dengan sabar memberikan pilihan kepada Atta untuk melanjutkan pernikahan atau secepatnya memproses perceraian.
Sedangkan mertua Atta digambarkan sebagai sosok yang tidak objektif karena menelan begitu saja cerita yang disampaikan suaminya tanpa menanyakan dulu
kebenarannya. Sehingga mereka menunjukkan rasa permusuhan dan kebencian yang mendalam kepada Atta ketika meninggalkan suami yang terus-menerus melakukan
kekerasan dalam rumah tangganya.
3.1.2.3 Tindakan
Beberapa tindakan sudah dilakukan Atta sebagai bentuk toleransi kepada suaminya. Dari sebelum hamil ia mengalami kekerasan dalam rumah tangga hingga hamil dan
melahirkan. Namun ketika kehamilan kedua, ia memutuskan untuk meninggalkan suami. Itupun karena alasan agar kehamilannya tak terganggu akibat kekerasan yang dialami
suaminya ketika sedang marah dan tersinggung. Suami Atta pada awal pernikahan sudah mulai menunjukkan karakter aslinya
dengan selalu membanting, melempar, menendang barang-barang yang ada di sekelilingnya ketika marah. Namun walau sebentar, ia juga pernah menunjukkan
perilaku baiknya dengan lembut dalam bertindak dan bertutur serta giat bekerja ketika Atta diketahui mengandung anak pertamanya. Kembali ia melakukan tindakan kasar
setelah anak pertama lahir dan seiring dengan usaha yang kian tak baik dan tekanan ekonomi yang dialaminya. Tindakan kasar dan kekerasan yang dilakukannya tak lagi ke
barang yang ada di sekelilingnya, namun sudah mengarah pada ‘main tangan’ ke tubuh
Atta istrinya sendiri. Hal ini Nampak pada ungkapan pelaku confession pada paragraf ke-5 yaitu;
Dan yang tak kuduga, dia mulai “main tangan” ke tubuhku. Memaki, menendang, mencaci, memukul. Aku selalu mendapat “:hadiah” darinya yang membuat tubuhku selalu “berwarna”,
merah, biru, lebam setelah pertengkaran. Aku mencoba bertahan, terutama mengingat dia pilihanku sendiri. Jadi, apapun yang terjadi kudampingi dia. Kuikhlaskan tubuhku berwarna bekas
gigitan dan tamparan, bahkan tendangannya. Aku menahan tangis tiap anakku bertanya, mengapa papanya marah seperti orang gila. Apalagi mendapatkan dia meringkuk ketakutan tiap kami habis
bertengkar.
Sedangkan orang tua Atta melakukan tindakan yang tepat sesuai apa yang dibutuhkan oleh anak yang dikasihinya. Tatkala Atta bersikeras dengan pilihannya ketika
menikah dahulu mereka menyetujuinya walau dengan rasa berat. Namun mereka juga mau menerima Atta tanpa syarat ketika anaknya memutuskan untuk kembali tinggal
bersamanya. Mertua Atta dalam feature di atas selain egosentris juga melakukan tindakan
pengabaian terhadap Atta dan cucunya setelah mendengarkan cerita kepergiannya dari rumah suaminya. Mereka taklagi menganggap keberadaan Atta dan anaknya sebagai
keluarga mereka sendiri yang perlu diperjuangkan dan didengarkan alasan meninggalkan suaminya yang dalam hal ini adalah anak mereka sendiri.
3.1.2.4 Dialog