Tari Jaipong Ketuk Tilu Seni Musik dan Suara

1. Tari Jaipong

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa tari-tarian yang diadakan pada acara walimah al-urs di Daerah Karawang pada umumnya merupakan tarian. yang bertentangan dengan ajaran Islam, karena baik dari segi gerakan maupun pakaian yang dikenakan para sinden tidak menepati tuntutan syariat. Walaupun begitu pada zaman Rasullullah Saw tari-tarian pernah dilakukan. Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin mengatakan bahwa mendengar nyanyian dan musik sambil menari hukumnya adalah mubah. Dalam kesempatan lain Aisyah diizinkan Rasullullah Saw untuk menyaksikan penari-penari Habsyah.Berdasarkan hal tersebut , imam al-Ghazali menyimpulkan bahwa menari hukumnya boleh pada saat-saat bahagia, seperti hariraya, pernikahan, walimah, aqiqah atau pada waktu khitan dan setelah seseorang hafal al-Quran. Yang tujuannya untuk menampakkan rasa gembira. Berdasarkan Hadis Nabi Saw dan pendapat ulama, maka menurut penulis bahwa tari-tarian dibolehkan asal tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

2. Ketuk Tilu

Tarian ketuk tilu ini sama halnya dengan tarian jaipong, bedanya ketuk tilu ini sudah diamalkan oleh masyarakat sunda sejak zaman hindu lagi. Istilah ketuk tilu adalah berasal dari salah satu alat pengiringnya yaitu boning yang dipukul tiga kali sebagai isyarat bagi alat instrument lainnya seperti rebab, kendang besar dan kecil, goong untuk memulai memainkan sebuah lagu atau hanya sekedar instrumentalia saja. Jadi menurut hukum Islam ketuk tilu ini tidak memenuhi tuntutan yang ditetapkan karena boleh merosakkan akidah dan sosial masyarakat

3. Seni Musik dan Suara

Mengenai hukum musik dan nyanyian dalam Islam sebahagian besar ulama seperti imam Malik, imam Jafar dan sebagian besar ulama membolehkannnya dan berpedoman kepada Hadis Rasullullah dari Rubayyi bahwa Rasullullah Saw bersabda: L ی8 0 A81 gkﻡ I A81 e83ﻡ A81 Rﻡ C C L O V ﺝ V 1 g08ی H ﺵ ; 58 Y ی ` , ﻡ gKL ﻡ 8 ی 7O8 kی e_ ی ی ﺝ C R ﻡ :3 H U 8 C L 8W ﻡ Rی O F C 9= L = 2 5 95 l 6 43 Artinya : Diceritakan oleh Musadad, juga diceritakan oleh Basyir bin Mufadhal, dari Khalid bin Zakhwan berkata Rubaiya binti Muawiz bin Afra, ketika perkawinan Rasullullah Saw datang, Lalu Nabi Saw duduk diatas tempat tidurku. Kemudian beberapa orang dari budak wanitanya segera memukul rebana sambil memuji-muji dengan menyanyi untuk orang tuanya yang syahid di perang badar.Tiba-tiba salah seorang dari merekaitu berkata, diantara kita ini adalah Nabi Saw yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi pada esok hari. Tetapi Rasullullah Saw segera bersabda, 43 Al-Bukhari, al-Jami al-Shahih Beirut: Dar Ihya al-Turas al-Arabi, t.th juz 3, h.374 tinggalkanlah ucapan itu, teruskan apa yang nyanyikan tadi. Hr. Al- Bukhari Begitu pula halnya mendengar nyanyian dan musik, maka pada dasarnya mendengar sesuatu itu hukumnya mubah bila orang tersebut hanya sekadar mendengarkannya. Dan akan menjadi haram apabila mendengar nyanyian dengan niat untuk mendorong berbuat maksiat kepada Allah Swt. Adapun orang yang mendengarnya dengan niat menghibur hatinya akan berghairah dalam mentaati Allah dan menjadikan dirinya rajin melaksanakan kebaikan maka dia adalah orang yang taat dan baik. Akan tetapi orang yang melakukan tanpa niat apa-apa pun, maka mendengarkan nyanyian itu termasuk laghwu perbuatan yang tidak bermanfaat yang dimaafkan. Sama halnya mendengar nyanyian yang dinyanyikan oleh wanita karena Rasullullah Saw mengijinkan dua wanita budak menyanyi di rumahnya. Bahkan beliau pernah mendengar nyanyian seorang wanita yang bernazar untuk memukul rebana dan bernyanyi dihadapan Rasullullah Saw. Selain itu syara telah memberikan hak dan wewenang kepada kaum wanita untuk melakukan aktiviti jual beli, berdagang, mengajar dan lain-lain. Jika suara wanita dianggap aurat atau haram, maka tentu syara akan mencegah mereka melakukan semua aktiviti tersebut. Islam hanya melarang wanita menampilkan perhiasannya dihadapan kaum lelaki yang bukan muhrimnya, bermanja dalam berbicara. Sebagaimana firman Allah Swt : 1 0 J _G • de+x+  , e J ‚e 2 RS-M Y dex?Z ‚e ƒ  1G • CD i-T, ‚e 7 „, … †• 6 J z J H u  3‡ ‚e 2 _1,ˆ‰ BŠ  ‚e‹mI ƒ H • CD i-T, ‚e 7 „, … †• 6 \Œ 7 I1T  Y \Œ •F M  Y F M \Œ o I1M  Y \Œ •F yz-M Y  Y F yz-M Y \Œ o I1M  Y ‚e = Id 6  Y u9ƒ M \Œ = Id 6  Y u9ƒ M ‚e  Id Y  Y ‚e •F R• •  Y J } J ‚e 0 _, Y  Y CDV 1 T n7 3- ?‘ Š’] XY M- “ de J :We  Y c Z ” CD F  H  x , BŠ  . -I  F R• •z H • u  3‡y– ‚e ƒ- ] M d.1 J uV Z , e J ‚e 7 „, … B H —IMI1 Š’ 6 lF 1 { 2 Lv, Y CI0 J _ M }˜1 CI Z1 ` ac 2 5 ?5 m\ 6 Artinya : Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain tudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka,atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan lelaki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan, dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah.Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. QS: An-Nur :31 Selanjutnya para fuqaha sepakat mengenai haramnya nyanyian yang mengandungi kekejian, kefasiqan dan membawa seseorang kepada maksiat, karena pada hakikatnya nyanyian itu baik jika memang mengandungi ucapan- ucapan yang baik dan jelek apabila berisi ucapan yang jelek.

4. Wayang Golek