Hubungan Sikap Perawat dalam Perawatan Infus dengan Terjadinya Plebitis Pada Pasien Usia 20-60 Tahun

2. Hubungan Sikap Perawat dalam Perawatan Infus dengan Terjadinya Plebitis Pada Pasien Usia 20-60 Tahun

Tabel 2 Tabulasi Silang Hubungan Sikap Perawat dalam Perawatan Infus dengan Terjadinya Plebitis

Kejadian Plebitis

Plebitis Plebitis

Adaptif

23 (100%) Mal Adaptif

28 (100%) Spearman rho

Sig (ρ) = 0,048 r = 0,377

Berdasarkan Tabel 2 terlihat responden dengan sikap adaptif sebanyak 23 orang, sebagian besar (82,6%) tidak terjadi plebitis dan sebagian kecil (17,4%) terjadi plebitis. Responden dengan sikap mal adaptif sebanyak 5 orang, sebagian besar (60,0%) terjadi plebitis dan sebagian kecil (40,0%) tidak terjadi plebitis.

Hasil uji statistic menunjukkan hubungan sikap perawat dalam perawatan infus dengan terjadinya plebitis. Berdasarkan gambar tersebut diperoleh koefisien korelasi hasil hitung ( hitung ) sebesar 0,377. Selanjutnya dibandingkan dengan r tabel product moment (sebagaimana tabel terlampir) pada jumlah responden 28, df = 26 sebesar 0,374, sehingga  hitung > tabel atau 0,377 > 0,374. Selain itu signifikan yang diperoleh 0,048 < 0,05, berarti terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel. Tingkat hubungan dinyatakan dengan interval koefisiensi korelasi rendah. Hipotesis yang menyatakan ada hubungan sikap perawat dalam perawatan infus dengan kejadian plebitis diterima.

Tabel 2 menunjukkan data dari 28 responden, sebagian besar responden bersikap adaptif dalam melakukan perawatan infus serta sebagian kecil bersikap mal adaptif dalam melakukan perawatan infus. Berdasarkan hasil analisis dengan uji statistik “Korelasi Spearman Rho” didapatkan tingkat kemaknaan (ρ)= 0,048, yang berarti ada hubungan antara sikap perawat dalam melakukan perawatan infus dengan terjadinya plebitis. Dengan nilai korelasi (r)= 0,377, yang berarti hubungan kedua variabel tersebut bersifat rendah. Semakin baik sikap yang dimiliki maka pelaksanaan perawatan infus akan lebih baik, demikian pula sebaliknya. Meskipun nilai korelasi rendah, sikap perawat sangat berpengaruh terhadap tindakan perawatan infus dengan terjadinya plebitis. Pada analisis sikap responden adaptif 23 orang dan terjadi plebitis 4 orang dikarenakan frekwensi pemberian obat yang lebih dari 3 kali pemberian dalam sehari. Akses intra vena tidak hanya digunakan untuk memasukkan cairan saja, akan tetapi akses tersebut juga digunakan untuk memasukkan obat-obatan. Pemberian obat-obatan ini yang terlalu sering menyebabkan reaksi antara obat dengan larutan infus, sehingga akan mempermudah kerusakan pembuluh darah. Reaksi yang timbul akibat pencampuran obat dan cairan dapat berupa penggumpalan. Gumpalan kecil ini akan mengakibatkan aliran darah menjadi tidak lancar, sehingga mempercepat kerusakan sel pembuluh darah yang disebut plebitis.

Stimulus yang diterima seseorang akan menimbulkan respon batin berupa sikap terhadap objek yang diketahui. Kemudian objek yang telah didasari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon berupa tindakan (Notoatmodjo, 2003). Jadi sikap seseorang akan mempengaruhi tindakannya dalam hal ini berupa melakukan perawatan infus. Namun demikian, suatu sikap belum secara otomatis terwujud dalam suatu bentuk tindakan. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri sendiri dan faktor external adalah faktor yang berasal dari luar dirinya. Salah satu faktor external adalah faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Dalam penelitian ini faktor external berupa ketersediaan fasilitas yang menunjang dalam melakukan perawatan infus.

Sikap seseorang dapat beurbah-ubah karena sikap dapat dipelajari. Sehingga sikap dapat berubah-ubah, bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang lain. Sikap tidak berdiri sendiri tetapi senantiasa Sikap seseorang dapat beurbah-ubah karena sikap dapat dipelajari. Sehingga sikap dapat berubah-ubah, bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang lain. Sikap tidak berdiri sendiri tetapi senantiasa

Menurut Jamaludin Ancok (2004) bahwa selain pengetahuan, faktor lain yang mempengaruhi sikap seseorang adalah keyakinan normatif terhadap suatu hal. Artinya walaupun orang tersebut mempunyai pengetahuan baik atau cukup, orang ini juga ingin mengetahui bagaimana orang lain memandang hal tersebut. Sikap ini bersifat sosial dalam arti kita menyesuaikan dengan orang lain dan menuntut perilaku kita sehingga bertindak sesuai sikap yang kita ekspresikan (Charles Abraham, 2002). Sikap seseorang dapat dipengaruhi oleh lingkungan, yakni bila lingkungan kerja yang kondusif untuk membentuk sikap yang baik maka sikap yang terbentuk menjadi baik pula.

Penelitian ini menunjukkan lebih dari setengan responden berpengetahuan baik dalam melakukan perawatan infus. Pengetahuan yang dimiliki akan menimbulkan kesadaran akan pentingnya melakukan perawatan infus dalam pencegahaan terjadinya plebitis. Karakteristik responden berdasarkan masa kerja, seluruhnya berpengalaman kerja lebih dari 2 tahun. Dari 28 responden, didapatkan sebagian besar responden bersikap adaptif dalam perawatan infus. Hal ini menunjukkan dengan bertambahnya pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan akan membentuk suatu sikap yang sesuai dengan tindakan sikap, yaitu : menerima, merespon, menghargai dan bertanggung jawab. Penelitian ini menunjukkan sikap perawat sudah mencapai tahap bertanggung jawab dalam melakukan perawatan infus.