BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang berisi peraturan dan undang-undang yang lengkap. Dia mengatur seluruh aspek kehidupan umatnya. Peraturan perundangan itu
termaktub secara tersurat dan tersirat di dalam al-Quran dan as-Sunnah. Keduanya memberikan petunjuk tentang berbagai hal, mulai dari urusan ibadah mahdlah sampai
ibadah goir mahdlah. Mulai dari hukum terhadap sesuatu yang jelas nashnya sampai kepada hukum yang belum jelas nashnya.
Salah satu segi hukum Islam yang berkaitan dengan manusia dalam hubungannya dengan sesama adalah menyangkut perkawinan pernikahan, yang di
dalamnya terdapat suatu bentuk upacara yang disebut walimah al-urs. Al-Quran tidak menyinggung mengenai pelaksanaan walimah al-urs, tetapi hanya
menganjurkan untuk melangsungkan pernikahan. Namun, penyelenggaraan walimah al-urs
ini ada dalam hadis Nabi s.a.w. sebagaimana riwayat hadis bahwa Rasullulah saw mengadakan walimah untuk sebagian istrinya dengan dua mud gandum.
HR.Bukhari
1
1
Imam Bukhari, Al-Jami as-Shahih Beirut, Dar Ihya At-Turas Al-Arabi, t.th juz 3 h. 380
Berdasarkan hadis di atas jelaslah bahwa mengadakan walimah al-urs sangatlah dianjurkan dalam agama Islam. Selanjutnya bila kita memperhatikan
pelaksanaan walimah al-urs dalam masyarakat muslim dimana saja, maka kita akan menemukan bahwa walimah tersebut biasanya dilaksanakan berdasar adat istiadat dan
kebiasaan masyarakat setempat. Dalam masyarakat kita dewasa ini juga berkembang suatu tradisi memeriahkan pesta perkawinan dengan hiburan seperti nyanyian dan
musik. Perayaan pesta perkawinan yang dimeriahkan dengan bermacam-macam
hiburan itu sebenarnya telah dijalankan sejak masa Rasulullah saw. Hal ini dibolehkan dalam Islam, selama tidak mengarahkan kepada perbuatan dosa, bahkan
disunatkan dalam situasi gembira guna melahirkan perasaan senang, sebagaimana maksud hadis yang diriwayatkan Aisyah bahwa ia mengantar seorang wanita sebagai
pengantin kepada seorang laki-laki Ansar, maka Nabi saw bersabda: Hai Aisyah permainan apa yang kau punyai? Sesungguhnya orang Ansar menyukai permainan
hiburan. HR.Bukhari
2
Berdasarkan hadis diatas jelaslah bahwa memeriahkan suatu pesta perkawinan dengan hiburan sudah dilaksanakan sejak masa Rasullullah saw. Namun pada masa
itu hiburan hanya dimeriahkan dengan nyanyian dan memukul rebana. Sebagaimana
2
Ibid, h.117
sabda Nabi yang bermaksud umumkanlah pernikahan itu, dan tabuhlah rebana pada waktu itu. HR.Ibnu Majah
3
Namun yang menjadi permasalah, banyak hiburan yang diadakan pada pesta perkawinan sekarang ini kurang atau tidak sesuai dengan ajaran Islam, dimana
cenderung mengarah pada perbuatan dossa seperti nyanyian-nyanyian dan musik yang membangkitkan nafsu berahi disertai tarian dan goyangan tubuh yang bersifat
erotis dan berbaur antara laki-laki dan perempuan serta perbuatan-perbuatan lain yang merusak moral seperti perkawinan adat daerah Karawang yaitu seni tari jaipong. Di
daerah ini kebanyakkan pesta dimeriahkan dengan hiburan seperti tarian, nyanyian dan musik yang melalaikan.
Sebenarnya acara hiburan yang terdapat dalam Walimah Al-Urs tersebut diadakan tidak hanya sebagai hiburan semata tetapi lebih kepada kebanggaan bagi
orang yang mengadakan walimah. Kebanggaan disini lebih bersifat kepada gengsi atau prestise dari yang mengadakan pesta.
Menurut mereka tidak sempurna suatu pesta tanpa adanya hiburan tersebut. Semakin meriah suatu pesta maka statusnya dalam masyarakat menjadi lebih diakui.
Ada sebagian lagi yang membebaskan syahwat sebebas-bebasnya, menjadikan hidup ini ajang berbuat sia-sia dan bermain-main secara total, menghilangkan dinding
pembatas antara perbuatan yang disyariatkan dan yang dilarang, antara perbuatan yang diwajibkan dan tindakan yang terlarang, antara halal dan haram.
3
Abu Abdillah Muhammad Ibn Yazid al-Quzwani, Sunan Ibnu Majah Beirut: Dar al-Fikr, t.th jilid 1, h.595
Asal seni tari jaipong ini, para ahli belum ada yang memberikan pendapat yang jelas. Namun asal-usul seni tari jaipong adalah berawal dari seni tari yang
berkembang pada zaman kerajaan hindu dan budha di Jawa. Seni tari jaipong adalah kesenian khas Daerah Karawang, walaupun terkadang
ada juga di daerah luar Karawang, tapi biasanya ia berada di Tatar Sunda Priangan.Dan tampilan jaipong di luar karawang agak beda dengan yang ada di
daerah Karawang. Dokumentasi sejarah untuk tari-tari Indonesia terutama adalah berkaitan dengan Jawa.
Dokumentasi itu terdiri dari perwujudan-perwujudan adegan tari pada relief- relief batu dari candi dan bangunan-bangunan suci lainnya; dari prasasti-prasasti
kerajaan yang tergores pada batu dan lempengan tembaga yang menyebut tari dan tontonan-tontonan yang berhubungan dengan perayaan-perayaan ritual; dan berawal
dari abad ke-11.
4
Aspek hukum yang penulis sampaikan ini, hanyalah dibatasi pada hukum musik dan nyanyian karena esensi dari permasalahan hukum dalam jaipongan adalah
masalah musik dan nyanyian. Selanjutnya terdapat perbedaan pendapat sebagian ulama, ada yang
mengatakan dibolehkan dan sebagiannya lagi mengharamkan langsung. Alasan inilah yang mendorong penulis untuk mengkaji lebih mendalam tentang masalah
kontemporer yang berlaku dalam masyarakat kini, karena ianya berkaitan dengan
4
Claire Holt, alih bahasa; RM.Soedarsono, Persatuan Budaya Daerah, Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia
, diterbitkan; Persatuan Budaya Daerah, TT, hlm.97
hukum Islam yang tidak boleh diringankan. Adapun judul yang diangkat adalah
“TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI SENI TARI JAIPONG DALAM WALIMAH AL-URS DI DAERAH KARAWANG, JAWA BARAT”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah