31
tua, maka surat izin dari suami ini harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh suami.
2. Sehat jasmani dan rohani.
Pekerjaan di malam hari menuntut kondisi kesehatan yang prima. Oleh karena itu syarat wajib bagi perempuan yang akan bekerja di malam
hari adalah sehat jasmani dan rohani. Jika perempuan yang akan bekerja itu tidak sehat, maka walaupun telah ada surat izin dari orang tua atau dari
suaminya, tetap saja perempuan itu tidak diperbolehkan untuk bekerja di malam hari.
3. Mampu menjaga diri.
Kemampuan untuk menjaga diri ini mutlak diperlukan bagi perempuan yang akan bekerja di malam hari. Hal ini dikarenakan risiko yang dihadapi
perempuan yang bekerja di malam hari lebih besar daripada perempuan yang bekerja di siang hari. Oleh karena itulah maka syarat ini menjadi syarat
wajib bagi perempuan yang akan bekerja di malam hari.
B. PENGAWASAN DEPARTEMEN KETENAGAKERJAAN BAGI TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI
Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak- hak dasar pekerjaburuh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan
tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerjaburuh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan
kemajuan dunia usaha. Dalam hubungan ini, maka suatu perekonomian yang digerakkan oleh rakyat untuk kepentingan rakyat banyak, merupakan cita-cita
yang perlu diwujudkan. Perekonomian rakyat semacam ini akan lebih tahan atas gejolak yang terjadi, karena pada dasarnya kuat berakar ke bawah. Sejalan dengan
upaya untuk menggerakkan perekonomian rakyat dan sekaligus memberikan peran yang lebih besar terhadap partisipasi masyarakat dalam pembangunan
nasional, proses otonomi daerah mulai dilakukan pada akhir pembangunan jangka panjang 25 tahun ke dua ini. Dengan demikian demokratisasi ekonomi dan
Universitas Sumatera Utara
32
sekaligus politik akan menampakkan wujudnya secara lebih nyata. Proses demokratisasi semacam ini pada gilirannya akan mampu menumbuhkan nilai
tambah kemartabatan yang akan mengarah pada terciptanya kemandirian dan keswadayaan dalam melakukan kegiatan-kegiatan pembangunan. Untuk
menjamin bahwa pengusaha mematuhi semua ketentuan yang ditetapkan mengenai tata cara dan syarat-syarat memepekerjakan tenaga kerja perempuan
yang bekerja di malam hari, maka diadakan pengawasan perburuhan. Pengawasan perburuhan yang diatur dalam Undang-undang No. 13 tahun
2003 dimaksudkan agar perusahaan yang merupakan alat perekonomian tersebut dapat berjalan dengan lancar, berkembang menjadi perusahaan yang kuat dan
tidak mengalami hambatan-hambatan yang disebabkan oleh pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku.
16
Selain itu pengawasan perburuhan dimaksudkan untuk mendidik agar pengusahaperusahaan selalu tunduk menjalankan ketentuan-ketentuan hukum
yang berlaku sehingga akan dapat menjamin keamanan dan kestabilan pelaksanaan hubungan kerja, karena seringkali perselisihan perburuhan
disebabkan karena majikan tidak memberikan perlindungan hukum kepada buruhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Disamping itu pelaksanaan
pengawasan perburuhan akan menjamin pelaksanaan peraturan-peraturan perburuhan disemua perusahaan secara sama, sehingga akan menjamin tidak
terjadinya persaingan yang tidak sehat unfair competition.
17
1. Mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan-peraturan perburuhan pada
khususnya.
Pemerintah dalam hal ini Depnaker melalui pengawas perburuhan berdasarkan UU. No. 13 Tahun 2003 tentang pengawasan perburuhan
memberikan wewenang :
16
Bambang Setiaji, Perkembangan Perjanjian Perburuhan di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2001, hal. 45.
17
Guntur Wicaksono, Penyelesaian Perselisihan Perburuhan di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1999, hal. 177.
Universitas Sumatera Utara
33
2. Mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang soal-soal hubungan kerja dan
keadaan perburuhan dalam arti yang seluas-luasnya guna membuat undang-undang dan peraturan-peraturan perburuhan lainnya.
3. Menjalankan pekerjaan lainnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pengawasan perburuhanketenagakerjaan dilakukan dengan melakukan kunjungan ke perusahaan-perusahaan untuk mengamati, mengawasi pelaksanaan
hak-hak normatif pekerja. Jika hak-hak pekerja belum dipenuhi oleh pengusaha pegawai pengawas dapat melakukan teguran agar hak-hak pekerja diberikan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, jika tidak diindahkan pegawai pengawas yang merupakan penyidik pegawai negeri sipil di bidang
perburuhan dapat menyidik pengusaha tersebut untuk selanjutnya dibuatkan berita acara pemeriksaan untuk diproses lebih lanjut ke pengadilan.
18
Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin
pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ditetapkan oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk.
19
Dalam hal ini karyawan mempunyai peranan sangat strategis karena merupakan pihak korban atau saksi dari suatu penyimpangan ketentuan tentang
ketenagakerjaan. Jadi pelaporan dari karyawan merupakan hal yang sangat penting untuk menyingkap telah terjadinya suatu pelanggaran yang dilakukan
oleh pengusaha. Akan tetapi sebaliknya, jika karyawan tidak mau melaporkan kesewenang-wenangan yang dialaminya atau dialami oleh rekan kerjanya, maka
Karyawan sebagai pihak yang dilindungi juga mempunyai peranan yang penting dalam perlindungan tenaga kerja. Dalam hal ini peranan karyawan adalah
sebagai pelapor kepada instansi yang berwenang bilaman karyawan tersebut mendapatkan atau melihat hal-hal yang bertentangan dengan peraturan
ketenagakerjaan dilakukan oleh perusahaan.
18
Suradji Mulkan, Segi-segi Pengawasan Perburuhan, Eresco, Bandung, 2003, hal. 167.
19
Subari, Pengawasan Pelaksanaan Ketenagakerjaan, Bulan Bintang, Jakarta, 2003, hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
34
akan sulit bagi instansi terkait untuk membongkar bahwa di dalam suatu perusahaan telah terjadi pelanggaran peraturan perundang-undangan.
Dalam prakteknya, kadang-kadang karyawan bersikap menerima dan pasrah terhadap kesewenang-wenangan yang dialaminya. Hal ini dikarenakan
karyawan takut kehilangan pekerjaannya. Kehilangan pekerjaan bagi karyawan merupakan masalah besar, karena itu berarti karyawan tidak akan mendapat
penghasilan lagi untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Adanya sikap-sikap seperti ini seharusnya tidak boleh terjadi. Oleh karena
itu pemerintah mengadakan jaminan perlindungan bagi tenaga kerja yang melaporkan kesewenang-wenangan yang diterimanya di tempat kerja. Sehingga
jika karena laporannya maka karyawan mendapat perlakuan yang tidak pantas, pemerintahlah yang turun tangan terhadap pengusaha tersebut.
Karyawan sebagai pihak yang dilindungi juga mempunyai peranan yang penting dalam perlindungan tenaga kerja. Dalam hal ini peranan karyawan adalah
sebagai pelapor kepada instansi yang berwenang bilaman karyawan tersebut mendapatkan atau melihat hal-hal yang bertentangan dengan peraturan
ketenagakerjaan dilakukan oleh perusahaan. Dalam hal ini karyawan mempunyai peranan sangat strategis karena
merupakan pihak korban atau saksi dari suatu penyimpangan ketentuan tentang ketenagakerjaan. Jadi pelaporan dari karyawan merupakan hal yang sangat
penting untuk menyingkap telah terjadinya suatu pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha. Akan tetapi sebaliknya, jika karyawan tidak mau melaporkan
kesewenang-wenangan yang dialaminya atau dialami oleh rekan kerjanya, maka akan sulit bagi instansi terkait untuk membongkar bahwa di dalam suatu
perusahaan telah terjadi pelanggaran peraturan perundang-undangan. Dalam prakteknya, kadang-kadang karyawan bersikap menerima dan
pasrah terhadap kesewenang-wenangan yang dialaminya. Hal ini dikarenakan karyawan takut kehilangan pekerjaannya. Kehilangan pekerjaan bagi karyawan
merupakan masalah besar, karena itu berarti karyawan tidak akan mendapat penghasilan lagi untuk menunjang kelangsungan hidupnya.
Universitas Sumatera Utara
35
Adanya sikap-sikap seperti ini seharusnya tidak boleh terjadi. Oleh karena itu pemerintah mengadakan jaminan perlindungan bagi tenaga kerja yang
melaporkan kesewenang-wenangan yang diterimanya di tempat kerja. Sehingga jika karena laporannya maka karyawan mendapat perlakuan yang tidak pantas,
pemerintahlah yang turun tangan terhadap pengusaha tersebut.
C. ASPEK NORMATIF YANG MENGATUR TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI
Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja, yakni suatu perjanjian dimana pekerja
menyatakan kesanggupan untuk bekerja pada pihak perusahaanmajikan dengan menerima upah dan majikanpengusaha menyatakan kesanggupannya untuk
mempekerjakan pekerja dengan membayar upah.
20
Adapun dasar hukum dari pembuatan perjanjian kerja adalah Undang- undang Ketenagakerjaan. Undang-undang Ketenagakerjaan yang terdahulu adalah
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1948 jo. UU No.1 Tahun 1951. Dalam kedua undang-undnag ini disebutkan bahwa buruh wanita tidak boleh diwajibkan
bekerja pada hari pertama dan kedua waktu haid, karena umumnya pada hari aaaaid pertama dan kedua kondisi pisik wanita sedikit terganggu. Buruh wanita
harus diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya ia menurut Ketentuan dalam perjanjian kerja atau isi perjanjian kerja harus
mencerminkan isi dari perjanjian perburuhanperjanjian kerja bersama PKB. Kedua perjanjian inilah yang mendasari lahirnya hubungan kerja dengan kata lain
hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha harus dituangkan dalam PKB dan perjanjian kerja.
Perjanjian kerja diadakan guna memberikan perlindungan kepada pekerja. Perlindungan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian kewajiban pekerja
yang berkaitan dengan norma kerja yang meliputi waktu kerja, mengaso, istirahat cuti, waktu kerja malam hari bagi pekerja wanita.
20
Suratmoko, Hukum Perburuhan di Indonesia, Erlangga, Jakarta, 1992, hal. 12.
Universitas Sumatera Utara
36
perhitungan akan melahirkan dan satu setengah bulan setelah melahirkan anak atau gugur kandungan, perlindungan ini sesuai dengan kodrat kewanitaannya.
21
Adapun dasar pertimbangan diperlukannya perlindungan terhadap tenaga kerja itu adalah bahwa bruhpekerja adalah manusia biasa yang memerlukan
waktu istirahat, karena itu untuk menjaga kesehatan fisiknya harus dibatasi waktu kerjanya dan diberikan hak istirahat. Undang-undang di bidang ketenagakerjaan
memberikan batasan mengenai hal ini, misalnya untuk pekerja yang bekerja 6 hari dalam seminggu tidak boleh melakukan pekerjaan lebih dari tujuh jam sehari
dan atau empat puluh jam seminggu. Jikalau pekerjaan dijalankan pada malam hari atau berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh, waktu kerja tidak
boleh lebih dari enam jam sehari atau tiga puluh lima jam seminggu. Setelah buruh menjalankan pekerjaan selama empat jam sehari terus-menerus, harus
diadakan waktu istirahat yang sekurang-kurangnya setengah jam lamanya, di mana waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja dan dalam seminggu
diadakan sedikitnya sehari istirahat. Di dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 ketentuan ini juga masih sama.
22
a. 7 tujuh jam 1 satu hari dan 40 empat puluh jam 1 satu minggu
untuk 6 enam hari kerja dalam 1 satu minggu; atau Dalam Pasal 77 ayat Undang-undang No. 13 Tahun 2003 diatur tentang
waktu kerja. Ketentuannya adalah sebagai berikut : 1 Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
2 Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 meliputi :
b. 8 delapan jam 1 satu hari dan 40 empat puluh jam 1 satu minggu
untuk 5 lima hari kerja dalam 1 satu minggu. 3 Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 tidak berlaku
bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. 4 Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu
sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 diatur dengan Keputusan Menteri.
21
Pasal 81 jo. Pasal 82 UU No. 13 Th. 2003.
22
Ibnu Sukatmono, Perlindungan Hukum terhadap Pekerja, Pradnya Paramita, Jakarta, 2001, hal. 34.
Universitas Sumatera Utara
37
Selanjutnya di dalam Pasal 78 diatur lebih lanjut mengenai tata cara mempekerjakan karyawan yang melebihi jam kerja sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 77. Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut : 1 Pengusaha yang mempekerjakan pekerjaburuh melebihi waktu kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat 2 harus memenuhi syarat : a.
ada persetujuan pekerjaburuh yang bersangkutan; dan b.
waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 tiga jam dalam 1 satu hari dan 14 empat belas jam dalam 1 satu minggu.
2 Pengusaha yang mempekerjakan pekerjaburuh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib membayar upah kerja lembur.
3 Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
4 Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dan ayat 3 diatur dengan Keputusan Menteri.
Sebagai manusia biasa, maka seorang karyawan mempunyai keterbatasan tenaga. Untuk itu seorang karyawan memerlukan waktu untuk beristirahat.
Adapun ketentuan mengenai waktu istirahat bagi karyawan diatur dalam Pasal 79 UU No. 13 Th. 2003, yang ketentuannya adalah sebagai berikut :
1 Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerjaburuh.
2 Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, meliputi :
a. istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah
bekerja selama 4 empat jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
b. istirahat mingguan 1 satu hari untuk 6 enam hari kerja dalam 1 satu
minggu atau 2 dua hari untuk 5 lima hari kerja dalam 1 satu minggu; c.
cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 dua belas hari kerja setelah pekerjaburuh yang bersangkutan bekerja selama 12 dua belas bulan
secara terus menerus; dan d.
istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 dua bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 satu bulan bagi
Universitas Sumatera Utara
38
pekerjaburuh yang telah bekerja selama 6 enam tahun secara terus- menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerjaburuh
tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 dua tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6
enam tahun. 3
Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama. 4
Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf d hanya berlaku bagi pekerjaburuh yang bekerja pada perusahaan tertentu.
5 Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 diatur dengan
Keputusan Menteri. Berkenaan dengan hak untuk melakukan ibadah sesuai dengan agama dan
keyakinannya masing-masing, maka seorang karyawan walaupun di tempat kerja, tetap mempunyai hak untuk beribadah sesuai dengan agamanya. Unutk itu
pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerjaburuh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya Pasal
80 UU No. 13 Th. 2003. Seorang pakar Hukum Perburuhan dan Hukum Sosial Belanda Rood
mengatakan bahwa perjanjian kerja mengandung keempat unsur yakni:
23
Pekerja yang melaksanakan pekerjaan atas dasar perjanjian kerja tersebut, pada pokoknya wajib untuk melaksanakannya sendiri. Sebab apabila
para pihak itu bebas untuk melaksanakan pekerjaannya, untuk dilakukan
1. Adanya Unsur Work atau Pekerjaan
Suatu pekerjaan yang diperjanjikan dan dikerjakan sendiri oleh pekerja yang membuat perjanjian kerja merupakan unsur penting dalam perjanjian
kerja. Pekerjaan yang dikerjakan oleh pekerja itu sendiri, haruslah berdasarkan dan berpedoman pada perjanjian kerja.
23
Rood, M.S., Hukum Perburuhan, Bahan Penataran, Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran, Bandung, 1989, hal. 28.
Universitas Sumatera Utara
39
sendiri atau menyuruh pada orang lain untuk melakukannya, akibatnya hal tersebut akan sulit dikatakan sebagai pelaksanaan dari perjanjian kerja.
Bahkan pada Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan upah, menyatakan bahwa upah tidak dibayar bila tidak
melakukan pekerjaan. Ketentuan tersebut di atas, bila disebut When do not work, do not get pay atau no work no pay.
24
a. Jika buruh sendiri sakit, sehingga tidak dapat melakukan pekerjaannya.
Maksud dari kalimat tersebut adalah jika seseorang tidak mau bekerja, maka berarti seseorang tersebut tidak berhak untuk mendapatkan upah.
Walaupun demikian di dalam pelaksanaan, jika pihak pekerja sewaktu akan melaksanakan pekerjaan berhalangan, maka pekerja bisa diwakili atau
digantikan oleh orang lain, sepanjang sebelumnya telah diberitahukan dan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pihak majikan. Ketentuan ini
tercantum dalam Pasal 1383 KUH Perdata jo 1603 a KUH perdata jo Pasal 5 ayat 1 PP Nomor 8 Tahun 1981.
Pasal 1383 KUH Perdata : Sesuai perjanjian untuk berbuat sesuatu tak dapat dipenuhi oleh seseorang
dari pihak ketiga berlawanan dengan kemauan si berpiutang. jika si berpiutang ini mempunyai kepentingan supaya perbuatannya dilakukan
sendiri oleh si berpiutang. Pasal 1603a KUH Perdata menyatakan :
Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya hanyalah dengan izin majikan ia dapat menyuruh seseorang ketiga menggantikannya.
Sementara Pasal 40 jo Pasal 5 ayat 1 PP Nomor 8 Tahun 1981 menyatakan sebagai berikut:
Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pengusaha wajib membayar upah :
24
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
40
b. Jika buruh tidak masuk bekerja karena hal-hal sebagaimana dimaksud di
bawah ini : 1
Buruh sendiri kawin 2
Menyunatkan anaknya 3
Mengawinkan anaknya 4
Istri melahirkan anak.
2. Adanya Service atau Pelayanan
Bahwa yang melakukan pekerjaan sebagai manisfestasi adanya perjanjian kerja tersebut, adalah bahwa pekerja harus tunduk padadi bawah
perintah orang lain, yaitu pihak pemberi kerja si majikan pengusaha. Dengan adanya ketentuan tersebut maka seorang dokter misalnya,
dalam melaksanakan tugasnya, yaitu memeriksa atau mendiagnose pasiennya atau seorang notaris yang melayani kliennya, mereka itu dalam melakukan
pekerjaannya, tidak dapat disamakan dengan pengertian melaksanakan perjanjian kerja. Alasannya karena unsur service dalam melakukan pekerjaan
tersebut tidak terdapat di dalamnya. Sebab mereka itu dalam melakukan pekerjaannya, tidak tunduk dan di bawah perintah orang lain. Karena mereka
mempunyai keahlian tertentu yang tidak dipunyai dan dikuasai si pemberi kerja, yaitu si pasien atau klien.
25
Di samping itu dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerjaan itu harus bermanfaat bagi si pemberi kerja, misalnya jika dalam suatu perjanjian kerja
yang mereka buat, dinyatakan bahwa bidang pekerjaan yang dijanjikan adalah suatu pekerjaan pengerasan atau pengaspalan jalan. Maka pekerja dalam
melaksanakan pekerjaannya haruslah bermanfaat bagi si pemberi kerjanya, misalnya sejak si pekerja bekerja memecah batu dan menghamparkannya di
sepanjang jalan yang sedang diperkeras atau diaspal. Berdasarkan hal tersebut jelaslah bahwa prinsip dalam unsur ini, adalah suatu kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh si pekerja dan harus bermanfaat bagi si pemberi pekerja, sesuai dengan apa yang dimuat dalam perjanjian kerja. Oleh karena itu bila
25
Djumadi, Perjanjian Kerja, Radjawali Pers, Jakarta Cet. 1, 1995, hal. 60.
Universitas Sumatera Utara
41
suatu pekerjaan yang tujuannya bukan untuk memberikan manfaat bagi si pemberi kerja tetapi bertujuan untuk kemanfaatan si pekerja misalnya untuk
kepentingan praktik seorang siswa atau mahasiswa, maka perjanjian tersebut jelas bukan merupakan perjanjian kerja.
3. Adanya Unsur Time atau Waktu Tertentu
Yang dimaksud unsur time atau waktu tertentu di sini bahwa dalam melakukan hubungan kerja tersebut haruslah disesuaikan dengan waktu yang
telah ditentukan dalam perjanjian kerja atau dalam peraturan perundang-undangan.
Berkaitan dengan ketentuan tersebut, pekerja tidak boleh melakukan pekerjaannya sekehendak hati, begitu pula si majikan tidak boleh mempe-
kerjakan pekerjanya seumur hidup. Apabila dilakukan demikian, maka berarti hak pribadi manusia akan hilang, sehingga timbullah apa yang dinamakan
perbudakan dan bukan perjanjian kerja. Pelaksanaan pekerjaan tersebut juga harus sesuai dengan isi dalam perjanjian kerja. Dengan kata lain dalam
pelaksanaan pekerjaan, si buruh tidak boleh bekerja dalam waktu yang seenaknya saja, akan tetapi harus dilakukan sesuai dengan yang telah
ditentukan pada perjanjian kerja atau peraturan perusahaan, dan juga pelaksanaan pekerjaannya tidak boleh bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, kebiasaan setempat dan ketertiban umum.
4. Adanya Unsur Pay atau Upah
Unsur pay atau upah ini merupakan unsur yang penting dan menentukan dalam setiap perjanjian kerja. Apabila seseorang bekerja
bertujuan bukan mencari upah pay maka sulit untuk dikatakan sebagai pelaksanaan dari perjanjian kerja. Jika seseorang bekerja bertujuan untuk
mendapatkan manfaat bagi diri si pekerja dan bukan bertujuan untuk mencari upah, maka unsur keempat dalam perjanjian kerja ini, yaitu unsur pay tidak
terpenuhi. Contoh dari ketentuan tersebut, adalah dalam hal perjanjian kerja praktek dari seorang pelajar atau mahasiswa. Mereka dalam melaksanakan
masa prakteknya, misalnya mahasiswa dari Akademi perhotelan dan
Universitas Sumatera Utara
42
Pariwisata, maka sewaktu mahasiswa tersebut berpraktek di suatu hotel, walaupun mereka telah bekerja dan di bawah perintah orang lain serta dalam
waktu-waktu tertentu pula, tetapi karena tujuannya yang utama bukan mendapatkan upah, maka hubungan hukum tersebut bukan merupakan
hubungan kerja. Istilah perjanjian kerja harus dibedakan dengan hubungan kerja. Jadi
tidak akan ada hubungan kerja, apabila tidak dilakukan perjanjian kerja. Dalam praktek, hubungan kerja sering disebut sebagai hubungan perburuhan
labour relation atau hubungan industrial industrial relation. Industrial relation dibagi dalam pengertian luas dan dalam arti sempit. Dalam arti
sempit disebut sebagai hubungan kerja Dienstverhouding. Dient verhouding, inilah yang merupakan esensialia di bawah perintah bekerja di bawah
perintah. Sebenarnya Pasal 1601 KUH Perdata mengatur tiga jenis perjanjian
termasuk bidang perburuhan yaitu perjanjian untuk melakukan jasa tertentu, perjanjian kerja dan perjanjian pemborongan. Meskipun demikian dalam
pengaturan lebih lanjut dalam titel VII A hanya dua dari ketiga jenis perjanjian tersebut di atas yang diatur yaitu perjanjian kerja dan perjanjian
pemborongan. Ditinjau dari sifat kelangsungan pekerjaannya perjanjian itu dibagi
menjadi yang bersifat einmalig sementara dan voortdurend tetap, langgeng. Pekerjaan yang bersifat einmalig sementara tidak langgeng,
misalnya jual beli pada seorang pedagang umpamanya, dia hanya melayani pembelinya pada saat jual beli itu berlangsung, untuk selanjutnya pekerjaan
itu berakhir. Dalam hubungan ini dikenal pula istilah Contract instant hubungan seketika. Pekerjaan yang bersifat Voortdurend berkelangsungan
langgeng terdapat dalam dua bidang hukum yaitu: a.
Bidang hukum keluarga, dan b.
Hukum perikatan;
Universitas Sumatera Utara
43
Selain itu perjanjian yang berkelangsungan ini, pada umumnya pengaturannya lebih mendetail, oleh karena terdapat kemungkinan salah satu
pihak yang mengadakan perjanjian itu dibohongi. Dengan demikian pada perjanjian kerjaperburuhan terdapat fungsi melindungi buruh. Padahal KUH
Perdata menganut asas kebebasan berkontrak yang mengharuskan adanya kesukarelaan para pihak untuk mengikatkan dirinya. Perjanjian kerja yang
termasuk perjanjian yang berkelangsungan itu menimbulkan banyak pendapat. Ada sementara sarjana mengatakan bahwa pada permulaan perjanjian ini
dibuat, keadaan dari orang-orang yang mengadakan perjanjian itu sederajat. Tetapi kalau sudah berjalan, situasi itu berubah menjadi tidak sederajat,
karena ada unsur di bawah perintah. Dalam perjanjian kerja posisi buruh tidak lagi sederajat disebabkan
kedudukan ekonomi majikan lebih kuat. Jadi ada dua hal yang menyebabkan ketidaksederajatan itu, yaitu secara hukum dan secara ekonomi.
Sebagaimana diketahui bahwa isi dart Kitab Undang-undang Hukum Perdata ada yang bersifat mengikat dan yang bersifat mengisi mengatur.
Namun berbeda halnya dengan isi KUH Perdata itu, ciri hukum perburuhan adalah tidak lagi mengikat dan mengisi, melainkan bersifat setengah mengi-
kat, tiga perempat mengikat, dan mengikat penuh. Bahkan dari yang tadinya bersifat mengisi, apabila diangkat dalam perjanjian perburuhan maka dia
menjadi setengah mengikat. Untuk membedakannya dari mengikat, misalnya bahwa upah harus dibayarkan ditempat bekerja, adalah kaidah bersifat
mengisi. Akan tetapi apabila dalam perjanjian disepakati bahwa upah dibayar di luar tempat bekerja, maka kaidah tersebut menjadi mengikat. Akan tetapi
bila peraturan membayar upah itu hanya mengikat yang ada dalam KUH Perdata, dia hanya bersifat mengisi setengah mengikat.
Dengan demikian apa yang disebut dengan tiga perempat mengikat berhubungan dengan pertanyaan, apakah perjanjian perburuhan itu boleh
menyimpang dengan peraturan yang ada dalam KUH Perdata. Lalu bagaimana kalau penyimpangan tadi disahkan oleh Departemen Tenaga
Universitas Sumatera Utara
44
Kerja? Dalam hal ini ada dua pendapat, yaitu yang berpendapat boleh menyimpang, karena bila dihubungkan dengan KUH Perdata, pada asasnya
perjanjian itu boleh menyimpang sepanjang tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, dan peraturan perundang-undangan, mengingat
ketentuan asas kebebasan berkontrak. Di samping itu ada pula yang berpendapat bahwa perjanjian kerja itu
tidak boleh menyimpang dari peraturan yang ada dalam KUH Perdata. Penyimpangan dari KUH Perdata yang telah disetujui oleh kedua belah pihak,
ternyata diingkari pula oleh satu pihak, dimana salah satu pihak itu tidak lagi melaksanakan isi perjanjian perburuhan yang menyimpang dari KUH Perdata
tersebut. Isi perjanjian kerjaperburuhan yang menyimpang dari KUH Perdata,
kemudian diingkari oleh salah satu pihak itulah yang bersifat tiga perempat mengikat, Contoh: menurut Pasal 1601p KUH Perdata, kalau upah yang
dibayarkan oleh majikan diberikan dalam bentuk yang lain dari yang telah ditetapkan dianggap bukan pemberi upah. Upah yang dibayarkan harus dalam
bentuk : a.
Uang; b.
Makanan yang dapat dimakan; c.
Pakaian kerja; d.
Jumlah tertentu dari hasil perusahaan; e.
Tanah; f.
Pekerjaanjasa tertentu; g.
Rumah; h.
Kendaraan i.
Cuti; j.
Ongkos. Untuk memberikan perindungan lebih lanjut kepada tenaga kerja maka
dibuat perjanjian kerja bersama. Perjanjian Perburuhan yang sekarang lazim dikenal dengan istilah Kesepakatan Kerja Bersama KKB dan dengan berlakunya
Universitas Sumatera Utara
45
UU No 13 Tahun 2003 diubah istilahnya menjadi Perjanjian Kerja Bersama PKB, merupakan salah satu cara untuk melakukan perlindungan hukum
terhadap tenaga kerja, termasuk tenaga kerja perempuan. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Collective Labour Agreement
CIA, atau dalam bahasa Belanda disebut dengan Collective Arbeids Overenkomst CAO, perjanjian ini dikenal dalam khasanah hukum Indonesia
berdasarkan ketentuan dalam KUH Perdata.
26
Dari pengertian tersebut di atas tampak adanya perbedaan yakni menurut ketentuan dalam KUH Perdata serikat buruh sebagai pihak yang membuat
perjanjian perburuhan disyaratkan harus berbadan hukum, sedangkan menurut Undang-undang No. 21 Tahun 1954 hanya cukup terdaftar di kementerian
perburuhan sekarang Depnaker. Kemudahan yang diberikan oleh Undang-undang No. 21 Tahun 1954 ini dimaksudkan agar tidak memberatkan
serikat buruh untuk mengurus badan hukum dalam membuat perjanjian perbu- ruhan dengan majikan. Jika hal itu tetap disyaratkan maka sangat sulit bagi serikat
buruh untuk mendapatkannya, sehingga dengan demikian tidak akan dapat Dalam KUH Perdata Pasal 1601n disebutkan bahwa Perjanjian
Perburuhan adalah peraturan yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang perkumpulan majikan yang berbadan hukum dan atau beberapa serikat buruh
yang berhadan hukum, mengenai syarat-syarat kerja yang harus diindahkan pada waktu membuat perjanjian kerja. Selanjutnya dalam Undang-undang No. 21
Tahun 1954 tentang Perjaniian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Majikan disebutkan Perjanjian Perburuhan adalah perjanjian yang diselenggarakan oleh
serikat atau serikat-serikat buruh yang terdaftar pada Kementerian Perburuhan dengan majikan, majikan-majikan, perkumpulan majikan yang berbadan hukum,
yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat kerja yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja.
26
Arif S., Hukum Perburuhan Indonesia Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Tinta Mas, Surabaya, 1986, hal. 78.
Universitas Sumatera Utara
46
melahirkan perjanjian perburuhan, padahal perjanjian perburuhan sangat penting artinya sebagai pedoman dalam pembuatan perjanjian kerja.
Dalam Pasal 1 angka 15 Undang-undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa Kesepakatan Kerja Bersama KKB adalah :
Kesepakatan hasil perundingan yang diselenggarakan oleh serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja dengan pengusaha atau gabungan
pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja untuk mengatur dan melindungi hak dan kewajiban kedua belah pihak. Pengertian yang
diberikan oleh Undang-undang No. 25 Tahun 1997 lebih memberikan penekanan bahwa penyusunan KKB harus didasarkan atas musyawarah
antara serikat buruh dengan majikan, hal ini dimaksudkan agar dalam pembuatan KKB dilandasi oleh prinsip-prinsip hubungan industrial
Pancasila.
Dengan berlakunya UU No. 13 Tahun 2003, maka UU No. 25 Tahun 1997 tidak berlaku lagi dan istilahnya pun dari Kesepakatan Kerja Bersama KKB
diganti menjadi Perjanjian Kerja Bersama PKB. Adapun pengertian PKB yang ditentukan di dalam Pasal 1 butir 21 UU No. 13 Tahun 2003 adalah sebagai
berikut : Perjanjian Kerja Bersama adalah perjanjian kerja bersama adalah
perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat
pekerjaserikat buruh atau beberapa serikat pekerjaserikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Dalam hal ini esensi isi PKB dengan KKB sama saja. KKB dibuat oleh pengusaha dengan serikat buruh. KKB disusun oleh pengusaha dan serikat
pekerja yang terdaftar dan dilaksanakan secara musyawarah untuk mencapai mufakat. KKB hanya dapat dirundingkan dan disusun oleh serikat pekerja yang
didukung oleh sebagian besar pekerja di perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian para pihak atau subyek yang membuat KKB adalah dari pihak buruh
diwakili oleh serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja di perusahaan itu dengan pengusaha atau gabungan pengusaha. Pekerja diwakili oleh serikat
Universitas Sumatera Utara
47
pekerja dimaksudkan agar pekerja lebih kuat posisinya dalam melakukan perundingan dengan majikan karena pengurus serikat pekerja umumnya akan
dipilih dari orang yang mampu memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya.
27
KKB sekurang-kurangnya memuat ketentuan mengenai :
28
1. hak dan kewajiban pengusaha;
2. hak dan kewajiban serikat pekerja serta pekerja;
3. tata tertib perusahaan;
4. jangka waktu berlakunya kesepakatan kerja bersama;
5. tanggal mulai berlakunya kesepakatan kerja bersama;
6. tanda tangan para pihak pembuat kesepakatan kerja bersama.
Di dalam KKB itulah ditentukan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kerja. KKB ini menjadi dasar untuk meminta perlindungan hukum
jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan kepada para pihak.
29
PKB disusun oleh pengusaha dan serikat pekerja yang terdaftar dan dilaksanakan secara musyawarah untuk mencapai mufakat. PKB hanya dapat
dirundingkan dan disusun oleh serikat pekerja yang didukung oleh sebagian besar pekerja di perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian para pihak atau
subyek yang membuat PKB adalah dari pihak buruh diwakili oleh serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja di perusahaan itu dengan pengusaha atau gabungan
pengusaha. Pekerja diwakili oleh serikat pekerja dimaksudkan agar pekerja lebih kuat posisinya dalam melakukan perundingan dengan majikan karena pengurus
serikat pekerja umumnya akan dipilih dari orang yang mampu memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya.
30
Selain itu PKB dapat dibuat oleh gabungan serikat pekerja dengan gabungan pengusaha pada perusahaan sejenis. Misalnya serikat pekerja
27
Lala Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 46.
28
”Hak dan Kewajiban Pengusaha dan Tenaga Kerja”, http:www.asiamaya.com
, updated tanggal 17 Mei 2003.
29
F.X. Djumialdji, Perjanjian Kerja, Liberty, Yogyakarta, 1995, hal. 23.
30
Sudibyo, Hubungan Industrial Pancasila, Gunung Agung, Jakarta, 2003, hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
48
perusahaan perhotelan A, dapat menggabungkan diri dengan serikat pekerja pada perusahaan perhotelan B, C untuk membuat PKB dengan pengusaha perhotelan
D, E, F dan seterusnya. Karena ruang lingkup substansi KKB adalah sama disernua perusahaan yakni mengacu pada ketentuan ketenagakerjaan yang
berlaku.
31
Dalam pembuatan perjanjian kerja harus mengacu atau mempedomani perjanjian perburuhanPKB, dengan kata lain perjanjian kerja harus menjabarkan
isi PKB. Ketentuan perjanjian kerja yang tidak sesuaimenjabarkan isi PKB menjadi tidak sah dan yang berlaku adalah isi PKB. Dalam kedudukan seperti itu
perjanjian perburuhanPKB merupakan alat kontrol dari perjanjian kerja, PKB merupakan induk dari perjanjian kerja. Dengan demikian perjanjian kerja tidak
dapat mengenyampingkan isi PKB tapi sebaliknya, PKB dapat Di dalam Pasal 116 ayat 1 UU No. 13 Th. 2003 ditentukan bahwa
perjanjian kerja bersama dibuat oleh serikat pekerjaserikat buruh atau beberapa serikat pekerjaserikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha. Selanjutnya di dalam Pasal 116 ayat 2, ayat 3 dan ayat 4 UU No. 13
Th. 2003 ditentukan bahwa penyusunan perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan secara musyawarah, dan bahwa perjanjian
kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal terdapat
perjanjian kerja bersama yang dibuat tidak menggunakan bahasa Indonesia, maka perjanjian kerja bersama tersebut harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
oleh penerjemah tersumpah dan terjemahan tersebut dianggap sudah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3.
Masa berlakunya PKB paling lama 2 dua tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama 1 satu tahun dan pelaksanaannya harus
disetujui secara tertulis oleh pengusaha dan serikat pekerja.
31
Lalu Husni, op. cit., hal. 47.
Universitas Sumatera Utara
49
mengenyampingkan isi perjanjian kerja. Dengan demikian dapat dikemukakan beberapa hal yang merupakan hubungan perjanjian kerja dengan PKB adalah :
1. Perjanjian perburuhanPKB merupakan perjanjian induk dari perjanjian kerja;
2. Perjanjian kerja tidak dapat mengenyampingkan perjanjian perburuhan,
bahkan sebaliknya perjanjian kerja dapat dikesampingkan oleh perjanjian perburuhanPKB jika isinya bertentangan;
3. Ketentuan yang ada dalam perjanjian perburuhanPKB secara otomatis beralih
dalam isi perjanjian kerja yang dibuat; 4.
Perjanjian perburuhanPKB merupakan jembatan untuk menuju perjanjian kerja yang baik
Dengan sifat pengaturan dari isi perjanjian perburuhan atau PKB tersebut yang tidak dapat ditawar-tawar lagi karena harus dijabarkan dalam perjarijian
kerja, maka tidak berarti terjadi pembatasan kebebasan berkontrak bagi para pihak karena batasan dari asas tersebut adalah tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundangundangan. Intervensi pemerintah dalam mengesahkan PKB yang dibuat serikat pekerja dan pengusaha sebagai wujud sifat publik dari hukum
perburuhan yang dimaksudkan agar hak-hak normatif buruhpekerja dalam hubungan kerja dapat dipenuhi.
Agar sebuah usaha dapat dilakukan dengan baik, maka diperlukan peraturan perusahaan. Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan
Koperasi No. 02MEN1976 disebutkan bahwa peraturan perusahaan adalah suatu peraturan yang dibuat oleh pimpinan perusahaan yang memuat
ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat kerja yang berlaku pada perusahaan yang bersangkutan dan memuat tata tertib perusahaan. Sejalan dengan pengertian
tersebut Undang-undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan juga memberikan pengertian Peraturan Perusahaan sebagai peraturan yang dibuat
secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan.
Dengan berlakunya Undang-undang Ketenagakerjaan yang baru, yaitu UU No. 13 Th. 2003, maka pengertian Peraturan Perusahaan yang digunakan,
Universitas Sumatera Utara
50
mengacu kepada Undang-undang tersebut, yang diatur dalam Pasal 1 angka 20, yaitu : Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh
pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Jika dibandingkan pengertian yang berasal dari ketiga ketentuan tersebut, ternyata
semuanya sama. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peraturan perusahaan memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan yang dibuat
secara tertulis. Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa peraturan perusahaan dibuat
secara sepihak oleh pengusaha yang berisikan tentang syarat kerja, hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha dan tata tertib perusahaan. Dengan kata lain
peraturan perusahaan merupakan petunjuk teknis dari PKB maupun perjanjian kerja yang dibuat oleh pekerjaserikat pekerja dengan pengusaha. Karena itu isi
dari peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan isi PKB maupun perjanjian kerja.
Di dalam Pasal 111 UU No. 13 Th. 2003 ditentukan : 1 Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat :
a. hak dan kewajiban pengusaha; b. hak dan kewajiban pekerjaburuh;
c. syarat kerja; d. tata tertib perusahaan; dan
e. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan. 2 Ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku. 3 Masa berlaku peraturan perusahaan paling lama 2 dua tahun dan wajib
diperbaharui setelah habis masa berlakunya. 4 Selama masa berlakunya peraturan perusahaan, apabila serikat pekerja
serikat buruh di perusahaan menghendaki perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama, maka pengusaha wajib melayani.
Universitas Sumatera Utara
51
5 Dalam hal perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 tidak mencapai kesepakatan, maka peraturan
perusahaan tetap berlaku sampai habis jangka waktu berlakunya. Pada perusahaan yang telah memiliki PKB, pengusaha dilarang mengganti
PKB dengan peraturan perusahaan, sepanjang di perusahaan itu masih ada serikat pekerja. Bagi perusahaan yang karena sesuatu dan lain hal belum memiliki serikat
pekerja atau serikat pekerjanya telah bubar, perusahaan yang bersangkutan dapat mengganti kewajiban membuat PKB dengan peraturan perusahaan. Ketentuan ini
memberikan keleluasaan kepada perusahaan sebab masih banyak perusahaan khususnya perusahaan yang kecil, mempunyai pekerja relatif sedikit sehingga
belum memiliki serikat pekerja. Peraturan perusahaan yang dibuat harus disahkan oleh Depnaker, kewajiban ini dimaksudkan agar substansi peraturan perusahaan
itu dapat dikontrol oleh Depnaker, sehingga syarat kerja maupun hak dan kewajiban para pihak yang tercantum di dalamnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku. Dengan demikian eksistensi dari peraturan perusahaan sebagai salah satu sarana melindungi hak-hak pekerja
akan terwujud. Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 02MEN1978 yang
merupakan penyempurnaan terhadap Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 02MEN1976 tentang Kewajiban Pembuatan Peraturan Perusahaan pada
Perusahaan yang Mempekerjakan buruhpekerja sejumlah 25 dua puluh lima orang atau lebih, disebutkan :
1. Bahwa jika dalam perusahaan sudah ada perjanjian perburuhan, maka jika
masa berlakunya berakhir, perjanjian perburuhan tersebut tidak boleh diganti dengan peraturan perusahaan melainkan harus diganti dengan perjanjian
perburuhan yang baru yang dirundingkan antara pengusaha dan serikat buruh; 2.
Bahwa di perusahaan yang telah ada serikat pekerja, maka pengusaha wajib melayani kehendak dari serikat pekerja untuk merundingkan pembuatan
perjanjian perburuhan, jika serikat pekerja mengajukan permintaan tertulis kepada pengusaha. Ketentuan ini sejalan dengan Undang-Undang No. 18
Universitas Sumatera Utara
52
Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Interna- sional mengenai berlakunya Dasar-dasar dari Hak untuk berorganisasi dan
untuk berunding bersama. Permintaan untuk merundingkan pembuatan perjanjian perburuhan harus dilakukan oleh serikat pekerja secara tertulis
dengan maksud agar lebih jelas dan agar dapat dibuktikan bahwa serikat pekerja sudah mengajukan permintaan kepada pengusaha untuk me-
rundingkan pembuatan perjanjian perburuhan. 3.
Bahwa walaupun di suatu perusahaan sudah ada peraturan perusahaan yang telah disahkan dan masa berlakunya menurut Peraturan Menteri ini berakhir,
tetapi sementara itu terbentuk serikat pekerja di perusahaan yang bersangkutan, bilamana serikat Pekerja tersebut mengajukan permintaan
secara tertulis, maka pengusaha wajib merundingkan pembuatan perjanjian perburuhan, tanpa menunggu sampai berakhirnya masa berlakunya peraturan
perusahaan tersebut. 4.
Bahwa pengusaha tidak boleh menghalang-halangi terbentuknya serikat pekerja di perusahaannya. Ketentuan ini berdasarkan hak dari pekerja untuk
berserikat sebagaimana ditetapkan di dalam Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional No. 87 yang telah diratifikasi oleh Negara Republik Indonesia
dengan Kepres No. 83 Tahun 1998 adalah untuk memperlancar usaha pembentukan serikat pekerja sebagai sarana yang mutlak diperlukan untuk
pembuatan perjanjian perburuhan. Peraturan perusahaan dikatakan kurang memberikan jaminan ke-
pastian pada buruh karena dibuat secara sepihak oleh pengusaha, walaupun secara formal harus dimintakan persetujuan kepada buruh
Universitas Sumatera Utara
53
BAB IV HASIL PENELITIAN DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TENAGA