KLASIFIKASI TANAH SAWAH

(2) Perubahan karena pembuatan teras

Dalam pembuatan teras, bagian atas lereng digali, sedangkan pada bagian bawah lereng, dilakukan penimbunan bahan tanah. Semakin curam lereng, penggalian tanah semakin dalam. Di bagian yang digali, horizon atas penciri (epipedon) dapat hilang, sementara horizon bawah penciri tertinggal sebagian atau hilang sama sekali. Dalam hal ini, dapat terjadi perubahan klasifikasi tanah dari Inceptisol menjadi Entisol (subgrup Lithic). Ultisol atau Alfisol dapat berubah menjadi Inceptisol, karena sebagian bahkan seluruh horizon argilik hilang tergali pada saat pembuatan teras. Kecuali itu, penggalian dapat menyebabkan lapisan plintit menjadi lebih dangkal, sehingga klasifikasi tanah dapat berubah pada tingkat subgrup, misalnya dari Typic Hapludult menjadi Plinthic Hapludult, atau bahkan pada tingkat great group, misalnya Hapludult berubah menjadi Plinthudult.

Pada bagian bawah lereng, yang tertimbun waktu pembuatan teras, terjadi juga perubahan klasifikasi tanah. Di tempat ini, profil tanah asal tertimbun bahan baru, sehingga terbentuk tanah Entisol buatan (artificial), atau terbentuk epipedon antropik yang tebal. Akibat penterasan menyebabkan sifat tanah yang kompleks, sehingga dalam satu teras petak sawah baru dapat ditemukan 2–3 polipedon yang sangat berbeda.

(3) Perubahan karena terbentuknya horizon tambahan

Terbentuknya lapisan tapak bajak tidak mempengaruhi klasifikasi tanah sampai tingkat famili, tetapi dapat digunakan sebagai pembeda pada tingkat seri tanah. Terbentuknya lapisan yang banyak mengandung Fe (Bir) dan Mn (Bmn), mungkin dapat juga merubah klasifikasi tanah.

Hal ini terjadi bila Bir yang tipis (1–2 mm) mengeras, sehingga memenuhi syarat sebagai horizon plakik (placic horizon). Dalam Taksonomi Tanah, jika horizon ini terbentuk maka dapat dikelompokkan dalam great group plakik, misalnya Placaquept dan Placaquand, atau subgrup plakik, misalnya Placic Haplaquept dan Placic Haplaquand.

Adanya akumulasi Fe/Mn yang tidak membentuk horizon plakik, bukan penciri Taksonomi Tanah sampai kategori famili. Perlu diusulkan penggunaannya sebagi penciri dalam Taksonomi Tanah, sesuai dengan sifat tanah sawah yang disebut Aquorizem (Kyuma and Kawaguchi, 1966).

27

Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah

(4) Perubahan karena terbentuknya horizon albik

Penggenangan dan pengeringan yang bergantian menyebabkan proses reduksi dan oksidasi yang bergantian di lapisan permukaan tanah, sehingga suatu proses yang disebut ferolisis dapat terjadi di lapisan tersebut, yang dapat membentuk horizon albik. Proses ferolisis umumnya terjadi pada tanah masam yang mengalami penggenangan dan pengeringan silih berganti.

Terjadinya warna pucat, pada dasarnya disebabkan oleh pencucian Fe yang kuat dari lapisan atas, karena pada saat tergenang besi-feri (Fe-III) tereduksi menjadi besi-fero (Fe-II) yang mudah larut. Suatu proses yang cukup kompleks telah terjadi dalam proses ferolisis, sehingga dapat terjadi penghancuran liat, dan apabila tanah mengandung mineral liat 2:1, maka dapat terbentuk mineral liat 2:1 interlayer, yang disebut “hydroxy interlayered vermiculite (HIV) (Brinkman, 1970). Apabila akibat penyawahan dapat menghasilkan horizon albik, maka klasifikasi tanah dalam tingkat great group dapat berubah, misalnya dari Haplaqualf menjadi Albaqualf.