Ajaran Kepemimpinan Raja

1. Ajaran Kepemimpinan Raja

Raja adalah seseorang yang memimpin suatu kerajaan atau negara. Seorang Raja juga dianggap sebagai wakil Tuhan di dunia, maka dari itu seorang Raja harus memiliki sifat-sifat yang mencerminkan kebajikan, antara lain adil, bijaksana, tidak mementingkan diri sendiri, welas asih atau penuh kasih sayang, dan sebagainya. Dalam naskah CAA tertulis beberapa kisah tentang teladan seorang Raja, antara lain:

a. Adil dan Bijaksana Adil dan bijaksana merupakan dua syarat wajib menjadi seorang pemimpin, sebab seorang pemimpin mengemban tugas yang luar biasa dan dipercaya oleh berbagai pihak. Seorang pemimpin harus memiliki sikap adil kepada siapapun tanpa memandang pangkat, derajat ataupun harta. Seorang pemimpin juga wajib memiliki sifat yang bijaksana, misalnya bijaksana dalam menentukan atau menyikapi suatu perkara. Jika seorang pemimpin memiliki kedua sifat tersebut, maka negara niscaya mencapai kesejahteraan.

Dalam naskah CAA hadir beberapa cerita inspiratif yang menunjukkan sifat adil dan bijaksana dari seorang pemimpin atau Raja. Salah satunya adalah cerita yang tertuang dalam Pupuh XXIV, yang mengisahkan tentang seorang Raja yang bernama Prabu Filip yang memerintah di negara Masedhon

commit to user

menyuarakan pendapatnya dan bertemu langsung dengan sang Raja. Prabu Filip berusaha bersikap adil dengan mempersilakan satu per satu rakyatnya yang ingin meminta keadilan. Pada suatu hari seorang perempuan tua yang nekat masuk ke dalam kerajaan berkata padanya, jika Raja tidak mau mendengarkan keluhannya hari itu maka Raja juga setengah hati dalam menjalankan tugasnya memerintah sebagai Raja.

Prabu Filip yang dihadapkan dengan perempuan tua tersebut tersentak dan mencoba menyikapinya dengan bijaksana. Seperti kutipan dua bait Pupuh

XXIV yaitu bait ke 6 dan ke 7 têmbang Dhandhanggula di bawah ini:

6. asru kagyat jumbul Sri Bupati/ dangu datan akarsa ngandika/ jro driya nglimbang ature/ nênggih pawèstri sêpuh/ wus katitih wajibing aji/ angasta pêngadilan/ adiling wadya gung/ ingkang sami kasusahan/ pinrih mulya têmah raharja pinanggih/ nêgari lulus arja//

7. nêbda alon kangjêng Sri Bupati/ ngasih-asih ja dadi tyasira/ lagi kasilip wiyose/ jinurung hawa nêpsu/ lah wus bênêr turira suci/ tandya kinon matura/ nyaritakkên kang wus/ andadèkkên kasusahan/ duk sêmana kalane kangjêng sang Mulki/ dhawuhkên kadya adat//

Terjemahan:

6. terkejutlah sang Raja, lama Raja tidak mau berbicara, berbicaranya tulus dari dalam hati, kepada perempuan tua, memang sudah menjadi kewajibanku seorang Raja, yang memegang teguh keadilan, keadilan untuk semuanya, yang tertindas dan kesusahan, agar memperoleh kemulyaan dan kesejahteraan, maka tercapailah cita-cita negara.

7. sang Raja berbicara dengan halus, janganlah kau ambil hati, maka salah paham, jika menuruti hawa nafsu (kemarahan), memang benar apa yang engkau katakan, sekarang katakanlah, ceritakan semuanya, apa yang membuatmu susah, seperti itulah perintah sang Raja, seperti biasanya.

commit to user

Prabu Filip tidak marah karena ucapan perempuan tua tersebut, tetapi sebaliknya, beliau bersikap adil tanpa memandang pangkat dan derajat dengan segera mempersilakan perempuan tua tersebut masuk seperti yang lain dan memerintahkannya untuk menyampaikan apa yang ia keluhkan. Dari cerita tersebut dapat kita lihat sifat adil dan bijaksana dari Prabu Filip yang patut diteladani.

Ajaran untuk senantiasa menegakkan keadilan juga tertuang dalam Pupuh XXVII naskah CAA. Pada bait ke 7 dan 8 têmbang Pocung, merupakan pesan seorang raja yang bernama Prabu Alfonsus. Kutipan bait tersebut, adalah sebagai berikut:

7. risang narpa aji pasrangkara arum/ apa durung manggya/ wasiyating nabi murti/ Adam Kawa tumurun ing alam dunya//

8. awasiyat ing putra wayah sêdarum/ purwa tututira/ kapya manungsa kang bêcik/ yêkti sangking jêjêg adiling narendra//

Terjemahan:

7. sang Raja menyampaikan pesannya, apakah belum menemukan (mengerti), wasiat (pesan) dari nabi awal (pertama), Adam dan Hawa turun ke alam dunia.

8. berpesan kepada cucu cicit semua, pesannya permulaan (pesan yang pertama), semua manusia yang baik, tentu dari seorang Raja yang menegakkan keadilan.

Pesan tersebut menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus senantiasa menegakkan keadilan. Ajaran tersebut sudah turun temurun semenjak nabi pertama yaitu nabi Adam. Sebagai manusia, keadilan merupakan suatu hal yang harus diterapkan untuk mencapai kesejahteraan dalam hidup di dunia.

commit to user

CAA adalah kisah Prabu Karel, raja negara Frakik (Perancis) yang tertuang pada Pupuh XXVIII. Pada masa akhir jabatannya, Prabu Karel menyampaikan pesan kepada seluruh abdinya, tentang kewajiban seorang Raja yang selalu berusaha bersikap adil pada siapapun. Pesan Prabu Karel tersebut tertulis pada bait ke 3, 4 dan 5 têmbang Pocung, yaitu:

3. dene sêbda timbalan dalêm kang dhawuh/ sêlawase ingwang/ jumênêng ratu ing Frakik/ nora liwat amung ingkang ingsun cipta//

4. iya aming nindakake adil ingsun/ nanging êndi ana/ para ratu ing

sêbumi/ ingkang wignya mesthèkakên ing wêrdaya//

5. bênêrira ngêtrapkên adhilanipun/ marang kapya ala/ kang padha aminta adil/ ing atase panjênêngan ingsun nata//

Terjemahan:

3. setelah abdi yang menghadap berbicara, (Raja berkata) selama aku, menjadi seorang Raja di negara Frakik (Perancis), tidak lebih dari keinginan dalam hati.

4. tentu aku hanya berusaha berbuat adil, tapi dimanakah adanya, para Raja di dunia ini, yang pandai menuruti kata hatinya.

5. benar jika aku menegakkan keadilan, pada semua keburukan, dan pada semua yang meminta keadilan, diatas segala kekuasaan Raja.

Prabu Karel merupakan teladan bagi seorang pemimpin. Beliau memiliki sifat yang adil dan bijaksana, bahkan di kesempatan terakhirnya bertahta, Prabu Karel memberikan wejangan yang sangat berguna bagi semuanya. Dari kedua cerita yang tertulis dalam naskah CAA tersebut, dapat kita ketahui bahwa kewajiban seorang pemimpin berlaku adil dan bijaksana demi mencapai kesejahteraan bersama.

b. Tidak Egois atau Memikirkan Diri Sendiri

commit to user

tidak egois atau memikirkan diri sendiri, karena menjadi seorang pemimpin pastilah memilki tanggung jawab yang besar dan terkadang harus merelakan banyak hal untuk kepentingan bersama. Resiko yang di hadapi dalam proses memimpin pun tidaklah sedikit, maka seorang pemimpin dapat terpilih karena sudah dipertimbangkan dalam berbagai hal. Dalam naskah CAA ini, kisah yang tertulis pada Pupuh II, merupakan teladan seorang pemimpin yang tidak egois atau memikirkan kepentingan atau dirinya sendiri.

Kisah seorang Raja negara Isus yang bernama Prabu Dhiyus (Dhariyus) yang sedang menghadapi peperangan. Ditengah peperangan sang Raja dilarikan oleh para prajuritnya agar tidak tertangkap oleh musuh. Pada saat melewati sebuah jembatan, prajurit yang membawa sang Raja berniat untuk meruntuhkan jembatan tersebut agar musuh tidak dapat mengejar mereka. Tetapi Prabu Dhiyus menolaknya dan memerintahkan agar para prajuritnya tiidak meruntuhkan jembatan tersebut. Perintah Prabu Dhiyus tersebut tertuang pada Pupuh II bait 3 dan 4 têmbang Dhandhanggula, sebagai berikut:

3. rèh iktiyar pambêngana nênggih/ pambujunge mêngsah dalêm narpa/ nata alon timbalane/ iku ingsun tan rêmbug/ kêranane pangèsthi mami/ yuswaning sun tan nêdya/ murwat kèh jinipun/ nganti ambelakna kapya/ umurira bala ngongkang mêksih kari/ anèng jroning bêbaya//

4. kang pakewuh ewuh angluwihi/ binabujung dèn êluding mêngsah/ mêlayu ngungsi marene/ sumêdya labuh mring sun/ kawruhana cipta ngong mangkin/ tan darbe sêdya ala/ mung arja rahayu/ kapya-kapya wadyaningwang/ anusula ingambah karêtêk sami/ yèn wus kumpul ing pêrnah//

Terjemahan:

commit to user

(meruntuhkan jembatan), perburuan musuh sang Raja, maka Raja berkata, itu aku lah yang tidak setuju, sebab menurutku, umurku ini tidak dapat, dibandingkan dengan banyaknya prajurit, yang sampai mengorbankan sesama, umur seluruh prajuritku yang masih tertinggal, dalam sebuah bahaya.

4. sungguh tidak enak hati, sangat berbahaya perburuan musuhku (peperangan), hingga harus melarikan diri (mengungsi) di tempat ini, bersedia berkorban untukku, pahamilah apa yang aku ucapkan, agar tidak menemui keburukan, hanyalah sejahtera dan keselamatan, untuk seluruh prajuritku, semoga dapat menyusul melewati jembatan ini, dan dapat berkumpul kembali.

Dari kutipan diatas, dapat kita lihat sikap Prabu Karel yang sangat mengkhawatirkan keselamatan para prajuritnya yang masih berperang. Hal tersebut menunjukkan bahwa Prabu Karel tidak mementingkan diri sendiri dan memiliki kepedulian yang besar terhadap para prajuritnya. Kisah selanjutnya yang mencerminkan sikap tidak mementingkan diri sendiri adalah kisah seorang Raja di Cina yang bernama Prabu Kam Iseng Iyok yang tertuang pada Pupuh XLII . Raja tersebut memiliki kebiasaan buruk yaitu gemar minum- minuman keras, tetapi pada akhirnya Raja menyadari bahwa minuman keras tersebut membuat pengaruh yang tidak baik pada dirinya sendiri. Raja akhirnya memutuskan untuk menyudahi kegemarannya minum-minuman keras, seperti dalam kutipan têmbang Asmaradana di bawah ini:

20. sarta pitulunging Widhi/ narendra pênggalih ingkang/ tanpawit paring So Sèng Wong/ sangking sumuking inuman/ anggur nora raharja/ bêntèring padharan sumuk/ pênariking galih arda//

21. kêkasih wus dèn luwari/ saya sihe Sri Narendra/ tuwin mring wadya gêbirèn/ ingêbyakan mulya suta/ ing mangke Sri Narendra/ amantuni nginum anggur/ amung ing yèn kala mangsa//

22. punika mawi ginalih/ datan arsa yèn kaduka/ gêjawi amung sêpancèn/ kya patih sakancanira/ tuwin jalma sapraja/ asuka sukuring kalbu/ wuwuh arjaning nagara//

commit to user

Terjemahan:

20. serta mendapat pertolongan Tuhan, apa yang menjadi keinginan Raja, terlebih lagi pada So Seng Wong, akibat panasnya minuman, anggur yang tidak baik, menjadikan badan panas dan gerah, menyebabkan hati murka.

21. selir telah dibebaskan, semakin sayang sang Raja, kepada prajurit yang dikebiri, menunjukkan anak yang mulia, maka nantinya sang Raja, akan berhenti meminum anggur, hanya jika dikala waktu saja.

22. itulah yang menjadi keinginannya, tidak lagi menginginkan minuman keras, kecuali hanya sekali waktu (kadang-kadang), patih serta semua, juga seluruh rakyat, bersuka dan bersyukur, berharap kesejahteraan negara.

Dari kutipan bait 20, 21 dan 22 cerita Pupuh XLII, tampak bahwa Prabu Kam Iseng Iyok bersedia menghentikan kebiasaan buruknya mengkonsumsi minum-minuman keras demi para prajurit dan rakyatnya. Tetapi beliau juga mengatakan jika tidak masalah jika sesekali minum anggur, sebab sudah merupakan tradisi dalam perjamuan atau acara-acara tertentu di negaranya. Dari kedua cerita dalam naskah CAA tersebut, menunjukkan sikap dua orang Raja yang tidak memikirkan diri sendiri. Yang pertama adalah Prabu Karel yang tidak takut pada bahaya dan rela berkorban demi para prajuritnya, sedangkan yang kedua adalah Prabu Kam Iseng Iyok yang rela meninggalkan kebiasaan buruknya demi kebaikan bersama.

c. Welas Asih Sifat welas asih merupakan sifat yang harus dimiliki oleh setiap individu, tidak terkecuali sebagai seorang pemimpin. Welas asih atau kasih sayang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari kepada sesama. Dalam naskah CAA, ajaran welas asih disampaikan dalam beberapa bait. Yang

commit to user

pesan atau ajaran yang disampaikan oleh seorang pemimpin bernama Prabu Alfonsus. Kutipan bait tersebut adalah sebagai berikut:

9. dene tutute wong kang ala sawêgung/ murang ing nêgara/ wit sangking kawlasaning sih/ dadi tutut i-[70]lang karpanirèng driya//

Terjemahan:

9. maka orang yang memiliki banyak sifat buruk, menyimpang dari aturan negara, maka dari itu pula harus kita kasihi, sehingga hilanglah keburukan dalam hatinya.

Pemimpin dalam hal ini seorang Raja juga harus memiliki rasa asih terhadap musuh yang sudah menyerah. Sama halnya dengan pesan seorang Raja pada bait ke-9 diatas, yang memiliki sifat penuh pengampunan pada orang-orang yang menyimpang terhadap aturan negara dan berharap seluruh keburukan atau penyimpangan tersebut akan hilang dengan sendirinya. Pesan tentang sikap welas asih juga terdapat pada bait 12, yaitu:

12. apa sira kabèh nora sasumurup/ watak sato khewan/ ambêg siya- siyèng jalmi/ yèn wêlasan angsur ambêking manungsa//

Terjemahan:

12. apa kalian semua tidak mengerti, watak dari hewan, adalah kejam (bengis) pada manusia, sedangkan welas asih tentulah sifat dari manusia.

Kutipan bait diatas merupakan pesan seorang Raja yang bernama Prabu Alfonsus yang bertahta di negara Naplès. Dalam Pupuh XXVII tersebut dikisahkan bahwa Prabu Alfonsus merupakan Raja yang bersifat halus hatinya, berbudi luhur dan penuh pengampunan yang dapat kita lihat dari kedua bait

commit to user

sebuah negara tercapai seluruh tujuannya, memperoleh keselamatan dan kesejahteraan untuk semuanya.

Selain dua bait diatas, dalam naskah CAA juga terkandung pesan moral untuk mengasihi sesama. Pesan moral tersebut tidak hanya ditujukan untuk seorang pemimpin saja, melainkan lebih kepada semua manusia yang wajib mengasihi sesama. Pesan moral untuk saling mengasihi tersebut tertuang dalam Pupuh XLVIII bait ke-34 dan 35. Pada Pupuh XLVIII dikisahkan seorang buronan yang bernama Endroklis melarikan diri ke tengah hutan. Dalam persembunyiannya ia menolong seekor harimau hutan yang terluka. Hingga akhirnya harimau menjadi jinak dan membalas budi baik Endroklis dengan mencarikan makanan untuknya setiap hari. Pada saat Raja berburu di hutan, harimau tersebut tertangkap, begitu pula dengan Endroklis. Raja berniat menghukum Endroklis dengan cara bertarung dengan harimau tersebut dengan ditonton seluruh rakyatnya di tengah arena. Pada hari dimana Endroklis harus bertarung melawan harimau tersebut, justru harimau tidak menyerangnya dan terlihat jinak dengan menjilati wajah Endroklis penuh kasih sayang. Sang Raja yang menyaksikan kejadian tersebut segera membebaskan Endroklis dan harimau. Sang Raja belajar dari sifat kasih sayang antara hewan dan manusia, seperti kutipan têmbang Pangkur di bawah ini:

34. êliting dongèng mêngkana/ dene iku sato galak maluwih/ tur wus panganane jalmu/ sêpa dènira bisa/ sirna ilang galake maluwih tutut/ anrima ing kabêcikan/ nira jalma amalês sih//

35. manungsa manèh mêngkana/ wus wajibe trima sokur ing ati/ amalês sih lan rahayu/ mring sapadhaning jalma/ kang bêciki

commit to user

sêdèsi//

Terjemahan:

34. maksud dari dongeng tersebut, bahwa hewan yang begitu liarnya, yang biasanya memangsa manusia, yang tidak berperasaan pun akhirnya dapat, lenyap seluruh sifat liar dan keburukannya, menerima kebaikan, dan membalas kebaikan manusia.

35. apalagi manusia, sudah menjadi kewajibannya bersyukur dalam hati, membalas dengan penuh kasih sayang, terhadap sesama manusia, yang baik terhadap dirinya, dan menerima pahala, berlipat ganda jumlahnya.

Dari kutipan kedua bait diatas, kita dapat melihat bahwa hewan yang begitu liarnya seperti harimau mampu membalas rasa kasih sayang dari seorang manusia yang ikhlas menolongnya. Tentu kita sebagai manusia yang tidak seliar harimau atau binatang lainnya, memiliki rasa kasih sayang yang lebih terhadap sesama manusia, makhluk hidup lain dan juga lingkungan.

d. Berbudi Bawaleksana Dalam janturan pewayangan, pemimpin atau Raja harus memiliki watak berbudi bawaleksana. Berbudi artinya selalu memberi tanda jasa atau penghormatan kepada orang-orang yang berjasa terhadap bangsa dan negara. Bawaleksana artinya seorang pemimpin harus menetapi janji dalam usaha menyejahterakan masyarakat. Dalam naskah CAA ajaran berbudi tersebut tampak dalam Pupuh XXIX tentang seorang Raja yang menerima surat dari Jendral Val Abrêt yang tewas dalam peperangan. Isi surat tersebut adalah permohonan Val Abrêt agar sang Raja selalu mengingat jasanya sebagai pahlawan negara. Sang Raja yang halus budinya merasa sedih karena

commit to user

yang menunjukkan isi surat tersebut adalah bait terakhir têmbang Durma, seperti di bawah ini:

16. mugi-mugi èngêta panduka nata/ pun Val Albrêt ta Gusti/ titi ponang surat/ nata saklangkung tikbra/ pinundhut jendral kang siwi/ ginêntya dadya/ jendral anyênapati//

Terjemahan:

16. Semoga ingatlah paduka Raja, kepadaku Val Abrêt wahai Raja, berakhirlah surat tersebut, sang Raja sangat sedih, telah meninggal Jendral yang terbaik, maka demikianlah, Jendral memimpin.

Dari kutipan diatas, maka seorang pemimpin wajiblah mengingat seluruh jasa orang-orang (pahlawan) yang telah berkorban demi negara, karena kesejahteraan sebuah negara juga dapat kita lihat dari cara seorang pemimpin tersebut menghargai jasa para pahlawan. Selain itu, pemimpin juga harus memiliki sifat bawaleksana. Dalam naskah CAA Pupuh XLI, pada bait 24 dan

25 tertulis perintah seorang Raja muda bernama Sultan Mahmut dari negara Farsa (Persia) yang menetapi janjinya untuk membangun kembali negaranya yang telah rusak. Kutipan dua bait têmbang Durma, sebagai berikut:

24. aluwêran narendra sarwi parentah/ lah iya bapa patih/ mêngko karsa sandhang/ kutha pêraja rusak/ sadaya tan ana malih/ arahkên bapa/ ngungkuli arja dhingin//

25. tandurana bupati kang papa lena/ ngrungkêbi nalar sisip/ tuwin arja raja/ nêgarane kang rusak/ mêngko dèn wanguna malih/ mêngko pintamba/ mung mulya awal akir//

Terjemahan:

24. keluarlah sang Raja sembari memerintah, baiklah patih, maka laksanakanlah, kota dan negara yang telah rusak, semuanya tatalah kembali, aturlah patih, melebihi kesejahteraan yang sebelumnya.

commit to user

terkena musibah, untuk menutupi seluruh keburukan, juga untuk keselamatan raja, negaranya yang telah rusak, maka bangunlah kembali, itulah pintaku, hanya berharap kemulyaan awal hingga akhir.

Kedua bait kutipan diatas terlihat bahwa Raja memiliki keinginan untuk membangun dan memiliki sifat bawaleksana yaitu menetapi janjinya untuk membangun negaranya menjadi lebih baik. Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu meningkatkan kesejahteraan negaranya, sehingga pantas jika cerita di atas dijadikan contoh untuk para pemimpin. Dari cerita-cerita dalam naskah CAA diatas kita dapat belajar banyak hal tentang sifat adil, bijaksana, tidak mementingkan diri sendiri dan rasa kasih sayang sebagaimana kita sebagai makhluk individu dan sosial, terutama sebagai seorang pemimpin.

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN KONSUMSI SERAT DENGAN KEJADIAN OVERWEIGHT PADA SISWA SMAN 3 CIMAHI TAHUN 2016 Susilowati), Ayu Laili Malik2 , Astrina Tarigan3 , Tya Nita Ariffah4

0 0 11

HUBUNGAN PARENTING STRESS, PENGASUHAN DAN PENYESUAIAN DALAM KELUARGA TERHADAP PERILAKU KEKERASAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA Kinanti Ayu Ratnasari, Kuntoro Departemen Biostatistika dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga E-mail :

0 0 11

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA PENYAKIT GINJAL STADIUM AKHIR YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DI BRSU TABANAN-BALI I Gusti Ayu Puja Astuti Dewi

0 0 9

GAMBARAN SWAMEDIKASI ANALGESIK PADA LANSIA DENGAN NYERI SENDI DI PELAYANAN KOMUNITAS Description of self-medication for joint pain with anlagesic on geriatric patients at community Dwi Arymbhi Sanjaya1 , Ida Ayu Manik Damayanti2 , Ni Wayan Sukma Antari3,

0 0 7

Rini Afridayanti¹ Agus Dwi Wijaksono ² Turniningtyas Ayu Rachmawati³

0 0 9

PENGARUH PEOPLE, PROCESS DAN PHYSICAL EVIDENCE TERHADAP TINGKAT KEPUTUSAN MENJADI NASABAH BNI TAPLUS PADA BNI CABANG DAGO BANDUNG Dr. Hj. Nunung Ayu Sofiati (Efi), S.Pd., MM efi.ayu24yahoo.com ABSTRAK - View of PENGARUH PEOPLE, PROCESS DAN PHYSICAL EVIDEN

0 0 16

PENGARUH PROFITABILITAS DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP INTERNET FINANCIAL REPORTING PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA Putu Diah Putri Idawati1 , I Gusti Ayu Ratih Permata Dewi2

1 1 15

PERAN RESPON EMOSI DALAM MEMEDIASI PENGARUH KETIDAKPUASAN KONSUMEN TERHADAP PERPINDAHAN MEREK Kadek Aria Satriawan1 , I Gusti Ayu Ketut Giantari2

1 4 15

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM INFORMASI E-PROCUREMENT MODUL PADA PEMESANAN BARANG NON PRODUKSI DI PT TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA Angelina Ervina Jeanette Egeten, Yanes Hardianto S, Putri Ayu P, Okky Marita S. Universitas Bina Nusantara angelina

0 0 10

PERBEDAAN SISA MAKANAN PADA LAUK HEWANI BERDASARKAN PEMBERIAN GARNISH ( The Differences of Food Waste in Animal Side Dishes Based on Garnish Giving) Mustakim1 , Hapsari Sulistya Kusuma2 , Yuliana Noor Setiawati Ulvie3

0 0 6