Deskripsi naskah
1. Deskripsi naskah
Deskripsi naskah merupakan gambaran singkat serta rincian tentang kondisi fisik naskah maupun garis besar isi naskah yang dituangkan secara ringkas untuk mempermudah pengenalan terhadap sebuah naskah. Sehingga dalam membuat deskripsi naskah, hendaknya dipaparkan secara apa adanya sesuai dengan keadaan naskah atau data asli yang ditemukan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat deskripsi suatu naskah, yaitu judul naskah; nomor naskah; tempat penyimpanan naskah;
commit to user
halaman; huruf, aksara, tulisan; cara penulisan; bahan naskah; bahasa naskah; bentuk teks; umur naskah; pengarang/ penyalin; asal-usul naskah; fungsi sosial naskah; dan ikhtisar teks/ cerita. Berikut adalah deskripsi dari Cariyos Anèh-Anèh (yang selanjutnya disingkat CAA) :
a. Judul naskah : Cariyos Anèh-Anèh, judul naskah tersebut tidak ditulis secara eksplisit, melainkan tersirat pada bait pertama pupuh Dhandhanggula (pada gatra ke 6 dan 7). Sedangkan dalam katalog Behrend (1990) naskah ini diberi judul Cariyos Anèh-Anèh sesuai dengan yang tercantum dalam kolofon.
Gb. 1 kolofon dalam naskah dan keterangan dalam kolofon (Pupuh I Dhandhanggula pada
1) yang menerangkan judul naskah, yaitu ‘... cariyos dêdongèngan, anèh-anèh....‟, (Cerita Dongeng, aneh-aneh) kemudian naskah tersebut lebih dikenal dengan judul Cariyos Anèh-Anèh.
commit to user
Museum Sonobudoyo Yogyakarta dengan nomor katalog MSB/ L81 dan kode koleksi SK 93, sedangkan kode microfilmnya adalah Rol no.60.3 tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Behrend, 1990). Selain itu microfilm naskah tersebut juga tersimpan di Laboratorium Filologi, Jurusan Sastra Daerah, Universitas Sebelas Maret dengan kode microfilm Pos.MSB-60 (Rec.0014). Dalam naskah, kode tersebut tercantum pada halaman kosong di awal naskah, ditulis dengan tinta warna hitam di bagian atas. Selain itu pada bagian sampul (punggung naskah) juga ditempel nomor kode naskah yaitu SK 93.
Gb. 27 kode naskah yang tercantum pada halaman kosong pada bagian awal naskah.
c. Tempat penyimpanan naskah : Naskah carik tersebut tersimpan di Perpustakaan Museum Sonobudoyo Yogyakarta, sedangkan microfilm nya tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Jakarta dan Laboratorium Filologi, Jurusan Sastra Daerah, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
commit to user
Gb. 28 cap naskah yang menunjukkan asal naskah yang sebelumnya merupakan milik seseorang yang bernama „Kariosentono‟ dari „Kaoeman, Djokja‟.
e. Keadaan naskah : Masih cukup baik, bagian sudut-sudutnya agak rapuh. Beberapa bagian naskah yang berlubang sudah diperbaiki. Jilidannya masih rapi dan tidak ada selembar naskah pun yang terlepas dari jilidan (masih utuh dan lengkap). Sampul naskah terbuat dari kulit binatang berwarna coklat tua yang bagian pinggirnya sedikit terkelupas dan terdapat motif pada bagian permukaan sampul.
Gb. 29 & 30 sampul depan dan sampul belakang naskah CAA dengan bahan kulit.
commit to user
Ukuran naskah
: 20,5 x 33 cm
Ukuran teks
: 13,5 x 20 cm
Ukuran margin teks
: atas 5 cm, bawah 7 cm
kanan/kiri 5 dan 5-6 cm
Ukuran wêdana
: 15 x 27 cm
Ukuran margin wêdana : atas 5 cm, bawah 7 cm kanan/kiri 4 dan 6,5 cm
Tebal keseluruhan naskah : 3 cm
g. Jumlah halaman Halaman judul
:-
Halaman ditulisi : 232 halaman Halaman kosong : 3 halaman (1 halaman pada awal naskah dan 2 halaman pada akhir naskah)
h. Jumlah baris per halaman : Tidak menentu, sebab pada tiap awal cerita disertai dengan rêrênggan atau wêdana rênggan, jumlah minimalnya ialah 3 baris per halaman dan jumlah maksimalnya mencapai 18 baris per halaman.
i. Huruf
: Jawa
Aksara
: Jawa Carik
Tulisan : Jarak baris dan jarak huruf teratur, ukuran huruf sedang, bentuk huruf sedang memanjang. Jarak antarhuruf relatif
commit to user
bagus dan rapi. Ditulis dengan tinta berwarna hitam kecoklatan. j. Cara penulisan : Ditulis bolak balik (recto verso) yaitu lembaran
naskah ditulis pada muka dan belakang, pengaturan ruang tulisan rapi dan cermat, tiap baris ditulis secara lurus kesamping diteruskan ke bawahnya dan seterusnya, ditulis dengan tinta warna hitam kecoklatan dengan penekanan yang tidak terlalu keras sehingga tinta tidak tembus, spasi atau jarak antarbaris dan antarhuruf cukup renggang. Keunikan cara penulisan lain dalam naskah CAA adalah:
i. Cara penulis dalam menjaga kerapian penulisan naskah yaitu tidak mencoret kata-kata yang salah yaitu dengan menambahkan sandhangan lebih dari satu pada huruf yang salah tulis.
Gb. 31 cara penulisan huruf yang salah , “ .... jeta rum-arum, sakêlangkung
keringan prang pupuh, sabab...” (Pupuh III Gambuh, pada 3) Terjemahan: „... seketika dapat disegani di dalam peperangan yang sedang
berkecamuk‟.
ii. Penulis juga sering menyisipkan huruf dan sandhangan apabila
terjadi kekurangan atau kesalahan penulisan.
commit to user
Gb. 32 menyisipkan huruf dan sandhangan, “ ....ingsun tan nêdya, murwat kèh jinipun, nganti ambelani kapya, umurira bala ngongkang mêksah kari, anèng jroning bêbaya. Kang pake.....” (Pupuh II Dhandhanggula, pada 3) Terjemahan: ... saya tidak berniat, terlalu banyak mempertimbangkan, sampai membela semuanya, kekuatanku seperti halnya umurku yang tinggal sedikit, berada dalam bahaya.‟
iii. Penanda pergantian bait.
Gb. 33 penanda pergantian bait
iv. Penanda pergantian baris ( ) .
Gb. 34 penanda pergantian baris.
v. Bentuk penanda pupuh, mandrawapada di dalam naskah sangat bervariatif. Di antaranya adalah sebagai berikut:
Gb. 35 mandrawapada pada pupuh I Dhandhanggula
Gb. 36 mandrawapada pada pupuh XI Kinanthi
commit to user
Gb. 37 mandrawapada pada pupuh XXV Dhandhanggula
vi. Terdapat sasmita têmbang dalam beberapa pupuh, misalnya:
Gb. 38 sasmita têmbang pada pupuh I Dhandhanggula, pada 1 gatra 10, “...,mawi madu srêngkara.” Menjelaskan bahwa pupuh tersebut merupakan têmbang Dhandhanggula . Terjemahan: „... dalam madu srêngkara (sasmita têmbang Dhandanggula).
Gb. 39 sasmita têmbang pada pupuh V Pocung, pada 1 gatra 1, “Gêntya kocap, fasale kang pônca pucung , wontên....” Menjelaskan bahwa pupuh tersebut merupakan têmbang Pocung. Terjrmahan: „Berganti cerita, yang kelima adalah Pucung (Pocung)‟.
Gb. 40 sasmita têmbang pada pupuh XIII Pocung pada 5 gatra 9 , “.....jêng
ingkang sêkar kasinoman .” Menjelaskan bahwa pupuh selanjutnya akan ditulis
dalam bentuk têmbang Sinom. Terjrmahan: „... selanjutnya sêkar kasinoman (sasmita têmbang Sinom)‟.
commit to user
terdapat watermark berupa singa bermahkota menghadap ke kiri membawa pedang di dalam lingkaran yang bertuliskan „PROPATRIA EUISQUE LIBERTATE‟, serta di atas lingkaran terdapat mahkota dan terd apat countermark „J v H‟. „J v H‟ kemungkinan besar merupakan singkatan dari Joh van Houtum, kertas tersebut di produksi sekitar
tahun 1737-1787 di Arnhem dan Apeldoorn, Belanda.
Gb. 41 & 42 watermark dalam naskah CAA yang sesuai dengan watermark bertuliskan „Propatria Eiusque Libertate (Vryheyt)‟ (Churcill, 1965: Gb. LXV)
commit to user
Gb. 43 countermark dalam kertas yang digunakan dalam naskah CAA
l. Bahasa naskah : Menggunakan bahasa Jawa namun di dalamnya banyak ditemukan kata-kata serapan dari bahasa Indonesia dan bahasa Arab, serta terdapat beberapa nama-nama asing dari daerah Eropa, Cina dan Timur Tengah.
m. Bentuk teks : Berbentuk puisi atau têmbang macapat, terdiri dari 62 pupuh . Tabel 1. Nama Wêdana Rênggan, têmbang dan jumlah pada dalam naskah CAA
Pupuh
Têmbang
Jumlah