Pembahasan Hasil Penelitian

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Pada sub bab sebelumnya telah dijelaskan deskripsi hasil dan adanya penyajian data serta temuan penelitian saat berada di lapangan. Pada sub bab berikut ini akan dibahas lebih lanjut tentang hasil penelitian. Pembahasan ini dimaksudkan untuk memperoleh makna yang mendasari temuan-temuan penelitian berkaitan dengan teori-teori yang relevan dan dapat menjadi penemuan teori baru dari hasil penelitian kemudian dinyatakan dalam bentuk kesimpulan. Temuan-temuan data yang dihasilkan dari penelitian ini kemudian dianalisis berdasarkan teori-teori atau pendapat yang ada atau sedang berkembang. Lebih jelasnya berikut ini akan dilakukan pembahasan secara rinci.

1. Busana bagi Mahasiswa

Busana adalah sesuatu yang dipakai oleh seseorang disesuaikan dengan waktu dan tempat. Menurut sebagian besar informan mengatakan busana itu adalah sesuatu yang kita pakai dari atas sampai bawah, yaitu baju dan segala macam atribut yang dikenakan misalnya, jilbab, sepatu, ikat rambut dan sebagainya. Hal tersebut menurut mereka adalah bagian dari busana. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan menurut Modul Dasar Busana 1

commit to user

Pendidikan Indonesia Meskipun demikian pengertian busana dan pakaian merupakan dua hal yang berbeda. Busana merupakan segala sesuatu yang kita pakai mulai dari ujung rambut

sampai ke ujung kaki. Busana melingkupi beberapa cakupan yang menampilkan keindahan yaitu busana pokok, busana pelengkap (milineris dan aksesoris), busana tambahan (tatarias). Sedangkan pakaian merupakan bagian dari busana yang tergolong pada busana pokok. Jadi busana merupakan busana pokok yang digunakan untuk menutupi bagian-bagian tubuh.

Busana di dalam Modul Dasar 1 merupakan sesuatu yang dipakai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Busana yang dipakai dari ujung rambut sampai ujung kaki itu bermacam-macam sesuai dengan jenisnya. Busana tersebut biasanya terdiri dari busana pokok misalnya, pakaian dan celana. Busana pelengkap misalnya saja jilbab, syal, rompi. Busana tambahan misalnya bros yang dipakai untuk menghias jilbab, gelang, anting dan lain-lain.

Busana yang berbeda artinya dengan pakaian ini disesuaikan dengan waktu dan tempatnya. Ketika seseorang berada dikantor, busana yang dia kenakan pasti akan berbeda ketika berada di rumah. Hal itu sama ketika seseorang itu belajar di kampus, busana yang dipakai juga tidak asal. Selain harus berkaitan denngan etika, busana yang dikenakan juga harus sesuai aturan yang telah diterapkan oleh dekanat. Aturan tersebut misalnya, setiap senin- selasa (hitam-putih) dan rabu – jumat berwarna.

2. Busana sebagai Cerminan Kepribadian

Ketika awal bertemu pasti hal itu sangat penting karena biasanya dari melihat busana yang dia kenakan pasti mampu dilihat bagaimana kepribadiannya. Setiap individu menjadikan busana sebagai pijakan awal untuk melihat kepribadian seseorang. Kesan yang timbul dari penilaian awal biasanya memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pemakai. Sikap yang muncul merupakan akibat dari kesan yang ada dalam pikiran walaupun nanti bisa berubah setelah mengenal orang tersebut.

commit to user

memakainya dapat dirubah. Selain itu melalui busana mampu menyembunyikan siapa dia yang sebenarnya, yang tidak bisa selamanya yang seperti diungkapkan di atas kadang akan berubah sering dengan perkembangan waktu. Kadang kepribadian yang diperlihatkan pertama melalui busana bukanlah yang sesungguhnya.

Menurut teori interaksi simbolik George Herbet Mead yaitu interaksi dapat berlangsung tidak hanya melalui gerak-gerak saja tetapi melalui simbol-simbol dalam hal ini yaitu busana. Manusia banyak berharap dari busana yang dikenakan. Busana sebagai budaya materi bisa berbicara dan bermakna. Ketika bertemu orang, pertama kali biasanya yang dilihat adalah fisiknya melalui pakaian atau apa saja yang dikenakan di tubuh. Seperti yang dikemukakan oleh informan mengenai pendapat mereka yang dirangkum yaitu busana sabagai cerminan kepribadian.

Kesan yang timbul dari penilaian awal biasanya memberikan pengaruh terhadap proses interaksi baik secara langsung maupun tidak langsung. Walaupun kesan pertama bisa berubah setelah mengenal lebih dekat lawan bicaranya. Kepribadian yang ditampilkan melalui busana yang dipakai saat bertemu seseorang pertama kali biasanya akan mempengaruhi interaksi orang tersebut

3. Busana Mencerminkan Suasana Hati

Mengenakan busana yang dipersepsikan sebagai garis-garis atau warna kesenangan dan kegembiraan dapat digunakan dalam upaya untuk mengubah suasana hati orang dari bersedih atau melankolis. Membeli dan memakai baju baru semakin banyak didokumentasikan dengan baik seolah- olah hal tersebut kelihatannya membuat lebih banyak orang yang menjadi kecanduan pada perasaan yang diperoleh pada saat mengenakan sesuatu yang baru. Perasaan-perasaan itu bisa saja ditingkatkan atau diperkuat oleh keunikan atau kesenangan dalam menunjukkan penampilan yang berbeda

commit to user

seperti pada orang-orang tertentu. Roach dan Eicher dalam Malcolm Barnard menyatakan bahwa

“individu-individu pun mungkin memperoleh kesenangan estetis baik dari penciptaan pameran pribadi maupun dari apresiasi dari orang lain” (2006: 85). Seperti yang telah diungkapkan oleh informan warna baju, ataupun busana yang baru atau lama mampu menciptakan ekspresi sendiri, mencerminkan suasana hati seseorang hal itu ditunjukkan melalui busana yang dikenakan oleh orang tersebut. Ketika seseorang merasa rindu terhadap masa lalunya, maka busana yang lama tidak dipakai akan mampu memberikan perasaan yang senang terhadap pemakai.

Busana sebagai cerminan hati memang suatu yang relatif tetapi terkadang lewat busana, lawan bicara senang menghubungkan pakaian dengan suasana hati yang memakai pakaian. Busana yang cerah dan ceria biasanya dikenakan dalam suasana yang sedang berbahagia misalnya acara pernikahan sedangkan ketika ada yang meninggal dunia pergi melayat dengan mengenakan busana bewarna hitam. Busana mampu mencerminkan suasana orang yang memakainya. Melalui warna busana, corak dan motif, kemudian busana yang memiliki kenangan tertentu dari pemakai.

4. Busana Menegaskan Identitas

Sebagian besar manusia menjadikan busana sebagai landasan pertama kali untuk memberikan penilaian kepada lawan bicaranya. Melalui busana identitas diri seseorang dapat diketahui dari mana dan golongan mana seseorang berasal.

Guna mempertahankan keberlangsungan suatu kehidupan sosial, maka para aktor harus menghayati simbol – simbol dengan arti yang sama. hal itu berarti bahwa mereka harus mengerti bahasa yang sama. Proses – proses berpikir, bereaksi, dan berinteraksi menjadi mungkin karena simbol – simbol yang penting dalam kelompok sosial itu mempunyai arti yang sama dan membangkitkan reaksi yang sama pada orang yang menggunakan simbol –

commit to user

(Bernard, 2007:100-101). Seperti yang diungkapkan oleh Malcoln Bernard bahwa symbol-simbol yang ditunjukkan oleh seseorang melalui busananya merupakan suatu bentuk penegasan dari identitas seperti yang telah dijelaskan. Busana dapat dijadikan individu untuk menegaskan dari agama dan golongan mana. Identitas kelompok dapat mempengaruhi individu-individu yang ada didalamnya. Identitas akan menjadi ciri khas dan akan melekat sebuah stigma dari orang lain kepada orang yang memakai busana.

Busana dijadikan sarana oleh seseorang untuk menunjukkan identitas. Identitas yang ditujukkan melalui busana dapat berupa agama dan golongan kelompok tertentu. Misalnya, melalui jilbab dan seragam seperti di FKIP.

5. Busana sebagai Tempat Terlindung

Busana juga bisa untuk berlindung dari berbagai gangguan akibat ketidakbersahabatan lingkungan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Flugel dalam Malcolm Barnard yang menyatakan “busana menawarkan

perlindungan dan sebagai perlindungan terhadap ketidakbersahabatan dunia secara umum atau sebagai jaminan atas kurangnya cinta” (2006: 73). Busana

dapat dijadikan sebagai tempat berlindung dari ketidakbersahabatan dunia misalnya dari cuaca panas dan dingin serta gangguan –gangguan orang jahil. Misalnya saja ketika seseorang wanita memakai makromah maka lelaki akan lebih memiliki rasa malu dan takut untuk mengganggu mereka. Berbeda sebaliknya apabila eseorang memakai busana yang seksi dan terbuka maka para lelaki akan lebih senang untuk mengganggu mereka.

Selain itu busana juga dapat melindungi mahasiswa dari teguran dosen-dosen ketika mereka masuk ke ruang program studi ataupun mereka sedang menjalani aktivitas kuliah. Pada kenyataanya sekarang Dosen sudah mulai risih dengan penampilan para mahasiswanya yang keluar masuk ruangan prodi dengan memakai celana pensil, sehingga akan dibuat aturan yang isinya melarang mahasiswa masuk ke ruang prodi dengan menggunakan

commit to user

dari pelanggaran aturan. Busana dapat dijadikan sebagai tempat berlindung seseorang. Mahasiswa menggunakan busana sebagai tempat berlindung dari ketidakbersahabatan dunia, dari orang lain yang ingin berbuat jahat dan dari sangsi dosen ketika memakai busana yang tidak pantas.

6. Busana Menunjukkan Status Sosial

Busana sering juga digunakan untuk menunjukkan status sosial dan orang membuat penilaian terhadap status sosial berdasarkan apa yang dipakai orang tersebut. Seseorang biasa menampakan status sosial lewat apa yang dipakainya. Orang lain akhirnya akan mendefinisikan pemakai busana dari kelas atas atau kelas bawah. Busana yang meiliki branded terkenal biasanya akan membuat si pemakainya dianggap sebagai orang kaya, kemudian dari model baju tersebut, baju-baju yang memiliki model yang nyeleneh biasanya juga mampu untuk memberikan status sosial yang lebih tinggi dibanding yang lain, Busana yang mampu memberikan kesan yang elegant, lewat harganya yang mahal dan lewat perpaduan yang indah. Tetapi berbeda juga dengan seseorang yang memakai busana yang biasa saja atau tidak memiliki branded maka orang tersebut dianggap biasa saja.

. Roach dan Eicher dalam Malcolm Barnard (2006: 90) menyatakan menghias sesorang bisa merefleksikan hubungan dengan sistem produksi yang merupakan karakteristik ekonomi tertentu yang didalamnya orang tinggal. Gaya hidup lain yang tidak sama antara kelas sosial satu dengan yang lain dalam hal berbusana. Atribut-atribut yang sifatnya massal dan dianggap berselera rendahan pakaian kodian, misalnya selalu dihindari oleh orang-orang yang secara ekonomi mapan atau berada. Menurut Audifax dalam Alfathri Adlin (2006: 92) arus kultur kontemporer, gaya hidup memegang peran penting dalam membangun eksistensi manusia yang hidup di dalam kultur. Gaya hidup dalam arus kultur kontemporer kemudian memunculkan dua hal sama yang sekaligus berbeda yaitu alternatif dan

commit to user

manifestasi eksistensinya. Alternatif lebih bermakna resistensi atau perlawanan terhadap arus budaya mainstream, sedangkan diferensiasi justru sebaliknya, mengikuti arus budaya mainstream dengan membangun identitas diri yang berbeda dari yang lain. Diferensiasi adalah suatu pilihan untuk membuat diri berbeda dengan mengonsumsi barang-barang yang ditawarkan pemegang modal, sedangkan alternatif adalah sebuah bentuk resistensi untuk tidak mengikuti arus kapitalisme. Perbedaan gaya hidup juga memberikan warna yang berbeda pada setiap mahasiswa. Bagi mahasiswa yang berasal dari status sosial atas tentu ia akan mempresentasikan dirinya sebagai orang yang borju dan akan menampilkan hal yang berbeda dari individu yang berasal dari kelas bawah. Golongan status sosial atas merupakan golongan pencipta gaya karena mereka setiap saat berusaha untuk menciptakan aikon baru agar bisa menunjukkan siapa diri mereka dan selain itu dapat mengganti gaya yang sudah ditiru oleh golongan bawah.

Selain itu juga terdapat perbedaan busana ketika seseorang itu menjadi atasan, atau pemimpin dan seseorang yang menjadi bawahan, misalnya saja seseorang mahasiswa maka busananya akan berbeda dengan dosen dan anggota dekanat dan sebaiknya. Hal ersebut bisa dilihat di sekitar kalangan mahasiswa dan dosen FKIP Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi sendiri, setiap senin dan selasa mahasiswanya memakai pakaian atasan putih dan bawahan hitam sedangkan para dosen memakai pakaian atasan biru muda dan bawahan gelap.

Busana dapat menggambarkan status sosial seseorang apakah ia dari golongan atas atau bawah. Status sosial biasanya identik dengan jabatan atau posisi ekonomi. Busana menunjukkan peran-peran produktif atau kedudukan di dalam suatu ekonomi. Hal ini juga dilihat ketika berada di kampus, terdapat perbedaan antara dosen dengan mahasiswa dan antar mahasiswa.

commit to user

Dari beberapa informasi dapat kita simpulkan tentang busana yang mampu menunjukkan identitas dari mahasiswa, menurut mereka dapat disimpulkan berikut ini

a. Sopan artinya busana itu menutup bagian-bagian yang vital dari diri mereka. Ketika di kampus maka akan berbeda halnya ketika mereka berrada di luar kampus, misalkan dirumah, ataupun ketika mereka pergi jalan-jalan bersama teman-teman mereka, ketika mereka di rumah mereka akan memakai baju yang seenaknya artinya walaupun memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh itu tidak akan menjadi masalah tetapi hal tersebut akan berbeda lagi ketika mereka pergi keluar bersama teman-teman mereka maka akan lebih fashionable karena tidak harus memikirkan aturan-aturan apakah hal tersebut harus berkerah ataupun tidak.

Hal tersebut sesuai dengan teori dramaturgi yang dikemukakan oleh Erving Gofman mengenai fronstage dan backstage bahwa Dalam interaksi, terkadang orang menampilkan kondisi ideal (+) di depan umum dan menyembunyikan keburukan (-) dengan alasan (2010). Jika dikaitkan dengan penuturan informan maka, dapat diketahui busana merupakan alat untuk menyembunyikan kekurangan mereka, sedangkan ketika mereka berada di dalam kampus ataupun di luar kampus hal yang berbeda akan ditunjukkan oleh mereka, seperti misalnya celana pendek, kemudian memakai celana jins sedangkan di kampus mereka memakai rok dan pakaian tertutup.

Ketika mereka di dalam kampus maka harus disesuaikan dengan aturan yang sudah ada baik itu yang tertulis ataupun tidak, meskipun di dalam ranah universitas dibebaskan untuk memakai baju bebas tidak seperti masa SD-SMA, walaupun diterapkan aturan tentang seragam senin dan selasa yang mengharuskan mahasiswanya memakai busana hitam putih mereka harus tetap memperhitungkan etika yang pantas ketika di dalam kampus.

commit to user

yang berkaitan dengan etika yaitu menggunakan celana panjang yang tidak ketat, kemudian rok yang di bawah lutut jika tidak memakai makromah dan yang pasti tidak terlalu mini. Terdapat beberapa pengalaman dari para pengajar di kampus bahwa masih banyak sekali mahasiswa yang memakai baju tidak semestinya seharusnya mereka bisa menempatkan diri, jika dikampus ya mahasiswa harus mencerminkan busana yang seharusnya yang mencerminkan karakter mereka sebagai calon guru.

Selain kedua hal tersebut menurut Furqon Hidayatulah terdapat tiga syarat dalam berbusana seperti berikut, pertama syar’e artinya adalah sesuai dengan agama yang dianut misalnya islam memakai jilbab. Kedua sehat dan bersih artinya pakaian yang dikenakan itu harus sehat dan bersih dari segala kotoran, tidak kumuh. Ketiga adalah patut dan layak artinya sesuai dengan waktu dan tempat.

Busana merupakan sesuatu yang dipakai busana bukan saja halnya baju saja tetapi beserta atributnya dari atas sampai bawah, ssebagai mahasiswa yang berkarakter kuat, cerdas dan berakhlak mulia, seharusnya mampu menempatkan diri bagaimana berbusana, ketika dikampus busana yang dikenakan beserta atributnya hars disesuaikan, tidak memakai sandal ketika di kampus walaupun pada kenyataanya banyak mhasiswa yang memakai sandal ketika di kampus, Ketika memakai jilbab tidak berlebihan.

8. Asal Mula Mahasiswa mengetahui Fashion dan Berbusana

Setiap manusia pasti berbusana. Tanpa berbusana pasti setiap manusia tidak dapat melakukan aktivitas social, begitu juga dengan para mahasiswa. Banyak alasan darimana mahasiswa berbusana dan mengikuti fashion. Pertama , lingkungan keluarga oleh Gerungan (2000: 180) dinyatakan bahwa “keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan

manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya”. Segala yang telah diuraikan

commit to user

yang merupakan kelompok primer, termasuk pembentukan dan internalisasi norma-norma sosial. Di dalam keluarga interaksi sosial berdasarkan identifikasi, pertama-tama memperhatikan keinginan-keinginan orang lain, belajar bekerja sama, bantu-membantu dengan kata lain belajar memegang peranan sebagai makhluk sosial yang memiliki norma-norma dan kecakapan- kecakapan tertentu dalam pergaulan dengan orang lain. Pengalaman- pengalaman interaksi sosial di keluarga turut menentukan cara-cara tingkah laku terhadap orang lain dalam pergaulan sosial di luar keluarga dan masyarakat pada umumnya. Anak yang baru lahir (bayi) mengalami proses sosialisasi yang pertama adalah di dalam keluarga. Dalam pembentukan sikap dan kepribadian anak sangat dipengaruhi oleh cara dan corak orang tua dalam memberikan pendidikan anak-anaknya baik melalui kebiasaan, teguran, nasihat, perintah, atau larangan.

J.Dwinarwoko & Bagong Suyanto (2004: 72) menyatakan bahwa keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi manusia. Hal ini dimungkinkan karena berbagai kondisi yang dimiliki oleh keluarga. Pertama, keluarga merupakan kelompok primer yang selalu tatap muka di antara anggotanya, sehingga dapat selalu mengikuti perkembangan anggota-anggotanya. Kedua, orang tua mempunyai kondisi yang tinggi untuk mendidik anak-anak, sehingga menimbulkan hubungan emosional yang sangat diperlukan dalam proses sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan sosial yang tetapi sehingga orang tua mempunyai peranan yang penting terhadap proses sosialisasi anak. Seperti yang dikemukakan oleh informan yang mengaku bahwa mereka mengetahui fashion dan cara berbusana dari keluarga yang salah satunya adalah pembiasaan dari keluarga.

Kedua adalah dari teman baik itu teman dikampus ataupun teman bermain merupakan agen sosialisasi yang besar pengaruhnya dalam membentuk pola-pola perilaku seseorang. Di sini individu mempelajari berbagai kemampuan baru yang acapkali berbeda dengan apa yang mereka pelajari dari keluarga. Di sini akan ikut menentukan dalam pembentukan sikap

commit to user

Bagong Suyanto (2004: 74) menyatakan di dalam kelompok bermain pola sosialisasi bersifat ekualitas karena kedudukan para pelaku relatif sederajat. Hal yang sama terjadi pada informan yang mengaku mereka mengetahui fashion dalam berbusana itu dari teman-temannya dengan melihat cara berbusana teman-temannya dan jika cocok akan diikuti.

Ketiga adalah media massa khususnya televisi dan majalah merupakan media sosialisasi yang kuat dalam membentuk keyakinan-keyakinan baru atau mempertahankan keyakinan yang ada. Bahkan proses sosialisasi melalui media televisi ruang lingkupnya lebih luas dari media sosialisasi yang lainnya. Iklan-iklan yang ditayangkan media televisi disinyalir telah menyebabkan terjadinya perubahan pola konsumsi, bahkan gaya berbusana mahasiswa.

Keempat adalah dari mall seperti yang diungkapkan oleh informan yang mengatakan mereka mengetahui fashion dan kemudian menerapkannya dalam hal berbusana itu adalah dari mall, mall yang merupakan tempat untuk berbelanja segala macam kebutuhan selalu menampilkan produk-produk yang paling baru. Produk-produk terbaru itu akan di pajang disudut-sudut yang dijangkau oleh mata sehingga orang akan dengan mudah mengetahui produk yang terbaru dan yang ter-uptodate.

9. Alasan Fashion diikuti oleh Mahasiswa

Arti kata fashion juga meiliki banyak sisi. Menurut Troxell dan Stone dalam bukunya merchandising. Fashion didefinisikan sebagai gaya yang diterima dan digunakan oleh mayoritas anggota kelompok dalam satu waktu tertentu. Dari definisi-definisi yang telah diungkapkan oleh mahasiswa mengenai fashion tersebut dapat terlihat bahwa fashion erat kaitannya dengan gaya yang digemari, kepribadian seseorang, dan rentang waktu. Maka bisa dimengerti mengapa sebuah gaya yang digemari bulan ini bisa dikatakan ketinggalan jaman beberapa bulan kemudian

Fashion peting bagi mahasiswa karena bagi sebagian anak muda dengan mengikuti fashion maka mahasiswa tidak akan ketinggalan jaman ada

commit to user

mengikuti fashion. Karena mereka mengikuti perkembangan jaman, menurut para mahasiswa dengan mengikuti fashion mereka tidak dikatakan kuper (kurang pergaulan), fashion sendiri hampir diikuti oleh hampir setiap lapisan masyarakat bukan hanya oleh anak yang masih terbilang remaja saja tetapi juga dari anak-anak sampai orangtua mereka mengetahui fashion, tetapi tujuan dari fashion itu memang berbeda. Salah satu tujannya bagi mahasiswa adalah untuk menarik perhatian lawan jenis, agar terlihat cantik dan tampan, dan menmpilkan yang terbaik melalui tampilannya.

Fashion menjadi tidak begitu penting ketika seseorang itu sudah dewasa artinya atau ketika mereka menjadi salah satu panutan di dalam dunia pendidikan, misalnya ketika seseorang tersebut menjadi dosen atau tenaga pengajar maka mereka akan dilihat oleh mahasiswa maka tujuan fashion akan bergeser, kepentingan fashion bukan menjadi penarik lawan jenis tetapi untuk memberikan kesan yang baik bagi mahasiswa sehingga diharapkan proses tersebut perkuliahan akan berjalan lancar.

Selain itu ada juga beberapa pihak yang tidak menganggap fashion itu penting bagi mereka kebanyakan adalah laki-laki, menurut mereka fashion itu tidak harus ada dilingkungan kampus FKIP terutama di Program Studi Sosiologi Antropologi. Karena yang terpenting adalah bagaimna kita membangun identitas sebagai calon guru yang memiliki karakter yang kuat, cerdas dan berakhlak mulia seperti yang diharapkan sebagai calon pendidik. Fashion dipergunakan tidak untuk gaya-gayaan saja tetapi untuk menampilkan kesan yang berwibawa dan tidak dianggap guru yang tidak modern.

10. Dampak Positif bagi mahasiswa

Dampak positif dari cara mahasiswa Program Studi Sosiologi Antropologi sendiri adalah merasa pede dengan tampilan mereka yang mereka sesuaikan dengan busana yang mereka suka. Dengan kebebasan berbusana yang diberikan oleh civitas akademika sendiri mampu membuat

commit to user

didalam FKIP sendiri khususnya terdapat penambahan aturan setiap senin dan selasa, yaitu seragam dengan atasan putih dan bawahan hitam, hal tersebut

memiliki tujuan “Mendidik Kebersamaan, Karakter Calon Guru dan Agar Mahasiswa Mampu Berbusana Sopan”. Walaupun memang tidak terdapat aturan yang tertulis, tetapi hal tersebut adalah pembiasaan yang dibuat oleh civitas akademika yang memiliki kewenangan atas hal tersebut. Selain itu bukan hanya mahasiswa saja yang diharuskan memakai pakaian seragam seperti itu, tetapi juga seluruh anggota civitas akademika FKIP UNS tidak terkecuali Progam Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi. Hal yag berkaitan dengan dampak positif juga dapat dianalis melalui pandangan dan tujuan dari mana mahasiswa berbusana berikut ini.

11. Dampak Negatif bagi Mahasiswa

Terdapat dampak negatif ketika mahasiswa harus menggunakan seragam yang telah ditentukan oleh Dekanat, yaitu seragam hitam putih. Hal ini dikarenakan ketika mahsiswa menggunakan seragam tersebut maka akan menjadi pusat perhatian dari mahasiswa Fakultas lain. Seragam tersebut telah melekat pada mahasiswa FKIP tidak terkecuali mahasiswa Progam Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi sendiri.

Seragam tersebut dibuat dan ada memang untuk mendidik mahasiswa FKIP kebersamaan artinya dengan adanya seragam tersebut maka tidak ada perbedaan dari setiap mahasiswa, diharapkan dengan adanya sergam tersebut mereka memiliki rasa kesederhanaan yang tinggi dan mampu membiasakan diri yang baik lewat busana tersebut.

Pada kenyataanya di lapangan masih banyak sekali mahasiswa yang memakai busana yang tidak diharapkan, memang busana yang mereka pakai memiliki warna yang seuai tetapi tidak bisa dipungkiri fashion sanat melekat erat dan tidak bisa dihilangkan dari cara berbusana mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi sendiri. Bisa dilihat dengan celana jeans

commit to user

legging ketika mereka ke kampus. Bukan hanya dilihat dari bajunya saja tetapi dari atribut yang mereka kenakan, seperti misalnya make-up yang terlalu tebal, kemudian memakai sandal jepit, atau memakai high heels yang sangat tinggi. Mahasiswa laki- lakinya walaupun jarang sekali yang terlihat melanggar tetapi ada beberapa yang mengikuti fashion dan melanggar juga. Dapat dilihat dengan penggunaan kaos tanpa krah ketika mereka ke kampus, menggunakan celana jeans yang sangat pensil.

commit to user

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS TEKS EKSPOSISI MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN METODE INKUIRI DI MAN 2 FILAIL PONTIANAK Sajidin Muttaqin Putra. Nanang Heryana. Syambasril. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak

0 0 10

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER DI SDN 24 PONTIANAK TENGGARA Hajar Mariani, Sugiyono, Syamsiati. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Jurusan Pendidikan Dasar FKIP Untan Pontianak Email: marianiriri606gmail.com Abst

0 0 13

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN MEDIA MANIPULATIF KELAS III SD NEGERI 21 PONTIANAK BARAT Nadhirah AR, K.Y Margiati, Kaswari. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Jurusan Pendidikan Dasar FKIP Untan Pontianak Email: nadhirah_arasyid

0 0 14

Hayana Indryani, Suryani, Sri Utami Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Untan Pontianak Email : hayanaindryaniyahoo.com Abstract - PENGARUH PENGGUNAAN MODEL EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP HASIL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI SEKOLAH

0 0 8

KAJIAN STRUKTURALIAME DAN NILAI-NILAI PADA HIKAYAT HANG TUAH JILID I KARYA MUHAMMAD HAJI SALEH Fiky Indra Gunawan Saputra, Antonius Totok Priyadi, Agus Wartiningsih Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan, Pontianak Email : fikyind

0 0 14

Yoga Kharisma Putra Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik FKIP UNTAN Pontianak E-mail : yogagoyaaayahoo.co.id Abstract - BIOGRAFI H. MUHAMMAD (TOKOH SENIMAN HADRAH KOTA PONTIANAK)

0 0 12

PENGARUH TYPE THINK PAIR SHERE TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SDN 39 PONTIANAK KOTA Niki Anggraini, Tahmid Sabri, Hery Kresnadi Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Untan, Pontianak Email: anggraininikigmail.com Abstract - PENGARUH TYPE THINK PAIR

0 0 8

Program Pascasarjana FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak venysafaria123yahoo.com Abstract - PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA GURU TERHADAP PRODUKTIVITAS SEKOLAH PADA SEKOLAH DASAR

0 0 10

Muhamad Ramadhan, Gusti Budjang A, Supriadi Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP Untan Pontianak Email : muhamadramadhan441gmail.com Abstract - PENGENDALIAN SOSIAL PERILAKU INDISIPLINER SISWA OLEH GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN SOSIOLOGI DI SMA

0 1 12

Safitri, Nuraini Asriati, Supriadi Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP Untan Pontianak Email : safitri1915yahoo.co.id Abstract - UPAYA ORANG TUA DALAM MENGATASI REMAJA PUTUS SEKOLAH (STUDI DI DUSUN TUMPUAN HATI DESA BENTUNAI KECAMATAN SELAKAU)

0 0 8