DAN PARTAI POLITIK
12 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
Aspek
aturan bahwa hanya parpol-parpol yang mencapai ambang suara utama 4% lah
perilaku individu
yang dapat mengakses pendanaan pemilu.
merupakan hal
Secara umum karena sistem pemerintahan Australia adalah parlementer
penting sebagai
maka terdapat kode etik khusus yang dimiliki oleh anggota parlemen 9 , dan juga
basis bagi
diadopsi oleh parpol sebagai organisasi publik. 10
kode etik. Hal
Beberapa prinsip umum terkait kode etik di Australia baik untuk parlemen
ini dijabarkan
dan/atau politisi adalah sebagai berikut:
dalam The House
• Hukum atau aturan harus ada untuk mengevaluasi aksi atau tindakan dan
Magazine,
bukan bersifat ad hoc;
sebuah terbitan
• Aturan-aturan atau kode etik itu harus dipublikasikan;
khusus bagi
• Aturan tidak berlaku surut;
anggota
• Aturan harus mudah dipahami;
parlemen.
• Aturan dalam kode etik tidak boleh kontradiktif satu dengan yang lainnya; • Aturan harus dibuat dalam rangka menjalankan amanat rakyat untuk
dipatuhi bersama; • Aturan harus bersifat stabil dan berlaku untuk jangka waktu yang
panjang; dan • Aturan diumumkan dengan persetujuan pihak yang berwenang saat itu.
Sedangkan, dalam beberapa sumber lainnya, Austraia juga mengeksplisitkan apa tujuan dari kode etik itu. Beberapa di antaranya adalah:
• Mendorong rasa saling percaya terhadap para anggota parlemen mengenai
sistem demokrasi parlementer; • Mendukung berfungsinya parlemen; • Menghormati operasional dan status parlemen sebagai organisasi; • Mampu menerima penghormatan, dan dalam kenyataannya harus bekerja
dalam cara sehingga publik akan fokus pada kebijakan yang dihasilkan; • Menghindari aspek litigasi mengenai kekuasaan dari kode etik dan
interpretasi terhadapnya; • Meningkatkan posisi parlemen sebagai pembentuk hukum dan sebagai penyeimbang eksekutif yang terbuka untuk publik, tetapi juga membolehkan perlindungan privasi;
• Membolehkan penerimaan dan pengetahuan tentang kode etik bagi para
anggota parlemen dan warga negara; • Mempunyai mekanisme pelaksanaan keputusan publik yang stabil dan
fair; • Sesuai dengan budaya disiplin yang ada; dan • Bersedia diatur secara administratif
Di Australia, anggota DPR dan Senat yang memegang jabatan di parlemen memiliki tugas untuk melaksanakan tanggung jawab tambahan mereka dengan ketaatan pada prinsip-prinsip ini:
9 . http://www.aph.gov.au/About_Parliament/Parliamentary_Departments/Parliamentary_Library/ pubs/rp/rp9899/99rp02 diakses 18 Agustus 2016 10 http://www.elections.ca/res/rec/tech/cod/pdf/code_of_ethics_e.pdf diakses 18 Agustus 2016.
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
Mereka harus mempunyai perhatian khusus pada aspek yang mencakup
Anggota harus
pengaruh dari, dan penggunaan informasi, yang diperoleh dari tugas ikut tes kepatutan, mereka sebagai pejabat di Parlemen; dan
merawat hasilnya,
Mereka juga harus bertanggung jawab atas tindakan administratif mereka
dan setiap saat
dan perilaku mereka sejauh itu mempengaruhi tugas publik.
harus berusaha untuk mencapai
Aspek perilaku individu merupakan hal penting sebagai basis bagi kode standar praktik etik. Hal ini dijabarkan dalam The House Magazine, sebuah terbitan khusus bagi
tertinggi dalam
anggota parlemen. Beberapa prinsip umum yang diadopsi dalam kode etik bagi
kaitannya dengan politisi/anggota parlemen/ parpol di Australia antara lain: 11 tugas dan tanggung
jawab mereka
• Menghormati Hukum dan Sistem Pemerintahan. Anggota harus menjunjung
dalam kapasitas
tinggi hukum (Queensland dan Australia), dan tidak akan, tanpa alasan,
resmi mereka
menjadi pihak pelanggar, melakukan penggelapan, atau subversi. Anggota
sebagai anggota
harus bertindak dengan penghormatan terhadap lembaga-lembaga baik parlemen atau DPR dan pemerintah lokal, dan harus memastikan bahwa perilaku mereka,
anggota dari
baik dalam kapasitas pribadi atau resmi, tidak membawa nama DPR atau
anggota otoritas
pemerintah daerah ke dalam laku yang mencerminkan kehinaan, atau lokal dan senator. kerusakan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan;
• Menghormati Orang. Anggota harus memperlakukan semua anggota parlemen lainnya, anggota pejabat publik dengan jujur dan adil, dan dengan memperhatikan hak-hak mereka, tugas dan kewajiban, dan akan selalu bertindak responsif dalam pelaksanaan tugas publik mereka;
• Diligence/kepatutan. Anggota harus ikut tes kepatutan, merawat hasilnya, dan setiap saat harus berusaha untuk mencapai standar praktik tertinggi dalam kaitannya dengan tugas dan tanggung jawab mereka dalam kapasitas resmi mereka sebagai anggota parlemen atau anggota dari anggota otoritas lokal dan senator. Dalam menjalankan tugas resmi mereka harus mengutamakan kepatutan dari kemampuan mereka, menggunakan sumber daya publik secara ekonomis dan hanya untuk kepentingan publik;
• Menghormati Martabat dan Privasi Lainnya. Anggota parlemen dan Para anggota Senator harus memiliki dan memperhatikan hak-hak dan kewajiban parlemen dan semua warga Australia. Mereka harus menghormati privasi orang lain dan
senator harus
menghindari diskriminasi yang tidak dibenarkan atau ilegal. Mereka harus
memastikan
menjaga informasi yang diperoleh sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
bahwa perilaku
dalam menjalankan tugas mereka dan secara bertanggung jawab menerima
individu mereka
hak-hak mereka sebagai Anggota DPR dan Senator;
konsisten
• Integritas. .Anggota dan Senator harus setiap saat bertindak jujur, berusaha
dengan integritas
untuk menjaga kepercayaan publik karena ditempatkan di dalamnya, dan
dan marwah
mau memajukan kesejahteraan umum rakyat Australia;
Parlemen.
• Mengutamakan Kepentingan Umum. Anggota parlemen dan senator harus mendasarkan perilaku mereka pada pertimbangan kepentingan publik, menghindari konflik antara kepentingan pribadi dan persyaratan tugas umum, dan menyelesaikan konflik apa pun, nyata atau jelas, cepat dan mendukung kepentingan publik;
Lihat The House Magazine, 5 July 1995, hlm. 26. 11 Lihat
14 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
Jerman
• Menjalankan kekuasaan dengan proporsional. Para anggota parlemen
mempunyai
dan senator harus menjalankan kekuasaan mereka yang diperoleh dari
skema yang
jabatannya untuk tujuan mengutamakan kepentingan publik semata.
rigid/kaku
Mereka tidak boleh mendapat secara tidak pantas manfaat atau keuntungan
dalam mengatur
material apapun baik untuk diri sendiri atau orang lain, atau memengaruhi
kode etik baik
secara tidak pantas, setiap proses yang dilakukan oleh para pejabat atau
bagi anggota
anggota masyarakat; dan
parlemen,
• Etika individu. Para anggota parlemen dan senator harus memastikan
eksekutif di
bahwa perilaku individu mereka konsisten dengan integritas dan marwah
pemerintahan
Parlemen.
dan parpol. Semua hal yang diperkirakan akan
Jerman, salah satu negara “Old Europe” yang secara tradisional memiliki
terkait dengan
akar politik identitas yang kuat dalam tradisi partai politiknya mempunyai sumber-
sumber kode etik yang beragam sesuai dengan filsafat yang berkembang dalam
sorotan publik
mendapatkan
tataran masyarakat.
posisi pada
Sebagai bangsa yang masa lalunya terkait dengan perkembangan kekuatan
mekanisme
politik Partai NAZI yang nasionalistik, Jerman mampu tetap bertahan setelah kalah
oleh Sekutu dan segera membuat permintaan maaf atas kejahatan yang dilakukan melalui kode etik. 12 NAZI. Jerman juga memiliki sejarah Unifikasi Jerman sebagai implikasi dari
pengaturan
Secara umum,
runtuhya komunisme di Uni Soviet dan melunturnya konfrontasi Barat dan Timur
prinsip-prinsip
(di Eropa). Hal ini lebih lanjut memengaruhi kebijakan dalam negeri terutama
kode etik telah
terkait dengan imigran dan secara khusus, selain dalam relasinya dengan struktur
dituangkan oleh
kekuasaan politik di Jerman.
sebuah “Act on
Sejak tahun 1945, tiga partai telah mendominasi politik Jerman: Uni
Political Parties “
Demokratik Kristen (CDU), dengan partai Uni Sosial Kristen (CSU) di haluan
(15 Maret 2009)
kanan, dan Partai Sosial Demokrat (SPD) di haluan kiri. Free Democratic Party (FDP), yang jauh lebih kecil, partai liberal, akan sering masuk ke dalam koalisi dengan baik CDU / CSU atau SPD. Pada 1980-an, Hijau muncul sebagai kekuatan politik. Mereka telah menjadi mitra junior dalam pemerintah yang dipimpin SPD tahun 1998 dan 2002.
Jerman mempunyai skema yang rigid/kaku dalam mengatur kode etik baik bagi anggota parlemen, eksekutif di pemerintahan dan parpol. Semua hal yang diperkirakan akan terkait dengan sorotan publik mendapatkan posisi pada mekanisme pengaturan melalui kode etik. Secara umum, prinsip-prinsip kode etik telah dituangkan oleh sebuah “Act on Political Parties “ (15 Maret 2009), yang diterjemahkan oleh Kantor Federal Kementerian dalam Negeri. 13
David Wood, The Step Back, Ethic and Politics After Deconstruction, (New York: State University 12 David Wood, of New York Press Albany, 2005), hlm. 3. (Political Parties Act) (Parteiengesetz – PartG) [of 24 July 1967] Dalam versi yang dipublikasikan 13 (Political Parties Act) pada 31 Januari 1994 (Federal Law Gazette I 1994, hlm. 149), amandemen terakhir dilakukan oleh Ninth Act amending the Political Parties Act, 22 Desember 2004 (Federal Law Gazette I 2004), hlm. 3673.
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
Prinsip umum Kode Etik di Jerman
Demokratis Taat hukum/konstitusi Berkontribusi pada pembangunan kehidupan publik dengan:
Memengaruhi/membangun opini publik; Mendorong & mempercepat pendidikan kewargaan; Mempromosikan partisipasi aktif WN dalam politik; Mendidik warga negara dalam peran di bidang publik; Berpartisipasi dalam pemilu 2 di negara Federal, dan tingkat lokal ; Mempengaruhi proses politik dalam kabinet dan parlemen; Berkontribusi pada pembuatan keputusan publik dan proses pembuatan kebijakan; dan Menjamin keberlanjutan relasi antara masyarakat dan lembaga-lembaga negara.
Menggunakan dana untuk menjalankan fungsi-fungsi parpol sesuai dengan Hukum. Menyatakan dengan jelas program-program politik. Nominasi kandidat:
Harus dilakukan dalam bilik suara rahasia Nominasi diatur oleh hukum pemilu dan sesuai dengan status parpol yang bersangkutan.
Menggunakan dana publik Integritas Transparansi/keterbukaan Taat pada hukum Akuntabel
Beberapa di antara prinsip-prinsip umum kode etik parpol di Jerman yang mencakup kepentingan umum/status konstitusi dan fungsi parpol antara lain sbb:
Parpol adalah
• Parpol adalah bagian integral dari prinsip demokrasi dan dipersyarakatkan
bagian integral
oleh Konstitusi. Fungsi publik parpol diakui oleh UUD;
dari prinsip
• Parpol berpartisipasi dalam membangun perspektif politik di semua demokrasi dan kehidupan publik terutama dengan:
dipersyarakatkan
memberi pengaruh dalam membangun opini publik;
oleh Konstitusi.
mendorong dan mempercepat pendidikan kewargaan;
Fungsi publik
mempromosikan partisipasi aktif warga negara dalam politik;
parpol diakui oleh
mendidik warga negara dalam peran di bidang publik; berpartisipasi
UUD.
dalam pemilu2 di negara Federal dan tingkat lokal dengan menominasikan para kandidat;
memengaruhi proses politik dalam kabinet dan parlemen; berkontribusi pada tujuan politik yang telah dikembangkan untuk
pembuatan keputusan publik dan proses pembuatan kebijakan; dan menjamin keberlanjutan relasi antara masyarakat dan lembaga- Parpol harus
lembaga negara. 14
menggunakan dana
• Parpol harus menggunakan dana mereka khusus untuk menjalankan mereka khusus
untuk menjalankan
fungsi-fungsi parpol sesuai dengan hukum dasar dari ketentuan yang
fungsi-fungsi parpol
ada; • Parpol harus menyatakan dengan jelas tujuan-tujuannya dalam program- sesuai dengan
hukum dasar dari
program politik; • Nominasi kandidat: ketentuan yang
Harus dilakukan dalam bilik suara rahasia ada. Nominasi diatur oleh hukum pemilu dan sesuai dengan status
parpol yang bersangkutan.
Act on Political Parties (Political Parties Act) (Parteiengesetz – PartG) [of 24 July 1967]. In the 14 Act on Political Parties (Political Parties Act) version published on 31 January 1994 (Federal Law Gazette I 1994, p. 149), last amended by the Ninth Act amending the Political Parties Act, of 22 December 2004 (Federal Law Gazette I 2004), hlm. 3673.
16 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
• Dana publik
Parpol harus menerima dana sebagai bagian dari pembiayaan keuangan dari aktivitas-aktivitas yang tercantum dalam UU yang ada.
The Quebec Liberal
Kriteria alokasi dana publik haruslah merupakan proporsi dari
Party (QLP) Code of
suara yang dimenangkan oleh sebuah parpol di pemilu-pemilu
Ethics and Conduct
Eropa, Bundestag dan Landtag [State parliament]; jumlah total dari
dibagi menjadi dua
kewajiban keanggotaan dan kontribusi dari para pejabat publik yang
bagian. Bagian
terpilih, serta jumlah dari donasi yang diterima.
pertama berkaitan
• Integritas: Terdaftar secara sah dan dicatat dalam statuta.
dengan etik dan
• Transparansi/keterbukaan
penetapan empat
Melaporkan dana yang dimiliki, sumber dana, dan penggunaannya.
prinsip moral utama
Menjelaskan dengan detil nama parpol, program dan pengurusnya.
yang menjadi
• Taat pada hukum
panduan perilaku
Tunduk pada perundang-undangan yang berlaku di Jerman.
(code of conduct) dari
• Akuntabel
beragam orang yang
Audit reguler dilakukan pada keuangan parpol.
memegang posisi dalam QLP. Bagian
Kanada. Bagaimana dengan Kanada? Partai-partai politik di Kanada telah
kedua berkaitan
mengadopsi kode etik bagi politisi tanpa disarankan oleh otoritas elektoral.
dengan perilaku dan
Green Party Canada, the Quebec Liberal Party dan the Progressive Conservative
penetapan sejumlah
Association of Alberta merupakan partai-partai yang melakukan inisiasi kode etik
aturan dan kewajiban
tersebut dalam konteks Kanada.
yang harus dipandu
The Quebec Liberal Party (QLP) Code of Ethics and Conduct dibagi menjadi
dalam lima situasi
dua bagian. Bagian pertama berkaitan dengan etik dan penetapan empat prinsip
khusus
moral utama yang menjadi panduan perilaku (code of conduct) dari beragam orang yang memegang posisi dalam QLP. Bagian kedua berkaitan dengan perilaku dan penetapan sejumlah aturan dan kewajiban yang harus dipandu dalam lima situasi khusus, yakni: konflik kepentingan; penyalahgunaan kekuasaan; pemberian hadiah dan gratifikasi; penggunaan properti QLP dan negara; sebelum menjabat dan sesudah menjabat.
Prinsip Umum Kode Etik di Kanada
Kode etik politisi dari Quebec Liberal Party mengikuti empat prinsip pedoman: 1) Kejujuran dan ketaatan pada hukum, 2) Menghormati individu, 3) Integritas dan menghormati institusi, 4) Akuntabilitas dan Tanggung jawab Kode etik dan panduan perilaku dalam proses politik di Manitoba disusun berdasarkan prinsip-prinsip demokratis: Hak untuk memilih; kerahasiaan memilih; Akses untuk memilih; Hak menjadi kandidat; Organisasi partai politik; Administrasi pemilu yang independen; Bebas dari intimidasi dalam melaksanakan hak-hak politik; Kejujuran dan kebenaran dalam kampanye politik; Transparansi dan pembukaan dana politik kepada publik secara Akurat
Dalam konteks kode etik, individu yang memegang posisi dalam QLP setuju bahwa keputusan dan tindakan mereka akan selalu mengikuti empat prinsip
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
pedoman: (1) kejujuran dan ketaatan pada hukum; (2) menghormati individu; (3)
Sebagai salah satu integritas dan menghormati institusi; dan (4) akuntabilitas dan tanggung jawab. 15 negara demokrasi
Sementara itu, konsep kode etik bagi partai politik dan konstituen jarang di Asia Timur, didiskusikan di Kanada. Hanya di Manitoba sebagai satu-satunya yurisdiksi yang
Korea Selatan juga
mengadopsi kode etik tersebut. Manitoba mengadopsi “A Shared Code of Ethical
telah menyusun
Conduct” secara sukarela di mana seluruh basis partai mengikuti rekomendasi
panduan perilaku
dari pengadilan hingga terjadi skandal kecurangan dalam pemilu provinsi pada
(code of conduct)
bagi pejabat
Kode etik dan panduan perilaku dalam proses politik di Manitoba publik. Berbeda disusun berdasarkan prinsip-prinsip demokratis, antara lain hak untuk memilih;
dengan Kanada,
kerahasiaan memilih; akses untuk memilih; hak menjadi kandidat; organisasi yang memisahkan partai politik; administrasi pemilu yang independen; bebas dari intimidasi dalam
istilah kode etik dan
melaksanakan hak-hak politik; kejujuran dan kebenaran dalam kampanye politik;
panduan perilaku, dan transparansi dan pembukaan dana politik kepada publik secara akurat. 16 Korea Selatan
Komisi Pemilu Manitoba memainkan peran penting dalam mengembangkan
menggabungkan
kode dan menjamin komitmen dari seluruh partai. Rancangan kode etik disiapkan
kedua unsur
oleh Elections Manitoba dan ditelaah oleh partai-partai. Berdasarkan masukan tersebut dalam dari partai-partai politik, kode etik yang diajukan kemudian direvisi. Ketika satu
istilah panduan
atau dua partai menyetujui rancangan tersebut, terdapat dorongan dari partai lain
perilaku.
untuk menyetujuinya. Kode tersebut memberikan efek, di mana setiap partai politik memantau ketentuan tersebut. Dengan menyetujui untuk melekatkan diri dengan kode tersebut, seluruh partai dan sejumlah aktor dalam elektoral dan proses politik yang lebih luas berkomitmen untuk bertindak sesuai kode etik dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan publik dalam integritas partai politik. 17
Beberapa bagian dalam kode Manitoba menegaskan bahwa aplikasinya melampaui proses kampanye, yakni termasuk proses politik yang lebih umum. Para penyusun kode Manitoba meyakini bahwa hal tersebut bersifat artifisial dalam era kampanye permanen untuk menggambarkan hubungan antara periode kampanye dan non-kampanye. Kode Manitoba dilaksanakan dan ditegakkan oleh partai-partai, dan tidak ada laporan publik mengenai bagaimana mereka melatih anggota partai mengenai ketentuan tersebut, menerima keluhan atau laporan yang berkaitan dengan pelanggaran. Tidak ada juga evaluasi mengenai dampak, baik positif maupun negatif dari kode tersebut dalam sistem politik Manitoba.
Korea Selatan. Sebagai salah satu negara demokrasi di Asia Timur, Korea Selatan juga telah menyusun panduan perilaku (code of conduct) bagi pejabat publik. Berbeda dengan Kanada yang memisahkan istilah kode etik dan panduan perilaku, Korea Selatan menggabungkan kedua unsur tersebut dalam istilah panduan perilaku. Panduan perilaku ini merepresentasikan standar etik dan integritas di sektor pelayanan publik. Panduan Perilaku ini berlaku bagi pejabat pemerintah di tingkat lokal dan nasional dan disahkan sejak 18 Februari 2003 melalui dekrit presiden dan mulai diberlakukan pada 19 Mei 2003. Berdasarkan panduan perilaku tersebut, lembaga-lembaga pemerintah di tingkat pusat dan lokal. Mereka kemudian menyusun panduan perilaku untuk masing-masing (pemerintah pusat dan lokal) yang juga diberlakukan pada 19 Mei 2003.
“Code of Ethics and Conduct Quebec Liberal Party”, Parti Liberal du Quebec, dalam https://www. 15 “Code of Ethics and Conduct Quebec Liberal Party”, plq.org/files/documents/03_code_of_ethics.pdf, diunduh pada 18 Mei 2016. 16 Ibid. Elections Manitoba, “Shared Code of Ethical Conduct”, 1999. 17 Elections Manitoba, “Shared Code of Ethical Conduct”, 1999.
18 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
Prinsip Umum Kode Etik di Korea Selatan
Prinsip-prinsip umum dalam panduan perilaku bagi pejabat publik:
1. Pelaksanaan kinerja secara adil (Fair Performance of Duties), 2. Larangan memberi dan menerima keuntungan secara tidak wajar 3. (Prohibition of Giving and Receiving Unfair Profits), 4. Pembentukan iklim pelayanan sipil yang sehat (Creation of 5. Healthy Climate of Civil Service)
India juga menggunakan
Tujuan penyusunan “panduan perilaku bagi pejabat publik” ini adalah
istilah model panduan
untuk memberi preskripsi tentang standar nilai dan perilaku yang diharapkan
perilaku (model code of
dapat diterapkan oleh pejabat publik ketika mereka dihadapkan pada konflik
conduct) untuk mengatur
kepentingan selama memegang jabatan. Dalam rangka memenuhi tuntutan publik
standar etik bagi partai
bahwa pejabat pemerintah harus terikat dengan standar etik, maka Komisi Anti-
politik dan kandidat.
Korupsi dan Hak-hak Sipil Korea (Anti-Corruption and Civil Rights/ACRC) juga
Model panduan perilaku
menyusun dan mengimplementasikan “Panduan perilaku untuk Anggota Dewan
yang merupakan panduan
Lokal” yang disahkan melalui Dekrit Presiden yang terpisah dari “Panduan
bagi partai politik dan
Perilaku bagi Pejabat Publik” pada 22 November 2010 dan mulai berlaku pada 3
kandidat ini adalah
Februari 2011. Panduan perilaku bagi pejabat publik dan anggota dewan lokal ini
seperangkat norma yang
disusun setelah terlebih dahulu dikeluarkan UU Anti-Korupsi dan pembentukan
telah dikembangkan
ACRC pada 24 Juli 2001. Adapun prinsip-prinsip umum dalam penyusunan
melalui konsensus partai-
panduan perilaku tersebut antara lain: 91) Pelaksanaan kinerja secara adil (Fair
partai politik yang telah
Performance of Duties); (2) larangan memberi dan menerima keuntungan
berkomitmen untuk
secara tidak wajar ( Prohibition of Giving and Receiving Unfair Profits); dan (3)
terikat pada prinsip-
penciptaan iklim pelayanan sipil yang sehat (Creation of Healthy Climate of Civil
prinsip yang tercantum
Service). 18
dalam panduan dan
India. Seperti halnya Korea Selatan, India juga menggunakan istilah model
juga mengikat mereka
panduan perilaku (model code of conduct) untuk mengatur standar etik bagi partai
untuk menghormati dan
politik dan kandidat. Model panduan perilaku yang merupakan panduan bagi
menjalankannya.
partai politik dan kandidat ini adalah seperangkat norma yang telah dikembangkan melalui konsensus partai-partai politik yang telah berkomitmen untuk terikat pada prinsip-prinsip yang tercantum dalam panduan dan juga mengikat mereka untuk menghormati dan menjalankannya.
Beberapa prinsip umum dari model panduan perilaku tersebut antara lain :
Amerika Serikat
1) inklusif dan non-diskriminasi, 2) profesional, 3) integritas, 4) keadilan. Model
telah menyusun
panduan perilaku ini diberlakukan sejak jadwal pemilu diumumkan oleh Komisi
Code of Official 19 Pemilu India hingga masa pemilu usai dan berlaku di seluruh India. Conduct (House
Rule XXIV, 1968, Prinsip Umum Kode Etik di India
Prinsip umum dari model panduan perilaku bagi partai politik dan politisi antara diamandemen pada
lain :
1992), yang menjadi
1) Inklusif dan non-diskriminasi,
2) Profesional, 3) Integritas,
panduan perilaku
anggota parlemen,
4) Keadilan.
pejabat di parlemen, Model panduan perilaku ini diberlakukan sejak jadwal pemilu diumumkan oleh dan staf parlemen
Komisi Pemilu India hingga masa pemilu usai dan berlaku di seluruh India.
yang merefleksikan
Amerika Serikat. Sementara itu, DPR (House of Representative/HoR)
standar perilaku
Amerika Serikat telah lama mempraktikkan
Code of Official Conduct. Paling tidak
terpuji.
18“Thematic Compilation of Relevant Information Submitted by Republic of Korea, Article 8 “Thematic Compilation of Relevant Information Submitted by Republic of Korea, Article 8 UNCAC, Code of Conduct for Public Officials”,dalam http://www. diunduh pada 20 Juli 2016. “Model Code of Conduct for the Guidance of Political Parties and Candidates”, Election 19 “Model Code of Conduct for the Guidance of Political Parties and Candidates”, Election Commission of India, 2007, dalam http://www.eci.gov.in., diunduh pada 18 Mei 2016.
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
sejak 1968, rule of ethics yang kemudian diamandemen pada 1992, telah menjadi panduan perilaku anggota parlemen, pejabat di parlemen, dan staf parlemen
sebagai suatu standar perilaku terpuji. 20 Prinsip-prinsip umum yang mendasari
penyusunan panduan perilaku tersebut difokuskan pada prinsip integritas, profesional, inklusif dan non-diskriminasi.
Prinsip Umum Kode Etik di Amerika
Prinsip-prinsip umum panduan perilaku anggota parlemen, pejabat di parlemen, dan staf parlemen difokuskan pada:
1) prinsip integritas, 2) profesional, 3) inklusif 4) non-diskriminasi.
II.2.3. Ruang Lingkup Kode Etik
Penyusunan kode etik dan panduan perilaku diatur dalam beberapa bentuk regulasi. Hal-hal yang dicakup dalam kode etik di Inggris antara lain terkait anggota parlemen, kode etik untuk PNS dan pejabat publik, partai politik, aspek- aspek kepemiluan termasuk mengatur para kelompok pendukung, dana kampanye, iklan kampanye.
Di Inggris,
Di Inggris, cakupan kode etik meliputi kode etik untuk pejabat publik cakupan kode etik termasuk PNS, politisi di parlemen, senat maupun partai politik. Bahkan di Inggris
meliputi kode etik
dan Wales juga diatur secara khusus kode atik (code of conduct) yang menyangkut
untuk pejabat
aspek kepemiluan, khususnya terkait postal ballot papers yang dikenakan pada
publik termasuk
parpol-parpol, pihak-pihak yang berkampanye, para kelompok/ tim pendukung.
PNS, politisi di
Di Australia yang menganut sistem parlementer cakupan kode etik parlemen, senat
dikenakan pada anggota parlemen (politisi) dan pejabat publik 21 , selain parpol
maupun partai
sebagai organisasi publik. 22 Di Jerman, sesuai dengan Akta Partai Politik 2014,
politik. Bahkan di
yang dicakup dalam kode etik partai-partai politik antara lain:
Inggris dan Wales
A. Aspek ketentuan umum, mencakup hal-hal sbb: aspek status konstitusi
juga diatur secara
dan fungsi-fungsi parpol; definisi parpol; nama parpol; kapasitas untuk
khusus kode atik
dituntut dan menuntut--sesuai dengan status hukum sebagai parpol; (code of conduct) perlakuan yang setara;
yang menyangkut
B. Aspek internal organisasi, mencakup hal-hal sbb: status dan program aspek kepemiluan partai; struktur organisasi hingga di level regional/cabang, badan-badan
khususnya terkait
yang ada di parpol, masalah mekanisme permusyawaratan, konvensi postal ballot partai; hak-hak anggota partai, komite eksekutif, komite umum partai,
papers.
komposisi pertemuan utusan parpol, tribunal (sidang) arbitrase partai, pembuatan keputusan dan perumusan kebijakan di dalam partai, dan aturan mengenai sanksi terhadap cabang partai di tingkat daerah (regional) berupa pembubaran (dissolution), pengecualian (exclusion), dan pemecatan dari jabatan ( removal from office);
C. Aspek nominasi kandidat-kandidat, mencakup: nominasi kandidat- kandidat untuk pemilu;
D. Aspek pendanaan publik, mencakup hal-hal sbb: prinsip-prinsip dan cakupan dana publik; aplikasi utk mendapat proporsi dana publik;
“Legislative Ethics: A Comparative Analysis”, Legislative Research Series Paper No.4, National 20 “Legislative Ethics: A Comparative Analysis”, Democratic Institute for International Affairs, 1999: 5. 21 . http://www.aph.gov.au/About_Parliament/Parliamentary_Departments/Parliamentary_Library/ pubs/rp/rp9899/99rp02 diakses 18 Agustus 2016 22 . http://www.elections.ca/res/rec/tech/cod/pdf/code_of_ethics_e.pdf diakses 18 Agustus 2016.
20 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
prosedur untuk menentukan besaran nominal yang dapat didanai; skema pembayaran sebagian; pembagian dana federal dan prosedur pembagian, dan audit oleh Bundes- rechnungshof (BRH - Germany’s Supreme Audit Institution); serta kompensasi keuangan intra partai politik;
E. Aspek akuntabilitas, mencakup hal-hal sbb: kewajiban untuk menyerahkan pernyataan data kekayaan pribadi; verifikasi terhadap
Kanada, ruang
pernyataan kepemilikan akun/ dana; wajib melaporkan jika ada data
lingkup yang diatur
kekayaan yg tidak akurat; pernyataan kepemilikan akun bank; donasi;
adalah politisi dan
definisi “pemasukan”/income; definisi “belanja publik” (public
partai politik. Misalnya,
expenditure); tipe-tipe pemasukan individu; pernyataan kepemilikan
The Quebec Liberal
aset/ liabilities (harta yg disimpan); audit terhadap pernyataan akun/
Party (QLP), menyusun
kekayaan; audit laporan dan audit sertifikat; tentang auditor;
kode etik dan panduan
F. Aspek prosedur terkait dengan ketidak-akuratan pernyataan harta
perilaku bagi politisi/
kekayaan, dan ketentuan pidana mencakup hal-hal sbb: reklaiming
anggota partainya yang
dana publik yang sudah diberikan pada parpol; ketidak-akuratan pada
memegang posisi sebagai
pernyataan tentang data kekayaan; dana-dana yang diperoleh secara
: 1) Anggota Majelis
ilegal/tidak diumumkan; ketentuan-ketentuan pidana; dan
Nasional; 2) anggota
G. Aspek pelarangan terhadap parpol-parpol yang melakukan tindakan
asosiasi komite eksekutif;
inskonstitusional, mencakup: pelarangan pada organisasi yang terafiliasi
3) anggota komisi
dengan parpol.
permanen dan Komite Eksekutif Partai; 3) staf politik Majelis Nasonal;
Dalam penyusunan kode etik dan panduan perilaku di Kanada, ruang lingkup
4) staf politik dalam
yang diatur adalah politisi dan partai politik. Misalnya, The Quebec Liberal Party
kantor kementerian;
(QLP) menyusun kode etik dan panduan perilaku bagi politisi/anggota partainya
5) staf politik dalam
yang memegang posisi sebagai: (1) Anggota Majelis Nasional; (2) Anggota
kantor pembantu Majelis
asosiasi komite eksekutif; (3) Anggota komisi permanen dan Komite Eksekutif
Nasional; 6) pegawai
Partai; 3) staf politik Majelis Nasonal; (4) Staf politik dalam kantor kementerian;
partai; 7) kandidat dalam
(5) Staf politik dalam kantor pembantu Majelis Nasional; (6) Pegawai partai; (7)
organisasi pemilu seorang kandidat; dan (9) individu yang memiliki sertifikat yang memberikan otoritas bagi mereka untuk berkontribusi. otoritas dalam organisasi 23
pemilu; 8) sukarelawan
Kandidat dalam pemilu; (8) Sukarelawan yang memegang posisi otoritas dalam
yang memegang posisi
pemilu seorang kandidat;
Sementara itu, kode etik dan panduan perilaku bagi partai politik di Manitoba,
8) individu yang
Kanada, diaplikasikan kepada seluruh partai politik dan kandidat independen yang
memiliki sertifikat yang
telah mendeklarasikan komitmen untuk memegang teguh panduan prinsip-prinsip
memberikan otoritas
dan aturan perilaku. Kode ini berlaku bagi seluruh anggota legislatif yang terpilih,
bagi mereka untuk
kandidat, individu yang berniat menjadi kandidat, asosiasi konstituen, individu
berkontribusi.
yang memegang jabatan publik, anggota partai, sukarelawan yang berasosiasi dengan partai politik, dan “vendors” dan suppliers” yang ikut berpartisipasi dalam proses elektoral. Kode ini dapat dimodifikasi melalui konsensus dari partai-partai politik yang mendeklarasikan komitmen mereka terhadap kode tersebut.
Sementara itu, panduan perilaku di India disusun untuk mengatur partai politik dan kandidat. Dalam panduan perilaku tersebut terdapat beberapa cakupan yang diatur antara lain: (1) Perilaku umum (general conduct); (2) Pertemuan (meetings); (3) Prosesi (procession); (4) Pemungutan suara (polling day); (5) Bilik
Code of Ethics and Conduct Quebec Liberal Party”, Parti Liberal du Quebec, dalam https://www. 23 Code of Ethics and Conduct Quebec Liberal Party”, plq.org/files/documents/03_code_of_ethics.pdf, diunduh pada 18 Mei 2016.
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
suara (polling booth); (6) Pengamat (observers); dan (7) Partai yang berkuasa (party in power). 24
Di Korea Selatan, panduan perilaku disusun oleh Komisi Anti-Korupsi dan
Di Amerika
Hak-hak Sipil untuk mengatur politisi yang menjadi pejabat publik dan anggota
Serikat, Code of
dewan lokal (local council members). Dalam hal ini, pejabat publik yang dimaksud
Official Conduct
tidak hanya di tingkat pusat (kecuali pejabat publik di bawah Majelis Nasional,
disusun oleh
Pengadilan, Pengadilan Konstitusi, dan Komisi Pemilu Nasional), namun juga di
parlemen (House tingkat lokal. Dalam panduan perilaku tersebut yang dimaksud dengan: 25 of Representrative)
1. Duty-related party adalah individu (seorang pejabat publik yang bertindak
untuk mengatur
perilaku politisi
atas kapasitas pribadi) atau sebuah organisasi yang bisnisnya berhubungan
dan non-politisi
dengan tugas pejabat publik; dan
2. Duty-related public official adalah pejabat publik yang mendapat
yang bekerja di
parlemen.
keuntungan atau kerugian sebagai akibat langsung dari pelaksanaan tugas yang dilakukan pejabat publik lainnya.
Di Amerika Serikat, Code of Official Conduct disusun oleh parlemen (House of Representrative) untuk mengatur perilaku politisi dan non politisi yang bekerja di parlemen : anggota parlemen, pejabat parlemen, dan pegawai parlemen. Dalam panduan tersebut, yang dimaksud staf parlemen adalah individu yang gajinya dibayarkan oleh Kepala Staf Administrasi parlemen (the Chief Administrative Officer). Panduan ini juga mengatur beberapa hal seperti: larangan atas hadiah, konflik kepentingan, campur baur antara dana pribadi dan dana kampanye, serta
penggunaan sumber-sumber dana kantor yang tidak patut. 26
Negara
Ruang Lingkup
Amerika Serikat Di Amerika Serikat, Code of Official Conduct disusun oleh parlemen (House of Representrative) untuk mengatur perilaku politisi dan non politisi yang bekerja di parlemen : anggota parlemen, pejabat parlemen, dan pegawai parlemen.
India
Panduan perilaku disusun untuk mengatur politisi yang menjadi pejabat publik dan
anggota dewan lokal (local council members). Pejabat publik yang dimaksud tidak hanya di tingkat pusat (kecuali pejabat publik di bawah Majelis Nasional, Pengadilan, Pengadilan Konstitusi, dan Komisi Pemilu Nasional), namun juga di tingkat lokal.
Korea Selatan Panduan perilaku bagi partai politik dan politisi mencakup :
1) perilaku umum (general conduct), 2) pertemuan (meetings), 3) prosesi (procession), 4) pemungutan suara (polling day), 5) bilik suara (polling booth), 6) pengamat (observers), 7) partai yang berkuasa (party in power).
Kanada
Yang diatur adalah politisi dan partai politik. Misalnya, The Quebec Liberal Party
(QLP), menyusun kode etik dan panduan perilaku bagi politisi/anggota partainya yang memegang posisi sebagai:
1. anggota Majelis Nasional; 2. anggota asosiasi komite eksekutif; 3. anggota komisi permanen dan Komite Eksekutif Partai; 4. staf politik Majelis Nasonal;
“Thematic Compilation of Relevant Information Submitted by Republic of Korea, Article 8 24 “Thematic Compilation of Relevant Information Submitted by Republic of Korea, Article 8 5. staf politik dalam kantor kementerian; UNCAC, Code of Conduct for Public Officials”, dalam https://www.unodc.org/documents/corruption/WG-
Prevention/Art_8_Codes_of_conduct/Republic_of_Korea.pdf, diakses pada 20 Juli 2016. 6. staf politik dalam kantor pembantu Majelis Nasional; “Thematic Compilation of Relevant Information Submitted by Republic of Korea, Article 8 25 “Thematic Compilation of Relevant Information Submitted by Republic of Korea, Article 8 7. pegawai partai; UNCAC, Code of Conduct for Public Officials”,dalam http://www. diunduh pada 20 Juli 2016. 8. kandidat dalam pemilu; 26 “Code of Official Conduct, Rules of the House of Representatives-114th Congress”, dalam https:// 9. sukarelawan yang memegang posisi otoritas dalam organisasi ethics.house.gov/publication/code-official-conduct, diunduh pada 20 Juni 2016. 10. pemilu seorang kandidat;
11. individu yang memiliki sertifikat yang memberikan otoritas bagi
Negara
Ruang Lingkup
Amerika Serikat Di Amerika Serikat, Code of Official Conduct disusun oleh parlemen (House of Representrative) untuk mengatur perilaku politisi dan non politisi yang bekerja di parlemen : anggota parlemen, pejabat parlemen, dan pegawai parlemen.
India Panduan perilaku disusun untuk mengatur politisi yang menjadi pejabat publik dan
anggota dewan lokal (local council members). Pejabat publik yang dimaksud tidak hanya di tingkat pusat (kecuali pejabat publik di bawah Majelis Nasional, Pengadilan, Pengadilan Konstitusi, dan Komisi Pemilu Nasional), namun juga di tingkat lokal.
Korea Selatan
Panduan perilaku bagi partai politik dan politisi mencakup :
1) perilaku umum (general conduct), 2) pertemuan (meetings), 3) prosesi (procession), 4) pemungutan suara (polling day), 5) bilik suara (polling booth), 6) pengamat (observers), 7) partai yang berkuasa (party in power).
Kanada Yang diatur adalah politisi dan partai politik. Misalnya, The Quebec Liberal Party (QLP), menyusun kode etik dan panduan perilaku bagi politisi/anggota partainya yang
22 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK memegang posisi sebagai:
1. anggota Majelis Nasional; 2. anggota asosiasi komite eksekutif; 3. anggota komisi permanen dan Komite Eksekutif Partai; 4. staf politik Majelis Nasonal; 5. staf politik dalam kantor kementerian; 6. staf politik dalam kantor pembantu Majelis Nasional; 7. pegawai partai; 8. kandidat dalam pemilu; 9. sukarelawan yang memegang posisi otoritas dalam organisasi
10. pemilu seorang kandidat; 11. individu yang memiliki sertifikat yang memberikan otoritas bagi 12. mereka untuk berkontribusi.
Kode etik dan panduan perilaku bagi partai politik di Manitoba, berlaku bagi :
1. Seluruh anggota legislatif yang terpilih, 2. Kandidat, 3. Individu yang berniat menjadi kandidat, 4. Asosiasi konstituen, 5. Individu yang memegang jabatan publik, anggota partai, 6. Sukarelawan yang berasosiasi dengan partai politik, 7. “Vendors” dan suppliers” yang ikut berpartisipasi dalam proses elektoral.
Australia Cakupan kode etik dikenakan pada anggota parlemen (politisi) dan pejabat publik, selain parpol sebagai organisasi publik.
Inggris Kode etik dan panduan perilaku secara umum berlaku bagi parpol-parpol ,PNS, pejabat publik serta hal-hal yang terkait dengan kepemiluan (termasuk para suppoter, kandidat, dan tim kampanye).
Kode etik PNS: mengedepankan kerangka di mana PNS bekerja dan mengatur standar nilai serta perilaku yang diharapkan akan dilakukan, dan merupakan bagian dari persyaratan jika seseorang melamar untuk posisi pekerjaan sebagai PNS. Kode Etik PNS adalah bagian dari Kode Manajemen PNS yang menjadi rujukan untuk mengatur PNS. Secara khusus terdapat pasal yang mengatur batas-batas keterlibatan PNS dalam aktivitas politik.
Kode etik kepemiluan mencakup penanganan postal ballot papers di Inggris dan Wales. Ketentuan ini dibuat sebab parpol-parpol, kandidat dan tim-tim pemenangan serta tim kampanye memainkan peran, setidaknya dalam mendukung pemungutan suara. Standard-standard tradisional dari kepatutan (etika) politik yang dikenakan lembaga-lembaga polling juga diterapkan dalam konteks postal voting ini.
II.2.4. Penegakan Etik
Di Inggris,
Agar penegakan etik berjalan efektif, perlu adanya sanksi dan mekanisme pemaksa.
penegakan etik
Studi yang dilakukan NDI mengenai etik legislatif mengungkapkan bahwa secara
pada pejabat
umum mekanisme penegakan etik mengikuti satu dari tiga model institusional.
negara (termasuk
Satu model menggunakan mekanisme pembentukan komisi etik yang bersifat
PNS) dilakukan
eksternal, independen, dari badan pembuat UU. Komisi tersebut mengelola
sesuai dengan
rezim etik, menginvestigasi tuduhan perbuatan tak pantas, melaporkan kembali
aturan “Civil Code”
temuan-temuannya kepada badan pembuat UU, dan dalam beberapa kasus diberi
yang mencakup
kewenangan untuk menghukum para pelanggar. 27
standar/ukuran
Bagi partai-partai politik di negara-negara anggota Commonwealth seperti
perilaku PNS yang
Australia dan Inggris penegakan etik diberlakukan baik untuk politisi termasuk
berlandaskan pada
senator, anggota parlemen, dan pejabat publik (presiden/perdana mentri dan para
nilai-nilai umum
menteri di kabinet).
yaitu integritas,
Di Inggris, penegakan etik pada pejabat negara (termasuk PNS) dilakukan
kejujuran,
sesuai dengan aturan “civil code” yang mencakup standar/ukuran perilaku PNS
obyektivitas ...
yang berlandaskan pada nilai-nilai umum yaitu integritas, kejujuran, obyektivitas, dan imparsialitas, termasuk mengatur secara detil hak-hak dan tanggung jawab
27 “Legislative Ethics: A Comparative Analysis”, dalam Legislative Research Series Paper No.4, National Democratic Institute for International Affairs, 1999: 18..
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
pejabat publik terkait dengan kode etik. Ada yang disebut sebagai “The Committee on Standards in Public Life” yang memberi saran pada perdana menteri mengenai standar-standar etik disemua kehidupan publik di Inggris, yang bertanggung jawab untuk memonitor dan melaporkan isu-isu terkait dengan standar perilaku semua pejabat publik.
Di Australia, hampir serupa dengan Inggris, penegakan etik diterapkan baik
Bagi parpol-parpol
pada individu-individu parpol, parpol-parpol itu sendiri, maupun pejabat publik
di Jerman, ada
yang berasal dari politisi serta yang bukan berlatar belakang politisi. Parlemen
beberapa hal
Australia yang terdiri atas Majelis Rendah (HoR) dan Majelis Tinggi (Senat) adalah
terkait dengan
inti dari politik Australia, sebab itu, tingkah laku anggota parlemen menentukan
penegakan sanksi
karakter pemerintahan. 28 Anggota parlemen diikat oleh ketentuan-ketentuan etik
jika tidak mematuhi
terkait fungsi mereka di parlemen. Ini adalah instrumen yang memberi bobot bagi
kode etik yang
mereka untuk menjalankan fungsi kontrol terhadap eksekutif. Secara keseluruhan
secara eksplisit
bagi anggota parlemen terdapat standing orders atau peraturan tata tertib. Baik
telah diatur dalam
HoR maupun Senat memiliki aturan main yang mengontrol perilaku anggota Germany political parlemen selain berlangsungnya aturan-aturan dalam persidangan. Standing
Party Acts 2004.
orders ini menyediakan informasi detail tentang aturan-aturan dan cara bekerja
kedua majelis ini (Senat dan HoR). 29 Khusus untuk anggota parpol, penegakan
etik dilakukan di level internal organisasi melalui siding komite etik di partai politik.
Sementara bagi parpol-parpol di Jerman, ada beberapa hal terkait dengan
Parpol yang
penegakan sanksi jika tidak mematuhi kode etik yang secara eksplisit telah dianggap telah diatur dalam Germany political Party Acts 2004. Beberapa di antaranya adalah
melanggar
pemberian sanksi pada pelanggaran-pelanggaran yang dianggap mendasar. Parpol
konstitusi juga
dapat kehilangan status hukumnya antara lain jika tidak berpartisipasi dalam kurun
dapat dikenakan
waktu enam tahun dalam pemilu di level Bunderstag ataupun Landtag (Land
sanksi oleh otoritas
parliament). 30 Parpol juga dapat menerima ‘sanksi eksternal” dalam bentuk tuntutan
pemerintah Land
di pengadilan jika ada permasalahan hukum. 31 Suatu cabang parpol daerah yang
Governments
keluar dari keanggotaan parpol dapat kehilangan hak untuk menggunakan nama
sesuai dengan
partai. 32 Parpol yang dianggap telah melanggar konstitusi juga dapat dikenakan
hukum Federal
sanksi oleh otoritas pemerintah Land Governments sesuai dengan hukum Federal
Constitutional
Constitutional Court. Jika aktivitas parpol yang dinyatakan inkonstitusional itu
Court.Governments
secara teritorial melebihi satu kawasan, maka Mendagri atau Menteri Federal sesuai dengan dapat memberi sanksi yang seragam, dan lebih jauh diatur dalam section 35 dari
hukum Federal Act on the Federal Constitutional Court(Bundesverfassungsgerichtsgesetz). 33 Constitutional
Penegakan sanksi ini juga mencakup penyitaan aset parpol. 34 Penegakan sanksi
Court.
bagi parpol ini juga mencakup aspek pembekuan partai politik berikut organisasi- organisasi yang berada di bawahnya. Penegakan sanksi terhadap parpol-parpol di Jerman juga mencakup permasalahan dana publik.
2� Hamid, �ulkifl i, Hamid, �ulkifli, Sistem Politik Australia, (Jakarta: Remaja Rosdakarya dan LIPI-FISIP-UI, 1999), hlm. 50-51. 29 Standing Orders ini diadopsi dari aturan Majelis Rendah (House of Commons) Inggris, digunakan oleh parlemen-parlemen koloni Inggris di Australia, serta dikumpulkan dalam satu buku House of Representatives Practice, sementara untuk Senat terdapat dalam buku Australian Senate Practice. Ibid., hlm. 64.
30 Section 2 “definition of a political party” ayat 2. Lihat, Germany political Parties Acts 2004: 3. 31 Section 3 “definition of a political party” ayat 3. Lihat, Germany political Parties Acts 2004: 3.. 32 Section 4, “name”, Germany political Parties Acts 2004: 4. 33 Ibid.. 34 Seksi 10-13 dari Akta tentang asosiasi tertanggal 5 August 1964, lihat Federal Law Gazette I,
hlm..593.
24 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
Dalam hal penegakan etik bagi politisi, The Quebec Liberal Party Kanada menggunakan mekanisme eksternal, yakni dengan memberikan mandat kepada dua badan: Komisi Hukum dan Komite Etik. Komisi Hukum bertugas untuk menjelaskan Kode Etik dan Panduan Perilaku dan berperan sebagai penghubung dengan anggota partai berkaitan dengan pengaduan. Sementara Komite Etik bertugas untuk menegakkan Kode Etik dan Panduan Perilaku dan berperan sebagai badan penegak disiplin. Komite Etik terdiri dari individu yang mengakui imparsialitas, integritas, dan standar etik yang tinggi. 35
Pengaduan yang disampaikan kepada Komite Etik harus dianggap sebagai upaya terakhir untuk mengatasi situasi problematik. Upaya damai justru didorong sebagai pendekatan alternatif. Pengaduan harus diajukan kepada Komisi Hukum
Di Korea Selatan,
dan salinannya ditembuskan kepada sekretaris Komite Etik. Komisi Hukum akan
penegakan panduan
memastikan bahwa keterangan pengaduan tersebut dapat dipertimbangkan dan
perilaku (code of conduct)
menjamin bahwa dasar pertimbangannya sudah cukup, dan kemudian mengajukan
bagi pejabat publik
laporannya kepada Komite Etik. Komisi Hukum dan Komite Etik akan
dan anggota dewan
merahasiakan identitas orang yang memberikan informasi kepada mereka. Komite
lokal dilakukan melalui
Etik akan memberikan sanksi bagi pelanggaran aturan dalam Kode Etik, yang
mekanisme eksternal,
berkisar dari peringatan skorsing, pemberhentian dari jabatan atau dikeluarkan dari
yakni Komisi Anti-Korupsi
keanggotaan partai. Sanksi tergantung dari konteks di mana pelanggaran terjadi
dan Hak-hak Sipil Korea
dan faktor-faktor yang memberatkan, termasuk berat atau ringannya pelanggaran,
(Anti-Corruption and
faktor kesengajaan, penyesalan, kerja sama dan adanya pelanggaran lain. 36
Civil Rights/ACRC) yang
Di Korea Selatan, penegakan panduan perilaku (code of conduct) bagi
juga menyusun panduan
pejabat publik dan anggota dewan lokal dilakukan melalui mekanisme eksternal,
perilaku tersebut. Setiap
yakni Komisi Anti-Korupsi dan Hak-hak Sipil Korea (Anti-Corruption and Civil
pelanggaran panduan
Rights/ACRC) yang juga menyusun panduan perilaku tersebut. Setiap pelanggaran
perilaku oleh pejabat
panduan perilaku oleh pejabat pemerintah dapat dilaporkan ke ACRC atau pejabat
pemerintah dapat
yang bertugas mengawasi pelaksanaan panduan perilaku dari instansi pemerintah
dilaporkan ke ACRC atau
yang berwenang. Ketika kasus pelanggaran dilaporkan setelah dilakukan investigasi
pejabat yang bertugas
sesuai dengan pasal 10 UU Anti-Korupsi, hasilnya harus dilaporkan kepada kepala
mengawasi pelaksanaan
instansi yang melakukan pelanggaran atau kepada kepala organisasi supervisi
panduan perilaku dari
yang relevan, dan tindakan lanjutannya harus dilaporkan kembali kepada ACRC.
instansi pemerintah yang
Sesuai dengan pasal 9 UU Anti-Korupsi, ACRC juga melakukan investigasi dan
berwenang.
memonitor implementasi panduan perilaku dari organisasi publik. 37 Sementara itu, meski Komisi Pemilu India telah menyusun model panduan perilaku bagi partai politik dan kandidat, namun didalamnya tidak menjelaskan penegakan panduan perilaku tersebut. Kendati demikian, India membentuk mekanisme eksternal melalui komisi independen untuk menginvestigasi kasus korupsi. Pada 1963, parlemen India membentuk the Central Bureau of Investigation (CBI) untuk menginvestigasi tuduhan korupsi terhadap pejabat publik. Pada 1990an, upaya yang awalnya difokuskan pada upaya pemberantasan korupsi di kalangan pegawai negeri sipil berubah perhatiannya kepada kasus korupsi kelas kakap di kalangan elit politik. Anggota parlemen, menteri dan bahkan perdana menteri menjadi target utama dari CBI dan sistem yudisial. Fakta
35 “Code of Ethics and Conduct Quebec Liberal Party”, Parti Liberal du Quebec, hlm. 13, dalam https://www.plq.org/files/documents/03_code_of_ethics.pdf, diunduh pada 18 Mei 2016.
36 Ibid., hlm. 13-14. 37 “Thematic Compilation of Relevant Information Submitted by Republic of Korea, Article 8
UNCAC, Code of Conduct for Public Officials”,dalam http://www. diunduh pada 20 Juli 2016.
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
bahwa akuntabilitas para elit politik di India diinvestigasi, memberikan kejutan bagi para veteran pembuat UU. 38
Berbeda dengan India, penegakan etik di Amerika Serikat, khususnya Kongres, dilakukan melalui mekanisme internal, yakni menganut model institusional yang mengharuskan anggota parlemen mengawasi diri sendiri. Dalam kasus ini, Kongres AS membentuk Komite Etik yang terdiri atas legislator yang mengawasi seluruh aspek dari pelanggaran etik yang terjadi, mulai dari menerima pengaduan dan melakukan investigasi untuk memastikan apakah pelanggaran terjadi dan merekomendasikan sanksi yang cocok. Komite Etik kemudian menyampaikan kasus pelanggaran kepada seluruh anggota parlemen (Senat dan HoR) untuk pemungutan suara final. Namun, mekanisme ini bisa dikatakan cukup problematik. Menurut penasihat Komite Etik parlemen AS (the Committee on Standards of Official Conduct), ketidaksukaan untuk mengawasi perilaku sesama anggota parlemen lainnya sering menyulitkan pemimpin parlemen (HoR) untuk mengidentifikasi anggota-anggotanya yang mau duduk dalam keanggotaan Komite Etik. Dalam hal mekanisme pengaduan dan pemberian sanksi, di AS misalnya, pengaduan yang diajukan oleh publik umum akan disaring oleh anggota parlemen, meskipun warga biasa dapat saja mengajukan pengaduan langsung ke
Komite Etik. 39 Secara umum, dari pengalaman Negara-negara di atas, penegakan etiknya dapat dirangkum dalam table berikut:
Negara
Penegakan Etik
Inggris Diberlakukan baik untuk politisi termasuk senator, anggota parlemen, dan pejabat publik (presiden/ perdana mentri dan para menteri di kabinet). Penegakan etik pada pejabat negara (termasuk PNS) dilakukan sesuai dengan aturan “Civil
Code”yang mencakup standard-standard perilaku PNS yang berlandaskan pada nilai-nilai umum yaitu integritas, kejujuran, obyektivitas, dan imparsialitas, termasuk mengatur secara detil hak-hak dan tanggung jawab pejabat publik terkait dengan kode etik.
“The Committee on Standards in Public Life” menjadi acuan pada Perdana Menteri mengenai standard-standard etik di semua kehidupan publik di Inggris, yang bertanggung jawab untuk memonitor dan melaporkan isu-isu terkait dengan standard perilaku semua pejabat publik.
Partai politik dan kelengkapan terkait kepemiluan harus terdaftar, dan aturan pendanaan disebut dengan jelas. Dalam ‘code of postal voting” disebutkan dengan jelas peran kepolisian harus tegas dan imparsial untuk menangani kasus-kasus terkait etik di ranah kepemiluan dan referendum, yang dapat dikenai pasal pidana, misalnya: penyuapan (bribery), peniruan /pemalsuan (personation), mentraktir (treating), mengancam pemilih dengan kekerasan (undue influence),memilih lebih dari dua kali (Multiple, vote, proxy and other voting offences), kerahasiaan (secrecy)—sanksi bagi seseorang yang membocorkan kerahasiaan di bilik suara cukup berat, dapat dikenai denda 5000 Poundsterling atau penjara maksimal 6 bulan; menyebarkan informasi palsu (false regisration information and false postal proxy voting application) dapat dikenakan sanksi denda 5000 Poundsterling atau penjara maksimal 6 bulan
Australia Penegakan etik diterapkan baik pada individu-individu parpol, parpol-parpol itu sendiri,
maupun pejabat publik yang berasal dari politisi serta yang bukan berlatar belakang politisi. Anggota parlemen diikat oleh ketentuan-ketentuan etik terkait fungsi mereka di parlemen. Secara keseluruhan bagi anggota parlemen terdapat Standing Orders atau peraturan tata
tertib. Baik House of Representative (HoR) maupun Senat memiliki aturan main yang mengontrol perilaku anggota parlemen selain berlangsungnya aturan-aturan dalam persidangan.
38 Legislative Ethics: A Comparative Analysis”, Legislative Research Series Paper No.4, National Democratic Institute for International Affairs, 1999: 18. 39 Ibid., hlm. 20.
26 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
Standing Orders ini menyediakan informasi detail tentang aturan-aturan dan cara bekerja
kedua majelis ini (Senat dan HoR). Sedangkan, khusus untuk anggota parpol, penegakan etik dilakukan di level internal
organisasi.
Jerman Penegakan sanksi jika tidak mematuhi kode etik secara eksplisit telah diatur dalam Germany
political Party Acts 2004. Beberapa di antaranya adalah pemberian sanksi pada pelanggaran-pelanggaran yang
dianggap mendasar. Parpol dapat kehilangan status hukumnya jika tidak berpartisipasi dalam kurun waktu enam tahun dalam pemilu di level Bunderstag ataupun Landtag (Land parliament). Parpol juga dapat menerima ‘sanksi eksternal” dalam bentuk tuntutan di pengadilan jika ada
permasalahan hukum. Suatu cabang parpol daerah yang keluar dari keanggotaan parpol dapat kehilangan hak
untuk menggunakan nama partai. Parpol yang dianggap telah melanggar konstitusi juga dapat dikenakan sanksi oleh otoritas pemerintah Land Governments sesuai dengan hukum Federal Constitutional Court.J Jika aktivitas parpol yang dinyatakan inkonstitusional itu secara teritorial melebihi satu kawasan, maka Mendagri atau Memberi Federal dapat memberi sanksi yang seragam, dan diatur dalam section 35 dari Act on the Federal Constitutional Court (Bundesverfassungsgerichtsgesetz).
Penegakan sanksi ini juga mencakup penyitaan aset parpol. Penegakan sanksi bagi parpol ini juga mencakup aspek pembekuan partai politik berikut
organisasi-organisasi yang berada di bawahnya. Penegakan sanksi terhadap parpol-parpol di Jerman juga mencakup permasalahan dana
publik.
Kanada The Quebec Liberal Party menggunakan mekanisme eksternal, dengan memberikan mandat
kepada Komisi Hukum dan Komite Etik. Komisi Hukum bertugas untuk menjelaskan Kode Etik dan Panduan Perilaku dan berperan sebagai penghubung dengan anggota partai berkaitan dengan pengaduan. Komite Etik bertugas untuk menegakkan Kode Etik dan Panduan Perilaku dan berperan sebagai badan penegak disiplin. Komite Etik terdiri dari individu yang mengakui imparsialitas, integritas, dan standar etik yang tinggi.
Korea Selatan Penegakan panduan perilaku (code of conduct) bagi pejabat publik dan anggota dewan lokal dilakukan melalui mekanisme eksternal, yakni Komisi Anti-Korupsi dan Hak-hak Sipil Korea (Anti Corruption and Civil Rights/ACRC).
India Membentuk mekanisme eksternal melalui komisi independen, the Central Bureau of Investigation (CBI) untuk menginvestigasi tuduhan korupsi terhadap pejabat publik.
Amerika Kongres AS membentuk Komite Etik yang terdiri dari legislator yang mengawasi seluruh aspek Serikat
dari pelanggaran etik yang terjadi, mulai dari menerima pengaduan dan melakukan investigasi untuk memastikan apakah pelanggaran terjadi dan merekomendasikan sanksi yang cocok.
Dalam hal
II.2.5. Pembelajaran Bagi Indonesia
penggunaan istilah,
Berdasarkan pengalaman penyusunan kode etik dari negara-negara seperti Inggirs,
di Inggris, Australia
Australia, Jerman, Kanada, Korea Selatan, India, dan Amerika Serikat, terdapat
dan Jerman, istilah
beberapa hal yang dapat menjadi masukan bagi penyusunan kode etik politisi
‘code of conduct’
dan partai politik di Indonesia, baik dalam hal penggunaan istilah, prinsip-prinsip
maupun ”code of
umum, ruang lingkup, dan penegakan etik.
ethic” digunakan
Dalam hal penggunaan istilah, di Inggris, Australia dan Jerman, istilah “code
secara bergantian.
of conduct” maupun ”code of ethic” digunakan secara bergantian. Sedangkan
Sedangkan Kanada
Kanada secara spesifik membedakan antara kode etik dengan panduan perilaku
secara spesifik
(code of conduct). Sementara Korea Selatan, India, dan Amerika Serikat
membedakan antara
menamakannya sebagai panduan perilaku (code of conduct), meskipun secara
kode etik dengan
substansial panduan perilaku yang disusun mengatur standar etik politisi dan
panduan perilaku
partai politik. Dalam konteks Indonesia, sebaiknya perlu ada pemisahan antara
(code of conduct).
kode etik politisi dan kode perilaku partai politik.
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
Dalam hal prinsip-prinsip umum kode etik negara-negara seperti Inggris, Australia dan Jerman, umumnya menyebutkan nilai-nilai: demokrasi, integritas, transparansi, keadilan, kesetaraan, ketaatan pada hukum, dan akuntabilitas. Sebagai tambahan, prinsip-prinsip kode etik ini umumnya terintegrasi dengan baik dalam aturan-aturan yang secara eksplisit diundangkan sejak dalam bentuk konstitusi hingga aturan-aturan yang terkait dengan kinerja/operasional lembaga- lembaga, apalagi yang berhubungan dengan publik (termasuk menggunakan dana publik) seperti partai-partai politik dan lembaga-lembaga negara serta lembaga perwakilan rakyat. Sementara Kanada, Korea Selatan, India, dan Amerika Serikat
Dalam hal penegakan
mencantumkan prinsip-prinsip seperti demokrasi, kejujuran dan ketaatan pada etik, negara-negara hukum, menghormati individu, integritas dan menghormati institusi, akuntabilitas
seperti Inggris,
dan tanggung jawab, transparansi, inklusif dan non-diskriminasi, profesional, Australia dan integritas, dan keadilan. Prinsip-prinsip umum tersebut sebaiknya dicantumkan
Jerman mempunya
juga dalam penyusunan prinsip-prinsip umum kode etik di Indonesia.
mekanisme internal
Dalam hal ruang lingkup kode etik, negara-negara seperti Inggris, Australia
juga untuk setiap
dan Jerman, tidak sekedar memberlakukan kode etik untuk kurun waktu tertentu
partai politik. Di
saja, melainkan juga sebagai bagian dari filosofi kebangsaan. Cakupan kode etik
Inggris, secara
di Inggris dan Australia adalah kalangan eksekutif (kementrian, pejabat publik
umum pernyataan
lainnya), politisi baik yang di parlemen/senat dan, partai politik, serta lembaga
mendasar adalah
penyelenggara dan pengawas pemilu, termasuk juga tim-tim pendukung kandidat
bahwa partai politik
yang akan berkompetisi dalam pemilu. Di Jerman, melalui Akta Partai Politik,
dan kelengkapan
kesemua aspek yang terkait dengan kepemiluan (lembaga penyelenggara, tim terkait kepemiluan kampanye, para kandidat, dan badan pengawas) serta politisi, pejabat publik di
harus terdaftar, dan
pemerintahan, selain aspek pendanaan adalah mereka yang dikenai kode etik. Di
aturan pendanaan
Inggris, bahkan terdapat “conduct of postal vote application” untuk penyelenggara
disebut dengan jelas.
pemilu, parpol-parpol, para kandidat, tim kampanye, yang berperan besar dalam
Dalam ‘code of postal
pemilu serta proses referendum.
voting” disebutkan
Sementara itu, negara-negara seperti Kanada dan India mengatur kode etik
dengan jelas peran
politisi dan partai. Yang membedakan adalah kode etik yang disusun di Kanada
agensi keamanan
lebih spesifik dan berlaku tidak hanya di masa pemilu, namun cakupannya lebih
(kepolisian) haruslah
luas. Sementara di India, hanya difokuskan pada masa pemilu saja, mengingat
tegas dan imparsial
yang menyusun kode etik adalah institusi penyelenggara pemilu. Sementara untuk menangani Korea Selatan, lebih memfokuskan pada penyusunan kode etik bagi politisi yang
kasus-kasus terkait
memegang jabatan publik. Sedangkan AS mengatur politisi dan non politisi etik di ranah yang bekerja di parlemen. Dalam konteks Indonesia, pengalaman dari Kanada
kepemiluan dan
sebaiknya bisa kita aplikasikan, yakni kode etik yang disusun mencakup politisi
referendum, yang
dan partai politik, bukan mengatur salah satu saja. Hal ini penting mengingat dapat dikenai pasal politisi dan partai politik merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,
pidana.
dimana etik dan perilaku politisi dan partai politik saling berkaitan. Intinya adalah, untuk mengaplikasikan kode etik, dibutuhkan kesesuaian antara filosofi
dasar yang dianut suatu negara dengan penerjemahannya dalam ruang lingkup cakupan “tupoksi” lembaga-lembaga terkait.
Dalam hal penegakan etik, negara-negara seperti Inggris, Australia dan Jerman mempunya mekanisme internal juga untuk setiap partai politik. Di Inggris, secara umum pernyataan mendasar adalah bahwa partai politik dan kelengkapan terkait kepemiluan harus terdaftar, dan aturan pendanaan disebut dengan jelas. Bahkan dalam “code of postal voting” disebutkan dengan jelas peran agensi
28 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
keamanan (kepolisian) haruslah tegas dan imparsial untuk menangani kasus-kasus terkait etik di ranah kepemiluan dan referendum, yang dapat dikenai pasal pidana, misalnya: penyuapan (bribery), peniruan/pemalsuan (personation), mentraktir (treating), dan mengancam pemilih dengan kekerasan ( undue influence), memilih lebih dari dua kali (Multiple vote, proxy and other voting offences), kerahasiaan (secrecy)—ini sanksinya bagi seseorang yang membocorkan kerahasiaan di bilik suara cukup berat, dapat dikenai denda 5000 Poundsterling atau penjara maksimal
6 bulan; dan menyebarkan informasi palsu (false regisration information and false postal proxy voting application) juga dapat dikenakan sanksi denda 5000 Poundsterling atau penjara maksimal 6 bulan. 40
Di Jerman, pengadilan di tingkat negara bagian juga dilibatkan untuk
Setiap profesi,
memutuskan perkara yang terkait kepemiluan berupa pelanggaran konstitusi
termasuk profesi
(terkait etik) yang dituduhkan pada parpol. Pengadilan di negara bagian Federal
sebagai politisi dalam
ini dapat memperluas juridiksi kerjasamanya jika ada pelanggaran dilakukan oleh
arti luas, pada dasarnya
parpol yang keluar dari teritori (sekretariat) partainya. 41
dituntut memiliki
Sedangkan penegakan etik di negara-negara seperti Kanada, Korea Selatan,
kode etik sebagai
dan India, menggunakan mekanisme eksternal dengan membentuk Komite khusus
standar perilaku agar
yang berwenang menegakkan etik dan panduan perilaku politisi dan partai politik.
harkat, martabat, dan
Kanada membentuk Komisi Hukum dan Komite Etik; Korea Selatan membentuk
kehormatan profesi
Komisi Anti-Korupsi dan Hak-hak Sipil, India membentuk the Central Bureau
sebagai politisi dapat
of Investigation (CBI). Hanya Amerika Serikat yang menggunakan mekanisme
dijaga, dilindungi, dan
internal, yakni dengan membentuk Komite Etik di parlemen.
ditegakkan.
Dalam konteks Indonesia, penegakan etik sebaiknya menggunakan mekanisme eksternal, seperti yang diberlakukan di Kanada, Korea Selatan, dan India. Hal ini dilakukan untuk menghindari hal-hal seperti yang terjadi di Amerika Serikat, seperti ketidaknyamanan dari Komite Etik yang mengawasi perilaku sesama anggota parlemen lainnya. Selain itu, untuk menghindari keengganan dari para anggota parlemen untuk bersedia menjadi anggota Komite Etik akibat mekanisme pengawasan internal tersebut.
III. KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK IDEAL
Setiap profesi, termasuk profesi sebagai politisi dalam arti luas, pada dasarnya
Standar perilaku dalam
dituntut memiliki kode etik sebagai standar perilaku agar harkat, martabat, dan
bentuk kode etik juga
kehormatan profesi sebagai politisi dapat dijaga, dilindungi, dan ditegakkan.
diperlukan oleh publik
Begitu pula halnya partai politik. Sebagai wadah aktualisasi diri bagi para politisi,
dan/atau konstituen
parpol memerlukan kerangka etik atau kode etik tertentu sebagai rujukan dalam
sebagai acuan dalam
mengimplementasikan kedudukan strategis selaku salah satu pilar terpenting
menilai perilaku
sistem demokrasi. Sebagai badan hukum publik, parpol tak hanya perlu dikelola
parpol dan politisi
secara profesional, terbuka, dan demokratis, tetapi juga diharapkan benar-benar
dalam menjalankan
berorientasi pada kepentingan umum. Di sisi lain, para politisi dari setiap parpol
peran mereka sebagai
diharapkan memiliki standar perilaku minimum, sehingga layak memperoleh
“jembatan” antara rakyat
mandat politik ketika mereka menjadi wakil rakyat di lembaga-lembaga
dan pemerintah.
perwakilan, yaitu DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, ataupun ketika memangku jabatan publik lainnya, baik di tingkat nasional maupun daerah.
40 Di Inggris, hal-hal ini diatur oleh The electoral Comission: Guidance on Policing elections and referendums, February 2011: 7. Diatur lebih jauh oleh Summary Offence, section 66, RPA (Representation of People Act) 1983.Lihat, http://www.legislation.gov.uk/ukpga/1983/2/pdfs/ukpga_19830002_en.pdf diakses 2 September 2015.
41 Germany political party act, 2004.
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
Oleh karena itu pelembagaan sekaligus pemberlakuan kode etik bagi partai
Sebagai negara
politik dan politisi adalah suatu kebutuhan, tidak hanya dalam rangka menjaga
yang relatif baru
dan melindungi harkat, martabat, serta kehormatan parpol secara institusi dan mempraktikkan politisi secara individu, tetapi juga dalam upaya menegakkan standar perilaku
kembali sistem
yang memenuhi syarat kepatutan dalam sistem demokrasi. Sebagai pilar sistem
demokrasi –setelah
demokrasi, setiap parpol dan para politisi yang tergabung di dalamnya dituntut
periode sistem
memiliki standar perilaku minimum yang diharapkan bisa menjadi tuntunan otoriter yang panjang sekaligus fondasi bekerjanya demokrasi dan pemerintahan secara sehat serta selama hampir empat berorientasi kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
dekade (1959-1998)
Selain menjadi kebutuhan parpol dan para politisi, standar perilaku di bawah Demokrasi dalam bentuk kode etik juga diperlukan oleh publik dan/atau konstituen sebagai
Terpimpin dan
acuan dalam menilai perilaku parpol dan politisi dalam menjalankan peran Demokrasi Pancasila merekasebagai “jembatan” antara rakyat dan pemerintah. Lebih jauh lagi, publik
(Orde Baru)—
dan/atau konstituen berhak memperoleh calon dan/atau pejabat publik yang tak
parpol dan politisi
hanya kompeten dan profesional, melainkan juga berintegritas dan bertanggung
di Indonesia jelas
jawab. Singkatnya, publik dan/atau konstituen selaku pemilik kedaulatan dalam
membutuhkan kode
politik, berhak diwakili dan dipimpin oleh para politisi yang memenuhi standar
etik sebagai standar
etik tertentu, sehingga cita-cita kedaulatan rakyat, keadilan, dan kemakmuran perilaku. sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan UUD NRI 1945 dapat diwujudkan.
Sebagai negara yang relatif baru mempraktikkan kembali sistem demokrasi –setelah periode sistem otoriter yang panjang selama hampir empat dekade (1959- 1998) di bawah Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Pancasila (Orde Baru)— Kode etik politisi adalah parpol dan politisi di Indonesia jelas membutuhkan kode etik sebagai standar satu kesatuan landasan perilaku. Kebutuhan itu semakin mendesak lagi jika dihubungkan dengan realitas
norma moral, etis dan
maraknya tindak pidana suap dan korupsi, serta penyalahgunaan kekuasaan yang
filosofis yang wajib dan
melibatkan para politisi parpol di hampir semua cabang kekuasaan, eksekutif, mengikat dipedomani legislatif, dan yudikatif. Ketika negara sejak 1999 semakin demokratis dan oleh setiap politisi untuk pemilu-pemilu semakin bebas, demokratis, dan bahkan langsung, berbagai tindak
menjaga martabat
pidana suap dan korupsi oleh para pejabat publik yang berasal dari parpol ternyata
kehormatan dan
cenderung semakin meningkat pula. Dalam perkembangan mutakhir, usia para
kredibilitas partai politik
politisi yang tersangkut kasus suap dan korupsi pun semakin muda dan berasal
sebagai badan hukum
dari hampir semua parpol, termasuk parpol berbasis agama dan juga parpol yang
publik yang memiliki
secara internal telah memberlakukan kode etik bagi kader mereka.
fungsi menyeleksi
Ditinjau dari cakupannya, tindak pidana suap dan korupsi tersebut tidak hanya
pemimpin politik,
melibatkan para kepala daerah/wakil kepala daerah di provinsi dan kabupaten/ membuat kebijakan kota, tetapi juga menteri negara yang berasal dari parpol. Di cabang kekuasaan
publik, melakukan
legislatif, kasus suap dan korupsi melibatkan anggota DPR dan DPRD, sehingga
pendidikan politik,
tidak sedikit di antara mereka yang menjadi “pasien” lembaga antirusuah, Komisi
mengartikulasikan
Pemberantasan Korupsi (KPK). Sementara itu di cabang kekuasaan yudikatif, dan mengagregasikan kasus suap dan korupsi yang melibatkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi,
kepentingan publik, serta
Akil Mochtar, yang notabene berlatar belakang sebagai politisi parpol, merupakan
menjalankan komunikasi
contoh paling fenomenal.
dan partisipasi politik,
Realitas yang dikemukakan di atas jelas amat mengkhawatirkan. Di satu baik di tingkat nasional pihak parpol yang memiliki kedudukan strategis dan fungsi sebagai jembatan maupun daerah. antara rakyat dan pemerintah, diharapkan bisa menjadi solusi bagi aneka masalah bangsa dan negara. Namun di pihak lain parpol dalam realitasnya justru masih menjadi “beban” bagi bangsa kita. Kesenjangan antara harapan dan realitas parpol
30 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
serta politisi inilah yang meniscayakan urgensi pelembagaan dan pemberlakuan kode etik sebagai standar perilaku bagi parpol dan para politisi.
Selanjutnya berikut ini diuraikan apa itu kode etik parpol dan politisi, lalu, siapa saja yang dapat disebut dan dikategorikan sebagai politisi, serta apa saja fungsi dan tujuan pemberlakuan kode etik bagi parpol dan politisi. Pada bagian berikut dari naskah ini diuraikan pula prinsip-prinsip pokok yang mendasari penyusunan kode etik bagi parpol dan politisi, serta juga bagian utama dari keseluruhan naskah ini yakni cakupan atau ruang lingkup materi kode etik yang dianggap penting diberlakukan dan ditegakkan bagi parpol dan politisi.
Kode etik politisi
III.1. Pengertian
adalah satu kesatuan
o Kode etik politisi adalah satu kesatuan landasan norma moral, etis dan
landasan norma
filosofis yang wajib dan mengikat dipedomani oleh setiap politisi untuk
moral, etis dan
menjaga martabat kehormatan dan kredibilitas partai politik sebagai badan
filosofis yang wajib
hukum publik yang memiliki fungsi menyeleksi pemimpin politik, membuat
dan mengikat
kebijakan publik, melakukan pendidikan politik, mengartikulasikan dan
dipedomani oleh
mengagregasikan kepentingan publik, 42 serta menjalankan komunikasi dan
setiap politisi untuk
partisipasi politik, baik di tingkat nasional maupun daerah.
menjaga martabat
o Politisi adalah setiap orang yang menjadi anggota partai politik, kader
kehormatan dan
partai, pengurus partai, calon anggota legislatif, calon pasangan kepala
kredibilitas partai
daerah, calon presiden dan wakil presiden, serta pejabat publik yang
politik sebagai
mewakili partai di lembaga negara, baik di tingkat nasional maupun daerah.
badan hukum publik
o Politisi sebagai anggota partai adalah setiap orang yang mempunyai status
yang memiliki
keanggotaan pada suatu partai politik, baik yang duduk sebagai pengurus
fungsi menyeleksi
partai politik maupun sebagai anggota biasa.
pemimpin politik,
o Politisi sebagai kader partai adalah setiap orang yang memiliki integritas
membuat kebijakan
dan militansi sebagai tenaga inti atau sumber daya partai yang memahami
publik, melakukan
cita-cita, tujuan dan platform partai dan telah melewati jenjang kaderisasi
pendidikan politik,
atau pelatihan secara berkesinambungan.
mengartikulasikan
o Politisi sebagai pengurus partai adalah setiap kader partai yang mempunyai
dan mengagregasikan
jabatan struktural dalam suatu partai politik, terlibat dalam pemberdayaan
kepentingan publik,
partai politik, memberikan kontribusi pemikiran, waktu dan kemampuannya
serta menjalankan
guna meningkatkan kinerja partai politik.
komunikasi dan
o Politisi sebagai calon anggota legislatif adalah setiap kader partai politik
partisipasi politik,
yang memiliki persyaratan dan kemampuan politik yang baik dan
baik di tingkat
dicalonkan untuk menjadi peserta pemilu legislatif mewakili partai politik.
nasional maupun
o Politisi sebagai calon pasangan kepala daerah adalah setiap pasangan calon
daerah.
kepala daerah yang dipandang memiliki kemampuan, kapasitas, tanggung jawab dan moral etika yang baik di suatu wilayah tertentu baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota.
o Politisi sebagai calon presiden dan wakil presiden adalah setiap pasangan calon presiden dan atau wakil presiden yang dipandang memiliki
kemampuan, kapasitas dan moral etika untuk menjadi peserta pemilu presiden dan wakil presiden mewakili partai politik tertentu atau koalisi beberapa partai politik tertentu.
42 Artikulasi adalah proses penyampaian aspirasi, kepentingan dan tuntutan rakyat terhadap lembaga politik yang ada. Sedangkan agregasi adalah menyalurkan aspirasi, hasrat atau tuntutan masyarakat atau konstituen.
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
o Kode etik partai politik adalah instrumen prinsip-prinsip etika sebagai landasan etik atau filosofis yang mengatur perilaku dan norma etik bagi organisasi partai politik dan kader partai politik baik secara kolektif
maupun individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hal yang diwajibkan, dilarang, kepatutan dan ketidakpatutan.
o Partai politik adalah organisasi politik berbadan hukum publik yang dibentuk oleh sekelompok individu warga negara yang bertujuan antara lain
menjadikan pejabat dan kader partainya untuk menduduki jabatan publik
Partai politik
dengan maksud merebut, menjalankan dan mempertahankan kekuasaan.
sebagai badan
o Penegakan etik adalah suatu proses, cara dan perbuatan menegakkan hukum publik norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan landasan etik atau dituntut
filosofis dengan peraturan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal
berorientasi
yang diwajibkan, dilarang, patut atau tidak patut dilakukan oleh politisi di
kepada
lembaga perwakilan politik atau lembaga negara.
kepentingan
o Mahkamah Etik adalah lembaga yang berwenang untuk menilai dan umum. menentukan ada atau tidaknya kesalahan pelanggaran prinsip-prinsip etika
yang dilakukan oleh politisi atau partai politik baik secara etika kolektif (etika sosial) maupun etika individu dalam ranah atau perspektif hukum norma etika.
o Peradilan Etik adalah lembaga penegak kode etik yang mempunyai kedudukan independen yang menerapkan prinsip-prinsip peradilan dan
menjunjung tinggi prinsip transparansi, independensi, dan imparsialitas.
III.2. Tujuan Penyusunan Kode Etik Politisi dan Partai Politik
1. Mempromosikan standar perilaku etis bagi partai politik dan politisi;
2. Meningkatkan kualitas komitmen, perilaku, dan tanggung jawab etis partai politik;
3. Meningkatkan kualitas komitmen, perilaku, dan tanggung jawab etis
politisi;
4. Mengidentifikasi perbuatan yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima sebagai standar perilaku ideal bagi partai politik dan politisi; dan
5. Menciptakan kerangka acuan evaluasi untuk menilai komitmen, perilaku dan tanggung jawab partai politik dan politisi.
III.3. Fungsi Kode Etik Bagi Parpol dan Politisi
1. Sebagai pedoman berperilaku bagi politisi dan partai politik mengenai tanggung jawab yang harus dilakukan;
2. Menjaga harkat dan martabat, kehormatan, serta kredibilitas partai politik sebagai pilar sistem demokrasi;
3. Menjaga harkat dan martabat, kehormatan, serta kredibilitas politisi dalam melaksanakan tanggung jawab publiknya;
4. Mencegah penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan di kalangan partai politik dan politisi;
5. Mencegah tindakan asusila di kalangan partai politik dan politisi;
6. Mencegah tindakan suap, korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan lainnya yang merugikan kepentingan publik; dan
32 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
7. Mencegah munculnya konflik kepentingan yang menyebabkan partai politik dan politisi mengorbankan kepentingan umum.
III.3. Prinsip Kode Etik
III.3.1. Kepentingan umum Partai politik sebagai badan hukum publik dituntut berorientasi kepada kepentingan umum. Dalam setiap kebijakan yang diarahkan kepada kadernya yang duduk di eksekutif maupun legislatif, partai politik harus berorientasi pada kesejahteraan publik. Demikian juga dengan segala kegiatan yang dilaksanakan oleh partai politik sedapat mungkin diarahkan untuk meningkatkan kemaslahatan publik. Dalam hal memenuhi kewajiban, tugas, dan tanggung jawabnya, setiap politisi harus membuat keputusan yang mengarah pada kepentingan publik dan/atau yang menguntungkan publik di setiap kasus.
Khusus bagi politisi yang duduk di lembaga perwakilan dan pemerintah, politisi harus selalu memperjuangkan kepentingan umum sebagai bagian dari mandatnya. Kepentingan yang diusung dalam berpolitik haruslah mengarah pada kepentingan yang dimaksudkan demi terwujudnya kebaikan bersama. Kepentingan ini, dalam bahasa lain disebut sebagai kepentingan nasional. Dalam teorinya, untuk menjaga kelangsungan hidup suatu negara, negara harus memenuhi kepentingan nasionalnya. Dengan demikian negara dapat berjalan dengan stabil dan tetap survive. Kepentingan nasional inilah yang dapat menentukan ke arah mana politik itu akan dirumuskan. Pada panduan (kode) etik politik partai politik harus secara tegas menyebutkan bahwa setiap langkah kepentingan dan instrumen politik mereka perlu diselaraskan dan diwujudkan untuk kepentingan politik nasional atau kepentingan yang lebih besar yaitu bangsa, negara dan rakyat.
III.3.2. Kejujuran Nilai kejujuran harus melekat dalam perilaku dan tindakan politisi karena politisi memiliki tanggung jawab publik untuk memperjuangkan kepentingan umum. Kejujuran merupakan nilai dasar penting yang terkait erat dengan kepercayaan. Karena dinilai penting, kejujuran seringkali disebut sebagai hasil kebijakan yang paling baik. Prinsip kejujuran mengarahkan para politisi untuk bersikap dan bertindak fair, tidak berbohong, apalagi mencuri, dan bebas dari penipuan dan bentuk ketidakjujuran lainnya. Tindakan korupsi misalnya, juga merupakan bagian dari perilaku tidak jujur yang melanggar kepercayaan publik. Hal ini melibatkan penggunaan posisi jabatan publik untuk kepentingan pribadi. Aspek kejujuran menekankan pada perilaku politisinya. Dalam prinsip ini diperlukan konsistensi antara ucapan dan tindakan dari seorang politisi.
Konsekuensi kejujuran adalah harus transparan dan akuntabel. Partai politik merupakan bagian integral dari demokrasi yang perlu menjunjung tinggi nilai kejujuran dalam membangun perspektif politik disemua kehidupan publik terutama dalam hal memberi pengaruh dalam membangun opini publik, mendorong dan mempercepat pendidikan kewargaan. Selain itu partau politik juga harus memiliki kejujuran dalam memengaruhi proses politik di dalam kabinet maupun parlemen. Untuk itulah sejak dini parpol harus menyatakan dengan jelas tujuan-tujuannya dalam program/platform politik partai.
Nilai kejujuran harus melekat dalam perilaku dan tindakan politisi karena politisi memiliki tanggung jawab publik
untuk memperjuangkan kepentingan umum. Kejujuran merupakan nilai dasar penting yang terkait erat dengan kepercayaan.
Prinsip integritas menekankan pada tindakan yang harus sesuai dengan nilai, keyakinan, atau prinsip-prinsip yang sudah diatur dan disepakati bersama. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional.
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
III.3.3 Integritas Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap partai politik
Prinsip dasar
dan politisi harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas
transparansi
setinggi mungkin. Prinsip integritas menekankan pada tindakan yang harus sesuai
mempertimbangkan
dengan nilai, keyakinan, atau prinsip-prinsip yang sudah diatur dan disepakati
bagaimana informasi
bersama. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya dapat dengan jelas pengakuan profesional. Integritas merupakan ukuran kualitas yang melandasi berkontribusi pada kepercayaan publik.
pembuatan kebijakan di dalam politik dan
Dengan demikian jika politisi memiliki integritas, kepercayaan publik akan Ia
pemerintahan. Politik
dapatkan dengan mudah. Integritas mengharuskan partai politik/politisi untuk,
dan pemerintahan
antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia
yang terbuka tetap
yang dimilikinya. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh
membutuhkan politisi
keuntungan pribadi. Integritas juga berarti dapat menerima kesalahan yang tidak
dan partai politik
disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan
untuk menghimpun
atau peniadaan prinsip.
segala masukan dari stakeholders terutama
III.3.4 Transparansi/keterbukaan
dengan maksud
Transparansi mengedepankan pemeliharaan akses yang luas atas informasi pelibatan partisipasi dan berkaitan erat dengan akuntabilitas dan kualitas politisi yang lebih baik publik dalam dalam jangka waktu panjang. Setiap politisi memiliki kewajiban melaksanakan
musyawarah.
tugasnya sekaligus mengatur kepentingan/hubungan pribadi mereka dengan tetap berpedoman pada prinsip keterbukaan publik. Dalam hal ini harus ada upaya dari politisi untuk tidak menutup-nutupi sesuatu. Membuka akses bagi publik untuk semua jenis informasi yang terkait dengan parpol dan dirinya secara akurat, benar, dan tidak menyesatkan merupakan kewajiban politisi. Transparansi ini tidak hanya terkait dengan keterbukaan diri politisi tetapi juga bagaimana mereka mampu mengungkapkan secara aktif segala tindakkan menyimpang yang terjadi di sekitarnya.
Prinsip dasar transparansi mempertimbangkan bagaimana informasi dapat dengan
Prinsip berperilaku
jelas berkontribusi pada pembuatan kebijakan di dalam politik dan pemerintahan.
adil merupakan
Politik dan pemerintahan yang terbuka tetap membutuhkan politisi dan partai rumusan kode etik politik untuk menghimpun segala masukan dari stakeholders terutama dengan yang mengandung maksud pelibatan partisipasi publik dalam musyawarah. Hal ini diperlukan dalam
makna
rangka memperluas ide dan fakta yang menjadi pertimbangan dalam pembuatan
menempatkan
kebijakan. Transparansi dan keterbukaan yang seringkali dilakukan oleh politisi
segala sesuatu
dan partai politik seharusnya tidak hanya berupa informasi yang tersedia untuk
pada tempatnya
publik dari keinginan sempit politisi. Seharusnya data dan informasi yang dan memberikan dikeluarkan untuk publik juga mampu mengikat akuntabilitas politisi secara kepada individu terus-menerus.
atau kelompok yang menjadi haknya.
III.3.5 Akuntabilitas (Tanggung Gugat) Untuk menjaga kinerja setiap politisi/partai politik wajib memiliki seperangkat sistem yang dibangun berdasarkan legitimasi demokratis untuk mengendalikan, memantau, mengevaluasi dan menyesuaikan kepatutan dan efektivitas perilaku politisi/partai politik oleh dan/atau kepada publik. Prinsip tanggung gugat (akuntabilitas) ini sangat penting untuk menahan kecenderungan terjadinya
34 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
konsentrasi kekuasaan pada partai politik/politisi. Selain itu, prinsip akuntabilitas yang dibangun oleh partai politik/politisi diharapkan mampu berkontribusi pada pencegahan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, merangsang partai politik/ politisi untuk mencapai kesadaran yang lebih tinggi tentang tanggungjawab
Prinsip
institusi/profesinya. Oleh karena itu, akuntabilitas publik merupakan syarat
profesionalisme
penting untuk proses demokrasi, karena menyediakan representasi rakyat dan
menekankan
massa pemilih dengan informasi yang diperlukan untuk menilai kepatutan dan
pada perilaku dan
efektivitas pelaksanaan kinerja partai politik/politisi.
tindakan yang harus sesuai dengan
III.3.6 Keadilan (fairness)
komitmen dan
Prinsip berperilaku adil merupakan rumusan kode etik yang mengandung makna
tanggungjawab
menempatkan segala sesuatu pada tempatnya dan memberikan kepada individu
sebagai wakil
atau kelompok yang menjadi haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa
konstituen.
semua orang sama kedudukannya di depan hukum. Dengan demikian tuntutan yang paling mendasar dari keadilan adalah memberikan kesempatan yang sama terhadap setiap orang. Karena itu, partai politik/politisi dalam menjalankan fungsi dan peranannya harus berlaku dan bertindak adil dengan tidak membeda- bedakan orang berdasarkan suku, agama, ras, golongan status sosial ekonomi dan sebagainya.
III.3.6 Profesional
Prinsip ini berkaitan dengan kapasitas politisi dalam hal pengaturan diri ( self- regulation) sesuai dengan keahlian, komitmen, dan tanggungjawabnya di dalam proses politik demokratis. Etika politik dalam hal profesionalisme termasuk didalamnya peluang bagi politisi untuk mengambil responsibilitas yang lebih besar dalam melaksanakan fungsinya. Profesionalitas politik di sini sangat terkait dengan kepentingan publik daripada sekedar aktivitas profesionalitas pada umumnya, yaitu yang menyangkut keputusan mengenai apa saja yang terkait kepantasan politik dan erat kaitannya dengan persoalan publik.
Kepatuhan hukum
Prinsip profesionalisme menekankan pada perilaku dan tindakan yang harus
terkait dengan kode
sesuai dengan komitmen dan tanggungjawab sebagai wakil konstituen. Dalam hal
etik untuk partai
ini, politisi wajib mengutamakan tugas dan fungsinya di atas kegiatan lain secara
politik dan politisi
profesional. Jabatan yang disandang seorang politisi sebagai pejabat publik tidak
pada hakikatnya
untuk mencari keuntungan pribadi, keluarga, kelompok dan golongan. Dalam
adalah kesetiaan partai
konteks ini politisi yang berkedudukan sebagai pejabat publik wajib bertindak
politik dan politisi
netral dan tidak memihak kepada parpol dan kelompok kepentingan tertentu.
terhadap hukum yang
Konsekuensi dari berpegang pada prinsip ini adalah tidak diperbolehkannya
diwujudkan dalam
ada rangkap jabatan atau menjadikan posisinya sebagai satu-satunya pekerjaan
bentuk perilaku yang
selama menjabat sebagai pejabat publik. Profesional di sini juga dalam kategori
nyata patuh pada
kewajiban politisi untuk menolak segala sesuatu pemberian dan/atau hadiah yang
hukum.
dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap pelaksanaan tugas sebagai pejabat publik dan menghindari intervensi pihak lainnya.
III.3.7 Taat pada hukum
Kepatuhan hukum terkait dengan kode etik untuk partai politik dan politisi pada hakikatnya adalah kesetiaan partai politik dan politisi terhadap hukum yang
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
diwujudkan dalam bentuk perilaku yang nyata patuh pada hukum. Kepatuhan atau ketaatan ini didasarkan pada kesadaran. Ketaatan pada hukum bukan hanya hukum yang berorientasi keadilan prosedural tetapi juga keadilan substansial. Hukum dalam hal ini hukum tertulis atau peraturan perundang-undangan yang
Kode etik politisi
mempunyai pelbagai macam kekuatan, kekuatan berlaku atau rechtsgeltung.
ini mencakup dua aturan etika
Dalam kaitannya dengan prinsip ketaatan pada hukum, setiap politisi tidak hanya
(rule of ethics)
wajib tunduk pada hukum positif yang berlaku dalam menjalankan profesinya,
yang wajib
tetapi juga wajib menjadi contoh bagi masyarakat dalam penegakan hukum. Lebih
dipedomani oleh
dari itu, politisi juga didorong bekerjasama secara aktif dengan penegak hukum
semua politisi.
dalam pengungkapan tindakan melawan hukum.
Pertama adalah aturan etika yang
III.3.8 Akuntabel
berkaitan dengan
Prinsip akuntabel merupakan suatu prinsip di mana politisi dan partai politik identitas seorang harus mempertantanggunjawabkan kinerjanya secara individual dan personal, politisi. sedangkan partai politik melakukan pertanggungjawaban institusional sesuai dengan kehendak bersama dan tuntutan konstituen serta sesuai dengan peraturan perudang-undangan yang berlaku.
III.3.9. Inklusif dan Non-Diskriminatif Pada dasarnya politisi dan partai politik perlu membangun suatu keterbukaan atau inklusivitas dalam menjalankan fungsi dan perannya. Selain mengedepankan aspek keterbukaan dalam setiap proses yang dilakukan oleh politisi dan partai politik, kedua-duanya juga tidak diskriminatif atau hanya menguntungkan satu pihak atau satu kelompok.
III.4. Cakupan Kode Etik Politisi dan Partai Politik
Aturan etika
III.4.1. Cakupan Kode Etik
politisi juga
Kode etik politisi dan partai politik ini dibuat untuk mengatur tujuh kategori perlu mengatur politisi sebagai berikut:
bagaimana
1) Politisi sebagai anggota partai;
menjadi seorang
2) Politisi sebagai kader partai;
politisi yang
3) Politisi sebagai pengurus partai;
profesional,
4) Politisi sebagai calon anggota legislatif;
akuntabel,
5) Politisi sebagai calon pasangan kepala daerah;
inklusif dan non-
6) Politisi sebagai calon presiden dan wakil presiden; dan
diskriminatif.
7) Politisi sebagai pejabat publik yang mewakili partai di lembaga negara
III.4.2. Kode Etik Politisi Kode etik politisi merupakan landasan norma, moral, etis dan filosofis untuk menjaga martabat kehormatan dan kredibilitas partai politik sebagai badan hukum publik yang memiliki fungsi menyeleksi pemimpin politik, membuat kebijakan publik, melakukan pendidikan politik, mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingan publik, serta menjalankan komunikasi dan partisipasi politik, baik di tingkat nasional maupun daerah. Kode etik ini mengatur seseorang yang menyebut dirinya sebagai politisi.
36 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
Sebagai sebuah landasan perilaku bagi setiap politisi, kode etik politisi ini mencakup dua aturan etika (rule of ethics) yang wajib dipedomani oleh semua politisi. Pertama adalah aturan etika yang berkaitan dengan identitas seorang politisi. Aturan etika tersebut berkaitan dengan misalnya, bagaimana perilaku
Setiap
politisi dalam hal mendudukkan kepentingan pribadi dengan kepentingan umum.
politisi wajib
Sebagai contoh, manakah yang lebih dipentingkan oleh seorang politisi dalam
mengumumkan
menjalankan tugasnya, apakah kepentingan pribadi ataukah kepentingan umum.
harta kekayaan
Selain hal itu, juga pada aspek-aspek kejujuran seperti asal-usul harta kekayaan,
berikut asal
identitas personal, rekam jejak dan lain sebagainya. Dalam hal integritas (integrity)
usul kekayaan
dan profesional misalnya mengatur hal-hal apa yang perlu dimiliki oleh seorang
dengan sebenar-
politisi. Integritas dan profesional bisa saja berkaitan dengan konflik kepentingan
benarnya.
( conflict of interest), penggunaan kekuasaan/jabatan (abuse of power) sebagai seorang politisi. Selain hal-hal tersebut, aturan etika politisi juga perlu mengatur bagaimana menjadi seorang politisi yang profesional, akuntabel, inklusif dan non- diskriminatif.
Selain aturan etik berkaitan dengan jati diri (identitas), aturan etika (rule of ethics) juga mengatur bagaimana seoarang politisi harus berkinerja sebagai politisi yang baik, khususnya dalam berhubungan dengan konstituen, kolega (sesama politisi) serta masyarakat secara luas. Kedua aturan etik di atas, selanjutnya dijabarkan sebagai berikut:
III.4.2.1. Kepentingan Umum
1. Setiap politisi dalam menjalankan pekerjaannya harus mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
2. Ikut memastikan berlangsungnya pelayanan publik sebagaimana mestinya;
3. Wajib menjaga rahasia yang diperoleh karena posisi jabatannya, termasuk
Dilarang
tetapi tidak terbatas pada, hasil rapat yang dinyatakan sebagai rahasia, sampai
menggunakan
dengan batas waktu yang telah ditentukan atau sampai dengan masalah
kewenangan/
tersebut sudah dinyatakan terbuka untuk umum;
kekuasaan
4. Wajib menerima dan menjawab dengan sepenuh hati setiap pengaduan dan
dengan
keluhan yang disampaikan oleh masyarakat; dan
tujuan untuk
5. Wajib menjaga dan memperjuangkan amanat yang diberikan rakyat.
memperkaya
diri sendiri, keluarga,
III.4.2.2. Kejujuran
1. Setiap politisi wajib mengumumkan harta kekayaan berikut asal usul kekayaan
organisasi,
dengan sebenar-benarnya;
kelompok, dan
2. Setiap politisi wajib membuka identitas personal (status kewarganegaraan,
golongan yang
status perkawinan dan kekerabatan, pendidikan, catatan kesehatan mental/
dapat merugikan
kejiwaan dan fisik serta hasil test psikologi);
kepentingan
3. Setiap politisi wajib membuka rekam jejak riwayat pekerjaan, dan pengalaman organisasi, sebelum memangku jabatan publik; dan
umum.
4. Setiap politisi wajib melakukan klarifikasi publik perihal status hukumnya.
III.4.2.3. Integritas
1. Dilarang menggunakan kewenangan/kekuasaan dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri, keluarga, organisasi, kelompok, dan golongan yang dapat merugikan kepentingan umum;
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
2. Dilarang berperilaku yang tidak pantas atau tidak patut yang dapat merendahkan kehormatan, martabat, dan citra politisi;
3. Dilarang bersikap dan/atau bertindak yang bertentangan dengan norma, etika, dan kebiasaan yang berlaku dalam tata pergaulan masyarakat;
4. Dilarang meminta hadiah, hibah, pinjaman, atau manfaat lainnya yang terkait
Wajib
dengan profesi dan/atau jabatan yang dimiliki;
mengartikulasikan
5. Dilarang memberikan hadiah, hibah, pinjaman, atau manfaat lainnya yang
kepentingan
terkait dengan profesi dan/atau jabatan yang dimiliki;
semua pihak
6. Mencegah atau melarang suami/istri, anak, dan setiap individu yang memiliki
secara adil dan
pertalian darah sampai derajat ketiga untuk meminta atau menerima hadiah,
tidak memihak
hibah, pinjaman, atau manfaat lainnya yang terkait dengan profesi dan/atau
pada salah satu
jabatan yang dimiliki;
kelompok atau
7. Setiap politisi yang berpindah partai harus melalui proses rekrutmen dan golongan. kaderisasi yang berjenjang, sebagai layaknya anggota baru, sekurang- kurangnya selama jangka waktu satu tahun; dan
8. Dilarang terlibat dalam kasus korupsi, narkotika, dan obat-obatan terlarang.
III.4.2.4. Transparansi/Keterbukaan
1. Wajib membuka akses publik untuk semua jenis informasi yang terkait dengan parpol secara akurat, benar, dan tidak menyesatkan;
Dilarang
2. Wajib membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien sehingga dapat menggunakan
jabatannya
diakses dengan mudah;
untuk mencari
3. Wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil
keuntungan
untuk memenuhi hak setiap orang atas informasi publik;
pribadi, keluarga,
4. Wajib memberikan respon secara arif dan bijaksana terhadap kritik dan kelompok dan pertanyaan publik;
golongan.
5. Wajib menjelaskan kepada publik apabila terjadi penyimpangan dalam proses kerja dan fungsi parpol serta upaya perbaikannya;
6. Wajib melaksanakan proses persidangan etik secara terbuka;
7. Wajib memberikan informasi kepada penegak hukum atas perilaku yang berpotensi pada tindak korupsi, kolusi dan nepotisme; dan
8. Wajib memberikan informasi kepada penyelenggara pemilu dan penegak hukum atas tindakan yang berpotensi pada pelanggaran proses pemilu Jika politisi (contoh, pencurian suara, black campaign, dan tindak pelanggaran lainnya).
menemukan adanya penyalahgunaan
III.4.2.5. Keadilan/Fairness
di dalam partai,
1. Wajib mendengarkan masukan dari semua pihak yang berkepentingan termasuk tindak dan mempertimbangkannya secara adil sebelum sebuah kebijakan publik korupsi dan diputuskan;
gratifikasi, maka
2. Wajib mengartikulasikan kepentingan semua pihak secara adil dan tidak mereka wajib memihak pada salah satu kelompok atau golongan; dan
melaporkan kepada
3. Wajib memberikan kesempatan yang sama kepada setiap kader partai untuk
badan-badan yang
menempati kepengurusan partai dan memiliki akses yang sama dalam kompeten di dalam rekrutmen politik.
partai dan penegak hukum.
III.4.2.6. Profesional
1. Dilarang menggunakan jabatannya untuk mencari keuntungan pribadi,
38 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
keluarga, kelompok dan golongan;
2. Wajib mengutamakan tugas dan fungsinya sebagai politisi di atas kegiatan
Politisi wajib
lain secara profesional;
menolak
3. Dilarang melakukan rangkap jabatan lain di luar profesi sebagai politisi.
penggunaan
4. Politisi yang berkedudukan sebagai pejabat publik wajib bertindak netral dan
kekerasan
tidak memihak kepada parpol dan kelompok kepentingan tertentu;
sebagai cara
5. Menolak segala sesuatu pemberian dan/atau hadiah yang dapat menimbulkan
penyelesaian
pengaruh buruk terhadap pelaksanaan tugas sebagai pejabat publik dan
perbedaan dan/
menghindari intervensi pihak lainnya;
atau konflik
6. Wajib memenuhi tanggung jawabnya sebagai wakil konstituen;
politik yang
7. Wajib mengumumkan adanya hubungan atau keterkaitan pribadi dengan
bersifat internal
pihak ketiga atau pribadi yang dapat menimbulkan situasi konflik kepentingan
maupun antara
dalam pelaksanaan tugas sebagai pejabat publik;
partai politik.
8. Wajib mengikuti jenjang pengkaderan yang dipedomani sebagai jalur rekrutmen politik;
9. Politisi dilarang memiliki keanggotaan ganda;
10. Setiap politisi harus loyal kepada partai politiknya. Loyalitas tersebut tidak akan mengurangi kebebasannya untuk menyampaikan opini yang kritis
Setiap politisi
terhadap partainya;
wajib tunduk
11. Setiap politisi harus memiliki tanggung jawab untuk menghormati kode etik
pada hukum
partai yang mengatur aktivitas mereka, yang sifatnya tidak bertentangan
positif yang
dengan hukum positif yang berlaku;
berlaku dalam
12. Setiap politisi akan bekerja sama dengan organ partainya untuk memajukan
menjalankan
prinsip, nilai, dan etik yang akan membangun demokrasi di antara anggota
profesinya.
partai, khususnya terhadap anggota muda partai;
13. Jika politisi menemukan adanya penyalahgunaan di dalam partai, termasuk tindak korupsi dan gratifikasi, maka mereka wajib melaporkan kepada badan- badan yang kompeten di dalam partai dan penegak hukum;
14. Tidak mengeksploitasi status atau kekuasaan mereka untuk mendapatkan
Setiap politisi harus
keuntungan yang tidak semestinya, baik langsung maupun tidak langsung,
memperhitungkan
untuk dirinya sendiri, anggota, teman atau orang lain;
setiap pertanyaan
15. Tidak meminta, menerima, atau menyetujui untuk menerima kemudian,
ataupun
untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain setiap hadiah atau manfaat yang
penyelidikan
mungkin memunculkan kesan atau memberikan kesan yang mempengaruhi
tentang aktivitas
penilaian orang lain terhadap kinerja yang bersangkutan;
dan integritasnya.
16. Politisi wajib menolak penggunaan kekerasan sebagai cara penyelesaian
Mereka harus
perbedaan dan/atau konflik politik yang bersifat internal maupun antara partai
akuntabel atas
politik; dan
perbuatan dan
17. Politisi dilarang menyerukan dengan iming-iming uang, barang, atau
perilaku di ruang
pemberian lainnya agar pemilih tidak hadir di TPS atau sebaliknya
publik yang mereka
menggunakan hak suaranya.
lakukan, serta bertanggungjawab
III.4.2.7. Taat Pada Hukum
atas perbuatan
1. Setiap politisi wajib menjadi contoh atau teladan bagi masyarakat dalam
tersebut.
penegakan hukum;
2. Setiap politisi wajib memberikan informasi secara aktif dan bekerjasama dengan penegak hukum dalam pengungkapan tindakan melawan hukum;
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
3. Setiap politisi wajib tunduk pada hukum positif yang berlaku dalam menjalankan profesinya; dan
4. Dilarang menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi proses peradilan Politisi dilarang yang ditujukan untuk kepentingan pribadi atau pihak lain.
menggunakan simbol dan bahasa yang
III.4.2.8. Akuntabel
sifatnya hasutan,
1. Wajib mempertanggunggugatkan tugas dan tanggung jawabnya kepada provokasi, ujaran publik;
kebencian, dan
2. Wajib mempertanggungjawabkan semua pengeluaran yang bersumber dari
penghinaan terhadap
keuangan negara (APBN/APBD) sesuai asas transparansi dan akuntabilitas
lawan politik yang
yang berlaku;
berorientasi pada
3. Wajib melaporkan secara berkala seluruh sumber penghasilan yang diperoleh
perbedaan etnik,
baik yang berasal dari keuangan negara maupun dari sumber lainnya;
gender, ras, agama,
4. Setiap politisi terpilih menjadi pejabat publik sepatutnya bertindak atas dasar
dan antargolongan.
kepentingan warga negara yang diberikan kepadanya sesuai dengan norma- norma yang berlaku secara universal; dan
5. Setiap politisi harus memperhitungkan setiap pertanyaan ataupun penyelidikan tentang aktivitas dan integritasnya. Mereka harus akuntabel atas perbuatan dan perilaku di ruang publik yang mereka lakukan, serta bertanggungjawab atas perbuatan tersebut.
III.4.2.9. Inklusif dan Non-Diskriminasi
1. Politisi yang menjadi calon legislatif, pasangan calon kepala daerah, calon
Setiap politisi
wakil presiden dan calon presiden dilarang berkampanye menggunakan isu
wajib memenuhi
bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam berbagai tanggung bentuk;
jawabnya
2. Politisi dilarang menggunakan rumah ibadah untuk kegiatan partai politik,
sebagai wakil
termasuk tetapi tidak terbatas pada, kegiatan kampanye pileg, pilkada, dan
konstituen atau
pilpres;
masyarakat.
3. Setiap politisi dilarang melakukan pembedaan, pengucilan atau pembatasan atas dasar gender, suku, ras, agama, afiliasi politik, kelompok rentan, kelompok atau golongan, dan status sosial, yang mempunyai dampak meniadakan pengakuan, penghormatan, dan perlindungan atas hak asasi manusia;
4. Dilarang membatasi dan menghalangi kader partai untuk berpartisipasi dalam proses rekrutmen dan pencalonan politik atas dasar perbedaan gender, suku, ras, agama, afiliasi politik, kelompok atau golongan, dan status sosial;
5. Memberikan perlindungan dan akses yang sama kepada kelompok rentang dan minoritas;
Setiap politisi wajib
6. Pantang melakukan sikap intoleran, diskriminasi, seksisme, etnosentrisme,
mempertanggungjawabkan
fanatisme dan tindakan lainnya yang tidak menghargai hak-hak dasar setiap
kinerja politiknya kepada
warga negara;
konstituen atau masyarakat
7. Wajib menghormati kebebasan berekspresi, keberagaman, dan perbedaan; yang memilihnya. dan
8. Politisi dilarang menggunakan simbol dan bahasa yang sifatnya hasutan, provokasi, ujaran kebencian, dan penghinaan terhadap lawan politik yang berorientasi pada perbedaan etnik, gender, ras, agama, dan antargolongan.
40 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
III.4.2.10. Hubungan dengan Konstituen dan Masyarakat
1. Setiap politisi wajib memenuhi tanggung jawabnya sebagai wakil konstituen
Setiap politisi
atau masyarakat;
wajib menjaga
2. Setiap politisi wajib mempertanggungjawabkan kinerja politiknya kepada
kehormatan
konstituen atau masyarakat yang memilihnya;
dan
3. Setiap politisi wajib menghormati kebebasan berekspresi, keberagaman, dan
menjunjung
perbedaan yang menjadi unsur alamiah masyarakat Indonesia;
tinggi profesi
4. Politisi bertindak sesuai dengan kepercayaan yang telah diberikan oleh
jurnalistik.
konstituen dan masyarakat yang memilihnya;
5. Politisi wajib menjawab pertanyaan atas aktivitas dan kinerja politiknya yang disampaikan oleh konstituen dan masyarakat;
6. Setiap politisi wajib mendengarkan pendapat yang berbeda dari masyarakat dan para ahli sebelum mengambil keputusan atau kebijakan;
7. Setiap politisi wajib mendengarkan dan mempertimbangan tuntutan yang
Melaporkan
muncul dari konstituen atau masyarakat terhadap suatu kebijakan atau rencana
tanggungjawab
suatu kebijakan yang akan diputuskan;
politiknya
8. Setiap politisi wajib menjaga dan menghormati otonomi organisasi masyarakat
melalui media
sipil dalam melakukan hubungan kerja dengan mereka;
tanpa ada
9. Setiap politisi dilarang melakukan sikap intoleran, diskriminasi, seksisme,
diskriminasi
etnosentrisme, fanatisme dan tindakan lainnya yang tidak menghargai hak-
dan
hak dasar setiap warga negara dalam berhubungan dengan konstituen dan
pembatasan
masyarakat;
media tertentu.
10. Setiap politisi harus menerima dan menjawab dengan sikap penuh pengertian terhadap pengaduan, tuntutan, dan keluhan yang disampaikan oleh konstituen atau masyarakat;
11. Menghormati dan menghargai perbedaan pendapat dan keyakinan yang ada pada konstituen atau masyarakat;
12. Dalam berhubungan dengan konstituen atau masyarakat, politisi tidak mengeksploitasi status atau kekuasaan mereka untuk mendapatkan keuntungan yang tidak semestinya, baik langsung maupun tidak langsung, untuk dirinya sendiri, anggota, teman atau orang lain;
Dilarang
13. Dalam berhubungan dengan konstituen atau masyarakat tidak meminta,
meminta
menerima, atau menyetujui untuk menerima kemudian, untuk dirinya sendiri
hadiah, hibah,
atau untuk orang lain setiap hadiah atau manfaat yang mungkin memunculkan
pinjaman,
kesan atau memberikan kesan yang mempengaruhi penilaian orang lain
atau manfaat
terhadap kinerja yang bersangkutan;
lainnya yang
14. Dilarang meminta hadiah, hibah, pinjaman, atau manfaat lainnya yang terkait
terkait dengan
dengan profesi dan/atau jabatan yang dimiliki; dan
profesi dan/
15. Dilarang memberikan hadiah, hibah, pinjaman, atau manfaat lainnya yang
atau jabatan
terkait dengan profesi dan/atau jabatan yang dimiliki.
yang dimiliki.
III.4.2.11. Hubungan dengan Politisi Sesama Partai dan Politisi Lain Partai
1. Setiap politisi menjadikan perbedaan pandangan atau pendapat sebagai bagian dari sikap politik dalam berhubungan dengan politisi lain;
2. Setiap politisi dilarang melakukan intimidasi dan kekerasan dalam melakukan negosiasi dan silang pendapat dengan politisi partai lain;
3. Setiap politisi wajib menjaga martabat dan kehormatan politisi dalam menjalankan tugas dan fungsinya;
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
4. Membangun sikap saling percaya dalam berhubungan dan mengemban tugas dengan sesama politisi;
5. Menghormati privasi dan kehidupan pribadi sesama politisi dan tidak menggunakannya sebagai isu yang dibicarakan secara terbuka atau luas; dan
6. Mengedepankan kepentingan umum dalam melakukan negosiasi politik dalam menyusun dan membuat suatu kebijakan.
III.4.2.12. Hubungan dengan Media dan profesi sejenis
1. Setiap politisi wajib menjaga kehormatan dan menjunjung tinggi profesi jurnalistik;
2. Setiap politisi memberikan akses informasi yang sama kepada setiap insan pers yang memiliki profesi jurnalistik tanpa diskriminasi;
3. Hubungan politisi dengan media dibangun atas dasar kepercayaan kedua belah pihak dan tidak saling menyebabkan hilangnya otonomi masing- Setiap politisi masing pihak;
wajib tunduk
4. Melaporkan tanggungjawab politiknya melalui media tanpa ada dan patuh diskriminasi dan pembatasan media tertentu;
5. Memberikan penjelasan atas permintaan pendapat atau klarifikasi yang
terhadap
prinsip
diperlukan oleh media;
6. Melakukan konferensi pers secara berkala dalam rangka memberikan dan proses informasi kepada masyarakat secara luas melalui media;
administrasi
7. Setiap politisi yang melakukan kerja sama dengan media untuk suatu
publik dan
kegiatan tertentu wajib diumumkan kepada publik secara luas;
peradilan.
8. Politisi dilarang menguasai dan mendominasi atau mengatur independensi (kedaulatan) redaksi suatu media yang bertentangan dengan kepentingan umum;
9. Dilarang meminta hadiah, hibah, pinjaman, atau manfaat lainnya yang terkait dengan profesi dan/atau jabatan yang dimiliki; dan
10. Dilarang memberikan hadiah, hibah, pinjaman, atau manfaat lainnya yang terkait dengan profesi dan/atau jabatan yang dimiliki.
III.4.2.13. Hubungan dengan Birokrasi (Administrasi Publik), Peradilan, dan Lembaga-lembaga negara lainnya
1. Setiap politisi wajib tunduk dan patuh terhadap prinsip dan proses administrasi publik dan peradilan;
2. Dilarang menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi proses administrasi publik dan peradilan yang ditujukan untuk kepentingan pribadi atau pihak lain;
3. Setiap politisi harus melindungi otonomi peradilan di luar kepentingan mereka sendiri dan orang-orang partai;
4. Setiap politisi berkewajiban melaporkan setiap penyimpangan dan tindakan seseorang yang melawan hukum;
5. Politisi dilarang menjadi pimpinan dan/atau anggota MK, MA, BPK, KY, KPK, Kejaksaan, KPU, dll; dan
6. Politisi dapat menjadi pimpinan dan/atau anggota MK, MA, BPK, KY, KPK, Kejaksaan, KPU, dll setelah mengundurkan diri dan tidak menjadi
42 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
anggota aktif partai politik minimal atau sekurang-kurangnya selama sepuluh tahun.
III.4.2.14.Hubungan Politisi Dengan Dunia Bisnis dan/atau Korporasi
1. Politisi wajib menjaga jarak yang sama dengan berbagai perusahaan/ korporasi;
2. Politisi dapat menerima sumbangan yang tidak mengikat dari perusahaan/korporasi sesuai dengan batas yang dibolehkan oleh
Partai politik
undang-undang;
sebagai badan hukum
3. Politisi dilarang menerima sumbangan dari perusahaan/korporasi
publik memiliki
yang dapat dikategorikan sebagai sogokan politik demi kepentingan
sejumlah konsekuensi,
bisnis perusahaan (bribe and kickback);
antara lain, organisasi
4. Politisi dilarang menggunakan posisi jabatannya di lembaga-lembaga
tersebut tidak
legislatif/eksekutif untuk memengaruhi kebijakan institusi negara
dapat dimiliki oleh
demi keuntungan bisnis pengusaha, perusahaan atau korporasi, baik
perseorangan atau
perusahaan pribadi, keluarga atau milik orang lain.
pribadi, tetapi sudah menjadi sebuah organisasi yang
III.4.3. Kode Etik Partai Politik
bersifat terbuka,
Partai politik merupakan pilar utama demokrasi. Sebagai pilar demokrasi,
terikat oleh norma-
keberadaan partai politik sangat penting dan mendasar yang dapat memengaruhi
norma kepentingan
hajat hidup orang banyak. Partai politik dalam batas tertentu menjadi satu-satunya
umum ...
organisasi publik yang menjadi sumber pengisian jabatan-jabatan strategis, baik di tingkat nasional maupun lokal. Dalam negara demokrasi, partai politik merupakan organisasi yang diciptakan untuk dapat mengartikulasikan kepentingan dan aspirasi masyarakat secara berkesinambungan. Mark N. Hagopian mendefinisikan partai politik sebagai suatu organisasi kelompok yang mengajukan calon-calon
Hubungan kode
bagi jabatan politik untuk diplih oleh rakyat sehingga dapat mengontrol dan
etik dengan organisasi
memengaruhi tindakan-tindakan pemerintah. 43
dan kepemimpinan
Dalam konteks Indonesia, partai politik bukan semata-mata organisasi
partai sangat erat.
kelompok, tetapi telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan sebagai
Letak hubungannya
badan hukum publik (public institution). Partai politik sebagai badan hukum
misalnya dapat terlihat
publik memiliki sejumlah konsekuensi, antara lain, organisasi tersebut tidak dapat
pada siapa yang layak
dimiliki oleh perseorangan atau pribadi, tetapi sudah menjadi sebuah organisasi
menjadi pemimpin
yang bersifat terbuka, terikat oleh norma-norma kepentingan umum, dan prinsip-
partai? Perilaku-perilaku
prinsip kepatutan lainnya yang berlaku pada suatu masyarakat. Konsekuensi
apa saja yang boleh dan
lainnya, partai politik sebagai badan hukum publik juga memiliki tanggungjawab
tidak boleh dilakukan
moral dalam mengelola kehidupan politik dan bernegara serta memujudkan
oleh kader, pengurus
demokrasi yang lebih baik. Implikasinya tata kelola partai politik tidak terlepas
dan pimpinan partai?
sama sekali dengan etika publik. Penerapan etika publik sudah menjadi suatu
Apa yang menjadi
keniscayaan bagi pengelolaan partai politik di Indonesia.
landasan tata kelola
Setidaknya ada sejumlah hubungan antara kode etik dan organisasi partai.
dalam menjalankan
Pertama, hubungan kode etik dengan organisasi partai tercermin pada manajemen
organisasi yang tidak
partai. Manajemen partai berkaitan dengan bagaimana partai menjalankan
bertentangan dengan
pemerintahan dan bagaimana partai dipimpin atau dikelola serta bagaimana
kepentingan dan etika
pengurus partai berhubungan dengan konstitusi, prosedur aturan yang berlaku
publik? ... 43 Moshe Maor, Political Parties & Party Systems: Comparative Approaches & the British Experience, (London and New York: Routledge, 1997), hlm. 1-5. Lihat juga pada Ichlasul Amal, ed., Teori- Teori Mutakhir Partai Politik, (Yogyakarta: TWC, 1996), hlm. 1.
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
dan masalah-masalah perilaku yang berlaku sebagai norma masyarakat. 44 Tata
Setiap partai politik
kelola partai berkaitan antara lain dengan persoalan bagaimana organisasi partai
wajib menegakkan
mengkoordinasikan faksi-faksi kepentingan internal, bagaimana elemen integritas
hak asasi manusia
diatur, dan bagaimana sublimasi serta penggabungan berbagai kepentingan dapat
yang dijamin oleh dikendalikan. 45 konstitusi.
Kedua, manajamen partai politik tidak dapat dilepaskan dari kebijakan rekrutmen dan kaderisasi yang digariskan dan dipraktikkan oleh partai politik. Sebuah proses rekrutmen politik pada dasarnya tergantung pada bagaimana partai-partai politik menjaring calon-calon anggota partai. Proses rekrutmen dan kaderisasi dapat bersifat jangka pendek, dan jangka panjang, tergantung dari kepentingan partai politik. Jangka pendek misalnya berkaitan dengan proses Setiap parpol pencalonan anggota legislatif, dan pengisian jabatan kepala daerah (Gubernur, wajib melaporkan Bupati/Walikota) atau pengisian-pengisian jabatan politik lainnya. Kebijakan asal usul sumber rekrutmen ini akan menentukan kualitas sekaligus integritas kader dan politisi
pendanaannya, baik
partai politik.
dari sektor publik
Ketiga, hubungan kode etik dengan organisasi dan kepemimpinan partai maupun swasta sangat erat. Letak hubungannya misalnya dapat terlihat pada siapa yang layak
sesuai peraturan
menjadi pemimpin partai? Perilaku-perilaku apa saja yang boleh dan tidak boleh
perundang-undangan
dilakukan oleh kader, pengurus dan pimpinan partai? Apa yang menjadi landasan
yang berlaku.
tata kelola dalam menjalankan organisasi yang tidak bertentangan dengan kepentingan dan etika publik? Bagaimana keberlangsungan organisasi partai, hal ini terkait dengan asal usul kader partai dan siapa yang mengisi dan menguasai jabatan-jabatan strategis dalam struktur partai. Dalam banyak kasus, hubungan antara tata kelola partai dengan kode etik bukanlah sesuatu yang mudah, karena
Proses seleksi
bisa jadi aspek-aspek internal organisasi partai yang tertutup menghambat pimpinan dan diterapkannya prinsip-prinsip etik secara umum. Oleh karena itu, kode etik partai
pengurus teras
politik dapat dimaknai sebagai sebuah norma yang mengikat dan mengatur institusi
partai dilakukan
atau organisasi partai politik sebagai badan hukum publik, dan/atau norma yang
melalui proses yang
mengikat dan mengatur individu yang memiliki kedudukan sebagai ketua umum
bermartabat yang
partai, sekretaris partai, bendahara (atau yang disebut sebagai pengurus harian
didasarkan pada
partai) dan atau yang memiliki kedudukan sebagai pengurus partai politik sesuai
kriteria yang dibuat
dengan AD/ART yang berlaku di setiap partai politik.
oleh partai di dalam
Sebagai sebuah kebutuhan saat ini dan mendatang, penerapan kode etik AD/ART. partai politik perlu diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan agar partai politik tidak dikelola dengan cara-cara yang tidak baik, dan dikuasi oleh segelintir orang untuk kepentingan-kepentingan politik sesaat.
III.4.3.1. Kepentingan Umum
1. Setiap partai politik wajib menegakkan hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi;
2. Partai politik wajib menghormati hak pilih dan hak partisipasi warga negara di dalam setiap proses pemilu;
3. Partai politik wajib memiliki standar perilaku yang berlandaskan asas-asas kepatutan umum;
4. Partai politik wajib menjalankan fungsi dan amanat sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
44 Ibid., hlm. 11. 45 Ibid.
44 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
5. Partai politik wajib menerima dan menjawab dengan sepenuh hati setiap pengaduan dan keluhan yang disampaikan oleh masyarakat;
6. Partai politik wajib menjaga dan memperjuangkan amanat yang diberikan rakyat; dan
7. Partai politik wajib ikut memastikan berlangsungnya pelayanan publik sebagaimana mestinya.
Partai politik wajib
III.4.3.2. Kejujuran
membuka akses
1. Setiap parpol wajib melaporkan asal usul sumber pendanaannya, baik dari
publik untuk
sektor publik maupun swasta sesuai peraturan perundang-undangan yang
semua jenis
berlaku;
informasi yang
2. Setiap parpol wajib melaporkan penggunaan dana, baik yang bersumber
terkait dengan
dari dana publik maupun swasta sesuai peraturan perundang-undangan yang
partai politik secara
berlaku;
akurat, benar, dan
3. Setiap parpol wajib melaporkan data kepengurusan, alamat kantor, rekening
tidak menyesatkan.
dana partai, dan keanggotan partai;
4. Setiap pimpinan dan pengurus teras parpol wajib mengumumkan harta kekayaan organisasi partai politik baik yang bersumber dari dana publik maupun swasta sesuai peraturan perundang-undangan;
5. Pimpinan partai dilarang memalsukan dokumen tertentu yang menguntungkan seseorang atau pihak lain; dan
6. Pimpinan partai politik wajib melakukan klarifikasi terhadap rekomendasi ganda berhubungan dengan proses kandidasi dan pencalonan kader partai politik untuk menjadi calon anggota legislatif dan pejabat publik.
III.4.3.3. Integritas
1. Proses seleksi pimpinan dan pengurus teras partai dilakukan melalui proses yang bermartabat yang didasarkan pada kriteria yang dibuat oleh partai di dalam AD/ART;
Setiap partai politik
2. Setiap partai wajib mendukung dan mendorong program anti korupsi secara
menyediakan rekam
sendiri maupun bersama-sama dengan lembaga lain;
jejak riwayat pekerjaan,
3. Pimpinan teras partai dilarang menggunakan jabatannya untuk mencari
pengalaman organisasi,
keuntungan pribadi, keluarga, kelompok dan golongan;
dan data identitas
4. Pimpinan dan pengurus teras partai wajib mengutamakan tugas dan fungsinya
kadernya sebelum
secara profesional;
dicalonkan sebagai
5. Pimpinan dan atau ketua umum partai dilarang melakukan rangkap jabatan
calon anggota legislatif,
lain di luar profesinya sebagai politisi;
dan memangku jabatan
6. Setiap pimpinan dan pengurus teras partai dilarang menggunakan kewenangan/
publik.
kekuasaan dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri, keluarga, organisasi, kelompok, dan golongan yang dapat merugikan kepentingan umum;
7. Setiap pimpinan dan pengurus teras partai dilarang berperilaku yang tidak pantas atau tidak patut yang dapat merendahkan kehormatan, martabat, dan citra politisi;
8. Setiap pimpinan dan pengurus teras partai dilarang bersikap dan/atau bertindak yang bertentangan dengan norma, etika, dan kebiasaan yang berlaku dalam tata pergaulan masyarakat;
9. Setiap pimpinan dan pengurus teras partai dilarang meminta hadiah, hibah, pinjaman, atau manfaat lainnya yang terkait dengan profesi dan/atau jabatan
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
yang dimiliki;
Setiap partai politik
10. Setiap pimpinan dan pengurus teras partai dilarang menerima hadiah, hibah,
harus memberikan
pinjaman, atau manfaat lainnya yang terkait dengan profesi dan/atau jabatan
kesempatan yang
yang dimiliki;
sama kepada
11. Setiap pimpinan dan pengurus teras partai dilarang memberikan hadiah, setiap orang hibah, pinjaman, atau manfaat lainnya yang terkait dengan profesi dan/atau
yang memiliki
jabatan yang dimiliki;
kualifikasi untuk
12. Pimpinan partai mencegah atau melarang suami/istri, anak, dan setiap menjadi calon individu yang memiliki pertalian darah sampai derajat ketiga untuk meminta
anggota legislatif,
atau menerima hadiah, hibah, pinjaman, atau manfaat lainnya yang terkait
pasangan calon
dengan profesi dan/atau jabatan yang dimiliki; dan
kepala daerah, dan
13. Semua pejabat partai, baik pimpinan atau pejabat teras dan anggotanya turut
pasangan calon
serta dalam membasmi penyimpangan elektoral (electoral froud), politik presiden. uang (money politics), baik sebelum, pada saat dan setelah tahapan pemilihan umum (election).
III.4.3.4. Transparansi/Keterbukaan
1. Partai politik wajib membuka akses publik untuk semua jenis informasi yang
Partai politik
terkait dengan partai politik secara akurat, benar, dan tidak menyesatkan;
dilarang
2. Setiap partai politik menyediakan rekam jejak riwayat pekerjaan, pengalaman
memberikan
organisasi, dan data identitas kadernya sebelum dicalonkan sebagai calon jabatan dan/ anggota legislatif, dan memangku jabatan publik;
atau posisi
3. Setiap partai politik wajib membangun dan mengembangkan sistem informasi
kepengurusan
dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien
partai kepada
sehingga dapat diakses dengan mudah;
anggota keluarga,
4. Wajib menjelaskan kepada publik apabila terjadi penyimpangan dalam proses
sanak-saudara,
kerja dan fungsi parpol serta upaya perbaikannya;
dan kerabat
5. Wajib memberikan informasi kepada penegak hukum atas perilaku yang tanpa melalui berpotensi pada tindak korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan anggota
proses seleksi dan
partainya;
rekrutmen yang
6. Wajib memberikan informasi kepada penyelenggara pemilu dan penegak telah menjadi hukum atas tindakan yang berpotensi pada pelanggaran proses pemilu ketetapan partai (contoh, pencurian suara, black campaign, dan tindak pelanggaran lainnya);
politik.
7. Semua partai politik bertindak kooperatif dan memberikan dukungan penuh pada proses-proses seleksi yang dibutuhkan oleh negara (seleksi pada komisi- komisi tertentu) secara terbuka dan transparan, dan tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
8. Semua partai wajib melaporkan laporan keuangan partai sebelum dan setelah
Pengurus
pelaksanaan pemilu.
partai dilarang memanfaatkan
III.4.3.5. Keadilan (fairness)
posisi dan
1. Setiap partai politik harus memberikan kesempatan yang sama kepada setiap
jabatannya untuk
orang yang memiliki kualifikasi untuk menjadi calon anggota legislatif,
kepentingan
pasangan calon kepala daerah, dan pasangan calon presiden;
pribadi, keluarga,
2. Partai politik memberikan kesempatan yang sama kepada setiap kader untuk
dan kelompok atau
memperebutkan dan mengisi struktur kepengurusan partai melalui proses golongan. yang kompetitif, fair dan adil;
46 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
3. Partai politik dilarang memberikan jabatan dan/atau posisi kepengurusan partai kepada anggota keluarga, sanak-saudara, dan kerabat tanpa melalui proses seleksi dan rekrutmen yang telah menjadi ketetapan partai politik;
4. Setiap partai politik wajib mendengarkan masukan dari semua pihak yang berkepentingan dan mempertimbangannya secara adil sebelum menunjuk seorang kader sebagai calon anggota legislatif dan mendudukan jabatan
Partai politik
publik;
wajib memiliki
5. Setiap partai politik wajib memberikan kesempatan yang sama kepada setiap
sistem seleksi
kader partai untuk menempati kepengurusan partai dan memiliki akses yang
yang baku,
sama dalam rekrutmen politik;
terbuka,
6. Pimpinan (ketua umum partai) dan pengurus partai tidak memiliki kekebalan
demokratis,
hukum (impunity) karena kedudukannya terhadap segala bentuk pelanggaran
berjenjang,
etika yang telah diatur pada kode etik politisi dan partai politik;
dan partisipatif
7. Pimpinan partai dilarang menghilangkan temuan hasil pengawasan etik
dalam
dengan maksud dan tujuan untuk menguntungkan kepentingan pribadi atau
pencalonan
pihak lain; dan
legislatif,
8. Semua partai politik wajib menerima hasil akhir pemilu yang sah yang telah
pilkada dan
diumumkan dan disahkan oleh Komisi Pemilihan Umum.
pilpres.
III.4.3.6. Profesional
1. Partai politik wajib memiliki standar perilaku yang berlandaskan asas-asas kepatutan umum;
2. Wajib memiliki jenjang dan sistem pengkaderan yang dipedomani sebagai jalur rekrutmen politik;
3. Wajib memiliki sistem dan database keanggotaan yang menjadi dasar bagi
Pimpinan
proses rekrutmen dan pengkaderan partai politik;
partai wajib
4. Pengurus partai dilarang memanfaatkan posisi dan jabatannya untuk
mengumumkan
kepentingan pribadi, keluarga, dan kelompok atau golongan;
adanya
5. Partai wajib membangun loyalitas anggota/kader secara sistemik dan bukan
hubungan atau
personal;
keterkaitan
6. Setiap partai politik harus melarang para anggota, kader, dan pendukungnya
pribadi dengan
untuk menggunakan atribut partainya pada saat partai lain sedang melakukan
pihak ketiga
kampanye atau pertemuan;
atau pribadi
7. Semua partai harus menginstruksikan kepada kader dan anggotanya untuk
yang dapat
tidak membawa senjata tajam yang dapat mencederai orang lain pada saat
menimbulkan
kampanye, pertemuan, demonstrasi dan bentuk-bentuk kegiatan lainnya;
situasi konflik
8. Partai politik wajib memiliki sistem seleksi yang baku, terbuka, demokratis,
kepentingan
berjenjang, dan partisipatif dalam pencalonan legislatif, pilkada dan pilpres;
dalam
9. Partai politik wajib menolak penggunaan kekerasan sebagai cara penyelesaian
pelaksanaan
perbedaan dan/atau konflik politik yang bersifat internal maupun antara partai
tugas sebagai
politik;
pimpinan atau
10. Partai politik dilarang melibatkan diri dalam berbagai bentuk aktivitas
pengurus partai.
kekerasan atau intimidasi sebagai upaya menunjukkan kekuatan atau supremasi mereka.
11. Partai politik dilarang melakukan tindakan penghinaan, pelecehan harga diri partai atau individu politisi, dan pembunuhan karakter lawan, baik secara lisan maupun tulisan;
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
12. Partai politik dilarang menghalangi, mengganggu, membubarkan kampanye, pertemuan, atau konvoi partai lain dalam bentuk apapun;
13. Partai politik dilarang mencegah dan/atau membatasi hak setiap orang berpartisipasi dalam aktivitas kampanye partai politik lain;
14. Partai politik dilarang melakukan skenario ‘calon boneka’ dalam pilkada dan pilpres;
15. Partai politik dilarang menerima kader atau politisi dari partai lain (kader
Partai politik
dan/atau politisi kutu loncat) untuk menduduki posisi pengurus teras dan/ dilarang atau calon anggota legislatif baik di tingkat pusat maupun daerah, selama
menyerukan
sekurang-kurangnya satu periode pemilu (lima tahun);
dengan iming-
16. Pimpinan (Ketua Umum) partai wajib mengumumkan adanya hubungan atau
iming uang,
keterkaitan pribadi dengan pihak ketiga atau pribadi yang dapat menimbulkan
barang, atau
situasi konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugas sebagai pimpinan atau
pemberian lainnya
pengurus partai;
agar pemilih
17. Pimpinan partai tidak boleh mengeksploitasi status atau kekuasaan mereka
tidak hadir di TPS
untuk mendapatkan keuntungan yang tidak semestinya, baik langsung atau sebaliknya maupun tidak langsung, untuk dirinya sendiri, anggota, teman atau orang lain;
menggunakan hak
18. Partai politik wajib menolak penggunaan kekerasan sebagai cara penyelesaian
suaranya.
perbedaan dan/atau konflik politik yang bersifat internal maupun antar partai politik;
19. Partai politik dilarang menetapkan calon anggota legislatif, calon gubernur/ wakil gubernur, calon bupati/wakil bupati, calon presien/wakil presiden dan pengisian jabatan publik atas dasar mahar politik dan/atau politik uang, dan tidak didasarkan pada kepatutan proses seleksi atas dasar kemampuan; dan
20. Pimpinan partai dilarang mereduksi, melampui dan/atau melanggar batas tanggunjgawab dan kewenangan yang dimiliki sesuai dengan hak dan Semua partai politik kewajiban yang diatur pada AD/ART dan peraturan perundang-undangan.
wajib mematuhi hukum, aturan
III.4.3.7. Taat pada Hukum
yang berkaitan
1. Semua partai politik, baik pimpinan atau ketua umum partai memiliki dengan pemilu kedudukan yang sama sebagai subjek hukum dan subjek etika politik partai;
dan memelihara
2. Semua partai politik wajib mematuhi hukum, aturan yang berkaitan dengan
ketertiban umum.
pemilu dan memelihara ketertiban umum. Dalam hal ini semua partai harus
Dalam hal ini
bekerja sama secara penuh dengan penegak hukum dalam setiap investigasi
semua partai harus
dan proses penegakan hukum dan peraturan yang relevan;
bekerjasama secara
3. Partai politik dilarang menggunakan rumah ibadah untuk kegiatan partai penuh dengan politik, termasuk tetapi tidak terbatas pada, kegiatan kampanye pileg, pilkada,
penegak hukum
dan pilpres;
dalam setiap
4. Partai politik dilarang menggunakan simbol dan bahasa yang sifatnya hasutan,
investigasi dan
provokasi, ujaran kebencian, dan penghinaan terhadap lawan politik yang proses penegakan berorientasi pada perbedaan etnik, gender, ras, agama, dan antargolongan;
hukum dan peraturan
5. Partai politik dilarang menghalangi, mengganggu, membubarkan kampanye,
yang relevan.
pertemuan, atau konvoi partai lain dalam bentuk apapun; dan
6. Partai politik dilarang menggunakan segala bentuk fasilitas negara untuk kampanye atau bentuk kegiatan partai lainnya.
7. Partai politik dilarang menggunakan rumah ibadah untuk kegiatan partai politik, termasuk tetapi tidak terbatas pada, kegiatan kampanye pileg, pilkada, dan pilpres; dan
48 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
8. Partai politik dilarang menyerukan dengan iming-iming uang, barang, atau pemberian lainnya agar pemilih tidak hadir di TPS atau sebaliknya menggunakan hak suaranya.
III.4.3.8. Akuntabel
1. Partai politik wajib untuk mengumumkan sumber dana partai selain yang diperoleh dari negara;
2. Setiap partai politik wajib melaporkan asal usul sumber pendanaannya baik dari sektor publik maupun swasta sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. Partai politik wajib untuk mengumumkan bisnis, usaha dan sumber dana
Partai politik wajib
partai selain yang diperoleh dari negara;
memperjuangkan
4. Setiap partai politik wajib melaporkan penggunaan dana, baik dana dari sektor
kepentingan
publik maupun swasta sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
konstituen
5. Wajib membuka akses publik untuk semua jenis informasi yang terkait dengan
partainya melalui
parpol secara akurat, benar, dan tidak menyesatkan;
para wakil
6. Partai politik wajib mengumumkan susunan kepengurusan partai politik baik
rakyatnya di
di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota;
lembaga-lembaga
7. Partai politik wajib melibatkan publik dan mengumumkan proses rekrutmen
perwakilan di DPR,
politik baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota;
DPRD Provinsi dan
8. Partai politik wajib melaporkan secara berkala seluruh sumber penghasilan
DPRD Kabupaten/
yang diperoleh baik yang berasal dari keuangan negara maupun dari sumber
Kota dengan
lainnya; dan
cara-cara yang
9. Partai politik wajib mengumumkan proses seleksi dan kandidasi dalam
demokratis.
rekrutmen politik calon anggota legislatif, calon gubernur/wakil gubernur, calon bupati/wakil bupati, calon presiden/wakil presiden dan pengisian jabatan publik lainnya.
III.4.3.9. Inklusif dan Non-Diskrimanasi
1. Sebagai badan hukum publik, partai politik wajib melembagakan tata kelola
Partai politik wajib
organisasi partai sebagai organisasi yang terbuka;
mengumumkan
2. Partai politik dilarang mencegah dan/atau membatasi hak setiap orang
proses seleksi
berpartisipasi dalam aktivitas kampanye partai politik lain;
dan kandidasi
3. Partai politik dilarang membatasi dan menghalangi hak politik seseorang,
dalam rekrutmen
kader atau bukan kader partainya pada proses rekrutmen dan kandidasi dalam
politik calon
pilkada;
anggota legislatif,
4. Partai politik dilarang menggunakan rumah ibadah untuk kegiatan partai
calon gubernur/
politik, termasuk tetapi tidak terbatas pada, kegiatan kampanye pileg, pilkada,
wakil gubernur,
dan pilpres;
calon bupati/
5. Semua partai politik wajib setiap saat menegakkan kebebasan hak asasi
wakil bupati,
manusia yang dilindungi oleh hukum. Dalam konteks ini setiap partai politik
calon presiden/
harus memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang memiliki
wakil presiden dan
kualifikasi untuk berpartisipasi dalam proses pemilu;
pengisian jabatan
6. Partai politik dilarang menggunakan simbol dan bahasa yang sifatnya hasutan,
publik lainnya.
provokasi, ujaran kebencian, dan penghinaan terhadap lawan politik yang berorientasi pada perbedaan etnik, gender, ras, agama, dan antargolongan; dan
7. Partai politik dilarang melakukan rekrutmen yang berdasar atas etnik, gender, ras, agama, dan golongan.
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
III.4.3.10. Hubungan Parpol dengan Konstituen dan/atau Masyarakat
Partai politik
1. Partai politik wajib memperjuangkan kepentingan konstituen partainya dan politisi melalui para wakil rakyatnya di lembaga-lembaga perwakilan di DPR, DPRD
wajib menjaga
Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dengan cara-cara yang demokratis;
independensi
2. Dalam hal melakukan artikulasi dan agregasi kepentingan terhadap konstituen
dan netralitas
partainya, partai politik wajib pula memperhatikan dan memperjuangkan lembaga- melakukan artikulasi dan agregasi kepentingan daerahyang bukan menjadi
lembaga birokrasi
konstituen partainya;
pemerintahan,
3. Partai politik wajib membuka pintu kantor-kantor partainya bagi rakyat yang
peradilan, dan
ingin mengadu atau menyampaikan aspirasi politiknya;
lembaga negara
4. Para wakil rakyat wajib menjaga hubungan dengan konstituennya pada saat
lainnya.
reses dan acara-acara pertemuan lainnya sebagai bagian dari artikulasi dan agregasi kepentingan publik;
5. Partai politik dilarang menggunakan politik uang dalam menjaga hubungan dengan konstituen partainya; dan
6. Partai politik dilarang menerapkan diskriminasi atas dasar gender, suku, agama, ras dan antar golongan dalam berhubungan dengan konstituennya.
III.4.3.11. Dunia Bisnis dan/atau Korporasi
1. Partai politik wajib menjaga jarak yang sama dengan berbagai perusahaan/ korporasi;
2. Partai politik dapat menerima sumbangan yang tidak mengikat dari perusahaan/korporasi sesuai dengan batas yang dibolehkan oleh undang- undang; dan
3. Partai politik dilarang menerima sumbangan dari perusahaan/korporasi yang dapat dikategorikan sebagai sogokan politik demi kepentingan bisnis perusahaan (bribe and kickback).
III.4.3.12. Internal Parpol dan Parpol Lain
1. Partai politik wajib memiliki ideologi sebagai pembeda identitas partai dalam melakukan program dan perjuangan partainya;
2. Partai politik wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam berkompetisi dan berkontestasi antar partai politik;
Partai politik wajib
3. Partai politik wajib meletakkan kepentingan bangsa dan negara di atas
memiliki ideologi
kepentingan partai dan anggotanya;
sebagai pembeda
4. Partai politik wajib menjaga hubungan komunikasi positif dengan partai-
identitas partai
partai;
dalam melakukan
5. Partai politik dilarang menggunakan isu suku, agama, ras dan antar
program dan
golongan dalam berkontestasi dengan partai-partai lainnya;
perjuangan
6. Partai politik dilarang merebut kader partai politik lain untuk kepentingan
partainya.
partainya; dan
7. Partai politik dilarang melakukan intervensi atas persoalan internal yang sedang dihadapi oleh partai politik lain.
III.4.3.13. Media Massa
1. Partai politik wajib menjaga hubungan positif dengan media massa;
2. Partai politik dan/atau pemimpin partai boleh memiliki bisnis media;
3. Partai politik dilarang memonopoli media massa milik negara atau milik
50 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
partai/pimpinan partai untuk kepentingan politik partainya;
4. Partai politik dilarang menggunakan media massa untuk melakukan kampanye hitam terhadap partai politik lain;
5. Partai politik wajib mendorong media massa agar melakukan pemberitaan
Dalam prinsip
yang seimbang terhadap partai-partai politik; dan
hubungan antara
6. Partai politik wajib mendorong media massa agar memberikan porsi yang
kekuasaan dan
sama bagi partai-partai politik dalam pemberitaan pada masa kampanye.
etika, ungkapan Lord Acton bahwa
III.4.3.14. Birokrasi (Administrasi Publik), Peradilan, dan Lembaga Negara
kekuasaan cenderung
lainnya.
disalahgunakan dan
1. Partai politik dan politisi wajib menjaga independensi dan netralitas lembaga-
kekuasaan mutlak
lembaga birokrasi pemerintahan, peradilan, dan lembaga negara lainnya;
pasti disalahgunakan
2. Partai politik dan politisi yang menduduki jabatan eksekutif dilarang
(power tends to
melakukan politisasi birokrasi, lembaga peradilan, dan lembaga negara
corrupt, absolute
lainnya untuk kepentingan partainya;
power corrupt
3. Partai politik dilarang memasukkan kadernya ke dalam lembaga birokrasi,
absolutely) telah
lembaga peradilan dan lembaga negara lainnya yang dapat mengganggu
terbukti dalam
independensi dan netralitas lembaga; dan
berbagai kasus
4. Partai politik dan politisi yang memiliki jabatan sebagai kepala daerah
pada sejarah
dilarang melakukan politik balas dendam atau politik balas budi pasca pemilu
penyelenggaraan
terhadap birokrat di pusat dan daerah yang dapat merusak sistem merit dan
pemerintahan.
sistem karir di birokrasi pemerintahan.
IV. PENEGAKAN DAN MAHKAMAH ETIK
Penegakan etik merupakan salah satu instrumen mendasar dalam menjaga kehormatan dan martabat (dignity) sebuah profesi dan/atau organisasi. Penegakan etik mengatur bagaimana aturan-aturan etika (rule of ethics) diawasi dan ditegakkan. Siapa yang mengawasi dan menegakkan rule of ethics tersebut? Dari pengalaman banyak negara yang menganut demokrasi, ada semacam pengadilan etika (court
of ethics) sebagaimana berlaku untuk pelanggaran hukum positif (rule of law). 46 Dalam konteks Indonesia dikenal beberapa nama lembaga yang menegakkan etika
seperti Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang berfungsi untuk menegakkan aturan-aturan etik bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah
Kehormatan, Majelis Kehormatan Partai. 47 Dalam hal penyelenggara pemilihan umum dikenal Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang bertugas untuk menjadi peradilan etik bagi penyelenggara pemilu. 48 Sementara pada beberapa organisasi profesi, seperti pada profesi wartawan (jurnalistik), kedokteran, pengacara, dan peneliti juga telah dipraktikkan peradilan etik dengan nama yang berbeda, tetapi prinsipnya sama. Dari pengalaman beberapa negara lain, aturan etika memerlukan prosedur untuk menyelesaikan persoalan yang muncul. Umumnya proses persidangan etik berlangsung secara tertutup, independen,
46 �ulfikri Suleman, “Mahkamah Etik Penyelenggara Negara di Negara Demokrasi,” dalam Jurnal
Etika & Pemilu, edisi 1, Mei 2015: 14.
47 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
48 Peraturan Dewan Kehormatan Penyelengara Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
dan pada kasus yang terjadi di US, investigasi pelanggaran etika berdasar pada
Mahkamah bersifat ad
prosedur investigasi kriminal. 49
hoc, karena mahkamah
Peradilan etik ini diperlukan karena sejumlah alasan. Pertama, dalam sistem
ini hanya akan bekerja
demokrasi, pengawasan terhadap perilaku bagi politisi yang memiliki posisi setelah ada kasus penting dalam demokrasi merupakan conditio sine qua non dalam kehidupan pengaduan etik yang berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu pengawasan dalam rangka memberikan
berkaitan dengan
sanksi menjadi salah satu pilihan.
pelanggaran kode etik
Kedua, politisi merupakan profesi yang penting bagi kehidupan bernegara
politisi dan partai politik.
di negara-negara demokrasi. Politisi seperti orang-orang yang menduduki jabatan
Mahkamah dibentuk
publik, pengurus partai, anggota parlemen, dan politisi yang menduduki jabatan
oleh negara apabila ada
di eksekutif, memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan dan mengambil pengaduan dari beberapa kebijakan yang berdampak bagi kehidupan masyarakat secara luas. Dalam prinsip
lembaga/institusi dan/
hubungan antara kekuasaan dan etika, ungkapan Lord Acton bahwa kekuasaan
atau perorangan yang
cenderung disalahgunakan dan kekuasaan mutlak pasti disalahgunakan (power
mengajukan perlunya
tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely) telah terbukti dalam berbagai
peradilan etik.
kasus pada sejarah penyelenggaraan pemerintahan. Karenanya diperlukan sebuah lembaga yang bisa mengawasi perilakunya
Ketiga, politisi bekerja tidak dalam ruang yang hampa (kosong), tetapi berada pada ruang publik atau norma kepatutan masyarakat. Kaidah dan norma tersebut sebenarnya merupakan internalisasi dari nilai-nilai yang diidealkan Penegakan etik sebagai kebaikan, keluhuran, dan kemuliaan berhadapan dengan nilai-nilai yang
merupakan salah
buruk, tidak luhur dan tidak mulia. Kaidah-kaidah apa yang boleh, apa yang yang
satu instrumen
diwajibkan dan apa yang dilarang sebenarnya sudah dikenal oleh masyarakat dari
mendasar
waktu ke waktu. 50 Oleh karena itu, ada nilai-nilai kepatutan yang perlu dijaga dan
dalam menjaga
menjadi bagian dari integritas sebagai seorang politisi.
kehormatan
Keempat, untuk menghindari abuse of power, penyalahgunaan kekuasaan,
dan martabat
pengawasan terhadap perilaku politisi menjadi sebuah keniscayaan. Kontrol dan
(dignity) sebuah
pengawasan terhadap kekuasaan dalam sistem demokrasi dimaksudkan agar profesi dan/atau pemegang kekuasaan memiliki tanggungjawab dan akuntabilitas terhadap jabatan
organisasi.
yang didudukinya. Selain alasan-alasan di atas, penegakan peradilan etik perlu dilakukan oleh sebuah lembaga yang independen, imparsial dan otonom. Diusulkan bahwa lembaga yang menegakkan etik berbentuk mahkamah etik yang bersifat ad hoc. Mengapa Mahkamah Etik? Bentuk tersebut dipilih karena proses penegakan etik
Peradilan etik tidak
sebaiknya dilakukan di luar mekanisme internal partai politik. Sebagaimana kita
mengenal immunity
ketahui, pengalaman selama ini menunjukkan bahwa mekanisme internal partai
atau kekebalan,
dalam menegakkan disiplin dan pelanggaran-pelanggaran, baik pelanggaran etik
dalam pengertian
maupun pelanggaran di luarnya cenderung bersifat tertutup, tidak transparan, pelanggaran etika diintervensi oleh orang kuat partai, tidak adil, dan syarat dengan politik hanya berlaku bagi kepentingan.
kader, anggota
Mahkamah bersifat ad hoc, karena mahkamah ini hanya akan bekerja setelah
partai, dan
ada kasus pengaduan etik yang berkaitan dengan pelanggaran kode etik politisi
pimpinan (Ketua
dan partai politik, yang tidak dapat diselesaikan oleh Mahkamah Partai secara
Umum) secara
internal yang menangani masalah pelanggaran etik. Dalam hal ini, partai-partai
terbatas.
politik diharuskan membuat sebuah lembaga yang khusus menangani penegakan
49 National Democratic Institute for International Affairs, Legislative Research Series Paper #4, hlm. 6. 50 Jimly Asshiddiqie, Peradilan Etik dan Etika Konstitusi , (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm. 49-50.
52 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
etik secara internal. Dalam kaitan itu, Mahkmah Etik yang bersifat ad hoc ini hanya akan bekerja apabila ada pengaduan yang tidak dapat diselesaikan oleh proses peradilan etik di internal partai.
Mahkamah ini dibentuk oleh negara apabila ada pengaduan dari beberapa lembaga/institusi dan/atau perorangan yang mengajukan perlunya peradilan etik. Mengapa negara? Dalam prinsip demokrasi dan negara modern, negara adalah representasi tertinggi bagi kehidupan berpolitik dan bernegara, sebagai sebuah institusi yang mewakili kepentingan umum dan/atau kepentingan rakyat di atas kepentingan kelompok dan golongan. Dalam implementasinya, sebagai representasi dari negara, Presiden sebagai Kepala Negara dapat membentuk Mahkamah Etik yang perlu dibentuk.
Penegakan etik juga berkaitan dengan peradilan yang berhak memberikan
Persidangan
sanksi. Dalam kaitan itu, peradilan yang dijalankan bentuknya harus adil, bebas
penegakan
dari intervensi (independen), dan terbuka. Peradilan harus terbuka karena persoalan
dugaan
etik bagi politisi dan partai politik bukan semata-mata berhubungan dengan hak
pelanggaran
dan privasi individu, tetapi politisi adalah sebuah profesi yang bersifat publik dan
etik berlangsung
mewakili publik. Oleh karena itu prosesnya perlu terbuka sebagai bagian dari
secara adil,
tanggungjawab fungsional etika (functional ethics) yang sudah semestinya dapat
independen dan
dibuka dan diketahui oleh publik dan tidak ditutupi dengan alasan urusan privasi
terbuka.
atau individu. 51 Peradilan etik tidak mengenal immunity atau kekebalan, dalam pengertian pelanggaran etika hanya berlaku bagi kader, anggota partai, dan pimpinan (Ketua Umum Partai) secara terbatas. Peradilan etik berlaku bagi seseorang yang disebut sebagai politisi, baik sebagai kader partai, pengurus partai, calon anggota legislatif, calon pasangan kepala daerah, calon presiden dan wakil presiden serta pejabat publik yang mewakili partai di lembaga negara.
Sanksi yang diberikan bukan semata-mata sanksi berupa pujian atau cacian, tetapi sanksi yang diberikan dalam penegakan Etika Politisi perlu konkrit atau jelas sebagai bentuk sanksi yang memiliki efek jera bagi politisi dan partai politik. Sebaliknya, penegak etik juga memberikan peluang bagi rehabilitasi kehormatan dan martabat politisi apabila dalam persidangan yang bersangkutan tidak terbukti melakukan kesalahan atau pelanggaran etika yang dituduhkan.
IV.1. Prinsip Penegakan Etik
1. Persidangan penegakan dugaan pelanggaran etik berlangsung secara adil, independen dan terbuka;
2. Dalam penegakan etik didasarkan pada prinsip: praduga tak bersalah, adil, independen, pembuktian, hak untuk membela diri/mengajukan keberatan;
3. Pembuktian didasarkan pada:
a. keterangan pengadu,
b. keterangan teradu;
c. keterangan saksi;
d. keterangan ahli;
e. surat atau tulisan;
51 Dari wawancara dan FGD yang dilakukan oleh tim baik di Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Medan, terdapat pilihan yang berbeda dari sejumlah pihak. Ada yang menilai bahwa peradilan dilakukan secara tertutup, namun hasilnya diumumkan kepada publik. Sebagian lainnya menilai bahwa peradilan dilakukan secara terbuka sebagai bentuk dari pertanggungjawaban kepada publik secara luas dan agar tidak terjadi proses-proses yang menyimpang.
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
f. petunjuk;
g. keterangan para pihak;
h. data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun di dalam kertas, maupun yang terekam secara elektronik atau optik yang berupa tulisan, suara, gambar, foto, atau perforasi yang memiliki makna; dan
i. bukti-bukti lainnya yang mendukung.
4. Informasi proses dan keputusan penegakan etik bersifat terbuka, wajib dipublikasikan, dan dapat diakses oleh publik, kecuali informasi atau dokumen yang telah secara khusus ditentukan oleh mahkamah etik untuk tidak dipublikasikan; dan
5. Mahkamah etik harus memastikan sistem yang tepat untuk merekam dan melindungi semua informasi dalam penegakan etik.
IV.2. Mahkamah Etik
1. Untuk menegakkan kode etik politisi dan partai politik maka perlu dibentuk Mahkamah Etik;
2. Mahkamah etik adalah sebuah badan independen yang mengadili dugaan
pelanggaran etika politisi dan partai politik pada tingkat akhir; 52
3. Mahkamah etik berjumlah tujuh orang, yang terdiri atas lima orang dari unsur luar partai dan dua orang berasal dari perwakilan partai yang bersifat ad hoc. Penjelasan:
• Jumlah anggota mahkamah etik harus ganjil agar mempermudah pembuatan keputusan
• Berjumlah tujuh orang dengan unsur: (1) Dua orang perwakilan Mahkamah etik partai yang disepakati oleh partai-partai politik, 53 dan (2) lima berjumlah tujuh orang perwakilan masyarakat, yang terdiri atas: ahli di bidang etika
orang, yang terdiri
politik, ahli yang sesuai dengan delik aduan, ahli di bidang hukum
atas lima orang tata negara, ahli di bidang politik, dan psikolog. 54 dari unsur luar
4. Pemerintah, dalam hal ini Presiden sebagai Kepala Negara dapat membentuk
partai dan dua
suatu tim independen dalam rangka membentuk Mahkamah Etik apabila ada
orang berasal dari
pengaduan dan/atau laporan tertulis dari seseorang, sekelompok orang atau
perwakilan partai
lembaga/instansi yang keberatan atas perilaku politisi.
yang bersifat ad
5. Mahkamah etik berfungsi sebagai:
hoc.
a. Badan independen yang memiliki otoritas tertinggi untuk menegakkan Kode Etik Politisi; dan
b. Badan independen yang memproses pengaduan dan/atau laporan tertulis dari seseorang, sekelompok orang atau lembaga/instansi yang keberatan atas: (1) keputusan persidangan etik oleh Dewan Etik Partai secara
52 Yang dimaksud dengan tingkat akhir adalah tidak ada peradilan lain yang dapat mensidangkan persoalan etik yang telah diajukan. Konsekuensinya harus ada pengaturan peradilan etik ini pada Undang- Undang yang mengatur Partai Politik.
53 Perwakilan partai politik ini ditentukan oleh partai-partai politik yang terdaftar sebagai partai peserta pemilu sesuai dengan UU Partai Politik dan UU Pemilihan Umum yang berjalan. Mekanisme penentuan wakil partai yang akan duduk di Mahkamah Etik diatur lebih lanjut pada mekanisme pembentukan Mahkamah Etik oleh negara.
54 Komposisi lima orang Mahkamah Etik yang berasal dari perwakilan masyarakat bidang-bidang keahliannya dapat ditentukan oleh tim yang dibentuk oleh Presiden atas dasar kebutuhan dalam sidang etik sesuai dengan masalah etik yang akan disidangkan.
54 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
Mahkamah etik bertugas:
internal, (2) keputusan persidangan etik oleh Majelis Kehormatan Dewan
a. Menerima sengketa
(MKD) di DPR dan DPRD, (3) pelanggaran etik yang berdampak buruk
terkait pelanggaran
secara luas bagi masyarakat, dan (4) melanggar kode etik sebagai politisi.
etika Politisi dan
6. Mahkamah etik bertugas:
partai politik
a. Menerima sengketa terkait pelanggaran etika Politisi dan partai politik;
b. Melakukan
dan
penyelidikan,
b. Melakukan penyelidikan, pemeriksaan, dan pembuktian kasus
pemeriksaan, dan
pelanggaran etika politisi dan partai politik
pembuktian kasus
7. Mahkamah Etik berwenang:
pelanggaran etika
a. Dalam melakukan pemeriksaan dan pembuktian Mahkamah Etik
politisi dan partai
memiliki akses istimewa atas segala informasi yang diperlukan dalam
politik.
penanganan kasus dugaan pelanggaran Kode Etik Politisi dan partai politik;
b. Menolak, menerima dan/atau membatalkan kasus dugaan pelanggaran Kode Etik Politisi dan partai politik;
c. Dalam melakukan pemeriksaan dan pembuktian Mahkmah Etik dapat membentuk tim pemeriksa pelanggaran Kode Etik Politisi dan partai politik;
d. Hasil pemeriksaan dan penelitian dilaporkan kepada Mahkamah Etik;
e. Memberikan sanksi atas pelanggaran Kode Etik Politisi dan partai politik;
f. Merekomendasikan kepada Komisi Pemilihan Umum untuk mendiskualifikasi partai politik sebagai peserta pileg, serta mendiskualifikasi hak partai politik untuk mengajukan pasangan calon dalam pilkada dan pilpres;
g. Merekomendasikan kepada Mahkamah Konstitusi untuk membubarkan partai politik; dan
h. Membuat keputusan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran Kode Etik Politisi dan partai politik
8. Keputusan Mahkamah Etik bersifat final dan mengikat
IV.3. Pengaduan
1. Kegiatan seseorang, sekelompok orang atau lembaga/instansi yang keberatan atas perilaku politisi dan partai politik;
2. Pengadu adalah seseorang, sekelompok orang atau lembaga/instansi publik;
Majelis Sidang Etik
dan
adalah anggota
3. Teradu adalah politisi dan partai politik, yang diadukan.
Mahkamah Etik
yang menyidangkan pelanggaran kode
IV.4. Proses Pengaduan
1. Setiap pengaduan wajib diajukan secara tertulis dan/atau dengan mengisi
etik yang dilakukan
formulir pengaduan yang disediakan oleh Mahkamah Etik;
oleh pihak teradu
2. Pengadu wajib mencantumkan identitas diri yang jelas;
atas laporan pihak
3. Pengaduan dapat dilakukan oleh seseorang dan/atau oleh kuasa pengaduan;
pengadu.
4. Setiap pengaduan wajib menyertakan alasan pengaduan dan/atau laporan;
5. Alasan pengaduan dan/atau laporan memuat sekurang-kurangnya mengenai tindakan atau sikap teradu dan/atau terlapor meliputi: waktu perbuatan, tempat perbuatan, perbuatan yang dilakukan, dan cara perbuatan dilakukan;
6. Mahkamah Etika menyelesaikan pengaduan paling lama 60 hari sejak pengaduan disampaikan;
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
7. Pengaduan dianggap gugur apabila: (a) pengadu tidak menanggapi 3 kali Politisi dan partai surat panggilan Mahkamah Etik; dan (b) pengadu mencabut pengaduannya;
politik yang
dan
melanggar Kode
8. Mahkamah Etik berkewajiban untuk melindungi setiap pengadu yang Etik Politisi dan memberikan laporan kepada mahkamah.
Kode Etik Partai politik dapat diberi
IV.5. Proses Persidangan
sanksi ringan,
IV.5.1 Para Pihak
sanksi sedang, dan
1. Pengadu adalah warga negara dan institusi publik yang merasa dirugikan oleh
sanksi berat.
perilaku dan tindakan politisi dan/atau partai politik;
2. Teradu adalah politisi dan/atau partai politik yang diduga melakukan pelanggaran kode etik;
3. Majelis Sidang Etik adalah anggota Mahkamah Etik yang menyidangkan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh pihak teradu atas laporan pihak pengadu;
4. Pembela adalah orang yang memberikan bantuan kepada teradu atas dasar pemahaman etik yang dikuasainya; dan
5. Saksi Ahli adalah orang yang memiliki keahlian sesuai dengan kasus yang
Persidangan
diadukan. Seorang saksi ahli bisa memberatkan atau meringankan teradu.
dilaksanakan oleh Ketua
IV.5.2 Persiapan Persidangan
dan Anggota
1. Sekretariat Mahkamah Etik menyediakan anggaran, sarana dan prasarana Mahkamah Etik, serta keperluan lainnya guna mendukung penyelenggaraan persidangan;
yang kemudian
2. Dalam keadaan tertentu Mahkamah Etik dapat menyediakan sidang jarak disebut sebagai jauh; dan
Majelis Sidang
3. Persidangan/Acara Pemeriksaan dilaksanakan dengan tertib, khidmat, aman,
Etik.
lancar dan berwibawa.
IV.5.3 Pelaksanaan Persidangan
1. Persidangan dilaksanakan oleh Ketua dan Anggota Mahkamah Etik, yang kemudian disebut sebagai Majelis Sidang Etik;
2. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Sidang Etik;
3. Majelis Sidang Etik tidak dapat mengajukan pertanyaan di luar pokok aduan yang diajukan dalam pokok perkara;
4. Pelaksanaan persidangan meliputi: -
Mendengarkan keterangan Pihak Pengadu di bawah sumpah -
Mendengarkan keterangan dan pembelaan Pihak Teradu. -
Mendengarkan keterangan saksi di bawah sumpah -
Mendengarkan keterangan ahli di bawah sumpah -
Mendengarkan keterangan pihak lain yang terkait -
Memeriksa dan mengesahkan alat bukti dan barang bukti -
Pihak Pengadu, Teradu, dan saksi-saksi dapat menyampaikan alat bukti tambahan dalam Persidangan
IV.5.4 Penetapan Putusan
1. Penetapan putusan dilakukan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah sidang pemeriksaan dinyatakan selesai;
56 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
Merekomendasikan
2. Sebelun menetapkan putusan, Majelis Sidang Etik mengadakan Rapat Pleno
pembubaran
yang dilakukan secara tertutup dan diikuti oleh seluruh anggota Majelis
partai politik
Sidang Etik dengan dihadiri paling sedikit 5 (lima) orang anggota Majelis
yang melakukan
Sidang Etik;
pelanggaran etik
3. Dalam Rapat Pleno sebagaimana dimaksud butir 2, Majelis Sidang Etik
berat kepada
mendengarkan penyampaian berita acara persidangan;
Mahkamah
4. Dalam Rapat Pleno sebagaimana dimaksud butir 2, Majelis Sidang Etik
Konstitusi.
mendengarkan pertimbangan atau pendapat tertulis para Majelis Sidang Etik untuk selanjutnya menetapkan putusan;
5. Penetapan putusan dalam Rapat Pleno Majelis Sidang Etik dilakukan secara musyawarah untuk mufakat;
6. Dalam hal tidak tercapai musyawarah untuk mufakat dalam penetapan keputusan dapat dilakukan berdasarkan suara terbanyak;
7. Dalam hal terjadi perbedaan dalam pengambian keputusan menyangkut hal ikhwal yang luar biasa, setiap anggota Majelis Sidang Etik yang berbeda pendapat dapat menuliskan pendapat yang berbeda sebagai lampiran putusan dan dibacakan dalam penetapan putusan sidang Mahkamah Etik; dan
8. Putusan Mahkamah Etik bersifat final dan mengikat.
IV.6. Sanksi
1. Politisi dan partai politik yang melanggar Kode Etik Politisi dan Kode Etik Partai politik dapat diberi sanksi ringan, sanksi sedang, dan sanksi berat;
2. Sanksi ringan dapat berupa teguran lisan dan teguran tertulis;
3. Sanksi sedang dapat berupa (a) diberhentikan sementara dari keanggotaan dan/atau kepengurusan partai; dan (b) diberhentikan sementara dari jabatan publik yang disandangnya; dan
Merekomendasikan
4. Sanksi berat dapat berupa:
kepada KPU dan
a. Merekomendasikan kepada institusi terkait agar yang bersangkutan
Bawaslu untuk
dicabut haknya untuk memimpin partai dan menduduki jabatan publik
mendiskualifikasi
untuk jangka waktu tertentu.
hak partai
b. Memberhentikan yang bersangkutan dari keanggotaan dan/atau
politik menjadi
kepengurusan partai.
peserta pileg
c. Merekomendasikan yang bersangkutan diberhentikan dari jabatan publik
dan mengajukan
yang disandangnya.
d. Mendiskualifikasi caleg dari pencalonan pada pemilu legislatif.
pasangan calon
dalam pilkada dan
e. Merekomendasikan pembubaran partai politik yang melakukan
pilpres.
pelanggaran etik berat kepada Mahkamah Konstitusi.
f. Merekomendasikan kepada KPU dan Bawaslu untuk mendiskualifikasi hak partai politik menjadi peserta pileg dan mengajukan pasangan calon dalam pilkada dan pilpres.
V. PENUTUP DAN REKOMENDASI
Kode etik politisi dan partai politik ini dibuat agar menjadi pegangan bagi politisi dan partai politik dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam sistem demokrasi. Beberapa negara yang sistem demokrasinya sudah mapan juga memiliki kode etik bagi politisi dan partai politik. Bedanya ialah, ada negara yang membuat kode etik dan kode prilaku secara terpisah, ada pula yang menyatukannya di dalam
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
satu naskah. Perbedaan lain yang menyolok ialah ada negara yang di dalam menerapkan sanksi atas pelanggaran kode etik dan kode prilaku menggunakan lembaga yang berada di luar partai, bersifat permanen dan ketat, ada pula negara yang hanya mengandalkan institusi internal partai dalam menegakkan kode etik dan kode prilaku politisi dan partai politik.
Satu hal penting yang perlu dicatat ialah, kode etik dan kode perilaku politisi dan partai politik sebaiknya sejalan, koheren dan tidak bertentangan dengan aturan-aturan hukum yang berlaku di negara tersebut, dari UUD, UU Kepartaian, UU pemilu eksekutif dan legislatif. Harmonisasi perundang-undangan terkait dengan partai politik, politisi, pemilu, pemerintahan di pusat dan di daerah adalah suatu keniscayaan.
Kode etik dan kode perilaku politisi dan partai politik perlu dibuat dan diterapkan secara baik agar partai politik dan politisi bersikap dan berperilaku baik pula. Untuk itu diperlukan mahkamah dan peradilan etik yang bersifat ad hoc yang berada di luar institusi partai agar berlaku bagi semua partai politik dan politisi. Ini semua untuk membangun legitimasi politik dan kepercayaan publik terhadap partai politik dan politisi serta membangun sistem demokrasi yang mapan. Baiknya partai politik dan politisi akan menjadikan demokrasi di Indonesia baik pula, demikian juga sebaliknya.
Agar Naskah Kode Etik Politisi dan Partai Politik ini memiliki dampak yang mengikat dan memberikan keharusan untuk dijalankan kepada partai politik di Indonesia, sejumlah pihak (stakeholders) dalam workshop di Makassar, Surabaya dan Medan merekomendasikan beberapa hal, antara lain: Pertama, agar substansi naskah kode etik ini menjadi salah satu bagian penting pada Undang- Undang tentang Partai Politik. Kedua, Naskah ini menjadi salah satu persyaratan mutlak apabila negara akan memberikan dana dari APBN kepada partai politik sebagai salah satu konsekuensi logis partai menjadi badan hukum publik. Ketiga, Kementerian Hukum dan HAM menerapkan naskah kode etik politisi dan parpol ini sebagai bagian mutlak dari persyaratan partai-partai politik yang akan mengajukan permintaan badan hukum kepada Kementerian Hukum dan HAM. Keempat, adanya gerakan masyarakat sipil secara terus menerus agar naskah kode etik politisi dan partai politik ini menjadi sebuah keniscayaan bagi partai politik di Indonesia. n
58 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly, Peradilan Etik dan Etika Konstitusi , (Jakarta: Sinar Grafika, 2014). Amal, Ichlasul, ed., Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, (Yogyakarta: TWC, 1996).
Asshiddiqie, Jimly, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai dan Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005).
Ashiagbor, Sefakor, Political Parties and Democracy in Theoretical and Practical Perspectives NDI and USAID, 2008
Aceron, Joy,“It’s the (non-) System Stupid!: Explaining ‘Mal-Development’ of Parties in The Phillipines,” dalam Reforming the Philippine Political Party System: Ideas and Initiatives, Debates, and Dynamic, (FES, 2009).
Abginn (2014), “Recruitment Options for a Democratic Majority in the US House in 2016,” dalam www.aceproject.org, diakses melalui www.dailykos.com. Act on Political Parties (Political Parties Act) (Parteiengesetz – PartG) [of 24 July 1967]. In the version published on 31 January 1994 (Federal Law Gazette I 1994, p. 149), last amended by the Ninth Act amending the Political Parties Act, of 22 December 2004 (Federal Law Gazette I 2004).
Badoh, Z. Fahmy, dan Abdullah Dahlan, Korupsi Pemilu di Indonesia, (Jakarta: Yayasan TIFA dan IC, 2010).
Budi, Arya,“Membongkar Vote Player dalam Politik Kepartaian Indonesia Menuju Pemilu 2014,” dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol 17, Nomor
1. Juli 2013: 55. Budiardjo, Miriam, Partisipasi dan Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai,
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998). ------------, Dasar-Dasar Ilmu Politik (edisi revisi),( Jakarta: PT Gramedia, 2008).
Bennett, Colin, 2013, “The Politics of Privacy and the Privacy of Politics: Parties, Elections, and Voter Surveillence in Western Democracies,” dalam First Monday, Vol. 18, No. 8.
Bowman, Ann, State and Local Government: The Essentials, (Boston: Wadsworth, 2012).
Bone, Huge A, & Austin Ranney, Politics and Voters, (USA: Mc Graw-Hill, 1981). Carlos Clarita R. & Dennis M. Lalata, with Dianne C. Despi & Portia R. Carlos,
Democratic Deficits in the Phillipines: What is to be Done, (Centre for Political and Development Reform & KAS, 2010).
Croisant, Aurel, “Electoral Politics in South Korea,” dalam http://library.fes.de/ pdf-files/iez/0136100�.pdf, diunduh pada 3 Mei 2016.
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
Campbell, August et.al., The American Voter, (USA, Jhon Wiley and Sons, Inc., 1966).
“Code of Ethics and Conduct Quebec Liberal Party”, Parti Liberal du Quebec, dalam
https://www.plq.org/files/documents/03_code_of_ethics.pdf, diakses pada 18 Mei 2016. “Code of Official Conduct, Rules of the House of Representatives-114th Congress”, dalam https://ethics.house.gov/publication/code-official- conduct, diakses pada 20 Juni 2016.
Constitutional Reform and Governance Act, 2010. “California Democratic Party Voter Services Committee”, dalam www.cadem.
org, diunduh pada 14 September 2016. Dhakidae, Daniel,“Partai-Partai Politik di Indonesia Kisah Pergerakan dan
Organisasi dalam Patahan-Patahan Sejarah,” dalam Tim Penelitian dan Pengembangan Kompas, Partai-Partai Politik Indonesia Ideologi, Strategi, dan Program,( Jakarta: Gramedia, 1999).
Dye, Thomas R., Politics in States and Communities, (New Jersey: Pearson Education, 2009). DPR, Kode Etik DPR, dalam http://www.dpr.go.id/files/kode_etik_2015.pdf, diakses pada 2 April 2016.
DKPP, Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu, dalam https://www. scribd.com/document/216563102/Pedoman-Beracara-DKPP, diakses pada
2 April 2016. Democratic Party of Virginia, The Local Committee Chairs Handbook of
Democratic Party of Virginia, (Virginia: Democratic Party of Virginia, 2016).
“Daerah Otonom (Provinsi, Kabupaten, Dan Kota) Di Indonesia Per Desember 2013”, dalam http://www.otda.kemendagri.go.id/images/file/data2014/ file_konten/jumlah_daerah_otonom_ri.pdf, diunduh pada 10 Mei 2016.
Evans, Kevin Raymond, Sejarah Pemilu & Partai Politik di Indonesia, (Jakarta: PT. Aries Consultancies, 2003). Elections Manitoba, “Shared Code of Ethical Conduct”, 1999, dalam http://www. electionsmanitoba.ca/en/Political_Participation/Ethical_Conduct, diakses pada 7 Mei 2016.
European Parliament’s Committee on Constitutional Affairs, The Selection of Candidates for The European Parliament By National Parties and the Impact of European Political Parties, (Brussels, 2009).
“European Parliament, Criteria, conditions, and procedures for establishing a political party in the Member States of the European Union,” DE, FR, 2012: 48.
Feith, Herbert & Lance Castles (eds.), Indonesian Political Thinking 1945-1965, (Ithaca: Cornell University Press, 1970).
Fisher, Justin, Edward Fieldhouse, dan David Cutts, 2011, Members are Not the Only Fruit: Volunteer Activity in Political Parties, makalah dipresentasikan dalam The Annual Conference of the PSA Elections, Public Opinion, and Parties Specialist Group (EPOP),; www.allthingdemocrat.com, diunduh
60 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
pada 14 September 2016. Gideon, Rahat, “Which Candidate Selection Method is More Democratic?”,
Center for the Study of Democracy (CSD) Working Papers. Green, John C., Daniel J. Coffey dan David B. Cohen (eds.), The State of
The Parties: The Changing Role of Contemporary American Parties, (Maryland: Rowmand & Littlefield, 2014).
Geddes, Barbara, Politician’s Dilemma: Building State Capacity in Latin America. (Berkeley: University of California Press, 1994). Hamid, �ulkifli, Sistem Politik Australia, (Jakarta: Remaja Rosdakarya dan LIPI- FISIP-UI, 1999).
Hazan, Reuven Y. & Gideon Rahat, Democracy within Parties: Candidate Selection Methods and their Political Consequences. Oxford: Oxford University Press, 2010.
-------, Reuven Y.,“Candidate Selection,” dalam Lawrence LeDuc, Richard G. Niemi dan Pippa Norris, Comparing Democracies 2, New Challenges in the Study of Elections and Voting, (London: Sage Publictions, 2009).
Haris, Syamsuddin (ed.), Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai: Proses
Nominasi dan Seleksi Legislatif Pemilu 2004, (Jakarta: Gramedia, 2005). -------, Partai, Pemilu dan Parlemen Era Reformasi, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2014). -------, Pemilihan Umum 1955, (Jakarta: LP3ES, 1985). Husodo, Adnan Topan, “Gunung Es Korupsi di Parlemen,” dalam Jangan Bunuh
KPK, (Jakarta: Gramedia, 2009). --------, “Kode Etik, Sistem Rekrutmen dan Kaderisasi Partai Politik”, Materi
Paparan FGD LIPI-KPK di Jakarta, 31 Mei 2016. Heywod, Andrew, Politics, third edition, (Macmillan: Palgrave foundation,
2007). IDEA, “Code of Conduct for Political Parties: Campaigning in Democratic
Elections”, dalam http://www.idea.int/publications/catalogue/code- conduct-political-parties-campaigning-democratic-elections-0, diakses pada 1 Maret 2016.
Katz, Richard S.,“The Problem of Candidate Selection and Models of Party Democracy,” dalam Arya Budi, Partai: Tantangan Lembaga Demokrasi ke Organisasi Demokratis, (Pol-Tracking Institute: Center for Democracy & Leadership Research).
Kavanagh, Denis, Political Science and Political Behaviour, (London: George Allen& Unwin, 1983).
Labour Party, 2013, Labour Party Rule Book 2013, London: Labour Party; www. gp.org yang diunduh pada 12 September 2016.
“Laporan Rilis Survei 13 Mei 2014 “Split-ticket Voting, Karakteristik Personal, dan Elektabilitas Capres” – dalam http://www.indikator.co.id/news/ details/2/49/Laporan-Rilis-Survei-13-Mei-2014-Split-ticket-Voting- Karakteristik-Personal-dan-Elektabilitas-Capres-#sthash.4rjwJ0WK.dpuf, diakses pada 3 Maret 2016.
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
“Legislative Ethics: A Comparative Analysis”, Legislative Research Series Paper No.4, National Democratic Institute for International Affairs, 1999.
Maor, Moshe, Political Parties & Party Systems: Comparative Approaches & the British Experience, (London and New York: Routledge, 1997). Meleshevich, Andrey A, Party Systems in Post-Soviet Countries: A Comparative Study of Political Institutionalization in the Baltic States, Russia, and Ukraine, (New York: Palgrave Macmillan, 2007).
Mas’oed, Mochtar & Collin Mac Andrews, Perbandingan Sistem Politik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press: 2000).
Masood, Alauddin, “Code of Ethical Conduct for Political Parties”, KAS, Juli 2008, dalam http://www.kas.de/wf/doc/kas_14598-1522-1-30. pdf?120222103614, diakses pada 8 Mei 2016.
“Model Code of Conduct for the Guidance of Political Parties and Candidates”, Election Commission of India, 2007, dalam http://www.eci.gov.in., diakses pada 18 Mei 2016.
“Munaslub Golkar di Bali: Kaderisasi Unik Mahyudin Sekasur, Sedapur, Sesumur, Sedulur”, dalam http://bali.tribunnews.com/2016/05/13/kaderisasi-unik- mahyudin-sekasur-sedapur-sesumur-sedulur, 13 Mei 2016, diakses pada
15 Juni 2016. National Democratic Institute for International Affairs, “Legislative Ethics:
A Comparative Analysis”, Legislative Research Series Paper #4, dalam https://www.ndi.org/files/026_ww_legethics.pdf, diakses pada 2 Maret 2016.
NDI, “Republic of Macedonia Code of Conduct of Political Parties for Free and Fair Parliamentary”, dalam http://iknowpolitics.org/sites/default/files/ macedonia20_code20of20conduct.pdf, diakses pada 3 April 2016.
National Electoral Commission Republic of Sierra Leone, “Code of Election Campaign Ethics”, 13 Juni 2007, National Electoral Commission, dalam http://news.sl/drwebsite/exec/view.cgi?archive=4&num=5760&printer=1, diakses pada 5 Maret 2016.
Pamungkas, Sigit, Partai Politik: Teori dan Praktik di Indonesia, (Yogyakarta: Institute for Democracy and Welfarism, 2011).
Park, Cheol Hee,“Institutionalization of Party Political Democracy and the Challenges of Stable Governance in South Korea,” dalam International Political Science Review, Vol. 30 No. 5, Sage Publication: November 2009.
Prakoso, Rizki Andono (Tesis), Politik Kekuasaan Vladimir Putin di Rusia Tahun 2003-2007, Jakarta: Juni 2012. Protsyk & Marius Lupsa Matichescu, “Clientelism and Political Recruitment in Democratic Transtition Evidence From Romania”, Comparative Politics, Vol. 43, No. 2, Januari 2011.
Preston, Noel, & Charles Sampford (eds), “Ethics and Political Practice”, Routledge Studies in Governance and Public Policy, 2003.
Pillet, Jean-Benoit Rumyana Kolarova, dkk., Constitutional Affairs: The Selection of Candidates for the European Parliament by National Parties and the
62 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
Impact of European Political Parties, (Brussels: European Parliament, 2009).
Political Parties Act, (Parteiengesetz – PartG) [of 24 July 1967]. Dalam versi yang dipublikasikan pada 31 Januari 1994 (Federal Law Gazette I 1994, hlm. 149), amandemen terakhir dilakukan oleh Ninth Act amending the Political Parties Act, 22 Desember 2004 (Federal Law Gazette I 2004, hlm. 3673).
“Pasek Ungkap Aturan Rekayasa Kongres Demokrat”, dalam http://nasional. sindonews.com/read/999017/12/pasek-ungkap-aturan-rekayasa-kongres- demokrat-1431081012, 8 Mei 2015.
Partai Demokrat, Kode Etik dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Partai Demokrat, dalam http://www.demokrat.or.id/wp-content/uploads/2012/03/Kode-Etik- Partai-Demokrat.pdf, diakses pada 2 April 2016.
PDIP, Kode Etik dan Disiplin Anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Quimpo, Nathan Gilbert,“The Philippines: Political Parties and Corruption,” dalam Southeast Asian Affairs (2007), ISEAS: 2007. Romli, Lili, Pelembagaan Partai Politik Pasca-Orde Baru, (Jakarta: Pusat Penelitian Politik-LIPI, 2008).
Rahat dan Hazan, 2010, dalam Jean-Benoit Pillet, Emilie Van Haute, dkk., 2012, Constitutional Affairs: Criteria, Conditions, and Procedures for Establishing a Political Party in the Member States of the European Union, Brussels: European Parliament.
Rooks, Douglas, Statesman: George Mitchell and the Art of Possible, (Maryland: Rowmand & Littlefield, 2016). Resolusi UN General assembly, A/RES/51/59, 28 January 1997. http://www.alecomm.com/index.php/governments/politics/political- parties/961-list-of-registered-political-parties diakses pada 18 Agustus 2016.
Republican Party of Texas, 2015, Precinct Chairman Handbook, (Texas: Republican Party of Texas, 2015).
Riset Pusat Penelitian Politik LIPI, Aisah Putri Budiatri Zidni (koordinator), “Faksi dan Konflik Internal Partai Politik di Indonesia Era Reformasi”, (Jakarta, P2Politik LIPI: 2016).
Suleman, �ulfikri, “Mahkamah Etik Penyelenggara Negara di Negara Demokrasi,” dalam Jurnal Etika & Pemilu, edisi 1, Mei 2015: 14. Siavelis, Peter M. dan Scott Morgenstern, “Candidate Recruitment and Selection, Latin America: A Framework for Analysis”, Latin American Politics and Society, Vol. 50, Issue 4 Winter 2008.
S. Mainwaring & T. R. Scully, 1995, Building Democratic Institutions: Party
Systems in Latin America, (Stanford, CA: Stanford University Press). Scarrow, Susan E, Parties and Their Members, Organizing for Victory in Britain
and Germany,(New York: Oxford University Press, 1996). Schwartz, Mark S, “Effective Corporate Codes of Ethics: Perceptions of Code
Users”, Journal of Business Ethics, 55: 323-343/ 2004.
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
Sadan, Nirvachan, “Election Commission of India”, Model Code of Conduct for the Guidance of Political Parties and Candidates, Election Commission of India, 2007.
Steinberg, David I. & Myung Shin, “Tensions in South Korean Political Parties in Transition: From Entourage to Ideology,” dalam Asian Survey, Volume 6, Juli, Agustus 2006.
Section 2 “definition of a political party” ayat 2. Germany political Parties Acts 2004. Section 3 “definition of a political party” ayat 3. Germany political Parties Acts 2004.
Section 4, “name”, Germany political Parties Acts 2004. Seksi 10-13 dari Akta tentang asosiasi tertanggal 5 August 1964 (Federal Law
Gazette I). Summary Offence, section 66, RPA (Representation of People Act) 1983, dalam
http://www.legislation.gov.uk/ukpga/1983/2/pdfs/ukpga_19830002_ en.pdf, diakses pada 2 September 2015.
State Primary Election Types, dalam www.ncsl.org, diakses pada 26 September 2016.
The Republican National Committee, 2014, The Rules of The Republican Party, The Republican Party; www.gop.com diunduh pada 25 September 2016.
The Electoral Comission: Guidance on Policing Elections and Referendums, February 2011.
“Thematic Compilation of Relevant Information Submitted by Republic of Korea, Article � UNCAC, Code of Conduct for Public Officials”, dalam https:// www.unodc.org/documents/corruption/WG-Prevention/Art_8_Codes_of_ conduct/Republic_of_Korea.pdf, diakses pada 20 Juli 2016.
The House Magazine, 5 July 1995. The Zanzibar Electoral Commission, “Guidelines for Political Parties Code of
Ethics for 2015 Election”, Zanzibar Electoral Commission, 2015. Thomas, Paul G, “A Code of Ethics or Code of Conduct for Political Parties as a
Potential Tool to Strengthen Electoral Democracy in Canada”, Elections Canada, 2014.
Wood, David, The Step Back, Ethic and Politics After Deconstruction, (New York: State University of New York Press Albany, 2005).
Wheeler, Paul, “Political Recruitment: How Local Parties Recruit Councillors”, Joseph Rowntree Foundation, 2006. https://www.gov.uk/government/collections/civil-service-conduct-and-guidance diakses 4 September 2016 http://www.electoralcommission.org.uk/__data/assets/pdf_file/0008/108485/ Code-of-conduct-postal-vote-applications-England-Wales-2012.pdf diakses 4 September 2016
http://www.aph.gov.au/About_Parliament/Parliamentary_Departments/ Parliamentary_Library/pubs/rp/rp9899/99rp02 diakses 18 Agustus 2016 http://www.elections.ca/res/rec/tech/cod/pdf/code_of_ethics_e.pdf diakses 18 Agustus 2016.
64 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
h t t p : / / w w w. a p h . g o v. a u / A b o u t _ P a r l i a m e n t / P a r l i a m e n t a r y _ Departments/Parliamentary_Library/pubs/rp/rp9899/99rp02 diakses pada 18 Agustus 2016
http://www.elections.ca/res/rec/tech/cod/pdf/code_of_ethics_e.pdf, diakses pada 18 Agustus 2016.
Undang-Undang dan Dokumen
Pasal 7 Undang Undang No.10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Pasal 5, 6 dan 7 UU No.42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 6 UU 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Pasal 7 UU 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Ketentuan persyaratan calon pada Undang-undang No. 8 tahun 2012
tentang Pemilu Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-
Undang. Juklak -5/DPP/Golkar/IX/2005 yang dikuatkan dengan keluarnya
Keputusan Nomor 145/DPP/Golkar/II/2007 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2015 tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Peraturan Dewan Kehormatan Penyelengara Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.
Focus Group Discussion (FGD) Jakarta
FGD 1, Selasa, 31 Mei 2016, Hotel Santika Jakarta. FGD 2, Rabu, 1 Juni 2016, Hotel Santika Jakarta.
Surabaya
FGD 1, Kamis, 9 Juni 2016, Hotel Mercure Surabaya. FGD 2, Jumat, 10 Juni 2016, Hotel Mercure Surabaya. FGD 3, Sabtu, 11 Juni 2016, Hotel Mercure Surabaya.
Makassar
FGD 1, Selasa, 21 Juni 2016, Hotel Aryaduta Makassar. FGD 2, Rabu, 22 Juni 2016, Hotel Aryaduta Makassar. FGD 3, Kamis, 23 Juni 2016, Hotel Aryaduta Makassar.
Medan
FGD 1, Selasa, 26 Juli 2016, Hotel Santika Medan.
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
FGD 2, Rabu, 27Juli 2016, Hotel Santika Medan. FGD 3, Kamis, 28 Juli 2016, Hotel Santika Medan.
Wawancara Jakarta
1. Prof. Dr. R. Siti Zuhro, peneliti senior LIPI, Kamis, 25 Agustus 2016
2. Prof. Dr. Jimly Assiddiqie, Ketua DKPP, Kamis, 25 Agustus 2016
3. Prof. Dr. Hamdi Muluk, Dosen Universitas Indonesia, Kamis, 25 Agustus 2016
4. Prof. Dr. Maswadi Rauf, Dosen FISIP UI, Selasa, 29 Agustus 2016
5. Dr. J. Kristiadi, Peneliti CSIS, Selasa, 6 September 2016
Surabaya
1. Gubernur Jawa Timur, Bapak Soekarwo, Jumat, 10 Juni 2016.
2. Wakil Walikota Surabaya, Whisnu Sakti, Sabtu, 11 Juni 2016.
3. Dr. Priyatmoko, Dosen FISIP UNAIR, Senin, 13 Juni 2016.
4. Prof. Dr. Ramlan Surbakti, Senin, 13 Juni 2016.
5. Redaktur Harian Surya, Selasa, 14 Juni 2016.
6. Redaktur Jawa Pos, Selasa, 14 Juni 2016.
Makassar
1. Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Ir. H. Agus Arifin Nu’mang, MS, Jumat,
24 Juni 2016.
2. Wakil Walikota Makassar, Dr. Syamsu Rizal MI, Senin, 20 Juni 2016.
3. Rektor Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Dwia A. Tina Pulubuhu, Jumat, 24 Juni 2016.
4. Rektor UIM, Prof. Dr. Majdah M. Zain, Kamis, 23 Juni 2016.
5. Wakil Rektor UIN Alauddin Makassar, Prof. Dr. Lomba Sultan, Sabtu, 25 Juni 2016.
6. Redaksi Fajar TV, Rabu, 22 Juni 2016.
7. Redaksi Tribun Makassar, Jumat, 24 Juni 2016.
Medan
1. Gubernur Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi, Selasa, 26 Juli 2016.
2. Prof. Dr. Subhilhar (Mantan Rektor USU), Selasa, 26 Juli 2016.
3. Wakil Walikota Medan, Akhyar Nasution, Rabu, 27 Juli 2016.
4. Sumut Pos, Kamis, 28 Juli 2016.
5. Sinar Indonesia Baru, Kamis, 28 Juli 2016
6. Kantor Biro Antara Sumut, Jumat, 29 Juli 2016
7. Charles Silalahi, Peradi, Jumat, 29 Juli 2016.
8. AJI Sumut, Sabtu, 30 Juli 2016.
66 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK BIODATA PENYUSUN
Syamsuddin Haris
Profesor Riset pada Pusat Penelitian Politik LIPI. Ia menyelesaikan program doktor ilmu politik pada Universitas Indonesia (2008). Selain mengajar pada program pascasarjana di FISIP Universitas Nasional dan FISIP UI, professor riset bidang perkembangan politik Indonesia ini juga aktif di Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) dan juga aktif dalam Elektoral Research Institute (ERI). Ia telah menulis sejumlah buku, diantaranya “Demokrasi di Indonesia: Gagasan dan Pengalaman” (2005) yang memperoleh penghargaan sebagai buku terbaik di bidang ilmu sosial dari yayasan buku utama (2006), “Masalah-Masalah Demokrasi dan Kebangsaan Era Reformasi” (Yayasan Pustaka Obor, 2014) dan “Partai, Pemilu, dan Parlemen Era Reformasi” (Yayasan Pustaka Obor, 2014).
Ikrar Nusa Bhakti
Adalah mantan Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI). Gelar sarjana ilmu politik diperolehnya dari FISIP UI dan Ph.D. di bidang Sejarah Politik dari School of Modern Asian Studies, Griffith University Brisbane, Australia. Beberapa kontribusi tulisannya telah diterbitkan, antara lain termuat dalam buku-buku Tentara yang Gelisah, Tentara Mendamba Mitra, Bila ABRI Berbisnis, “…Bila ABRI Menghendaki, “Menata Negara, Militer dan Politik Kekerasan Orde Baru (Penerbit Mizan, Bandung); The Fall of Soeharto, Human Security in Asia, serta di jurnal-jurnal ilmiah lainnya.
Moch. Nurhasim
Peneliti Pusat Penelitian Politik-LIPI. Dia menyelesaikan studi S1 jurusan Politik di Universitas Airlangga dan S2 bidang Politik di Universitas Indonesia dengan tesis masalah perdamaian di Aceh. Penelitian yang pernah ditekuni adalah kaitannya dengan konflik di berbagai daerah, masalah pedesaan, pemilihan umum, dan masalah kemiliteran. Selain itu, dia juga aktif sebagai Pengurus Pusat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), Jakarta. Penulis dapat dihubungi melalui email: hasim_nur@yahoo.com
Sri Nuryanti
Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI. Ia menyelesaikan pendidikan sarjana ilmu politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada, pada tahun 1993 dan Menyelesaikan Pendidikan Master dari Faculty of Asian Studies, Australian National University, pada tahun 2001. Selain aktif terlibat dalam isu- isu politik nasional dan juga isu-isu politik lokal, ia pernah menjabat sebagai komisioner KPU RI pada tahun 2007-2012. Bidang kajian yang ditekuninya berkaitan dengan pemilu, partai politik, dan demokrasi. Kini, ia juga bergabung sebagai bagian dari Elektoral Research Institute (ERI).
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
Sri Yanuarti
Adalah peneliti Pusat Penelitian Politik - LIPI. Gelar sarjana ilmu politik diperolehnya dari Universitas Diponegoro Semarang. Beberapa kontribusi tulisannya telah diterbitkan, antara lain termuat di buku-buku Tentara yang Gelisah, Tentara Mendamba Mitra, Bila ABRI Berbisnis, Bila ABRI Menghendaki, Menata Negara, Pemilu 99 dan Kekerasan Politik, Militer dan Kekerasan Politik di Masa Orde Baru, dan lain-lain. Studi yang diminati adalah bidang politik domestik, khususnya berkaitan dengan kajian politik-militer. Karya atau bukunya antara lain: (1) Beranda Perdamaian: Aceh Tiga Tahun Pasca MoU Helsinki, 2008 (Pustaka Pelajar); (2) Model Capacity Building Lembaga Pemerintah dan Masyarakat: Upaya Penyelesaian Konflik di Maluku, 200� (LIPI); (3) Problematik Capacity Building: Upaya Penyelesaian Konflik di Maluku, 2007 (LIPI); (4) Pengelolaan Keamanan Dalam Negeri: Studi Kasus Konflik Komunal, 200� (LIPI); dan (5) Pengelolaan Pertahanan di Daerah (Dephan, 2008).
Mardyanto Wahyu Tryatmoko
Adalah peneliti pada Bidang Perkembangan Politik Lokal, Pusat Penelitian Politik (P2P), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Ia mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Politik dari Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada pada tahun 2001. Setelah bergabung dengan LIPI pada tahun 2002, Mardyanto aktif melakukan penelitian di bidang konflik dan otonomi daerah. Pada tahun 2009, ia mendapatkan dua gelar master yaitu dari Magister Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang dan Economic, Planning, and Public Policy Program (EPP), National Graduate Institute for Policy Studies (GRIPS), Tokyo, Jepang.
Irine H. Gayatri
adalah Peneliti Madya pada Puslit Politik LIPI dan Pimred situs Puslit Politik LIPI. Gelar Master diperoleh dar i Uppsala University, Swedia. Bidang kajiannya mencakup isu-isu konflik dan perdamaian, konflik Sumber daya alam, gender, politik dan hak-hak minoritas. Beberapa hasil karyanya dapat dibaca di: https:// www.researchgate.net/profile/Irine_Gayatri/contributions Email: irine.gayatri@gmail.com
Beberapa publikasi di media massa antara lain: http://www.thejakartapost.com/academia/2016/08/23/after-71-years-democratic- deficit-remains.html
Opini di The Jakarta Post http://www.thejakartapost.com/news/2016/04/23/1965- symposium-youth-and-reconciliation.html
Opini di Deutsche Welle http://www.dw.com/id/pluralisme-tahun-2015-di- bawah-pemerintahan-jokowi-jk/a-189332 56
Co author dengan Philips J. Vermonte dalam buku berjudul “The Increased Number of Female Members of Parliament: Identifying its Origins and Obstacles in Indonesia, The Philippines and Timor-Leste” dalam http://iknowpolitics.org/sites/default/files/ikat_us_party_recruitment_en_-_final. pdf
68 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
Sarah Nuraini Siregar
Sarah Nuraini Siregar sejak tahun 2004 sampai sekarang menjadi salah satu peneliti bidang perkembangan politik nasional di Pusat Penelitian Politik LIPI dengan konsentrasi studi Reformasi Sektor Keamanan dan Demokratisasi . Gelar Sarjana dan Master Ilmu Politik diraih dari FISIP UI. Tulisannya telah diterbitkan sebagai bagian dari karya buku antara lain: Problematika Pengelolaan Keamanan dan Pertahanan di Wilayah Konflik (Aceh dan Papua), Model Kaji Ulang Pertahanan Indonesia: Supremasi Sipil dan Transformasi Pertahanan, Evaluasi Penerapan Darurat Militer di Aceh 2003-2004, dan Hubungan Sipil Militer Era Megawati. Kajian Kepolisian dan Demokrasi di antaranya: Polri di Era Demokrasi: Dinamika Pemikiran Internal, Evaluasi Reformasi Polri, Beranda Perdamaian Aceh, dan sebagai Pemakalah tentang Pemolisian Masyarakat di forum internasional, serta karya lainnya di jurnal nasional. Saat ini ia juga aktif sebagai salah satu staf pengajar di jurusan Ilmu Politik FISIP UI.
Indriana Kartini
Peneliti pada Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI sejak 2003 hingga sekarang. Menyelesaikan pendidikan S1 di Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran pada tahun 2002. Penulis melanjutkan studi S2 di University of Melbourne, Australia, dan memperoleh gelar Master of International Politics pada tahun 2008. Penulis juga aktif dalam Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES), dan redaktur Jurnal Masyarakat Indonesai.
Aisah Putri Budiatri
adalah peneliti pada Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.Ia mengenyam pendidikan ilmu politik program sarjanadi Universitas Indonesia dan program pasca-sarjana di Rockefeller College, State University of New York at Albany (SUNY at Albany). Beberapa tulisan akademik mengenai partai politik, parlemen, pemilu, konflik Papua, dan perempuan politik telah diterbitkan di dalam jurnal, buku dan dipresentasikan di dalam konferensi nasional dan internasional. Beberapa judul artikel yang telah diterbitkan diantaranya berjudul: “Pengawasan DPR RI 1999-2004: Mewakili Partai, Mengabaikan Rakyat?”, “Representasi Perempuan dalam Pusaran Politik Papua,” “Peran Partai Politik dalam Meningkatkan Keterwakilan Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR RI dan DPRD),” dan beberapa artikel lainnya.
NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
70 NASKAH KODE ETIK POLITISI DAN PARTAI POLITIK
Diterbitkan oleh:
Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Kedeputian Pencegahan, Komisi Pemberantasan Korupsi Bekerja sama dengan
Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2Politik LIPI)