Hukum “Walimah al-‘Urs” Pelaksanaan “Walimah al-‘Urs”

nama-nama dari tanah India. Dalam Wayang Golek, ada tokoh yang sangat dinantikan pementasannya yaitu kelompok yang dinamakan Purnakawan, seperti Dawala dan Cepot. Tokoh-tokoh ini digemari karena mereka merupakan tokoh yang selalu memerankan peran lucu seperti pelawak dan sering memancing gelak tawa penonton. Seorang Dalang yang pintar akan memainkan tokoh tersebut dengan variasi yang sangat menarik. B. Pendapat Ulama Tentang Pelaksanaan “Walimah al-‘urs” dan Hiburan Dalam “Walimah al-‘Urs”

1. Pendapat Ulama tentang Pelaksanaan “Walimah al-‘Urs”

Mengenai walimah al-‘urs ini sendiri ada beberapa pendapat ulama antaranya Imam SyafiI, Imam al-Nawawi, Imam Malik dan jumhur ulama lainnya yang bisa dijadikan acuan. Baik itu tentang hukum walimah al-‘urs maupun mengenai pelaksanaan walimah al-‘urs.

a. Hukum “Walimah al-‘Urs”

Jumhur ulama berpendapat bahwa mengadakan walimah hukumnya sunat muakkad, bukan wajib. 30 Karena mengadakan walimah itu merupakan suatu kegembiraan atas berlangsungnya akad nikah. Dalil yang menunjukkan keharusan mengadakan walimah iaitu sabda Rasullullah Saw: 30 Mustapa Haji Jaafar, Kursus Perkawinan Lengkap Etika Perkawinan Dalam Islam, Perak: Percetakan Pustaka Muda, 2002 cet.pertama, h.23 L ?8ی 8 M U 5 L N O .P0 ﻡ QR 2 8 1 5 6 31 Artinya : Dari Buraidah ia berkata, ketika Ali melamar Fatimah, Rasullullah Saw bersabda, “sesungguhnya untuk pesta perkawinan harus ada walimahnya” Hr. Ahmad Dalam Hadis tersebut Rasullullah Saw mengharuskan Ali untuk mengadakan walimah ketika mengawini Fatimah. Hadis tersebut anjuran untuk mengadakan walimah mengandung unsur keharusan atau kewajiban, karena ada kata 8M yang berarti sesuatu yang dengan cara bagaimanapun harus diadakan, demikian pendapat yang dikemukakan oleh golongan Dzahiri. Imam Syafi’I dalam kitabnya al-Umm mengemukakan bahwa mengadakan walimah adalah wajib, karena Rasullullah itu sendiri selalu mengadakan walimah kepada isteri-isterinya baik ketika beliau menetap maupun ketika beliau sedang bepergian. Imam al-Nawawi menyatakan bahwa pendapat yang kuat dikalangan sahabat adalah sunnah, dengan menetapkan bahwa amar yang terdapat dalam hadis diatas adalah sunnah. Ini sesuai dengan pendapat imam Malik, karena sabda Rasullullah Saw ? I menunjukkan bahwa walimah al-‘urs adalah sunnah. Bagi yang mampu agar tidak mengurangi dari seekor kambing. 31 Ahmad ibn Hanbal, Musnad Imam Ahmad Beirut: Dar al-Fikri, 1978 h.359

b. Pelaksanaan “Walimah al-‘Urs”

M. Abdul Ghaffar dalam buku terjemahan Fiqh Keluarga menuliskan menurut kitab Fathul Bari, para ulama berbeda pendapat mengenai waktu pelaksanaan walimah, apakah diadakan pada saat diselenggarakannya akad nikah atau setelahnya. 32 Imam al-Nawawi menyebutkan bahwa menurut pendapat mazhab Maliki, walimah sunnah diadakan setelah pertemuan pengantin lelaki dengan perempuan di rumah. Dalam Kitab Fiqah Mazhab Syafi’I, walimah diadakan pada saat akad nikah sehingga selepas persetubuhan atau dukhul bercampur. 33 Sedangkan Sayyid Sabiq berpendapat bahwa walimah dapat diadakan setelah akad nikah atau sesudahnya, atau ketika hari perkawinan atau sesudahnya. Hal ini leluasa bergantung kepada adat istiadat yang berlaku. Rasullullah Saw mengundang orang-orang untuk walimah sesudah beliau bercampur dengan Zainab. 34 Walaupun mengadakan walimah itu sesuatu yang dianjurkan agama, namum mengenai bentuk walimah itu tidak dijelaskan secara terperinci. Hal ini dapat diartikan bahwa mengadakan walimah itu bentuknya bebas, asal pelaksanaannya tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Yang penting dalam melaksanakan walimah itu disesuaikan dengan kemampuan dan tidak sampai terjadi pembaziran, serta tidak ada maksud-maksud lain yang dilarang agama seperti membanggakan diri, mempamerkan kekayaan dan hal-hal lain yang bertentangan dengan agama. 32 M. Abdul Ghaffar, Fiqh Keluarga terj Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001 h.99 33 Mustofa al-Khin, Mustofa al-Buqho, Ali Asy-Syarbaji, Kitab Fiqah Mazhab Syafi’I Kuala Lumpur : Pustaka Salam Sdn.Bhd, 2005 jilid 4, h.385 34 Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah Beirut : Dar al-Bayan, 1968 juz 7, h.210

2. Pendapat Ulama tentang Hiburan pada acara “Walimah al-‘Urs”