Hubungan Tindakan Perawat dalam Perawatan Infus dengan Terjadinya Plebitis Pada Pasien Usia 20-60 Tahun

3. Hubungan Tindakan Perawat dalam Perawatan Infus dengan Terjadinya Plebitis Pada Pasien Usia 20-60 Tahun

Tabel 3 Tabulasi Silang Hubungan Tindakan Perawat dalam Perawatan Infus dengan Terjadinya Plebitis

Kejadian Plebitis

Plebitis Plebitis

28 (100%) Spearman rho

Sig (ρ) = 0,047 r = 0,378

Berdasarkan tabel 3 terlihat responden dengan tindakan baik sebanyak 6 orang, sebagian besar (83,3%) tidak terjadi plebitis dan sebagian kecil (16,7%) terjadi plebitis. Responden dengan tindakan cukup sebanyak 16 orang, sebagian besar (87,5%) tidak terjadi plebitis dan sebagian kecil (12,5%) terjadi plebitis. Sedangkan responden dengan tindakan kurang sebanyak 6 orang, sebagian besar (66,7%) terjadi plebitis dan sebagian kecil (33,3%) tidak terjadi plebitis.

Hasil uji statistik menunjukkan hubungan tindakan perawat dalam perawatan infus dengan terjadinya plebitis. Berdasarkan gambar tersebut diperoleh koefisien korelasi hasil hitung ( hitung ) sebesar 0,378. Selanjutnya dibandingkan dengan r tabel product moment (sebagaimana tabel terlampir) pada jumlah responden 28, df = 26 sebesar 0,374, sehingga  hitung > tabel atau 0,378 > 0,374. Selain itu signifikan yang diperoleh 0,047 < 0,05, berarti terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel. Tingkat hubungan dinyatakan dengan interval koefisiensi korelasi rendah. Hipotesis yang menyatakan ada hubungan tindakan perawat dalam perawatan infus dengan kejadian plebitis diterima.

Tabel 3 menunjukkan data dari 28 responden, sebagian besar responden sudah cukup dalam melakukan tindakan perawatan infus, serta sebagian kecil responden bertindak kurang sesuai dalam melakukan perawatan infus.

Berdasarkan hasil analisis uji statistik “Korelasi Spearman Rho” didapatkan tingkat kemaknaan (ρ) = 0.047, yang berarti ada hubungan antara tindakan perawat dalam melakukan perawatan infus dengan terjadinya plebitis. Dengan nilai korelasi (r) = 0.377 yang berarti hubungan kedua variabel tersebut bersifat rendah. Semakin baik tindakan yang dilaksanakan dalam melakukan perawatan infus akan lebih baik, demikian pula sebaliknya. Pada analisis tindakan responden baik 6 orang, 1 terjadi plebitis karena cairan yang diberikan terlalu pekat. Reaksi inflamasi atau plebitis dapat diakibatkan oleh karena pemberian terapi cairan yang mempunyai osmolaritas yang tinggi. Pemberian cairan osmolaritas yang tinggi mendukung terjadinya iritasi pada intima vena.

Seseorang yang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau yang disikapinya (dinilai baik), hal inilah disebut praktik kesehatan atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003). Dimulai dari melakukan tindakan inilah sesuatu diharapkan dapat berubah sesuai dengan yang dikehendakinya. Tindakan perawatan infus oleh perawat menjadi sangat penting berkaitan dengan pernyataan di atas.

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan suatu faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas, dukungan dari pihak lain dan kebijakan yang telah berlaku di instansi.

Secara teori memang perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru itu mengikuti beberapa tahapan, yaitu melalui proses perubahan: pengetahuan (knowledge), sikap (attittude), praktik (practice). Beberapa penilitian telah membuktikan hal itu, namun penelitian lainnya juga membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu seperti teori di atas, bahkan di dalam praktik sehari – hari terjadi sebaliknya. Artinya, seseorang telah berperilaku positif, meskipun pengetahuan dan sikapnya masih negatif.

Hasil penelitian ini telah memberikan bukti bahwa tindakan perawatan infus sesuai dengan pengetahuan dan sikap yang adaptif yang dimilikinya akan memberikan efek positif terhadap terjadinya plebitis. Dari 28 responden, didapatkan data sebagian besar responden bersikap baik atau adaptif dalam perawatan infus serta hanya sebagian kecil responden bersikap mal adaptif dalam perawatan infus. Hal ini menunjukkan seorang perawat akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau yang disikapinya (dinilai baik) dalam memberikan pelayanan terhadap pasien, sehingga perawat akan melakukan tindakan secara benar dan merupakan suatu kebiasaan untuk melakukan perawatan infus. Pada lampiran tentang tabulasi silang antara pengetahuan (knowledge), sikap (attittude) dan praktik (practice) saling berhubungan erat.