak memiliki uang untuk membayar tebusan atas diri mereka. Mesipun mereka telah berkerja keras membanting tulang mati-matian. 18 Mereka tidak mugkin melepaskan diri dari orang yang tidak menginginkan kemerdekaannya kecuali telah membuat perjanjian. Jika ada seorang budak yang dibeli, uangnya tidak akan diberikan kepadanya melainkan kepada tuannya. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk memberikan zakat kepada para budak itu agar memerdekakan diri mereka. 6. Gharimin Gharimin adalah orang yang terlibat dalam jerata utang, utang itu dilakukan bukanlah karena mereka berbelanja yang berlebihan, membelanjakan untuk hal-hal yang diharamkan, melainkan karena kemiskinan mereka. Pengertian ini berkembang 18 Ibid. H. 285 pada orang yang dinyatakan pailit dalam usahanya sehingga ia kesulitan memenuhi keperluan hidupnya disamping kewajiban hutang yang harus dibayar. 7. Fisabilillah Fisabilillah adalah kelompok mustahik yang dikategorikan sebagai orang yang dalam segala usaha untuk kejayaan agama Islam, oleh karena itu fisabilillah dapat diartikan pula sebagai usaha perorangan atau badan yang bertujuan untuk kejayaan Islam atau kepentingan umum. Ungkapan fisabilillah ini mempunyai cakupan yang sangat luas dan bentuk praktisnya hanya dapat ditentukan oleh kondisi kebiasaan dan kebutuhan waktu, walaupun banyak saudara kita ditimur tengah yang pantas mendapat gelar ini. Kata tersebut dapat mencakup berbagai macam perbuatan seperti bantuan- bantuan yang diberikan untuk persiapan perang orang Islam untuk jihad, menyediakan kemudahan fasilitas pengobatan bagi orang sakit dan terluka, pendidikan bagi orang-orang yang tidak mampu membiayai pendidikan sendiri. Pendeknya, kata tersebut mencakup semua perbuatan yang penting dan berfaedah bagi umat Islam dan negara Islam. 19 Diantara para ulama dahulu maupun sekarang ada yang meluaskan arti fisabilillah tidak hanya khusus pada jihad dan yang berhubungan dengannya, akan tetapi ditafsirkannya pada semua hal yang mencakup kemashlahatan, takarrub dan perbuatan-perbuatan baik, sesuai dengan penerapan asal dari kalimat tersebut. 19 Rahman al-Zahrul, Doktrin Ekonomi Islam, h. 303 8. Ibnu Sabil Orang yang sedang melakukan perjalanan adalah orang-orang yang berpergian musafir untuk melaksanan suatu hal yang baik tidak termasuk maksiat. Dia diperkirakan tidak akan mencapai maksud dan tujuannya jika tidak dibantu, sesuatu yang termasuk perbuatan baik ini antara lain, ibadah haji, berperang dijalan Allah SWT. 20 Syarat-syarat ibnu sabil yang berhak menerima zakat adalah : a. Dalam keadaan membutuhkan b. Perjalanannya bukan perjalanan maksiat c. Pada saar membutuhkan tidak ada orang yang memberi pinjaman

C. Undang-Undang Zakat di Indonesia.

Undang – undang Zakat Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat disyahkan oleh Presiden Republik Indonesia dengan menimbang bahwa Negara Republik Indonesia menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadat menurut agamanya masing-masing, menunaikan zakat merupakan kewajiban umat Islam Indonesia yang mampu dan hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial bagi upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat, zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memperhatikan masyarakat yang kurang mampu serta upaya penyempurnaan 20 Wahbah al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, hal. 289 sistem pengelolaan zakat perlu terus ditingkatkan agar pelaksanaan zakat lebih berhasil guna dan berdaya guna serta dapat dipertanggungjawabkan.

D. Ketentuan Umum Tentang Pengelolaan Zakat di Indonesia.

Dalam Undang-undang Zakat Nomor 38 tahun 1999, yang dimaksud dengan pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Agar tujuan pengelolaan zakat sebagaimana tersebut dalam pasal 5 dapat dicapai, maka pemerintah juga mengatur dalam hal pendayagunaan pada Bab lima pasal 16 yang berbunyi: 1. Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama. 2. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan usaha yang produktif. 3. Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 diatur dengan keputusan menteri. Dan pasal 17 yang berbunyi: ”Hasil penerimaan infaq, shadaqah, hibah, waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 didayagunakan terutama untuk usaha yang produktif.” 21 Untuk persyaratan dan prosedur pelaksanaan penyaluran zakat di Indonesia telah diatur dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 581 Tahun 1999 pada Bab 5 pasal 28 sampai dengan Pasal 30 yang berbunyi : Pasal 28 1. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk mustahiq dilakukan berdasarkan pernyataan sebagai berikut: a. Hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahiq delapan asnaf yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab gharim, sabillillah, dan ibnusabil. b. Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan. c. Mendahulukan mustahiq dalam wilayahnya masing-masing. 2. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha produktif ditetapkan sebagai berikut: a. melakukan studi kelayakan, b. Menetapkan jenis usaha produktif, 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Jakarta: Dit. Jen. Bimas Islam dan Urusan Haji, 1999. hal. 7-8 c. Melakukan bimbingan dan penyuluhan, d. melakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan, e. mengadakan evaluasi; dan f. Membuat pelaporan Pasal 30 ”Hasil penerimaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat didayagunakan terutama untuk usaha produktif setelah memenuhi syarat sebagaimana tersebut dalam pasal 29.” 22

E. Asas dan Tujuan Pengelolaan Zakat.

Pengelolaan zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan, dan kepastian hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam BAB II Pasal 5 UU RI Nomor 38 tahun 1999 mengemukakan bahwa: Pengelolaan zakat bertujuan: 1. Meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama; 2. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial; 3. Meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat 23 22 Ibid. h. 35-36

F. Organisasi Pengelolaan Zakat.

Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah. Pembentukan badan amil zakat nasional oleh Presiden atas usul Menteri, daerah propinsi oleh gubernur atas usul kepala kantor wilayah departemen agama propinsi, daerah kabupaten atau daerah kota oleh bupati atau wali kota atas usul kepala kantor departemen agama kabupaten atau kota dan kecamatan oleh camat atas usul kepala kantor urusan agama kecematan. Badan amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinatif, konsultatif, dan informatif. Pengurus badan amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi persyaratan tertentu. Organisasi badan amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan, unsur pengawas, dan unsur pelaksana. Lembaga amil zakat dikukuhkan, dibina dan dilindungi oleh pemerintah. Lembaga amil harus memenuhi persyaratan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri. Badan amil zakat mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Dalam melaksanakan tugasnya, badan amil zakat dan lembaga amil zakat bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya. Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri. 23 Ibid. hal. 4 Tugas utama BAZLAZ adalah menyusun skala prioritas untuk mendistribusikan untuk mustahiq dengan didasarkan pada data-data yang kuat. Karena saat ini sudah berkembang cukup banyak lembaga pengelolaan zakat, maka diharapkan masing-masing lembaga memiliki kekhususan program pemberdayaan melalui zakat. Upaya kerjasama dan sinergi dari semua lembaga pengelola zakat semakin dibutuhkan agar zakat benar-benar bermanfaat bagi peningkatan perekonomian umat. 24

G. Pengumpulan Zakat.

Zakat terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah, Harta yang dikenai zakat adalah: 1. Emas, perak, dan uang. 2. Perdagangan dan perusahaan. 3. Hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan. 4. Hasil pertambangan. 5. Hasil peternakan. 6. Hasil pendapatan dan jasa. 7. Rikaz. 24 Husnul Khotimah, Pengaruh zakat produktif terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi para mustahik , EKSIS Jakarta, Kekhususan Ekonomi dan Keuangan Syari’ah PSTTI Pasca Sarjana UI, 2005, vol. 1, no. 4, h. 51 8. Penghitungan zakat mal menurut nishab, kadar, dan waktunya ditetapkan berdasarkan hukum agama. Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan cara menerima atau mengambil dari muzzaki atas dasar pemberitahuan muzzaki. Badan amil zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzzaki yang berada di bank atas permintaan muzzaki. Badan amil zakat dapat menerima harta selain zakat, seperti infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat. Muzzaki melakukan penghitungan sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya berdasarkan hukum agama. Muzzaki dapat meminta bantuan kepada badan amil untuk menghitung zakatnya. Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat dikurangkan dari labapendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri.

H. Konsep Pemberdayaan

Kata pemberdayaan adalah terjemahan dari istilah bahasa Inggris yaitu empowerment . Pemberdayaan empowerment berasal dari kata dasar power yang berarti kemampuan berbuat, mencapai, melakukan atau memungkinkan. 25 Awal em berasal dari bahasa latin dan Yunani, yang berarti didalamnya, jadi pemberdayaaan dapat diartikan kekuatan dalam diri manusia, suatu sumber kreativitas. Istilah pemberdayaan diartikan seagai upaya memperluas horizon pilihan bagi masyarakat, dengan upaya pendayagunaan potensi. Pemanfaatan yang sebaik-baiknya dengan hasil yang memuaskan. Ini berarti masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih suatu yang bermanfaat bagi dirinya, dapat dikatakan bahwa masyarakat yang berdaya adalah yang dapat memilih dan mempunyai kesempatan untuk mendapat pilihan-pilihan. Selain itu pemberdayaan atau pengembangan juga berarti menciptakan kondisi hingga semua orang yang lemah dapat menyumbang kemampuannya secara maksimal untuk mencapai tujuannya. Kartasasmita menyatakan bahwa keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. 26 Merujuk pada buku pedoman zakat yang diterbitkan oleh Ditjen Binmas Islam dan Urusan Haji Departemen Agama RI 2002-2004 bentuk inovasi dalam rangka pendayagunaan zakat dibagi dalam empat 4 bentuk, yaitu: 25 Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris – Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000 Cet. Ke-24, h. 441 26 Lili Bariadi dkk, Zakat Wirausaha, Jakarta: CED, 2005, h. 54 H. bersifat konsumtif tradisional Yaitu zakat dibagikan kepada mustahiq untuk dimanfaatkan secara langsung, seperti zakat fitrah yang diberikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat maal yang dibagikan kepada para korban bencana alam. I. Penyaluran bersifat konsumtif kreatif Yaitu zakat diwujudkan dalam bentuk lain dari barangnya semula, seperti diberikan dalam bentuk alat-alat sekolah atau beasiswa. J. Penyaluran dalam bentuk produktif tradisional Yaitu zakat diberikan dalam bentuk barang produksi seperti kambing, sapi, alat cukur dan sebagainya. Pemberian dalam bentuk alat produksi tersebut diharapkan akan dapat menciptakan suatu usaha yang membuka lapangan kerja bagi fakir miskin. K. Penyaluran dalam bentuk kreatif Yaitu zakat diberikan dalam bentuk permodalan baik untuk membangun proyek sosial atau menambah modal pedagang pengusaha kecil. 27 Dari keempat poin diatas diharapkan arah dan kebijaksanaan pendayagunaan zakat dapat berhasil sesuai dengan sasaran yang dituju. Adapun yang dimaksud arah dan kebijaksanaan pendayagunaan zakat adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan 27 Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji Departemen Agama RI, Pedoman Zakat 9, Jakarta: 2002, hal. usaha pemerintah dalam rangka memanfaatkan hasil-hasil pengumpulan zakat kepada sasaran dalam pengertian yang lebih luas sesuai dengan cita dan rasa syara’, secara tepat guna, efektif manfaatnya dengan sistem distribusi yang serba guna dan produktif sesuai dengan pesan dan kesan syariat serta tujuan sosial ekonomis dari zakat. Beberapa ulama modern dan ilmuwan mencoba menginterpretasikan pendayagunaan zakat dalam perspektif yang lebih luas mencakup edukatif, produktif dan ekonomis. Dalam kehidupan sosial sekarang, pendayagunaan atau distribusi zakat untuk penduduk miskin mencakup : 1. Pembangunan prasarana dan sarana pertanian sebagai tumpuan kesejahteraan ekonomi rakyat, dalam pengertian yang luas. 2. Pembangunan sektor industri yang secara langsung berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. 3. Penyelenggaraan sentra-sentra pendidikan ketrampilan dan kejuruan untuk mengatasi pengangguran. 4. Pemberian modal usaha kepada mustahik sebagai langkah awal mendirikan usaha; 5. Jaminan hidup orang-orang invalid, jompo, anak yatim piatu, dan orang- orang yang tidak mempunyai pekerjaan; 6. Pengadaan sarana dan prasarana yang erat hubungannya dengan usaha mensejahterakan rakyat lapisan bawah. Zakat, secara potensial bisa diarahkan pada usaha pemerataan pendapatan, yakni dari kelompok ekonomi mampu kepada ekonomi lemah. Konsep dasar zakat sebagai mekanisme redistribusi kekayaan adalah pengalihan sebagian aset materi yang dimiliki kalangan masyarakat kaya untuk didistribusikan kepada masyarakat yang tidak mampudan untuk kepentingan bersama. 28 Oleh karena itu zakat merupakan alat bantu sosial mandiri yang menjadi kewajiban moral bagi orang kaya untuk membantu mereka yang miskin dan terabaikan yang tak mampu menolong dirinya sendiri meskipun dengan semua skema jaminan sosial diatas, sehingga kesusahan dan kemiskinan dapat terhapuskan dari masyarakat muslim. Oleh karena itu zakat dapat menjadi instrumen sebagai kesejahteraan mustahik. 28 H. M. Djamal Doa, Membangun Ekonomi Umat melalui pengelolaan zakat harta, Jakarta: Yayasan Nuansa Madani, 2001, h. 40

BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA

a. GAMBARAN UMUM BAZNAS

1. Landasan Syari Berdirinya BAZNAS

BAZNAS adalah singkatan Badan Amil Zakat Nasional yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 8 tahun 2001, tanggal 17 Januari 2001. Adapun landasan Syar’i berdirinya BAZNAS tetuang dalam Firman Allah SWT dalam Al- Qur’an Surat At-Taubah : 103. Jumhur Ulama menyatakan bahwa yang berhak melakukan pengambilan sebagaimana kata Ambillah yang tercantum pada ayat tersebut adalah pemerintah. Dari Ibnu Umar, semoga Allah meridlai keduanya. Ia berkata : Serahkanlah sedekah kamu sekalian pada orang yang dijadikan Allah sebagai penguasa urusan kamu sekalian HR. Baihaqi. 29 Dan Apikasi sasaran penyalurannya sudah dijelaskan oleh Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah : 60

7. Lokasi BAZNAS

i. Kantor Pusat

29 BAZNAS, Company Profile, diakses tgl. 2 Februari 2009 profile Jl. Kebon Sirih Raya No.57 Jakarta Pusat 10340 Telp. 021 - 3904555 Fax. 021 – 3913777

b. Kantor Pelayanan Sudirman

Gedung Arthaloka Lt. 2 Jl. Jenderal Sudirman Kav.2, Jakarta Pusat Telp : 0212514429, Fax : 0212514430

8. Tugas Pokok BAZNAS

Tugas pokok BAZNAS adalah merealisasikan misi BAZNAS yaitu : I. Meningkatkan kesadaran umat untuk berzakat J. Mengarahkan masyarakat mencapai kesejahteraan baik fisik maupun non fisik melalui pendayagunaan zakat K. Meningkatkan status mustahik menjadi muzakki melalui pemulihan, peningkatan kualitas SDM, dan pengembangan ekonomi masyarakat. L. Mengembangkan budaya memberi lebih baik dari menerima di kalangan mustahik. M. Mengembangkan manajemen yang amanah, profesional dan transparan dalam mengelola zakat. N. Menjangkau muzakki dan mustahik seluas-luasnya. O. Memperkuat jaringan antar organisasi pengelola zakat. P. Sebagai Badan Amil Zakat, kegiatan pokok BAZNAS adalah menghimpun ZIS dari muzakki dan menyalurkan ZIS kepada mustahik yang berhak menerima sesuai ketentuan agama.

9. Struktur Organisasi Badan Amil Zakat Nasional BAZNAS