HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
1) Hubungan Pemberian Inform Consent dengan Tingkat Kepuasan Pasien dalam Pelayanan Keperawatan Pre Operatif.
Tabel 1 Hubungan pemberian inform consent dengan tingkat kepuasan pasien dalam pelayanan keperawatan pre operatif di RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik tanggal 05 September 2011 sampai 15 Nopember 2011.
Total Informed Consent
Tingkat Kepuasan Pasien
Puas
Sangat Puas
F % Kurang
49 74,2 66 100 Uji Regresi Linear Ganda korelasi (r) = - 0,026, signifikasi (p) = 0,417
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa lebih dari setengah responden (56,0%) mendapatkan inform consent baik dan sebagian kecil responden mendapatkan inform consent kurang (1,5%). Berdasarkan hasil uji statistik regresi linear ganda diperoleh nilai angka korelasi (r) -0,026 dan nilai signifikasi yaitu 0,417, selain itu signifikasi hasil perhitungan nilai lebih besar dari 0,05 yaitu 0,417 berarti Ho diterima. Maka secara linear tidak ada hubungan antara pemberian informed consent dengan tingkat kepuasan pasien pre operatif.
Informed consent merupakan fungsi penting bagi pasien pada fase pra operatif/ bedah untuk mengetahui prosedur tindakan yang akan dilakukan. Informed consent harus dari pasien/ keluarga yang bersedia, informed consent dapat diberikan kepada keluarga dekat yaitu suami/ istri, anak tertua, orang tua dan kelurga terdekat. Pada kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai wewenang untuk melaksanakan operasi tanpa informed consent dari pasien atau keluarga, setelah dilakukan berbagai usaha untuk mendapat kontak dengan anggota keluarga pada sisa waktu yang masih mungkin. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 45 ayat 3 menjelaskan Informed Consent yang diberikan mencakup diagnosa dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang akan dilakukan, alternatif tindakan lain, risiko dan komplikasi serta prognosis tindakan yang akan dilakukan. Informed consent yang diberikan juga sebagai aspek legalitas dari setiap tindakan yang diberikan kepada pasien.
Hubungan informed consent dengan tingkat kepuasan pasien pada tindakan perawatan pre operatif tidak dapat dibuktikan pada penelitian ini, karena faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap tingkat kepuasan antara lain kualitas produk dan jasa, kualitas pelayanan, faktor emosional, harga serta biaya. Informed consent yang diberikan kepada pasien yang akan menjalani tindakan pembedahan juga lebih berpengaruh pada penurunan tingkat kecemasan, penurunan kekhawatiran terhadap tindakan yang akan dilakukan serta Informed consent memberikan efek ketenangan mental pada pasien yang akan menjalani tindakan pembedahan.
2) Hubungan Waktu Tunggu dengan Tingkat Kepuasan Pasien dalam Pelayanan Keperawatan Pre Operatif.
Tabel 2 Hubungan waktu tunggu dengan tingkat kepuasan pasien dalam pelayanan keperawatan pre operatif di RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik tanggal 05 September 2011 sampai 15 Nopember 2011.
Total Waktu Tunggu
Tingkat kepuasan Pasien
Puas
Sangat Puas
F % Kurang (lama)
5 7,6 Cukup (sedang)
51 77,3 Baik (cepat)
66 100 Uji Regresi Linear Ganda korelasi (r) = 0,095, signifikasi (p) = 0,224
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden (54,50%) mengatakan waktu tunggu cukup, sebagian responden (13,6%) mengatakan waktu tunggu baik, dan sebagian kecil responden mendapatkan waktu tunggu kurang (6,2 %). Berdasarkan hasil uji statistik regresi linear ganda diperoleh nilai angka korelasi (r) 0,095 dan nilai signifikasi yaitu 0,224, selain itu signifikasi hasil perhitungan nilai lebih besar dari 0,05 yaitu 0,224 berarti Ho diterima berarti secara linear tidak ada hubungan antara waktu tunggu dengan tingkat kepuasan pasien pre operatif.
Berdasarkan hasil uji statistik regresi linear ganda diperoleh nilai angka korelasi (r) 0,095 dan nilai signifikasi yaitu 0,224 yang berarti Ho diterima, maka secara linear tidak ada hubungan antara waktu tunggu dengan tingkat kepuasan pasien pre operatif.
Timbang terima pasien dipersiapkan di ruang premedikasi untuk menunggu waktu (ronde) operasi sesuai dengan jadwal operasi yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan pertimbangan (Protap, ISO 2008), dasar pertimbangan waktu tunggu operasi (ronde) operasi adalah, operasi bersih orthopedi, operasi bersih bedah umum, operasi bersih kontaminasi dan operasi kontaminasi dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan, menghindari terjadinya infeksi nosokomial, memperlancar kegiatan operasi serta efektifitas tenaga. Pemanggilan pasien dari ruangan dilakukan berdasarkan ketentuan ronde/ jadwal yang telah ditetapkan sehingga diharapkan waktu tunggu pasien di kamar operasi relatif singkat.
Penelitian ini sebagian besar dari responden mengatakan waktu tunggu di kamar operasi untuk tindakan operasi yang akan dilakukan cukup, sebagian kecil responden mengatakan waktu tunggu di kamar operasi untuk tindakan operasi yang akan dilakukan kurang (lama). Tetapi hubungan waktu tunggu operasi dengan tingkat kepuasan pasien pada tindakan perawatan pre operatif tidak dapat dibuktikan pada penelitian ini. Faktor kepuasan pasien dapat dipengaruhi oleh dimensi tangibles yang berarti peralatan yang modern, fasilitas fisik yang menarik, luas ruangan dan lingkungan yang nyaman, sehingga dengan dukungan fasilitas yang ada terutama di Instalasi Bedah Sentral pasien yang harus menunggu ronde/ jadwal tindakan operasi tetap merasa nyaman dan puas dengan pelayanan perawatan yang telah diberikan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pasien yang akan menjalani tindakan operasi merasa lebih tenang menunggu ronde/ jadual operasi di kamar operasi dari pada menunggu di kamar pasien/ ruangan, tetapi karena keterbatasan sarana yang ada tidak memungkinkan untuk dilakukan pemanggilan secara Penelitian ini sebagian besar dari responden mengatakan waktu tunggu di kamar operasi untuk tindakan operasi yang akan dilakukan cukup, sebagian kecil responden mengatakan waktu tunggu di kamar operasi untuk tindakan operasi yang akan dilakukan kurang (lama). Tetapi hubungan waktu tunggu operasi dengan tingkat kepuasan pasien pada tindakan perawatan pre operatif tidak dapat dibuktikan pada penelitian ini. Faktor kepuasan pasien dapat dipengaruhi oleh dimensi tangibles yang berarti peralatan yang modern, fasilitas fisik yang menarik, luas ruangan dan lingkungan yang nyaman, sehingga dengan dukungan fasilitas yang ada terutama di Instalasi Bedah Sentral pasien yang harus menunggu ronde/ jadwal tindakan operasi tetap merasa nyaman dan puas dengan pelayanan perawatan yang telah diberikan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pasien yang akan menjalani tindakan operasi merasa lebih tenang menunggu ronde/ jadual operasi di kamar operasi dari pada menunggu di kamar pasien/ ruangan, tetapi karena keterbatasan sarana yang ada tidak memungkinkan untuk dilakukan pemanggilan secara
3) Hubungan Tingkat Kenyamanan/Bebas Nyeri dengan Tingkat Kepuasan Pasien dalam Pelayanan Keperawatan Post Operatif.
Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden (60,6%) mengatakan nyeri post operatif cukup, dan sebagian kecil responden (6,0%) mengatakan nyeri post operatif baik (ringan). Berdasarkan hasil uji statistik regresi linear ganda diperoleh nilai angka korelasi (r) -0,020 dan nilai signifikasi yaitu 0,436, selain itu signifikasi hasil perhitungan nilainya lebih besar dari 0,05 yaitu 0,436 berarti Ho diterima, maka secara linear tidak ada hubungan antara tingkat kenyamanan/ bebas nyeri dengan tingkat kepuasan pasien pre operatif.
Tabel 3 Hubungan tingkat kenyamanan/bebas nyeri dengan tingkat kepuasan pasien dalam pelayanan keperawatan post operatif di RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik tanggal 05 September 2011 sampai 15 Nopember 2011.
Total Nyeri
Tingkat kepuasan Pasien
Puas
Sangat Puas
F % Kurang (Berat)
7 10,6 Cukup (Sedang)
53 80,3 Baik (Ringan)
66 100 Uji Regresi Linear Ganda korelasi (r) = -0,020 signifikasi (p) = 0,436
Tabel 3 menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat kenyamanan/ bebas nyeri post operasi dengan tingkat kepuasan pasien pada perawatan post operatif. Berdasarkan hasil uji statistik regresi linear ganda diperoleh nilai angka korelasi (r) -0,020 dan nilai signifikasi yaitu 0,436 yang berarti Ho diterima, maka secara linear tidak ada hubungan antara tingkat kenyamanan/ bebas nyeri dengan tingkat kepuasan pasien pre operatif.
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, nyeri terjadi bersama proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan (Brunner and Suddart 2002). Berdasarkan jenis-jenis nyeri yang spesifik, nyeri dibagi terdiri dari : nyeri somatis dan visceral, nyeri yang menjalar pada daerah lain, nyeri psikogenik, nyeri phanthom dari ekstermitas dan nyeri neurologis (Teguh, 2004). Faktor nyeri yang dialami pasien dapat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, kecemasan pasien, pengalaman nyeri, gaya koping, lingkungan, sosial budaya dan respon psikologis. Pengukuran tingkat nyeri dapat merupakan pengukuran satu dimensional saja atau pengukuran berdimensi ganda. Pengukuran satu dimensional umumnya hanya mengukur pada satu aspek nyeri saja, misalnya: seberapa berat rasa nyeri menggunakan pain rating scale yang dapat berupa pengukuran categorical atau numerical misal Visual Analog Scale (VAS). Pengukuran multidimensional dimaksudkan tidak hanya terbatas pada aspek sensorik saja tetapi juga termasuk pengukuran dari segi afektif atau bahkan proses evaluasi nyeri dimungkinkan oleh metode ini (Kasjmir, 2004). Tingkat nyeri yang dirasakan pasien juga tergantung dari jenis tindakan operasi yang dilakukan dan jenis obat analgetik yang diberikan.
Hubungan tingkat kenyamanan/ bebas nyeri post operatif dengan tingkat kepuasan pasien pada pelayanan perawatan post operasi tidak dapat dibuktikan pada penelitian ini, hal ini dikarenakan kelemahan dari instument penelitian yang kurang mendukung tetapi kepuasan pasien pada pelayanan perawatan post operatif di ruang recovery room ditunjang oleh faktor lain yang mendukung salah satunya adalah perawatan yang komprehensif serta mengutamakan keamanan dan kenyamanan.