Meraih Kemenangan Iedul Fithri Dengan Taubat

Khuthbah 2: Meraih Kemenangan Iedul Fithri Dengan Taubat

Allâhu Akbar 3X wa lillâhil hamd

Hari ini gema takbir membahana saling bersahutan di seluruh penjuru bumi. Perasaan bahagia bercampur kesedihan menjadi satu di hari ini. Bahagia karena hari ini adalah hari raya kaum muslimin seluruh dunia. Pada hari ini kaum muslim berkumpul bersama keluarga, kerabat dekat dan para tetangga berulang-ulang mengucapkan takbir kepada Allah. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Mereka semua mengagungkan Allah SWT, al-Khaliq yang menciptakan manusia. Dialah yang memberikan banyak nikmat kepada makhluk-makhlukNya. Apalagi Allah SWT telah berjanji untuk memberikan ampunan kepada hamba-hambaNya yang telah menyelesaikan shaum. Janji keampunanan, kembali suci seperti bayi yang baru lahir.

Di sisi lain kitapun bersedih. Ya…bersedih karena belum banyak amal soleh yang kita lakukan di bulan Ramadhan yang baru saja berlalu, bulan yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan Allah SWT.

Juga kesedihan pun muncul saat kita menengok realitas kaum Muslim sekarang. Pertama, dalam bidang agama . Gerakan sekularisasi berskala global sedang berupaya mengenyahkan syari’at Islam dari tengah-tengah umat. Salah satunya yang cukup kontroversial adalah kasus rancangan Kodifikasi Hukum Islam yang isinya menolak syari’at Islam yang terkait dengan keluarga dan rumah tangga.

Rancangan yang dipelopori oleh suatu lembaga dari Depag ini sebenarnya hanya asap dari sebuah api besar sekularisasi yang berusaha menghanguskan aktivitas penegakan syari’at Islam. Negara-negara kapitalis dibawah komando AS mengeluarkan dana yang tidak terbatas untuk menjerumuskan kaum Muslim ke dalam jurang sekularisme yang mereka jajakan.

“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya. ” (Qs. at-Taubah [9]: 32).

Kedua, dalam bidang politik. Pemerintahan baru yang terbentuk setelah rangkaian pemilu yang melelahkan dan menyedot sumber daya rakyat dan menghabiskan triliunan uang negara kemarin tampaknya masih akan tetap bertumpu pada rel sekularisme. Program 15 hari yang sudah berjalan dari tenggat waktu 100 hari menunjukkan bahwa solusi terhadap berbagai persoalan di dalam negeri sama sekali mengesampingkan petunjuk al-Qur’an dan as-Sunnah. Para wakil rakyat di DPR yang terpolarisasi pada kutub Koalisi Kebangsaan dan Koalisi Kerakyatan lebih memprioritaskan perebutan kekuasaan dan kepentingan pribadi dan kelompok mereka. Padahal mereka dipilih oleh bangsa dan rakyat Indonesia yang mayoritas muslim ini bukan untuk itu!

Ketiga, dalam bidang ekonomi. Mereka yang diserahi mengurus perekonomian khususnya perdagangan dan perencanaan pembangunan nasional dalam Kabinet Indonesia Bersatu adalah bagian dari mesin kapitalisme global IMF. Kemungkinan besar sistem perekonomian Indonesia akan tetap berkiblat kepada gembong kapitalis AS yang selama ini telah ‘berhasil’ meningkatkan kesengsaraan masyarakat. Artinya, penjajahan ekonomi kapitalisme global masih akan terus mencengkram kuat perekonomian Indonesia.

Keempat, dalam bidang budaya. Kapitalisme tidak hanya menjual sekularisme dalam bidang ekonomi dan politik tapi juga mengobral tatanan budaya hedonistik. Sebagian besar budaya yang dilegalkan di negeri ini mengusung berbagai bentuk kemaksiatan. Media tv dan media cetak secara rutin menemani generasi muda Muslim untuk mengajarkan budaya ‘alternatif’ (baca: maksiat). Keadaan menjadi dilematis karena pemerintah justru memberikan support meskipun dengan malu-malu.

Kondisi kaum Muslim di luar negeri, Palestina, Irak, Kasymir, Pattani Thailand, Hui China, Mindanao Philipina, mereka semua mengalami penghinaan dan penindasan yang luar biasa. Kita turut berdosa karena membiarkan mereka teraniaya. Karenanya, ampunan Allah SWT semakin kita butuhkan.

Allâhu Akbar 3X wa lillâhil hamd

Ampunan Allah bagi orang-orang yang shaum tentunya harus disertai dengan upaya bertaubat kepada Allah SWT. Adalah mustahil kita mendapat ampunan Allah SWT, sementara kita tetap berbuat maksiat selepas Ramadhan. Jadi kunci turunnya ampunan Allah adalah Taubat. Dengan taubat inilah Allah akan menghapuskan dosa-dosa kita. Firman Allah SWT:

“Hai orang-orang yang beriman, taubatlah kamu kepada Allah dengan tobat yang tulus dan ikhlas, mudah-mudahan Tuhanmu menghapus kesalahan-kesalahanmu… ” (Qs. at-Tahrim [66]: 8).

Taubat yang sebenar-benarnya adalah menyesali perbuatan maksiat yang dilakukan dimasa lampau dan tidak mengulanginya lagi, serta memperbanyak melakukan amalan shaleh. Sebab amalan shaleh inilah yang akan membantu menggugurkan dosa-dosanya.

Firman Allah SWT:

“Sesungguhnya kebajikan itu melenyapkan dosa (kejahatan). Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. ” (Qs. Hûd [11]: 114).

Tentu saja banyak dosa yang telah kita lakukan selama ini. Mungkin sholat kita belum sempurna, mungkin kita pernah berdusta, menggunjing, merendahkan orang lain, dan mungkin kita pernah menyakiti orang lain bahkan mungkin juga kita pernah menyakiti orang yang sangat mencintai kita yakni ayah dan ibu kita. Oleh karena itu, pada hari raya ini bersegeralah meminta maaflah kepada orang-orang yang pernah anda sakiti, anda rendahkan, atau anda gunjingkan.

Selain kita melakukan dosa dan kemaksiatan yang sifatnya personal, selama ini kita juga melakukan dosa dan kemaksiatan yang sifatnya kolektif. Meskipun dosa ini merupakan dosa besar, tapi kita sering tidak merasa bersalah dan melupakannya. Padahal dosa besar ini berpengaruh besar terhadap masyarakat dan kaum muslimin secara keseluruhan. Dosa yang kita lakukan ini tidak hanya merugikan diri kita, tapi telah menjerumuskan kaum muslim pada kehinaan, penderitaan, kemiskinan dan kebodohan yang berkepanjangan. Beberapa dosa besar dan kemaksiatan kita antara lain:

Pertama, tidak menegakkan hukum-hukum Allah —syari’at Islam— secara kâffah dan menyeluruh. Tidak diterapkannya hukum-hukum Allah. Sebutan fasik, zalim, dan kafir diberikan oleh Allah SWT kepada mereka yang tidak mau tunduk pada aturan Allah SWT. Firman Allah SWT:

“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir. ” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 44).

“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang zalim. ” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 45).

“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang fasik. ” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 47).

Selain itu, tidak berhukumnya kita kepada hukum-hukum Allah inilah yang telah menyebabkan kaum muslim saat ini diliputi dengan berbagai penderitaan dan kesusahan hidup. Maha benar Allah SWT dengan firmanNya:

“…lalu siapa saja yang mengikuti petunjukKu, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Siapa saja yang berpaling dari peringatanKu maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami

akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. ” (Qs. Thaha [20]: 123-124).

Kedua, tidak adanya Khalifah yang dibai’at oleh umat. Maksiat terbesar kedua yang terjadi pada tubuh umat Islam sekarang ini adalah ketiadaan Khalifah di tengah-tengah kaum muslim. Padahal keberadaan Khalifah yang menjadi kepala negara sistem pemerintahan Daulah Khilafah adalah wajib bagi kaum muslim. Rasulullah Saw bersabda:

“Siapa saja yang melepaskan tangannya dari ketaatan kepada Allah SWT, niscaya ia akan berjumpa dengan Allah di hari kiamat tanpa memiliki hujjah. Siapa saja yang mati sedangkan di pundaknya

tidak ada bai’at, maka matinya seperti mati jahiliyah. 271 ” [HR. Muslim].

Nabi Saw telah mewajibkan kepada seluruh kaum muslim agar dipundak mereka terdapat bai’at kepada Khalifah, kalau tidak terwujud Rasulullah Saw mensifati mereka sebagai mati jahiliyah, maksudnya dalam keadaan dosa besar.

Realitanya sekarang, ketiadaan Daulah Khilafah Islam telah membawa penderitaan yang panjang dan dalam di tubuh-tubuh umat. Padahal Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu adalah laksana perisai, orang-orang akan berperang di belakangnya dan menjadikannya sebagai pelindung (bagi dirinya). ” [HR. Muslim].

Saat umat tidak lagi memiliki pelindung. Umat diserbu oleh musuh-musuh Allah bagaikan makanan yang diperebutkan oleh orang-orang yang lapar. Pembantaian dan pembunuhan terhadap kaum muslim terjadi di banyak tempat dan tidak berhenti hingga kini. Nyawa umat Islam, yang dikatakan oleh Allah SWT sebagai umat terbaik, demikian murah di mata para penjajah. Sudah tidak terhitung berapa banyak rakyat Palestina yang dibunuh oleh Zionis Israel. Di awal Ramadhan tahun ini 84 saudara kita tewas mengenaskan dibantai tentara Thailand, dengan ringan perdana menteri Thailand mengatakan: mereka mati karena lemas akibat menjalankan puasa. Saat bulan Ramadhan di Irak, tentara AS secara sistematis terus menerus membunuhi rakyat sipil disana. Nyawa kaum muslim

271 Shahîh Muslim, 3/1478, hadis no. 1851.

demikian murah, hingga dengan enteng mantan menteri luar negeri AS Madeline Albright saat diminta komentarnya tentang 800.000 rakyat Irak yang menderita karena kebijakan AS, menjawab: “itu harga yang pantas”.

Ketiga, tidak turut serta dalam perjuangan menegakkan Dinullah. Dosa terbesar ketiga yang dilakukan oleh umat sekarang ini adalah berdiam diri, tidak ikut serta dalam memperjuangkan Dinullah, menegakkan ‘aqidah dan syariahNya, dan memperjuangkan Khilafah. Padahal memperjuangkan Dinullah adalah wajib bagi kaum muslim. Sementara berdiam diri terhadap berbagai persoalan umat, tidak ambil perduli, adalah dosa besar. Bukankah Islam ini adalah dinullah yang Dia ridloi untuk kita menjadi din kita, yakni ajaran keyakinan dan cara hidup kita, pandangan hidup dan peraturan hidup kita?

Allâhu Akbar 3X wa lillâhil hamd Kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT

Marilah kita benar-benar bertaubat, disamping meninggalkan perbuatan maksiat yang secara pribadi kita lakukan, kita juga harus taubat dari tiga dosa besar diatas. Sebab sulit kita meraih kemenangan di bulan Ramadan ini, mendapat ampunan dari Allah SWT, sementara kita tetap melakukan tiga dosa besar diatas. Marilah kita bersegera mengharapkan ampunan Allah SWT dan Syurganya. Firman Allah SWT:

“Bersegaralah kalian menuju ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. ” (Qs. Ali-‘Imran [3]: 133).

Bukankah Allah dan surgaNya yang sangat kita rindukan dan harapkan dalam hidup kita. Kita bisa bayangkan betapa beratnya nanti saat kita berhadapan dengan Allah di hari pembalasan, bila tanpa ampunan Allah SWT. Dosa-dosa kita terus-menerus menumpuk. Dengan ampunan Allah-lah dosa- dosa kita dihapuskan olehNya.

Karena itu, marilah kita jadikan hari yang fitrah ini, Iedul Fihtri, menjadi saat yang tepat bagi kita untuk tidak lagi bermaksiat kepada Allah SWT. Kita harus meninggalkan kemaksiatan kita dengan kembali menegakkan Syari’at Islam dan sistem pemerintahan Khilafah serta mengangkat seorang penguasa yang memiliki karakteristik seperti Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq ra, Khalifah Umar bin al-Khaththab ra, Khalifah Utsman bin Affan ra, Khalifah Ali bin Abi Thalib ra, para khulafaur rasyidin yang memerintah dengan cara Nabi Saw. Untuk itu wajib bagi kita untuk terlibat langsung dalam upaya memperjuangkan agama Allah ini. Saat itulah kita meraih kemenangan yang sejati, sebagaimana yang digambarkan dalam firman Allah SWT:

“…dan di hari (kemenangan) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendakiNya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha

Penyayang. ” (Qs. ar-Rûm [30]: 45).

Khuthbath 3: Kembali Kepada Fitrah, Mencapai Taqwa yang Sebenarnya

Allâhu Akbar 3X wa lillâhil hamd

Segala puji bagi Allah SWT Dzat yang telah menunjuki kita dengan Islam. Kita bersaksi bahwa tiada Rabb yang patut disembah selain Allah SWT, Dzat yang Maha Agung dan Maha Mulya, yang ke- Agungan dan ke-Mulyaannya tidak akan sirna meski seluruh manusia kafir dan durhaka kepadaNya. Kita bersaksi bahwa Nabi Muhammad Saw adalah utusan Allah, suri teladan bagi seluruh umat manusia. Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada beliau Saw, kepada keluarga, kerabat dan shahabat beliau, serta kaum Muslimin yang secara konsisten dan konsekuen menjalankan dan mendakwahkan ajarannya hingga hari kiamat. Amin.

Allâhu Akbar 3X wa lillâhil hamd

Kaum muslim yang dirahmati Allah SWT. Bulan Ramadhan baru saja berlalu. Saat ini kaum muslimin berbahagia mengucapkan kalimat takbir, tahlil dan tahmid serentak sebagai ungkapan syukur kita kepada Allah SWT.

Namun ada juga rasa sedih di hati kita. Sebab bulan Ramadhan yang penuh barakah, rahmat, ampunan dari Allah baru saja berlalu. Kita tidak tahu, apakah tahun depan kita masih bisa merasakan nikmat Ramadhan. Bulan dimana Allah memberikan kesempatan pada kita untuk memperbaiki diri. Bulan dimana Allah SWT memberikan banyak kasih sayangNya kepada kaum muslim. Bulan dimana Allah SWT menjanjikan kepada kita, bagi orang-orang yang shaum, ampunan. Ampunan terhadap dosa- dosa kita sebelumnya. Bahkan Allah menghapus dosa kita hingga bersih seperti manusia yang baru dilahirkan.

Tentu saja ampunan Allah bukannya tanpa perjuangan. Ampunan Allah itu hanya diberikan kepada orang-orang yang shaum karena dorongan iman dan kesungguhan hati. Sebagaimana hadits Rasulullah Saw:

“Siapa saja yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan landasan iman dan berniat ikhlas (bersungguh-sungguh mengharapkan ridla dan pahala Allah) akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. ” [HR. Ahmad].

Ampunan Allah seperti itu, tentu saja tidak diberikan Allah SWT kepada sembarang orang, meskipun orang tersebut kelihatan berpuasa, menahan lapar dan dahaga. Tidak cukup memang hanya sebatas menahan lapar dan dahaga. Rasulullah Saw telah mengingatkan perkara ini dalam haditsnya:

“Betapa banyak orang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan betapa banyak orang yang menghidupkan malam tidak mendapatkan apa-apa kecuali begadangnya saja 272 .”

Tidaklah mengherankan kalau kita melihat, untuk mendapatkan pahala shaum yang sesungguhnya Allah SWT dan Rasulnya sering mengkaitkan dengan perkara yang lain seperti memperbanyak

272 HR. Ibn Mâjah, Ahmad, ad-Darimi, al-Baihaqi dan al-Baghawi dalam Syarh as-Sunnah dengan sanad shahih.

membaca al-Qur’an, shadaqah, membantu orang-orang miskin. Bahkan Rasulullah Saw dan sahabat- sahabat berjihad di bulan Ramadhan, meskipun dalam keadaan sulit. Bukankah perang Badar yang dimenangkan kaum muslim terjadi di bulan Ramadhan pada tahun kedua Hijriyah? Penaklukan Makkah (Fathu Makkah) juga terjadi di bulan Ramadhan. Kemenangan Shalahuddin al-Ayyubi atas pasukan perang Salib, penaklukan Spanyol oleh Thariq bin Ziyad juga terjadi di bulan Ramadhan.

Sebab, Islam adalah agama yang kâffah (menyeluruh), ajaran Islam tidak bisa dipenggal-penggal. Tapi wajib diterima dan diamalkan secara utuh. Tidaklah cukup kesholehan didapat hanya dengan melaksanakan ibadah ritual seperti shaum atau sholat saja.Tapi kesholehan hanya didapat tatkala seorang muslim tunduk pada seluruh aturan-aturan Allah yang diturunkan kepada manusia secara totalitas dan menyeluruh.

Allâhu Akbar 3X wa lillâhil hamd Kaum muslim yang dimuliakan Allah SWT,

Ramadhan telah berlalu. Ada pertanyaan penting yang perlu kita tanyakan kepada diri kita. Apakah shaum kita telah berhasil? Apa ukuran keberhasilannya? Apakah cukup dengan selesainya kita membaca al-Qur’an 30 Juz? Atau malam-malam kita yang kita isi dengan sholat tarawih dan memperbanyak doa? Apakah benar kita telah meraih kemenangan?

Bisakah kita disebut berhasil dan meraih kemenangan padahal Ramadhan kita tidak banyak berpengaruh terhadap penyelesaian persoalan umat. Apakah pantas kita disebut berhasil sementara umat tetap saja hidup menderita. Musuh-musuh Allah, kaum kuffar, masih saja membunuhi kaum muslimin. Penguasa-penguasa di negeri-negeri Islam, masih saja tidak melindungi rakyatnya. Mereka juga tidak peduli apakah kebutuhan pokok rakyatnya terjamin atau tidak. Bahkan penguasa-penguasa negeri Islam lebih mementingkan keridhoan negara-negara imperialis, meskipun harus memenjarakan, menzalimi, bahkan membunuh rakyatnya sendiri.

Hal yang sama terjadi pada partai politik yang lebih sibuk bertikai, saling berebut kursi, saling menipu demi kekuasaan dan kedudukan, juga demi harta. Kenapa umat Islam masih diliputi oleh kemiskinan dan kebodohan. KKN dan berbagai penyimpangan pun masih merajelala. Belum lagi perjudian, pornografi, pelacuran, masih saja berjalan, bahkan di bulan Ramadan sekalipun. Kriminalitas seperti pemerkosaan, pembunuhan, pencurian, dan lain-lain masih merupakan hal yang sering kita saksikan.

Negara-negara Imperialis seperti Amerika dan Inggrispun bertindak semena-mena kepada kaum muslimin. Atas nama perang melawan terorisme, ribuan nyawa kaum muslimin terbunuh di Irak, Afghanistan, dan negeri Islam lainnya. Israel dengan dukungan penuh dari AS hingga saat ini tidak berhenti menghancurkan rumah-rumah kaum muslim, membunuhi pemuda-pemuda Islam yang berjuang untuk membebaskan negerinya.

Tidak hanya itu merekapun merampas kekayaan kaum muslim, mengeksploitasinya, dengan cara-cara licik. Jadilah negeri Islam, yang kaya dengan kekayaan alam, tapi penduduknya hidup miskin menderita. Apa yang salah dari kita?

Allâhu Akbar 3X wa lillâhil hamd

Kaum muslim yang dirahmati oleh Allah SWT

Kenapa Ramadhan kita tidak banyak memberikan pengaruh terhadap rakyat? Jawabannya adalah kaum Muslimin telah meninggalkan aspek ideologis yang membangun ketakwaan yang sesungguhnya dalam Islam. Sekarang, Islam disempitkan sebatas agama yang mengatur ibadah mahdoh (ritual) seperti shaum, sholat atau haji. Ketakwaan kemudian diartikan sebatas pengamalan seorang Muslim dalam aspek-aspek individual dan ritual. Negara dan para pejabatnya seolah terbebas dari kewajiban menerapkan hukum Syari’at Islam untuk seluruh warga negara. Aturan Islampun tidak diterapkan dalam aspek sosial kemasyarakatan. Jadilah Islam kemudian tidak berperan dalam menyelesaikan berbagai persoalan umat dan warga negara secara umum. Umat Islam telah menjadikan agamanya seperti agama lain, yakni hanya membahas moral dan nasihat tanpa ada aksi langsung yang secara praktis berupa penerapan hukum-hukum Islam secara kaffah yang akan menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan.

Berkaca kepada kehidupan Rasulullah, wajar kalau umat Islam dahulu mendapat kemuliaan dan kejayaan di sisi Allah SWT. Sebab Ramadhan mereka dijadikan ajang untuk mewujudkan Islam sebagai agama ideologis. Agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, menyelesaikan seluruh persoalan manusia mulai dari pribadi, keluarga, sosial, ekonomi, pemerintahan, politik luar negeri, sanksi-sanksi pelanggaran hukum, masalah pertahanan dan keamanan. Rasulullah dan para Sahabat sangat memahami arti takwa yang sesungguhnya.

Sementara sekarang, kita tidak lagi menjadi masyarakat yang bertakwa secara utuh. Padahal etakwaan adalah kunci dimana Allah SWT akan menurunkan berkahNya dari langit dan bumi. Sebagaimana firman Allah SWT:

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. ” (Qs. al-A’râf [7]: 96).

Ini berarti kita harus mengkoreksi pencapaian target Ramadhan kita. Apakah kita benar-benar sudah mencapai derajat hamba Allah yang bertakwa. Sudahkan kita telah sampai pada seruan Allah SWT:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian shaum sebagaimana diwajibkan atas orang- orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. ” (Qs. al-Baqarah [2]: 183).

Allâhu Akbar 3X wa lillâhil hamd Kaum muslim yang dirahmati oleh Allah SWT

Kata-kata taqwa, sangat disayangkan, sering kali menjadi sekedar retorika ritual yang berulang-ulang tanpa kemudian dipahami secara utuh dan menyeluruh oleh kaum muslim. Apa yang salah dari pemahaman dan wujud ketaqwaan kaum muslimin saat ini?

Kata taqwa sendiri berasal dari kata ‘waqa’ yang artinya melindungi. Taqwa yang sesungguhnya haruslah bisa melindungi seorang muslim dari amarah Allah SWT dan hukumanNya. Taqwa berarti sikap hati-hati seorang muslim untuk menjaga dirinya dari setiap perbuataan yang dikerjakan atau dia Kata taqwa sendiri berasal dari kata ‘waqa’ yang artinya melindungi. Taqwa yang sesungguhnya haruslah bisa melindungi seorang muslim dari amarah Allah SWT dan hukumanNya. Taqwa berarti sikap hati-hati seorang muslim untuk menjaga dirinya dari setiap perbuataan yang dikerjakan atau dia

Wujud kesadaran itu adalah ketertundukannya kepada Allah SWT dengan menjalankan seluruh perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Allah SWT meminta kepada setiap orang yang mengaku beriman kepadaNya, agar bertaqwa dengan sebenar-benarnya taqwa. Dia SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepadaNya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. ” (Qs. Ali-‘Imran [3]: 102 ).

Di dalam Tafsîr Jalâlain dikatakan bahwa ayat itu menuntut agar Allah ditaati dan tidak didurhakai, agar seorang mukmin bersyukur kepadaNya dan tidak mengkufurinya, agar senantiasa mengingatNya dan tidak melupakanNya. Sementara Syaikh Ali ash-Shabuni 273 mengatakan ‘haqqa tuqâtih’

maksudnya adalah dengan menjauhi segala bentuk kemaksiatan (kedurhakaan) kepadaNya.

Jadi wujud taqwa kepada Allah SWT adalah menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya, baik dalam urusan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun negara. Allah SWT menuntut penyerahan jiwa dan raga orang-orang mukmin kepada Islam secara total, kâffah. Dia SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. ” (Qs. al-Baqarah [2]: 208).

Allâhu Akbar 3X wa lillâhil hamd Kaum muslim yang berbahagia…

Shaum sesungguhnya, adalah saat kita melatih diri untuk senantiasa berhubungan dengan Allah SWT. Lapar dan haus yang kita rasakan seharusnya mengingatkan kita bahwa kita sedang menjalankan perintah Allah SWT. Namun sayang, kaum muslim sekarang ini telah men-sekuler-kan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Ketakwaan kita tidak utuh. Inilah yang menyebabkan Ramadhan demi Ramadhan yang kita lewati tidak banyak memberikan pengaruh kepada umat.

Perhatikan saja, saat Ramadhan kaum muslim dengan sungguh-sungguh untuk menjalankan shaumnya, menjaga agar tidak batal. Namun, ketika berekonomi, kaum muslim tidak tunduk pada aturan Allah. Mereka menganggap memanfaatkan riba adalah hal yang biasa. Sebagian muslimpun lebih memilih mempraktekkan ekonomi kapitalis dibanding diatur dengan syari’at Islam.

Di saat Ramadhan para penguasa menyerukan ditutupnya tempat-tempat maksiat. Tapi setelah itu, kemaksiatan pun dipelihara dengan alasan ekonomi. Saat Ramadhan para penguasa yang muslim berusaha memelihara shaumnya dengan tidak makan dan minum, sebab itu melanggar perintah Allah SWT. Namun kenapa kesadaran takut melanggar perintah Allah itu tidak terwujud saat mereka

273 Shafwât at-Tafâsîr, jld. I, hal. 200.

melalaikan urusan rakyat, membiarkan rakyat hidup dalam kemiskinan dan penderitaan. Para penguasa pun seakan tidak peduli beban rakyat yang semakin berat akibat kebijakan mereka menaikkan harga BBM, listrik, dan air. Ditambah lagi biaya kesehatan dan pendidikan yang semakin mahal.

Kalau penguasa itu merasa berdosa karena makan di siang hari tanpa ada alasan syar’i, tapi kenapa tidak merasa berdosa saat rakyatnya tidak makan akibat kemiskinan. Kenapa tidak merasa berdosa menzalimi rakyatnya dengan kebijakannya yang tidak melindungi rakyatnya? Kenapa korupsi dan kolusi jalan terus? Inilah bukti bahwa ketakwaan kita adalah ketaqwaan yang tidak utuh.

Padahal wujud takwa, bukanlah sebatas menjalani perintah Allah dalam shaum, sholat, atau haji kita saja. Takwa harus terwujud dalam segala aspek kehidpan, baik individu, keluarga, kelompok, masyarakat atau negara. Takwa harus terwujud saat orang tua yang diberikan amanah oleh Allah SWT mendidik anak-anak kita di rumah dengan taat kepada aturan Allah SWT.

Takwa juga harus dilakukan oleh partai politik dengan menjadikan Islam sebagai asas perjuangan mereka sekaligus memperjuangkan agar Syari’at Islam bisa diwujudkan ditengah-tengah masyarakat. Takwa harus muncul dalam diri para pemimpin parpol itu tatkala mereka membuat program kampanye pemilu: apakah materi kampanye mereka telah sesuai dengan syari’ah, ataukah masih terkebiri oleh sistem demokrasi yang mereka patuhi?! Bukankah tugas partai politik dalam Islam adalah menyeru ke jalan Islam, menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran? Firman Allah SWT:

“Hendaklah ada di antara kalian (kaum Muslim) segolongan umat yang menyerukan al-Khayr (Islam) serta melakukan amar makruf dan nahi mungkar. ” (Qs. Ali-‘Imran [3]: 104).

Jadi adalah tidak patut sebuah partai politik dimana kaum muslimim terlibat di dalamnya diam terhadap kemungkaran yang ada ditengah-tengah rakyatnya, apalagi mengkampanyekan ide-ide kufur yang bertentangan dengan Islam seperti nasionalisme, patriotisme, demokrasi, atau sekularisme, kapitalisme, maupun sosialisme dan komunisme. Sebab semua bentuk kekufuran menjauhkan seorang muslim dari sikap jiwa taqwa kepada Allah SWT.

Takwa juga seharusnya juga diwujudkan oleh negara dengan menerapkan hukum-hukum Allah SWT. Bukankah Allah SWT telah memerintah para penguasa untuk menjalankan hukum-hukum Allah SWT. Bukankah Islam mencela tindakan yang tidak memutuskan perkara yang berdasarkan hukum Allah SWT sebagai perbuatan yang kafir, fasik, dan zalim?!

Ketaqwaan penguasa juga seharusnya tercermin dari tanggung jawab mereka untuk mengurusi urusan- urusan rakyat. Sebab Rasulullah bersabda:

“Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyatnya. ” [HR. Bukhâri dan Muslim].

Karenanya, adalah hal wajib bagi penguasa untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat (sandang, pangan, dan papanNya). Rakyat juga seharusnya bisa menerima hak-hak kolektif mereka berupa Karenanya, adalah hal wajib bagi penguasa untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat (sandang, pangan, dan papanNya). Rakyat juga seharusnya bisa menerima hak-hak kolektif mereka berupa

Penguasa yang bertakwa juga seharusnya menjaga keutuhan negeri-negeri Islam, tidak tunduk kepada negera-negara Imperialis seperti AS yang ingin memecah-belah kesatuan negeri-negeri Islam. Penguasa yang bertakwa juga seharusnya menolak setiap campur tangan negara-negara kafir imperialis yang hendak menghancurkan kaum muslimin dengan alasan apapun. Dan merupakan tugas penguasa yang takwa melindungi rakyatnya. Inilah kewajiban negara yang diperintahkan oleh Islam.

Demikian juga rakyat seharusnya bertakwa dengan tidak tinggal diam saat penguasa di negeri-negeri mereka menerapkan hukum-hukum kufur. Sikap berdiam diri terhadap penerapan selain hukum syariah jelas adalah perkara yang diharamkan oleh Islam dan menyebabkan mereka berdosa. Rakyat yang bertakwa seharusnya berani mengingatkan penguasa mereka yang tidak tunduk kepada aturan Allah SWT, meskipun itu harus dibayar dengan penderitaan, kesulitan, bahkan nyawa sekalipun.

Rakyat juga tidak boleh diam saat di tengah-tengah mereka tidak ada Khalifah (pemimpin pelanjut pemerintahan Islam menurut metode Rasulullah Saw) yang menjadi pemimpin kaum muslimin. Padahal Rasulullah Saw telah wewajibkan adanya satu orang Khalifah yang dibai'at di tengah kaum muslimin. Sabda Rasulullah:

“Barang siapa yang mati dan di pundaknya tidak ada bai’at (kepada Khalifah) maka sungguh matinya seperti mati jahiliyah. ” [HR. Muslim].

Rakyat yang takwa juga seharusnya bersungguh-sungguhnya untuk berjuang agar Syari’at Islam kembali diwujudkan di muka bumi dengan jalan menegakkan Daulah Khilafah Islam. Sebab ketiadaan Daulah Khilafah inilah yang menjadi pangkal utama tidak diterapkannya aturan-aturan Allah SWT yang akan memberikan kebaikan kepada seluruh manusia. Tidak adanya Daulah Khilafah juga menyebabkan terpecah-belahnya kaum muslim di dunia ini. Sehingga membuat kaum muslim gampang dijajah oleh negara-negara imperialis yang rakus. Ini artinya, keberadaan Daulah Khilafah sangat dibutuhkan untuk mewujudkan ketakwaan yang hakiki, baik per individu muslim maupun kaum muslimin secara kolektif.

Allâhu Akbar 3X wa lillâhil hamd Kaum muslimin yang dimuliakan Allah SWT

Inilah takwa yang sesungguhnya. Yakni menjalankan aturan Allah SWT dalam seluruh aspek kehidupan kita. Baik dalam persoalan individu, keluarga, ataupun negara. Ketaqwaan yang total dan menyeluruh inilah yang bisa memberikan pengaruh nyata di tengah-tengah umat. Menyelesaikan persoalan umat dan jalan keluar dari persoalan kehidupan kita. Sebagaimna firman Allah SWT:

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. ” (Qs. at-Thalâq [65]: 2-3).

Tidak hanya itu saja, ketakwaan yang sesungguhnya inilah yang akan mengantarkan kaum muslim ke surga Allah SWT yang sangat dirindu-rindukan oleh setiap muslim. Firman Allah SWT:

“Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman). mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti, sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa; sedang tempat kesudahan bagi orang- orang kafir ialah neraka. ” (Qs. ar-Ra’d [13]: 35).

Allâhu Akbar 3X wa lillâhil hamd

Semoga Allah SWT memberikan kepada kita kekuatan iman dan semangat untuk menjalankan hukum-hukum Allah SWT. Serta mengelompokkan kita ke dalam golongan pejuang-pejuang Islam, yang berupaya mewujudkan negara Khilafah Islamiyah, yang mengikuti manhaj atau metode Nabi Saw. Marilah kita berdoa kepada Allah SWT agar amal ibadah kita selama bulan Ramadhan diterima di sisi Allah SWT, dan kita berhasil meraih derajat taqwa.