Metode Analisis Data

B. Metode Analisis Data

Agar tercapai tujuan yang diinginkan dalam penelitian ini, maka digunakan empat metode analisis yaitu analisis Matriks Potensi Daerah, analisis LQ (Location Quotient), analisis SWOT dan analisis Gravitasi.

1. Analisis Matriks Potensi Daerah

Model matriks potensi daerah pada dasarnya diturunkan dari rumus pertumbuhan dan rumus kontribusi. Rumus ini digunakan untuk mengetahui posisi perekonomian di masing – masing sektor ekonomi di Kabupaten Karanganyar (Kirana, 1998 : 29 dalam Mulyanto, 2006).

Tabel 3.1 Model Matrik Potensi Daerah : Pendukung Analisis Posisi Perkonomian Di Kabupaten Karanganyar

Proporsi

Pertumbuhan (∆)

--------------- ≤1 Rata-rata X

----------- ≥1 Rata-rata X

∆X I

------------ ≥1 ∆X total

3) Berkembang

4) prima/unggul

∆X I

------------ ≤1

∆X total

1) Terbelakang

2) potensial

Catatan : X i : PRDB disalah satu sektor di Kabupaten Karanganyar

X : Total PRDB di Kabupaten Karanganyar ∆ : Tingkat pertumbuhan

( ∆X i = [( X it –X it – 1) / X it – 1] x 100% ) Sumber : (Kirana, 1998 dalam Mulyanto, 2006)

a. Rumus untuk menghitung sumbangan/kontribusi PRDB masing-masing sektor terhadap PRDB Kabupaten Karanganyar (Arsyad, 1999 : 236 dalam Mulyanto, 2006)

Adapun rumus untuk menghitung sumbangan/kontribusi dan pertumbuhan adalah sebagai berikut :

X it

KE dari X it = ------------------ x100% .................................. (4.1)

X total

Dimana : KE : Kontribusi Ekonomi

X it : PRDB sektor i pada tahun t

b. Rumus untuk menghitung pertumbuhan PRDB masing-masing sektor di Kabupaten Karanganyar (Arysad, 1999 : 246, dalam Mulyanto, 2006) :

X it -X it –1

PE dari X it = --------------------- x100% ...............................(4.2)

X it –1

Dimana : PE : Pertumbuhan Ekonomi

X it

PRDB sektor i pada tahun t :

X it – 1 : PRDB sektor i pada tahun t – 1

Rumus pada tabel 3.1 di atas akan digunakan untuk menguji ada tidaknya pergeseran posisi perekonomian pada masing-masing Kecamatan di Kabupaten Karanganyar, baik pada era sebelum maupun era selama pelaksanaan PROPEDA. Rumus ini mempunyai makna :

1) Suatu sektor ekonomi di Kabupaten Karanganyar yang mempunyai rasio proporsi dan rasio pertumbuhan PRDB kurang dari 1 (satu), maka sektor ekonomi yang bersangkutan dikategorikan sebagai Kondisi Perekonomian Terbelakang.

2) Suatu sektor ekonomi di Kabupaten Karanganyar yang mempunyai rasio proporsi PRDB lebih besar atau sama 1 (satu), sementara rasio pertumbuhan PRDB-nya kurang dari 1 (satu), maka sektor ekonomi yang bersangkutan dikategorikan sebagai Kondisi Perekonomian Potensial.

3) Suatu sektor ekonomi di Kabupaten Karanganyar yang mempunyai rasio proporsi PRDB kurang 1 (satu), sementara rasio pertumbuhan PRDB-nya lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka sektor ekonomi yang bersangkutan dikategorikan sebagai Kondisi Perekonomian Berkembang.

4) Suatu sektor ekonomi di Kabupaten Karanganyar yang mempunyai rasio proporsi PRDB dan rasio pertumbuhan PRDB-nya lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka sektor ekonomi yang bersangkutan dikategorikan sebagai Kondisi Perekonomian prima/unggul

2. Analisis LQ

Analisis LQ merupakan teknik analisis membandingkan besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan suatu sektor/industri tersebut secara nasional (Tarigan, 2005: 82).

Dasar pemikiran teknik analisis LQ ini adalah Teori Economic Base yang intinya „industry basic‟ menghasilkan barang dan jasa untuk pasar di

daerah yang bersangkutan maupun di luar daerah, maka penjualan ke luar daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut. Terjadinya arus pendapatan dari luar daerah ini menyebabkan terjadinya kenaikan konsumsi daerah yang bersangkutan maupun di luar daerah, maka penjualan ke luar daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut. Terjadinya arus pendapatan dari luar daerah ini menyebabkan terjadinya kenaikan konsumsi

Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya menaikkan permintaan terhadap „industribasic‟ tetapi juga menaikkan permintaan akan industri „non

basic (lokal) ‟. Kenaikan permintaan ini akan mendorong kenaikan investasi pada industri yang bersangkutan sehingga investasi modal dalam sektor industri lokal maupun investasi yang didorong (induced) sebagai akibat dari kenaikan industri basic. Rumus untuk menghitung basis ekonomi sektoral. Adapun rumus untuk menghitung LQ adalah sebagai berikut (Arsyad,1999:142 dalam Mulyanto,2006) :

LQ

Keterangan:

LQ = Location Quotient v i

= Nilai sektor i di Kabupaten Karanganyar

= Total nilai PDRB di Kabupaten Karanganyar

V i = Nilai sektor i di Propinsi Jawa Tengah

V t = Total nilai PDRB Propinsi Jawa Tengah

Terdapat 3 (tiga) kategori yang dihasilkan dari perhitungan LQ (Location Quotient) dalam perekonomian suatu daerah/kecamatan, yaitu:

 Bila nilai LQ = 1, maka berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor tertentu di Kabupaten Karanganyar sama dengan sektor yang sama pada

perekonomian di Propinsi Jawa Tengah.  Bila nilai LQ > 1, maka sektor yang bersangkutan di wilayah studi lebih

berspesialisasi atau lebih dominan dibandingkan dengan perekonomian di wilayah referensi (Kabupaten Karanganyar). Sektor ini dalam perekonomian di wilayah studi memiliki keunggulan komparatif dan dikategorikan sebagai sektor basis.

 Bila nilai LQ < 1, maka sektor yang bersangkutan di wilayah studi kurang berspesialisasi atau kurang dominan dibandingkan dengan perekonomian di wilayah referensi (Kabupaten Karanganyar). Sektor ini dalam perekonomian di wilayah studi tidak memiliki keunggulan komparatif dan dikategorikan sebagai sektor non basis

Metode location quotient (LQ) dibedakan menjadi dua, yaitu: static location quotient (SLQ sering disebut LQ) dan dynamic location quotient (DLQ)

a. Static Location Quotient (SLQ)

SLQ dirumuskan sebagai berikut:

Qi Qn

qi qr

SLQ 

Di mana:

Koefisien Static Location Quotient

Keluaran sektor i nasional Keluaran sektor i regional (Kab Karanganyar)

Keluaran total nasional

Keluaran total regional (Kab Karanganyar) Berdasarkan formula di atas dapat dijelaskan bahwa jika koefisien LQ

> 1, maka sektor tersebut cenderung akan mengekspor keluaran produksinya ke wilayah lain, atau mungkin ekspor ke luar negeri. Sedangkan jika nilai koefisien LQ < 1, ini berarti sektor tersebut cenderung mengimpor dari wilayah lain atau dari luar negeri.

b. Dynamic Location Quotient (DLQ)

Dynamic Location Quotient (DLQ) adalah metode yang digunakan untuk mengetahui perubahan posisi sektor perekonomian dimasa yang akan datang. Adapun rumus dari DLQ adalah sebagai berikut:

g g IPPS

DLQ

G G IPPS

Indeks potensi sektor i di regional

Laju pertumbuhan sektor i di regional Rata-rata laju pertumbuhan sektor di regional

Gi

IPPS ij

IPPS i

Laju pertumbuhan sektor i di nasional Rata-rata laju pertumbuhan sektor di nasional

Selisih tahun akhir dan tahun awal Indeks Potensi Pengembangan sektor i di regional

Indeks Potensi Pengembangan sektor i di nasional Nilai DLQ yang dihasilkan dapat diartikan sebagai berikut: jika DLQ > 1, maka potensi perkembangan sektor i di suatu regional lebih cepat dibandingkan sektor yang sama di nasional. Namun, jika DLQ < 1, maka potensi perkembangan sektor i di regional lebih rendah dibandingkan nasional secara keseluruhan. Gabungan antara nilai SLQ dan DLQ dijadikan kriteria dalam menentukan apakah sektor ekonomi tersebut tergolong unggulan, prospektif, andalan, dan kurang prospektif.

Tabel 3.2 Kriteria Hasil Analisis LQ

Sumber: Widodo, 2006: 12

Kurang Prospektif

3. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identitas berbagai faktor secara sistematis untuk merumusakan strategi pelayanan. Analisis ini berdasarkan logika yang dapat memaksimalkan peluang namun secara bersamaan dapat meminimalkan kekurangan dan ancaman. Dengan analisis SWOT tahapan faktor-faktor berpengaruh dalam pembangunan daerah akan ditemukan empat strategi seperti dalam tabel berikut:

Tabel 3.3 Matriks analisa SWOT-Klasifikasi Isu

Faktor Eksternal

Faktor Internal

OPPORTUNITIES (O)

THREATS (T)

STRENGHTS (S)

COMPARATIVE ADVANTAGE

WEAKNESSES (W)

INVESTMENT DIVESMENT

(WO)

DAMAGE CONTROL

(WT)

Sumber: Rangkuti, 2005.

Empat strategi dapat dipergunakan untuk mengatasi segala kemungkinan yang akan dihadapi dalam menganalisis SWOT potensi daerah. Keempat isu strategis tersebut diberi nama sebagai berikut

a. Comparative Adventage

Srategi yang pertama merupakan isu stretegis yang menggunakan faktor eksternal yaitu peluang dan faktor internal yakni kekuatan. Strategi ini diharapkan dengan menggunakan kekuatan dan memanfaatkan peluang yang ada maka potensi sektor yang ada dapat digali lebih dalam sehingga bermanfaat untuk pembangunan daerah. (Strategi SO : Menggunakan kekuatan memanfaatkan peluang).

b. Mobilization

Strategi ini merupakan strategi yang mempertemukan interaksi antara faktor dari luar berupa ancaman/tantangan dengan faktor dari dalam yakni kekuatan. Dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki setiap daerah diharapkan dapat mengatasi segala hambatan yang nantinya dapat mengganggu proses pembangunan daerah. (Strategi ST : Menggunakan kekuatan untuk mengusir hambatan).

c. Invesment/Divesment

Strategi selanjutnya merupakan kolaborasi dari faktor eksternal yaitu peluang dengan faktor internal yaitu kelemahan. Tujuan dari strategi ini adalah menghindari kelemahan yang dimiliki masing-masing daerah dengan memanfaatkan segala peluang yang ada agar pembangunan yang diharapkan dapat tercapai. (Strategi WO : Menggunakan peluang untuk menghindari kelemahan) .

d. Damage Control

Strategi yang terakhir merupakan srategi untuk mencari segala kelemahan yang dimiliki oleh masing-masing daerah dan hambatan yang akan dihadapi dalam proses pembangunan. Apabila segala kelemahan dan hambatan dapat diketahui sebelumnya maka strategi yang harus diterapkan untuk mengatasi hal tersebut dapat dirancang sebelum segala kemungkinan yang buruk benar-benar terjadi. (Strategi WT : Meminimalkan kelemahan dan mengusir hambatan).

4. Analisis Gravitasi

Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk melihat besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi. Model ini sering digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut (Tarigan, 2005: 148).

Dalam analisa gravitasi, hubungan keterkaitan yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk suatu daerah/lokasi dengan jumlah penduduk daerah/lokasi yang lainnya dengan pembagi yakni jarak antara kedua daerah/lokasi. Rumus gavitasi yang digunakan adalah sebagai berikut:

P i .P j T ij = k -------- ij d 2 Dimana :

T ij = kekuatan gravitasional antara kota i dan kota j K = konstanta P i = jumlah penduduk di kota i P j = jumlah penduduk di kota j

d ij = jarak fisik antara kota i dan kota j

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Karanganyar

1. Aspek Geografis

Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten di antara

35 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah. Wilayah di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Wonogiri; di sebelah barat berbatasan dengan Kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali; di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Sragen; serta di sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan perhitungan garis bujur dan garis lintang, Kabupaten Karanganyar terletak

antara 110 0 40”-110 0 70” Bujur Timur dan 7 0 28”-7 0 46” Lintang Selatan.Ketinggian rata-rata mencapai 511 meter dpl (di atas permukaan laut) serta beriklim tropis dengan temperatur antara 22 0 - 31 0 C (Kabupaten Karanganyar Dalam Angka, beberapa tahun terbitan).

2. Luas Wilayah

Luas wilayah Kabupaten Karanganyar adalah 77.378,64 Ha, yang terdiri dari luas tanah sawah 22.465,11 Ha dan luas tanah kering 54.912,53 Ha. Tanah sawah terdiri dari irigasi teknis 12.922,74 Ha, non teknis 7.586,76 Ha, dan tidak berpengairan 1.955,61 Ha. Sementara itu luas tanah untuk pekarangan/bangunan 21.197,69 Ha dan luas untuk tegalan/kebun 17.847,48 Ha. Di Kabupaten Karanganyar terdapat hutan Luas wilayah Kabupaten Karanganyar adalah 77.378,64 Ha, yang terdiri dari luas tanah sawah 22.465,11 Ha dan luas tanah kering 54.912,53 Ha. Tanah sawah terdiri dari irigasi teknis 12.922,74 Ha, non teknis 7.586,76 Ha, dan tidak berpengairan 1.955,61 Ha. Sementara itu luas tanah untuk pekarangan/bangunan 21.197,69 Ha dan luas untuk tegalan/kebun 17.847,48 Ha. Di Kabupaten Karanganyar terdapat hutan

Sedangkan untuk luas tanah kering mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yakni sebesar 9,8 Ha, namun penggunaan tanah kering untuk tegalan/kebun sesungguhnya mengalami penurunan yakni sebesar 15,92 Ha, dan peningkatan penggunaan untuk pekarangan/ bangunan sebesar 25,72. Perubahan fungsi penggunaan ini dapat dimaklumi seiring dengan pertumbuhan penduduk di kabupaten karanganyar. Untuk lebih jelasnya bagaimanakah prosentase pembagian penggunaan luas tanah sawah dan tanah kering di Kabupaten Karanganyar pada tahun 2009 dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Kabupaten Karanganyar Dalam Angka, 2010).

Gambar 4.1 Persentase Luas Tanah Sawah dan Tanah Kering Tahun 2009

Sumber: BPS Kabupaten Karanganyar. (2010). Kabupaten Karanganyar Dalam Angka 2010.

Sementara itu, penggunaan Tanah Kering yang luasnya sekitar 54.912,53 Ha, dapat dirinci sebagai berikut:

- Pekarang./Bangunan : 21.140,00 Ha (atau 38,51%);

Padang Gembala

Tambak/Kolam

Tegalan/Kebun

Hutan Negara 17,72%

Pekarangan/Bangun an 38,51%

- Hutan Negara : 9.729,50 Ha (atau 17,72%); - Perkebunan

: 3.251,51 Ha (atau 5,92%); - Padang Gembala

: 219,67 Ha (atau 0,40%); - Tambak/Kolam

: 25,53 Ha (atau 0,05%);

- Lain-lain : 2.641,14 Ha (atau 4,81%).

Gambar 4.2 Persentase Tanah Kering menurut Jenis Penggunaannya Tahun 2009 (dalam persen)

Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar. (2010). Kabupaten Karanganyar Dalam

Angka 2010.

Dari gambar di atas jelas terlihat bahwa prosentase penggunaan tanah kering menurut jenis penggunaannya yang paling besar di Kabupaten Karanganyar pada tahun 2009 adalah Pekarangan / Bangunan dengan luas penggunaan sebesar 21.140,00 Ha (atau 38,51%), sedangkan prosentase penggunaan tanah kering menurut jenis penggunaannya yang paling kecil di Kabupaten Karanganyar pada tahun 2009 adalah Tambak/Kolam : 25,53 Ha (atau 0,05%).

Kabupaten Karanganyar memiliki banyak kecamatan yang terbagi berdasarkan luas wilayahnya. Masing – masing kecamatan memiliki luas Kabupaten Karanganyar memiliki banyak kecamatan yang terbagi berdasarkan luas wilayahnya. Masing – masing kecamatan memiliki luas

Gambar 4.3 Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kabupaten Karanganyar

Tahun 2009 (dalam hektar)

Sumber: BPS Kabupaten Karanganyar. (2010).Kabupaten Karanganyar Dalam Angka 2010.

Dari data di atas menunjukkan bahwa kecamatan terluas di kabupaten Karanganyar adalah Kecamatan Tawangmangu dengan luas sekitar 7.003,1645 Ha; kemudian disusul oleh Kecamatan Jatiyoso seluas 6.716,4886 Ha; dan Kecamatan Ngargoyoso seluas 6.533,9420 Ha; sementara wilayah dengan luas terkecil adalah Kecamatan Colomadu dengan luas sekitar 1.564,1650 Ha.

3. Keadaan Iklim

Sebagaimana yang telah diungkapkan di muka, kondisi iklim di Kabupaten Karanganyar adalah tropis dengan musim hujan dan musim Sebagaimana yang telah diungkapkan di muka, kondisi iklim di Kabupaten Karanganyar adalah tropis dengan musim hujan dan musim

Secara hidrografis Kabupaten Karanganyar memiliki berbagai sumber air yang antara lain disebabkan oleh karena terletaknya yang berada di kaki gunung lawu, dimana keadaan tanahnya makin ke barat makin datar dan banyak sumber air yang berasal dari Gunung Lawu. Dilihat dari aspek topografi Kabupaten Karanganyar merupakan dataran dan pegunungan dengan ketinggian tempat yang sangat bervariasi. Ketinggian 0-100 meter mencakup sekitar 8,11%; ketinggian antara 101- 500 meter mencakup sekitar 45,32%; ketinggian 501-1000 meter mencakup sekitar 36,59%; serta di atas 1000 meter mencakup sekitar 9,98% (Kabupaten Karanganyar Dalam Angka, beberapa tahun terbitan).

4. Aspek Demografi

Jumlah Penduduk di Kabupaten Karanganyar berdasakan registrasi tahun 2009 sebanyak 872.821 jiwa, terdiri dari laki-laki 436.901 jiwa dan perempuan 441.309 jiwa. Dibandingkan tahun 2009, maka terdapat pertambahan penduduk sebanyak 6.454 jiwa atau mengalami Jumlah Penduduk di Kabupaten Karanganyar berdasakan registrasi tahun 2009 sebanyak 872.821 jiwa, terdiri dari laki-laki 436.901 jiwa dan perempuan 441.309 jiwa. Dibandingkan tahun 2009, maka terdapat pertambahan penduduk sebanyak 6.454 jiwa atau mengalami

Seiring dengan kenaikan penduduk, maka kepadatan penduduk juga mengalami kenaikan. Pada tahun 2010 kepadatan penduduk Kabupaten Karanganyar mencapai 1.135 jiwa/Km 2 . Di sisi lain persebaran penduduk masih belum merata. Kepadatan penduduk di daerah perkotaan secara umum lebih tinggi dibandingkan daerah pedesaan. Kecamatan dengan kepadatan penduduk paling tinggi adalah Kecamatan Colomadu,

yaitu 3.954 jiwa/Km 2 , dan yang paling rendah adalah Kecamatan Jenawi, yaitu 498 jiwa/Km 2 ( Kabupaten Karanganyar Dalam Angka, beberapa

tahun terbitan). Sesuai dengan kondisi alam Kabupaten Karanganyar yang agraris, maka sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian di sektor pertanian (petani sendiri dan buruh tani), yaitu 203.097 orang (27,71%). Kemudian sebagai buruh industri sebanyak 107.063 orang (14,61%), buruh bangunan 50.349 orang (6,87 %) dan pedagang sebanyak 36.468 orang (4.98%). Selebihnya adalah sebagai pengusaha, di sektor pengangkutan, PNS/TNI/Polri, pensiunan, jasa-jasa dan lain-lain.

Gambaran jumlah penduduk, jumlah keluarga dan kepadatan penduduk per km2, selengkapnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini ( Kabupaten Karanganyar Dalam Angka, 2010).

Gambar 4.4. Perkembangan Penduduk Kabupaten Karanganyar Tahun

Sumber: BPS Kabupaten. Karanganyar. (2010). Kabupaten Karanganyar

Dalam Angka 2010 .

Tingkat kepadatan penduduk semakin tahun semakin meningkat, mulai dari tahun 2005 jumlah penduduk Kabupaten Karanganyar sebesar 838.182 jiwa terus meningkat sampai tahun 2009 menjadi sebesar 872.821 jiwa. Untuk gambaran selengkapnya mengenai pertumbuhan jumlah penduduk Kabupaten Karanganyar dari tahun ke tahun, dapat dilihat pula pada gambar berikut.

Gambar 4.5. Perkembangan Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Karanganyar Tahun 2005-2009 (dalam jiwa/orang)

5. Aspek Ekonomi

Kondisi ekonomi Kabupaten Karanganyar diwarnai dengan perkembangan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) seiring dengan adanya proses pemulihan ekonomi sebagai akibat terjadinya krisis ekonomi nasional yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997. Indikator perkembangan ekonomi ini, antara lain ditunjukan oleh kenaikan PDRB di Kabupaten Karanganyar dari tahun ke tahun, baik atas dasar harga berlaku maupun harga konstan tahun 2000 (Kabupaten Karanganyar Dalam Angka, beberapa tahun terbitan). Gambaran selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut

Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Karanganyar Tahun 2005 - 2010

Tahun

PDRB atas dasar harga

berlaku

PDRB atas dasar harga konstan

Nilai (juta Rp)

Pertumbuhan

(%)

Nilai (juta Rp)

5.452.435,49 7,4 Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Karanganyar, data diolah

Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa untuk nilai PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2005 – 2010 Kabupaten Karanganyar senantiasa mengalami peningkatan. Nilai PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Karanganyar pada tahun 2005 sebesar Rp 5.621.289,46 kemudian mengalami peningkatan di tahun – tahun

berikutnya yakni dari tahun 2006 sebesar Rp 6.224.781,84 , pada tahun 2007 sebesar Rp 6.904.990,15 , kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2008 dan 2009 menjadi sebesar Rp 7.679.675,35 dan Rp 8.378.315,88. Hingga pada tahun 2010 nilai PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Karanganyar sebesar 9.224.224,35. Sementara untuk harga konstan, nilai PBRB Kabupaten Karanganyar juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yang dapat diartikan adannya kemajuan dalam pembangunan di Kabupaten Karanganyar. Diketahui pada tabel 4.2 pada tahun 2005 PDRB Kabupaten Karanganyar sebesar Rp 4.188.330,50 meningkat sampai tahun 2010 menjadi sebesar Rp 5.452.435,49.

Laju pertumbuhan PDRB di Kabupaten Karanganyar menurut harga berlaku pada tahun 2005 mengalami pertumbuhan sebesar 9,3% dan terus meningkat sampai tahun 2007 menjadi sebesar 10,9%, pada tahun 2009 laju pertumbuhan menurun dengan pertumbuhan sebesar 9,1% dan pada tahun 2010 laju pertumbuhan Kabupaten Karanganyar meningkat dengan pertumbuhan sebesar 10,1%. Sementara laju pertumbuhan PDRB di Kabupaten Karanganyar menurut harga konstan pada tahun 2005 mengalami pertumbuhan sebesar 5,1% mengalami peningkatan pada tahun 2006 sebesar 5,7% namun kemudian mengalami penurunan di tahun 2007 dan 2008 menjadi sebesar 5,3% dan 3,6%. Pada tahun 2009 laju pertumbuhan PDRB di Kabupaten Karanganyar menurut harga konstan sedikit demi sedikit mengalami peningkatan manjadi sebesar 4,9% hingga pada tahun 2010 menjadi sebesar 7,4%.

B. Gambaran Umum Propinsi Jawa Tengah

1. Aspek geografis

Berdasarkan data Propinsi Jawa Tengah Dalam Angka beberapa tahun terbitan, Propinsi Jawa Tengah terletak antara 5 0 40‟ dan 7 0 30‟ Lintang Selatan dan antara 108 0 30‟ dan 111 0 30‟ Bujur Timur (termasuk Pulau Karimun jawa). Jarak terjauh dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke Selatan 226 km (tidak termasuk Pulau Karimunjawa). Jawa Tengah memiliki luas wilayah yakni 3,25 juta hektar atau sekitar 1,70 persen dari wilayah negara Indonesia dan mempunyai batas-batas wilayah yaitu : Sebelah utara : Laut Jawa Sebelah timur : Propinsi Jawa Timur Sebelah selatan : DI Yogyakarta dan Samudra Indonesia Sebelah barat : Propinsi Jawa Barat

2. Luas Penggunaan Lahan

Secara administratif Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota. Luas wilayah Jawa Tengah pada tahun 2010 tercatat sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas Pulau Jawa (1,70 persen dari luas Indonesia). Luas yang ada, terdiri dari 992 ribu hektar (30,47 persen) lahan sawah dan 2,26 juta hektar (69,53 persen) bukan sawah. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, luas lahan sawah tahun 2010 turun sebesar 0.013 persen, sebaliknya luas bukan lahan sawah naik sebesar 0,006 persen.

Menurut penggunaanya, peresentasi lahan sawah yang berpengairan teknis adalah 39,03 persen, tadah hujan 27,74 persen dan lainnya berpengairan setengah teknis, sederhana, dan lain – lain. Dengan menggunakan teknik irigasi yang baik , potensi lahan sawah yang dapat ditanami padi lebih dari dua kali sebesar 78,70 persen. Berikutnya lahan kering yang dipakai untuk tegal/kebun sebsar 31,83 persen dari total bukan lahan sawah. Prensentase itu merupakan yang terbesar, dibanding presentase penggunaan bukan lahan sawah lain (Propinsi Jawa Tengah Dalam Angka, beberapa tahun terbitan).

3. Keadaan Iklim

Menurut stasiun klimatologi klas 1 Semarang, suhu udara rata – rata di Jawa Tengah tahun 2010 berkisar antara 24, 7‟C sampai dengan 28‟C. Tempat – tempat yang letaknya berdekatan dengan pantai mempunyai suhu udara rata-rata relatif tinggi. Untuk kelembaban udara rata-rata bervariasi, dari 78 persen sampai dengan 87 persen. Curah hujan tertinggi tercatat di Stasiun Meteorologi Wonosobo yaitu sebesar 5,555 mm dan dari hujan terbanyak tercatat di Stasiun Meteorologi Cilacap sebesar 302 hari (Propinsi Jawa Tengah Dalam Angka, beberapa tahun terbitan).

4. Aspek demografi

Propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia. Sensus Penduduk (SP) tahun 2010, jumlah penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 32,38 juta jiwa atau sekitar

14 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Ini menempatkan Jawa Tengah sebagai provinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak 14 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Ini menempatkan Jawa Tengah sebagai provinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak

Tabel 4.2 Penduduk Jawa Tangah Menurut Jenis Kelamin dan Sex Rasio Tahun 2002-2010

Sumber : Sensus Penduduk 2010 (SP 2010), BPS Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan tabel di atas diketahui pada tahun 2002, jumlah penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 31.691.866 jiwa. Dengan jumlah penduduk perempuan lebih besar yaitu 15.904.723 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk laki-laki sebesar 15.787.143 jiwa. Jumlah penduduk Jawa Tengah terus meningkat dari tahun 2002 hingga tahun 2005, yaitu sebesar 32.908.850 jiwa. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 32.382.657 jiwa atau sekitar 14 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Ini menempatkan Jawa Tengah sebagai provinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat dan Jawa Timur. Jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Ini ditunjukkan oleh sex rasio (rasio jumlah Sumber : Sensus Penduduk 2010 (SP 2010), BPS Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan tabel di atas diketahui pada tahun 2002, jumlah penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 31.691.866 jiwa. Dengan jumlah penduduk perempuan lebih besar yaitu 15.904.723 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk laki-laki sebesar 15.787.143 jiwa. Jumlah penduduk Jawa Tengah terus meningkat dari tahun 2002 hingga tahun 2005, yaitu sebesar 32.908.850 jiwa. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 32.382.657 jiwa atau sekitar 14 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Ini menempatkan Jawa Tengah sebagai provinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat dan Jawa Timur. Jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Ini ditunjukkan oleh sex rasio (rasio jumlah

Penduduk Jawa Tengah belum menyebar secara merata di seluruh wilayah Jawa Tengah. Umumnya penduduk banyak menumpuk di daerah kota dibandingkan kabupaten. Secara rata-rata kepadatan penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 989 jiwa setiap kilometer persegi, dan wilayah terpadat adalah Kota Surakarta dengan tingkat kepadatan sekitar 12 ribu orang setiap kilometer persegi (Propinsi Jawa Tengah Dalam Angka, beberapa tahun terbitan)..

5. Aspek Ekonomi

Pada tabel 4.3 dapat dilihat kondisi/gambaran perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Jawa Tengah yang merupakan indikator ekonomi utama untuk mengukur sejauh mana Propinsi Jawa Tengah melakukan kegiatan pembangunan.

Tabel 4.3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2010

Tahun PDRB atas dasar harga berlaku PDRB atas dasar harga konstan

Nilai (juta Rp)

Pertumbuhan

Nilai (juta Rp)

Pertumbuhan (%) 2005 234.435.323.310 21,20 143.051.213.880 5,63 2006 281.996.709.110 20,29 150.682.654.740 5,33 2007 312.428.807.070 10,79 159.110.253.790 5,59 2008 362.938.708.250 16,17 167.790.369.850 5,46 2009 392.983.859,750 8,28 175.685.267,560 4,70 2010 444.396.468,190 13,08 186.995.480,650 6,44

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Jawa Tengah, data diolah Berdasarkan harga konstan, nilai PDRB Propinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yang dapat

Tengah. Pada tahun 2005 diketahui PDRB Propinsi Jawa Tengah sebesar Rp 143.051.213.880,- hingga tahun 2010 PDRB Propinsi Jawa Tengah menjadi sebesar Rp 186.995.480,650,- sementara berdasarkan harga berlaku ,nilai PDRB Propinsi Jawa Tengah juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 diketahui PDRB Propinsi Jawa Tengah sebesar Rp 234.435.323.310,- hingga tahun 2010 PDRB Propinsi Jawa Tengah menjadi sebesar Rp 444.396.468,190,-.

Laju pertumbuhan PDRB di Propinsi Jawa Tengah menurut harga berlaku pada tahun 2005 mengalami pertumbuhan sebesar 21,20%. pada tahun 2006 laju pertumbuhan meningkat dengan pertumbuhan sebesar 20,29%. Pada tahun 2007 dan tahun 2008 laju pertumbuhan menurun lalu kemudian mengalami peningkatan dengan masing-masing pertumbuhan sebesar 10,79% dan 16,17%. Pada tahun 2009 laju pertumbuhan mengalami penurunan kembali dengan pertumbuhan sebesar 8,28%. Dan pada tahun 2010 laju pertumbuhan PDRB di Propinsi Jawa Tengah menurut harga berlaku meningkat kembali dari tahun sebelumnya menjadi sebesar 13,08%.

Sementara Laju pertumbuhan PDRB di Propinsi Jawa Tengah menurut harga konstan pada tahun 2005 mengalami pertumbuhan sebesar 5,63%, namun pada tahun 2007 dan 2008 laju pertumbuhan penduduk mengalami penurunan dengan masing-masing pertumbuhan sebesar 5,59% dan 5,46%. Pada tahun 2009 laju pertumbuhan PDRB di Propinsi Jawa Tengah menurut harga konstan mengalami penurunan kembali menjadi sebesar 4,70%. Dan pada tahun 2010 laju pertumbuhan PDRB di Propinsi

Jawa Tengah menurut harga konstan mengalami peningkatan kembali dari tahun sebelumnya menjadi sebesar 6,44%.

Gross Regional Domestic Product by Industrial Origin of Curreny Market Price 2000 nin Jawa Tengah 2005- 2010

(Million Rupiahs)

Tahun

Sektor/Lapangan Usaha

Year

Industrial Origin 2005

1.952.866,700 2.091.257,420 Industri Pengolahan

Mining and Quarring 1.454.230.590

54.137.598,530 61.390.101,240 Listrik, Gas, dan air Bersih Electricity, Gas and Water

Manufacturing Industry 46.105.706.520

37.766.356,610 40.055.356,390 Angkutan dan perhubungan

Trade, Hotel and Restaurant 30.056.962.750

Transport and Communication 6.988.425.750

Keuangan, Persewaan, dan Jasa

Perusahaan

Financial, Ownership and

6.701.533,130 7.038.128,910 Jasa-Jasa

Business Services 5.067.665.700

Produk Domestik Regional Bruto Gross Regional Domestic

Sumber: Propinsi Jawa Tengah Dalam Angka, beberapa tahun terbitan

PDRB Propinsi Jawa Tengah disumbang oleh 9 sektor/lapangan usaha yaitu : sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan/konstruksi; sektor perdagangan; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; sektor jasa- jasa.

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa PDRB atas dasar harga konstan Propinsi Jawa Tengah di dominasi oleh 3 (tiga) sektor/lapangan usaha yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan. Sektor pertanian pada tahun 2005 sebesar Rp 29.924.642.250,- juga terus meningkat hingga tahun 2010 menjadi sebesar Rp 34.955.957,640,-. Sedangkan untuk sektor industri pengolahan pada tahun 2005 sebesar Rp 46.105.706.520,- terus meningkat hingga tahun 2010 menjadi sebesar Rp 61.390.101,240,-. Dan untuk sektor perdagangan pada tahun 2005 sebesar Rp 30.056.962.750,- terus meningkat hingga tahun 2010 menjadi sebesar Rp 40.055.356,390,-.

C. Analisis Data & Pembahasan

1. Matriks Potensi

a. Perhitungan pertumbuhan PDRB Kabupaten Karanganyar tahun 2005 – 2010.

1) Rumus untuk menghitung pertumbuhan PRDB masing-masing sektor di Kabupaten Karanganyar (Arysad, 1999 : 246, dalam Mulyanto, 2006) :

PE =

x 100 %

Dimana : PE = Pertumbuhan Ekonomi Xit = PDRB Kabupaten Karanganyar tahun t

Xit – 1 = PDRB Kabupaten Karanganyar tahun t-1

2) Rumus untuk menghitung sumbangan/kontribusi masing-masing sektor PDRB terhadap PDRB Kabupaten Karanganyar (Arsyad, 1999 : 236 dalam Mulyanto 2006).

X it

KE dari X it = ---------------------- x 100%

X total

Dimana : KE = Kontribusi Ekonomi it X = PRDB Sektor i pada tahun t

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui posisi dan potensi perekonomian masing-masing sektor di Kabupaten Karanganyar, apakah termasuk dalam kategori Prima, Potensial, Berkembang atau Terbelakang (Kirana, 1998 : 29 dalam Mulyanto, 2006).

No 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata - Rata Usaha

Tumbuh Prop Tumbuh Prop Tumbuh Prop Tumbuh Prop Tumbuh Prop Tumbuh Prop Tumbuh Prop

1 Pertanian 0,06 1,77 4,09 1,75 5,57 1,75 9,08 1,81 0,81 1,77 15,14 1,89 5,79 1,79

2 Pertambangan 0,04 0,08 3,57 0,08 3,28 0,07 2,67 0,07 6,83 0,07 3,71 0,07 3,35 0,07 dan Penggalian

3 Industri 0,07 4,73 5,41 4,74 6,07 4,75 4,15 4,70 3,25 4,69 4,64 4,57 3,93 4,70

4 Listrik, Gas 0,06 0,12 6,86 0,13 4,44 0,12 3,79 0,12 4,77 0,12 4,23 36,32 4,03 6,15 dan Air Bersih

5 Bangunan 0,05 0,22 4,37 0,22 5,12 0,21 4,24 0,21 6,64 0,22 4,63 0,03 4,18 0,18

6 Perdagangan, 0,04 0,93 4,22 0,92 4,16 0,91 3,36 0,9 6,76 0,92 8,15 0,27 4,45 0,81 Hotel & Restoran

7 Pengangkutan 0,04 0,10 3,89 0,25 3,59 0,25 3,97 0,25 4,70 0,25 6,64 0,02 3,81 0,19 & Komunikasi

8 Keuangan, 0,06 0,19 5,39 0,2 4,42 0,19 4,09 0,19 5,45 0,19 5,94 0,07 4,22 0,17 Persewaan & Jasa Perusahaan

9 Jasa-Jasa 0,01 0,69 6,97 0,71 7,88 0,72 7,74 0,74 6,49 0,76 7,92 0,04 6,17 0,61 Sumber: (Kabupaten Karanganyar Dalam Angka, beberapa tahun terbitan), data diolah

Tahun

No Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata – rata

1 Pertanian Potensial Prima/Unggul Prima/Unggul Prima/Unggul Potensial Prima/Unggul Prima/Unggul

2 Pertambangan dan Penggalian Terbelakang Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang

3 Industri Pengolahan Potensial Prima/Unggul Prima/Unggul Prima/Unggul Prima/Unggul Berkembang Prima/Unggul

4 Listrik, Gas dan Air Bersih Terbelakang Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang Prima/Unggul Berkembang

5 Bangunan Terbelakang Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang

6 Perdagangan, Hotel & Terbelakang Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang Restoran

7 Pengangkutan & Komunikasi Terbelakang Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang

8 Keuangan,Persewaan & Jasa Terbelakang Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang Perusahaan

9 Jasa-Jasa Terbelakang Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang Sumber: (Kabupaten Karanganyar Dalam Angka, beberapa tahun terbitan), data diolah

Berdasarkan hasil perhitungan tabel diatas maka diperoleh hasil analisa sebagai berikut :

a) Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Matriks Potensi ,maka dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 – 2010 untuk sektor Pertanian dikategorikan sebagai sektor Prima/Unggul karena nilai pertumbuhan PDRB dan rasio proporsi PDRB lebih dari satu.

b) Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Matriks Potensi ,maka dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 – 2010 untuk sektor Pertmbangan dan Penggalian dikategorikan sebagai sektor yang berkembang karena nilai pertumbuhan PDRB-nya lebih dari satu dan rasio proporsi PDRB-nya kurang dari satu.

c) Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Matriks Potensi ,maka dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 – 2010 untuk sektor Industri Pengolahan dikategorikan sebagai sektor Prima/Unggul karena nilai pertumbuhan PDRB dan rasio proporsi PDRB lebih dari satu.

d) Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Matriks Potensi ,maka dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 – 2010 untuk sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih dikategorikan sebagai sektor yang berkembang karena nilai pertumbuhan PDRB-nya lebih dari satu dan rasio proporsi PDRB-nya kurang dari satu.

e) Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Matriks Potensi ,maka dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 – 2010 untuk sektor Bangunan dikategorikan sebagai sektor yang berkembang karena nilai e) Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Matriks Potensi ,maka dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 – 2010 untuk sektor Bangunan dikategorikan sebagai sektor yang berkembang karena nilai

f) Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Matriks Potensi ,maka dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 – 2010 untuk sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran dikategorikan sebagai sektor yang berkembang karena nilai pertumbuhan PDRB-nya lebih dari satu dan rasio proporsi PDRB-nya kurang dari satu.

g) Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Matriks Potensi ,maka dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 – 2010 untuk sektor Pengangkutan dan Komunikasi dikategorikan sebagai sektor yang berkembang karena nilai pertumbuhan PDRB-nya lebih dari satu dan rasio proporsi PDRB-nya kurang dari satu.

h) Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Matriks Potensi ,maka dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 – 2010 untuk sektor keuangan, persewaan, dan jasa dikategorikan sebagai sektor yang berkembang karena nilai pertumbuhan PDRB-nya lebih dari satu dan rasio proporsi PDRB-nya kurang dari satu.

i) Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Matriks Potensi ,maka dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 – 2010 untuk sektor Jasa - jasa dikategorikan sebagai sektor yang berkembang karena nilai pertumbuhan PDRB-nya lebih dari satu dan rasio proporsi PDRB-nya kurang dari satu.

2. Location Quotient (SLQ dan DLQ)

Metode Location Quotient (LQ) dibedakan menjadi dua, yaitu: Static Location Quotient (SLQ sering disebut LQ) dan Dynamic Location Quotient (DLQ). Analisis LQ merupakan teknik analisis membandingkan besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan suatu sektor/industri tersebut secara nasional (Tarigan, 2005: 82).

2.1. Static Location Quotient (SLQ)

Analisis Location Quotient merupakan alat analisis yang dipakai untuk mengukur kosentrasi dari suatu kegiatan dalam suatu daerah dengan cara membandingkan peranan perekonomian daerah itu dengan peranan kegiatan atau industri sejenis dalam perekonomian regional atau nasional. Hasil dari analisis Static Location Quotient (SLQ) Kabupaten Karanganyar Propinsi Jawa Tengah tahun 2005 - 2010 dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Sektor/Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata Keterangan

Pertanian Non Basis

Pertambangan dan

Penggalian 0,845785447 0,760810935 0,73862395 0,73144703 0,748710033

0,71859443

0,75732864 Non Basis

Industri Pengolahan 1,630521254 1,648377395

Listrik, Gas dan Air

Bersih 1,670767997 1,680630722 1,64242163 1,62975844 1,635143791 1,550703476

1,63490434 Basis

Bangunan/Konstruksi 0,436726012 0,430633901 0,42163335 0,41315866 0,41711006 0,404465284

0,42062121 Non Basis

0,47878054 Non Basis

Pengangkutan dan

Komunikasi 0,591339506 0,577527828 0,55283427 0,53541931 0,529761169 0,528742715

0,55260413 Non Basis

Keuangan, Persewaan

dan Jasa Perusahaan 0,604056904 0,598877666 0,58467151 0,56534721 0,559122611 0,558910453

0,57849773 Non Basis

Jasa-Jasa 0,773181992 0,768395265 0,77572139 0,77748153 0,776033243 0,834476541

0,78421499 Non Basis

Sumber: (Kabupaten Karanganyar Dalam Angka, beberapa tahun terbitan), data diolah

Berdasarkan hasil analisis Static Location Quotient (SLQ) terhadap sembilan sektor perekonomian di Kabupaten Karanganyar atas dasar harga konstan selama kurun waktu 2005-2010. Diketahui dari rata- rata Static Location Quotient (SLQ) bahwa dua dari sembilan sektor perekonomian tersebut merupakan sektor basis dalam perekonomian Kabupaten Karanganyar yaitu: sektor industri pengolahan dan sektor listrik, gas dan air bersih dengan nilai rata-rata LQ ≥ 1, artinya bahwa tingkat spesialisasi sektor-sektor perekonomian tersebut di tingkat Kabupaten Karanganyar di Propinsi Jawa Tengah lebih besar dari sektor yang sama pada perekonomian tingkat Propinsi Jawa Tengah sehingga sektor-sektor perekonomian tersebut dapat memenuhi kebutuhan kebutuhan wilayahnya dan mampu mengekspor keluar wilayah.

Sedangkan untuk tujuh sektor perekonomian lainnya yaitu: sektor pertanian:

penggalian; sektor bangunan/konstruksi; sektor perdagangan dan sektor pengangkutan dan komunikasi ; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta sektor Jasa-Jasa merupakan sektor non basis dalam perekonomian Kabupaten Karanganyar dengan nilai rata-rata LQ < 1, artinya bahwa tingkat spesialisasi sektor-sektor perekonomian tersebut di Kabupaten Karanganyar di Propinsi Jawa Tengah lebih kecil dari sektor yang sama pada perekonomian tingkat Propinsi Jawa Tengah sehingga hanya mampu memenuhi kebutuhan wilayahnya dan belum mampu mengekspor produksinya keluar wilayah.

2.2. Dynamic Location Quotient (DLQ)

Metode DLQ adalah metode yang digunakan untuk mengetahui perubahan posisi sektor perekonomian dimasa yang akan datang. Hasil dari analisis Dynamic Location Quotient (DLQ) Kabupaten Karanganyar Propinsi Jawa Tengah tahun 2011 dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.8 Nilai DLQ Sektor Perekonomian Kabupaten Karanganyar

Propinsi Jawa Tengah Tahun 2011

um Sumber: (Kabupaten Karanganyar Dalam Angka, beberapa

tahun terbitan), data diolah.

Berdasarkan hasil analisis Dynamic Location Quotient (DLQ) terhadap sembilan sektor perekonomian di Kabupaten Karanganyar atas dasar harga konstan. Diketahui dari rata-rata Dynamic Location Quotient (DLQ) pada tahun 2011 bahwa empat sektor perekonomian di Kabupaten Karanganyar yaitu: sektor pertanian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; serta sektor jasa-jasa mempunyai nilai rata-rata LQ>1, artinya bahwa potensi perkembangan sektor-sektor perekonomian tersebut di Kabupaten Karanganyar lebih

Sektor/Lapangan Usaha

Pertambangan dan Penggalian

Non Basis

Industri Pengolahan

Basis

Listrik, Gas dan Air Bersih

Basis

Bangunan/Konstruksi

Non Basis

Perdagangan

Non Basis

Pengangkutan dan Komunikasi

Non Basis

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

Non Basis

Jasa-Jasa

Basis

Sehingga menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut diharapkan dapat menjadi sektor unggulan di masa yang akan datang bagi Kabupaten Karanganyar.

Sedangkan sektor perekonomian lainnya di Kabupaten Karanganyar yaitu sektor pertambangan dan penggalian; sektor bangunan/konstruksi; sektor perdagangan; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mempunyai nilai rata-rata LQ<1, artinya bahwa potensi perkembangan sektor-sektor perekonmian tersebut di Kabupaten Karanganyar lebih rendah dibandingkan sektor yang sama di Propinsi Jawa Tengah.

2.3 Analisis Gabungan SLQ dan DLQ

Gabungan antara nilai SLQ dan DLQ dijadikan kriteria dalam menentukan apakah sektor ekonomi tersebut tergolong unggulan, prospektif, andalan, dan kurang prospektif. Hasil dari analisis gabungan SLQ dan DLQ di Kabupaten Karanganyar Propinsi Jawa Tengah dapat dilihat di tabel 4.9 berikut ini.

Tabel 4.9 Nilai Rata-Rata Gabungan SLQ dan DLQ Sektor

Perekonomian Di Kabupaten Karanganyar Propinsi Jawa Tengah

Sektor/Lapangan Usaha Rata-rata SLQ Rata-rata DLQ

Pertanian 0,99714433

2,22981546

Pertambangan dan Penggalian 0,75732864

0,42599050

Industri Pengolahan 1,63703622

1,29185652

Listrik, Gas dan Air Bersih 1,63490434

1,22273625

Bangunan/Konstruksi 0,42062121

Pengangkutan dan Komunikasi 0,55260413

0,37240454

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,57849773

0,44233291

Jasa-Jasa 0,78421499

1,02454765 Sumber: (Kabupaten Karanganyar Dalam Angka, beberapa tahun terbitan),

data diolah

Tabel 4.10 Identifikasi SLQ dan DLQ Sektor Perekonomian Di

Kabupaten Karanganyar Propinsi Jawa Tengah

 Listrik, gas dan air

bersih  Industri pengolahan

 Pertanian  Jasa – jasa

Kurang Prospektif :

 Pertambangan dan penggalian  Bangunan/konstruksi

 Perdagangan  Pengangkutan dan

komunikasi  Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan

Berdasarkan tabel 4.9 nilai rata-rata gabungan SLQ dan DLQ

Berdasarkan tabel nilai rata-rata gabungan SLQ dan DLQ Kabupaten Karanganyar di atas, maka didapatkan hasil identifikasi gabungan SLQ dan DLQ yang menyatakan bahwa dua sektor perekonomian Kabupaten Karanganyar yaitu sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor industri pengolahan merupakan sektor yang unggulan di Kabupaten Karanganyar. Untuk lima sektor lainnya yaitu: sektor pertambangan dan penggalian; sektor sektor bangunan/konstruksi; sektor perdagangan; sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan tergolong ke dalam sektor yang kurang prospektif di Kabupaten Karanganyar. Sedangkan dua sektor yaitu sektor pertanian dan sektor Jasa - jasa merupakan sektor yang andalan di Kabupaten Karanganyar.

3. Analisis SWOT

Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui strategi kebijakan sektoral apa sajakah yang dapat dirumuskan dilihat dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman/tantangan sektor potensial yang ada. Analisis pengembangan sektor unggulan di Kabupaten Karanganyar diharapkan dapat mengembangkan potensi yang ada serta diharapkan dapat memberi kontribusi besar pada PDRB di Kabupaten Karanganyar.

Table 4.11 Analisis SWOT Pengembangan Sektor Unggulan di Kabupaten Karanganyar

Propinsi Jawa Tengah

Analisis SWOT

Kekuatan (S):

Kelemahan (W):

1. Kabupaten Karanganyar

1. Lahan pertanian luas namun

Memiliki lokasi yang

pemanfaatan belum maksimal.

strategis

2. Seluruh kegiatan pemerintahan

2. Memiliki lahan pertanian

masih memusat di pusat Kota

yang luas.

Karanganyar.

3. Tersedianya sarana

3. Penerapan sistem pertanian yang

transportasi, komunikasi dan

masih cenderung tradisional. teknologi yang memadai . 4. Kurangnya pengelolaan yang pas

4. Memiliki 3 sektor potensial

dalam persebaran kawasan

yaitu sektor pertanian, sektor

industri.

listrik, gas, dan air bersih, serta sektor industri pengolahan.

5. Telah menerapkan otonomi

daerah.

Strategi S-O:

Strategi W-O:

1. Tersedianya lahan &

1. Pemanfaatan lahan secara tenaga kerja yang

1. Pengembangan sektor

optimal melalui pengembangan banyak.

unggulan guna menarik para

investor untuk berinvestasi

komoditas pertanian.

2. Adanya permintaan yang

2. Penyusunan rencana tapak tinggi dari komoditi

di Kabupaten Karanganyar.

2. Mengoptimalkan sumber

kawasan industri.

pertanian.

dana dan bantuan

3. Prioritas utama terhadap

3. Adanya kelompok tani

pembangunan ekonomi daerah. & Koperasi sebagai

pemerintah untuk

4. Pengembangan pusat – pusat sarana pendukung

kelangsungan usaha.

bagian wilayah kota sesuai kegiatan.

3. Memaksimalkan sektor –

sektor potensial untuk

dengan fungsi yang ditetapkan

5. Kabupaten Karanganyar Program bantuan, pembinaan, memiliki banyak lokasi

4. meningkatkan

pertumbuhan ekonomi di

serta penyuluhan pertanian.

wisata seperti cemara sewu dan candi cetho.

Kabupaten Karanganyar .

4. Pengembangan usaha

5. Kabupaten Karanganyar

rakyat dengan

banyak dilewati jalur

memberikan kredit usaha

alternatif dari kota lain

rakyat (KUR).

seperti surabaya yang merupakan jalur

perdagangan.

Strategi S-T:

Strategi W-T:

1. Perubahan iklim,

1. Tingkatkan kualitas dan

1. Peningkatan kemampuan

serangan hama/penyakit

manajemen dan kompetensi ternak.

kuantitas pertanian

menghadapi persaingan.

kewirausahaan di kalangan pelaku

2. Munculnya pesaing

2. Mengoptimalkan

usaha.

bahan makanan alternatif

2. Mengamati pasar dan selalu terhadap komoditi

pemanfaatan sarana dan

3. Memberikan perlindungan

3. Peningkatan kemampuan

3. Menurunnya kualitas

terhadap pasar dengan

tentang masa tanam atau

sarana dan prasarana

merubah tanaman yang cocok yang telah tersedia.

memperketat masuknya

produk – produk baru

pada iklim tersebut.

4. Belum maksimalnya

yang dapat mengganggu

4. Memberi solusi atau

bantuan dari pemerintah.

komoditi pertanian.

mengadakan penelitian untuk

5. Tidak menentunya harga

memberantas hama/penyakit jual produk pertanian.

4. Memberikan jaminan

terhadap kualitas bantuan

ternak.

6. Keluarnya para investor

5. Perbaikan dan penambahan dari Kabupaten

sarana dan prasarana yang

fasilitas sarana prasarana. Karanganyar karena

telah tersedia.

5. Pengelolaan sektor

6. Memberi info tentang

belum maksimalnya

perubahan iklim yang terjadi. pembangunan daerah.

unggulan yang lebih

matang guna mampu

7. Studi identifikasi jenis industri

Masuknya barang impor

yang sesuai di kembangkan di dari daerah lain ke daerah

bersaing.

6. Promosi tentang

Kabupaten Karanganyar.

tujuan pemasaran hasil

8. Efisiensi dan meningkatkan produk Kabupaten

Kabupaten Karanganyar

guna menarik investor.

produktivitas terhadap sektor

Karanganyar.

7. Melakukan variasi produk

pertanian, sektor industri

dari sektor unggulan.

pengolahan, sektor listrik, gas,

dan air bersih .

4. Analisis Gravitasi

Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk melihat besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi. Model ini sering digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut (Tarigan, 2005: 148). Dalam analisa gravitasi, suatu daerah dapat berpengaruh terhadap daerah lain yang berada di sekitarnya. Pengaruh yang dimaksud merupakan pengaruh yang diakibatkan karena adanya hubungan interaksi antara tiap – tiap daerah.

Pembangunan yang terjadi di suatu daerah akan dapat memberikan dampak bagi daerah lain di sekitarnya. Berikut ini akan disajikan hasil dari analisis gravitasi yang merupakan perhitungan untuk mngetahui hubungan interaksi antara Kabupaten Karanganyar dengan daerah di sekitarnya yang masuk dalam kawasan ekonomi subosukawonosraten.

Tahun 2005 - 2010

Rata – rata

Sumber: (Kabupaten Karanganyar Dalam Angka, beberapa tahun terbitan), data diolah

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai gravitasi terbesar adalah di Kota Surakarta yaitu 34.259.150.201 yang berarti hubungan yang paling kuat dengan Kabupaten Karanganyar adalah Kota Surakarta, selain itu hubungan tersebut juga dipengaruhi dengan adanya hubungan perekonomian kedua daerah tersebut khususnya di sektor perdagangan dan sektor industri. Hal ini dapat dilihat dari pergerakan arus transportasi yang silih berganti melewati jalan – jalan di kedua wilayah tersebut. Banyak dari penduduk di Kota Surakarta yang melakukan aktifitas ekonomi ke wilayah Kabupaten Karanganyar dan begitu sebaliknya. Selain itu untuk aktifitas industri, dapat dilihat dari banyaknya penduduk di Kota Surakarta yang bekerja di bidang industri ke wilayah Kabupaten Karanganyar yang memiliki banyak lokasi pabrik.

Dengan adanya hubungan tersebut tentu akan mengakibatkan adanya aliran uang dan aliran barang yang berputar di wilayah Kabupaten Karanganyar dan daerah di sekitarnya. Untuk aliran uang dan aliran barangyang paling besar adalah menuju Kota Surakarta. Sedangkan untuk Kabupaten Boyolali nilainya adalah 22.570.699.890 untuk Kabupaten Sukoharjo adalah 29.962.715.838, untuk Kabupaten Wonogiri adalah 23.710.375.810 untuk Kabupaten Sragen adalah sebesar 16.607.854.483 dan untuk Kabupaten Klaten adalah 21.481.683.214.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditetapkan dalam penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka pada bab ini akan disajikan kesimpulan dan saran penelitian sebagai berikut ini :