Strategi Dakwah Habib Mundzir Al Musawa Dalam Pembentukan Akhlakul Karimah Jama’ah Remaja Di Majelis Rasulullah Saw

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Oleh :

HALOMOAN (108051000185)

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVRSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2013 M/1434 H


(2)

DI MAJELIS RASULULLAH SAW

Skripsi

Diajukan kepada fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Halomoan

NrM. r080s100018s

Pembimbing:

NIP: 19730822 99803 2001

JURUSAN

KOMUNIKASI

DAN PENYIARAN

ISLAM

FAKULTAS

ILMU

DAKWAH DAN

ILMU

KOMUNIKASI

UNIVERSITAS

ISLAM NEGERI

SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

MUSAWADALAM MEMBENTUK AKHLAKUL KARIMAH REMAJA DI MAJELIS RASULULLAH telah diuiikan dalam sidang munaqasyah Fakultas

Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Ulirl Syarif Hidayatuilah Jakarta pad a29 Mei 2013. Skripsi

ini telah diterima

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana

Ilrnu

Komunikasi Islam (s.Kom.I.) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

J akarta, 22 J anuari 2073 Sidang Munaqasyah

Ketua merangkap anggota, Sekretaris merangkap anggota,

a"g.

Drs. Jumroni. MSI

NIP: 19630515 1992031 006

Anggota,

Penguji I Penguji II

Pembimbing

MA

197108t6

052r 199903 2 002


(4)

i

Strategi Dakwah Habib Mundzir Al-Musawwa Dalam Membentuk Akhlaqul Karimah Remaja Di Majelis Rsulullah

Islam merupakan agama dakwah. Agama yang memerintahkan pemeluknya untuk menyebarkan dan mensyi’arkan ajaran islam kepada seluruh ummat manusia di muka bumi ini sebagai rahmat semesta alam. Habib Mundzir Al-Musawwa adalah seorang da’i yang menjalankan perintah Allah untuk mengajak ummat Nabi Muhammad SAW khususnya kaum remaja agar meningkatkan diri dalam memahami, mengamalkan ajaran Islam yang benar sehingga terbentuk Akhlakqul karimah dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta Nabi Muhammad SAW.

Keberhasilan seorang Da’i dalam berdakwah sangat ditentukan oleh

strategi yang digunakan. Oleh karena itu Habib Mundzir Al-Muasawwa menggunakan beberapa strategi dalam berdakwah kepada kaum remaja. Maka rumusan dari latar belakang masalah adalah : Bagaimana Strategi Dakwah Habib Mundzir Al-Musawwa Dalam Membentuk Akhlaqul Karimah Remaja Di Majelis Rasulullah?

Asmuni Syukir dalam bukunya Dasr-dasar Strategi Dakwah Islam menyebukan bahwa strategi dakwah adalah metode, siasat, taktik yang harus digunakan dalam aktivitas dakwah. Dengan memperhatikan beberapa asas-asas strategi dakwah, yaitu asas filosofis, sosiologis, asas keahlian da’i, psikologis, efektifitas dan efisiensi dakwah.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis data bersifat deskriftif, yaitu metode yang berfungsi sebagai prosedur penelusuran masalah yang diteliti dengan menggambarkan subjek dan objek penelitian berdasarkan fakta yang ada. Sedangkan teknik pengumpulan datanya menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Habib Mundzir Al-Musawwa menggunakan strategi dakwah yakni pertama memfokuskan obyek dakwah kepada kaum remaja, kedua menyusun program-program dakwah, ketiga memanfaatkan media dakwah. Dari strategi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa: Habib Mundzir Al-Musawwa memiliki strategi yang efektif, terarah dan terencana dalam setiap melakukan kegiatan dakwahnya terhadap para remaja agar menjadi remaja muslim yang berakhlaqul karimah dan benar-benar mengetahui ajaran Islam serta melaksanakannya.


(5)

ii

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur atasa seluruh kehendak Allah

S.W.T, sang pemilik kehendak. Atas izin-Nya lah akhirnya skripsi ini selesai dalam proses pengerjaannya. Skripsi ini merupakan anugrah dan nikmat besar yang Allah berikan kepada saya.

Atas terselesaikannya skripsi ini, tidak lupa saya haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Bapak Drs. Mahmud Jalal, M.A, serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Bapak Drs. Study Rizal, L.K, M.A.

2. Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Bapak Drs. Jumroni,MSI, Skertaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Ibu Umi Musyarrofah, MA. 3. Dosen pembimbing skripsi, Ibu Rubiyanah MA yang telah menyediakan

waktu dan tenaganya, serta membagi ilmunya untuk membimbing saya.

4. Seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan bantuannya selama ini.

5. Segenap staf Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

6. Pimpinan Majelis Rasulullah, Habib Mundzir Al-Musawwa yang sudah bersedia untuk diwawancarai, skretaris Majelis Rasulullah Bapak. H. Syukron


(6)

iii

7. Orang tua tercinta, yaitu mamah dan ayah yang selalu menanyakan perkembangan sekripsi ini serta doanya agar skripsi ini bejalan dengan baik. 8. Kakak dan adik kandung saya yang selalu membantu dalam suksesnya

pencarian informasi untuk skripsi ini.

9. Kawan-kawan KPI F angkatan 2008 yang selalu member semangat lebih untuk mengerjakan semangat ini.

Jakarta, 09 September 2013


(7)

iv

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metodelogi Penelitian ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Strategi Dakwah ... 13

1. Strategi ... 13

a. Pengertian Strategi ... 13

b. Tahapan-tahapan Strategi ... 15

2. Dakwah ... 16

a. Pengertian Dakwah ... 16

b. Unsur-unsur Dakwah... 18

c. Bentuk-bentuk Metodelogi Dakwah ... 20

a. Alhikmah ... 20

b. Al-Mauidzotul Hasanah ... 22

c. Mujadalah Billati Hiya Ahsan ... 23

d. Qudwatul Hasanah ... 24

e. Ashlubul Quwwah ... 24

3. Strategi Dakwah ... 25

a. Pengertian Strategi Dakwah ... 25


(8)

v

1. Pengertian Remaja ...29

2. Batasan-batasan Remaja ...30

3. Tugas Perkembangan Remaja ...31

BAB III PROFIL HABIB MUNDZIR AL-MUSAWWA DAN GAMBARAN UMUM MAJELIS RASULULLAH A. Profil Habib Mundzir Al-Musawwa ...32

1. Riwayat Hidup Habib Mundzir Al-Musawwa ...32

2. Silsilah Keturunan Habib Mundzir Al-Musawwa ...44

3. Pendidikan Habib Mundzir Al-Musawwa ...44

4. Guru-guru Habib Mundzir Al-Musawwa ...45

5. Karya-karya Habib Mundzir Al-Musawwa ...48

6. Aktifitas-aktifitas Habib Mundzir Al-Musawwa ...48

B. Gambaran Umum Majelis Rasulullah ...51

1. Sejarah Bedirinya Majelis Rasulullah ...51

2. Struktur Pengurus Majelis Rasulullah ...53

C. Visi Misi Majelis Rasulullah ...55

D. Program-program Majelis Rasulullah ...55

1. Bimbingan Rohani di Instansi Pemerintahan dan Perkantoran Pada Jam Makan Siang ...55

2. Bimbingan Di Stasiun Televisi ...56

3. Hadroh Majelis Rasulullah ...56

E. Habib Mundzir Al-Musawwa dan Majelis Rasulullah ...57

BAB IV TEMUAN HASIL PENELITIAN Strategi Dakwah Habib Mundzir Al-Musawwa ...59

1. Memfokuskan Obyek Dakwah Pada Kaum Remaja ...60

2. Menyusun Program-program Dakwah ...66


(9)

vi

B. Saran ...77


(10)

1

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama dakwah. Agama dakwah yang dimaksud adalah agama yang di dalamnya terdapat usaha menegakan yang hak dan yang bathil, dengan menyebarluaskan kebenaran dan menutup pintu-pintu dari segala perbuatan tercela, mengajak orang-orang yang belum mempercayainya bahwa pekerjaan tersebut adalah tugas suci dari sang Khaliq. Semangat untuk memperjuangkan tugas suci itulah yang kian hari semakin padam dari jiwa-jiwa para penganutnya. Semangat yang mengegbu-gebu seharusnya tertanam dalam diri semua manusia ketika mereka mengenal bahwa islam adalah agama suci, yang diturunkan untuk semua ummat manusia. Sehingga dakwah menjadi panggilan suci bagi mereka yang menjalankannya atas perintah Allah SWT.

Sebagai agama yang universal, Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW merupakan satu bentuk kehidupan yang benar dan senantiasa memberikan pedoman kepada ummat-Nya dari mulai persoalan yang besar sampai hal yang paling kecil. Islam bukanlah agama yang terbatas hanya dalam kehidupan pribadi yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya semata, namun juga memberikan pedoman hidup yang utuh dan menyeluruh secara jasmani, rohani, material, spiritual, sosial dan ukhrowi.1

Dalam kehidupan masyarakat yang semakin kompleks ini, dakwah Islam memerlukan sebuah setrategi baru yang mampu mengantisipasi

1

M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1997) cet


(11)

perubahan zaman yang semakin dinamis. Oleh sebab itu, dalam peradaban Islam sekarang ini guna menyongsong kebangkitan ummat di zaman modern saat ini diperlukan informasi pola strategi yang tepat.2 Untuk itu dakwah haruslah dikemas dengan strategi dan metode yang tepat dan pas. Dakwah harus tampil secara aktual, faktual, dan konstektual. Aktual dalam arti memecahkan masalah terkini hangat di tengah masyarakat.3 Strategi dakwah harus mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi yaitu dalam dakwah harus ada usaha untuk mengembangkan antara biaya, waktu, maupun tenaga yang dikeluarkan dengan pencapaian hasil yang semaksimal mungkin.4

Dakwah yang merupakan panggilan suci, karena sisi dari panggilan itu merupakan satu rangkaian pesan yang mengarahkan kepribadian manusia dalam melakukan hubungan dengan Tuhan, alam dan lingkungan. Hubungan tersebut menjadi sebuah realitas yang tak terelakan dalam kehidupan manusia jamak, ketika rangkaian pesan yang dimaksud tersampaikan dengan jalan hikmah (arif dan bijaksana), sebab merumuskan ketentuan penyampaian pesan dakwah tentu tidak bisa ditempuh dengan satu arah. Berbagai dimensi, ruang dan media dapat saja dijadikan komoditas dalam menyampaikan pesan dakwah secara umum.5

Perbuatan-perbuatan baik, jalan-jalan kedamaian, serta meneyeru dengan tutur kata yang baik merupakan ladang dakwah yang amat luas pengertiannya. Manusia dalam berdakwah dapat melalui sisi manapun dalam kehidupan, karena sesungguhnya manusia memiliki tugas dari Allah pencipta alam semesta, yaitu menjalankan dakwah.

2

M. Bahri Ghazali, Komunikatif Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi

Dakwah, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1997) cet ke-1 h. 33. 3

M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenda Media, 2006), h. IX.

4

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 33.

5


(12)

Hal tersebut tercantum dalam Al-Qur‟an surat An-Nahl ayat 125

Artinya : ”Serulah manusia kejalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantulah mereka dengan cara baik, sesungguhnya

Tuhanmulah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dijalanNya dan Dialah

yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuknya. “ (An-Nahl: 125)

Ayat di atas menunjukan bahwa Allah mengajarkan manusia untuk

saling bertautan, saling menasehati satu dengan lainnya dengan cara yang

baik-baik dan menjauhkan perdebatan diantara manusia. Kalimat-kalimat suci

menjadi pegangan yang begitu dogmatis dan radikal.

Penggalan dari firman-firman Allah di atas khususnya dan di dalam

Al-Qur‟an umumnya itu sesungguhnya mewujudkan sesorang muslim dalam tutur katanya, Islam dalam perbuatannya dan juga Islam dalam jiwanya. Allah menganjurkan kepada manusia untuk mampu mendebat kepada sebuah

kezhaliman dengan strategi yang baik pula. Semua anjuran tersebut itu perlu

di interpretasikan lebih jauh dan mewujudkannya dengan teori-teori yang

mendukung proses dakwah. Sebagaimana dikatakan oleh Ahmad Muhammad

Jamal mengutip pendapat Sayyid Quthb bahwa “Sesungguhnya Islam selalu menghindarkan diri dari peperangan, karena perang dapat menimbulkan

penjajahan, perbudakan, dan berbagai sikap dan ambisi buruk dari

Negara-negara penakluk.”6

Islam menyeru manusia kejalan Allah dengan jalan

bijaksana dan penuh kedamaian.

6

Ahmad Muhammad Jamal, Perang Damai dan MIliter dalam Islam, (Jakarta:


(13)

Begitu banyak atau menjamurnya kegiatan-kegiatan dakwah yang ada di masyarakat serta lembaga-lembaga dakwah formal maupun non formal, akan tetapi masih banyaknya para remaja yang melakukan penyimpangan moral serta kurang optimalnya pengawasan orang tua dan pengawasan diri seperti banyak ditemukan remaja yang menghabiskan waktunya untuk melakukan hal yang tidak bermanfaat seperti, Narkoba, meminum-minuman keras (khamar) dan berjudi, semua perbuatan tersebut dikarenakan kurangnya pengawasan orang tua dan pengendalian diri terhadap remaja itu sendiri, serta di dorong oleh pengaruh negatif dari perkembangan tekhnologi dan budaya yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan mereka yang akan berdampak bagi kelangsungan kehidupan beragama bagi remaja dan masyarakat sekitarnya. Karena kita ketahui remaja adalah gambaran untuk hari esok dan remaja sebagai generasi penerus yang merupakan asset bangsa ini dan harus baerlandaskan iman, imu, dan akhlak yang baik.

Usaha untuk mewujudkan ajaran Islam yang kaffah dalam aspek kehidupan, tentunya tidak hanya pada tanggung jawab orang tua saja, tetapi unsur-unsur lain yang tidak dapat dikesampingkan dalam masalah ini, yaitu keberadaan kaum remaja sebagai penerus agama dan bangsa yang memiliki andil dalam penyampaian usaha dakwa. Untuk itulah remaja dituntut untuk melakukan hal positif serta memiliki andil dan manfaat terhadap lingkungannya.

Strategi merupakan suatu perencanaan atau keputusan manajerial yang strategis untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapakan oleh suatu organisasi tertentu. Dalam konteks dakwah, strategi juga sangat dibutuhkan


(14)

terutama bagi seorang Habib Mundzir Al-Musawwa sebagai da‟i serta organisasi yang dipimpinnya yaitu Majelis Rasulullah yang merupakan bagian dari organisasi masyarakat.

Habib Munzdir Al-Musawwa merupakan da‟i yang menjalankan dakwahnya di Jakarta. Habib Munzdir Al-Musawwa selain sebagai da‟i beliau juga pimpinan dari majelis Rasulullah, yang merupakan majelis besar yang ada d Jakarta. Majelis ini berdiri pada tahun 2000, majelis yang awalnya

hanya tujuh jama‟ah, kini jama‟ah majelis Rasulullah telah mencapai ratusan. Majelis Rasulullah ini telah banyak diketahui umat islam di Jakarta maupun di luar Jakarta. Hal ini menunjukan bahwa Habib Munzdir Al-Musawwa berdakwah tidak hanya di Jakarta saja, akan tetapi dakwahnya telah menyebar keluar daerah Jakarta. sudah tentu diperlukan strategi-strategi untuk menjalankannya agar berhasil dalam menyebarluaskan dakwahnya.

Habib Mundzir Al-Musawwa melakukan kegiatan dakwahnya yaitu, dari mesjid ke mesjid, mushola ke mushola, dan beberapa program televisi. Salah satu ciri khas dakwah Habib Mundzir Al-Musawwa adalah membuat acara peringatan hari-hari besar Islam di pusat kota, seperti MONAS, Stadioan sepak bola Gelora Bung Karno Senayan, masjid Istiqlal. Dakwah Habib Mundzir Al-Musawwa sangat menekankan kepada pentingnya akhlak yang baik secara sempurna melalui kecintaan kepada nabi Muhammad SAW dengan cara selalu mengajak para jama‟ahnya untuk selalu bersholawat.

Majelis Rasulullah yang memiliki banyak jama‟ah baik dari kalangan orang tua maupun remaja, namun lebih banyak didominasi oleh remaja. Dominasi ini dikarenakan remaja yang haus akan nilai-nilai islami, rasa


(15)

penasaran mereka terhadap nilai-nilai islam yang luhur dan keinginan tahu mereka terhadap Nabi Muhammad SAW, yang seringkali ditanamkan Habib Mundzir Al-Musawwa dalam setiap cermahnya.

Hal inilah yang menyebabkan daya tarik remaja pada dakwah Habib Mundzir Al-Musawwa dan majelis Rasulullah yakni adanya Ilmu yang disampaikan untuk pembenahan Akhlaq disertai bershalawat kepada Nabi dengan iringan hadroh yang menjadikan dasar sebagai lambang kecintaan dan kerinduan umat kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh umat terdahulu baik dari kalangan sahabat hingga kepada kita umat muslim.

Strategi Dakwah Habib Mundzir Al-Musawwa dalam pembentukan akhlakul karimah pada remaja di majelis Rasulullah memiliki ciri khas

tersendiri jika dibandingkan dengan da‟i-da‟i yang lain, yang kebanyakan lebih mengandalkan pada strategi dakwah pada ceramah saja.

Berdasarkan pemaparan disertai penjelasan diatas. Maka penulis mengangkat kajian ini dalam bentuk skripsi yang berjudul “STRATEGI DAKWAH HABIB MUNDZIR AL MUSAWADALAM MEMBENTUK AKHLAKUL KARIMAH REMAJA DI MAJELIS RASULULLAH” B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang diatas dan agar penulisan ini terarah, maka penulis membatasi hanya pada strategi dakwah Habib Mundzir Al-Musawwa pada kalangan remaja di Majelis Rasulullah.

Berdasarkan pembatasan di atas, maka permasalah yang akan diteliti adalah: Bagaimana Strategi Dakwah Habib Mundzir Al Musawwa Dalam Membentuk Akhlaqul Karimah Remaja Di Majelis Rasulullah?


(16)

C. Tujuan dan Mnfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui strategi dakwah Habib Mundzir Al Musawwa dalam membentuk akhlaqul karimah remaja di Majelis Rasulullah.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademik

1) Hasil dari penelitian ini bisa memberikan pengetahuan dan wawasan dalam upaya mengembangkan studi komunikasi dan dakwah.

2) Selain itu, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) khususnya pada jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dalam menyampaikan pesannya kepada penerima dakwah dengan menggunakan metode yang ada.

b. Manfaat praktis

1) Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang sesuai dalam peningkatan mutu dakwah para da‟i

atau calon da‟i terhadap mad‟unya.

2) Sebagai masukan bagi masyarakat muslim bahwa pentingnya shalawat kepada nabi Muhammada SAW

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah menggunakn pendekatan kualitatif dengan format desain deskriptif. Metode deskriptif adalah pencarian fakta


(17)

dengan interpretasi yang tepat. Metode ini mempeajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tatacara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan serta pengaruh dari suatu fenomena.7

Untuk mendukung faktanya penelitian ini, peneliti juga mnambahkan metode triangulasi dalam mengumpulkan data-data sebagai penunjang dalam penelitian yang dilakukan. Peneliti menggunakan metode triangulasi yang dipakai sesuai dengan buku dari Burhan Bungin yang mngungkapkan bahawa triangulasi merupakan cara penggabungan dua metode dalam satu kajian dengan mengambil pendapat dari luar objek penelitian untuk mendukung faktanya sebuah objek penelitian.8

Berdasrkan metode penelitian tersebut di atas peneliti berharap mendapat data penelitian yang bersifat deskriptif interpretatifsehingga peneliti dapat menganalisis dan menelaah lebih dekat, mendalam, mengakar, menyeluruh untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas menegenai Strategi Dakwah Habib Mundzir Al-Musawwa dalam membentuk Akhlaqul Kraimah Reamaja Di Majelis Rasulullah.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di sekertariat majelis Rasulullah SAW di jalan perdatam Cikokol Jakarta Barat dan melakukan pengamatan pula di majelis rutin setiap hari senin jam 20.15-21.30 WIB di masjid Al-Munawwar Perdatam Jakarta Barat selama tujuh bulan, mulai dari November 2012 sampai Mei 2013.

7

Moh Nazir, Metode Penelitia, (Bogor: Ghalia Indonesia. 2015 h.55

8

Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan


(18)

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah tempat memperoleh keterangan.9 Dalam masalah ini subjek penelitian adalah Habib Mundzir Al Musawwa, dan objek penelitian adalah jama‟ah Remaja majelis Rasulullah Saw.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara sebagai berikut :

a. Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki.10 Peneliti melakukan pengamatan atau terjun langsung kelapangan (field reaserch) untuk melihat langsung pelaksanaan dakwah yang dilakukan oleh Habib Mundzir Musawwa, mulai dari kegiatan-kegiatan dakwah Habib Mundzir Al-Musawwa, kemudian melihat langkah-langkah yang dilakukan Habib Mundzir Al-Musawwa dalam membuat rancangan strategi dakwah yang dilakukan dalam membina akhlaqul karimah remaja di Majelis Rsulullah.

b. Wawancara, yaitu percakapan langsung dan tatap muka dengan maksud tertentu yang dilakukan pewawancara untuk memperoleh informasi.11 Dalam hal ini penulis mewawancarai Habib Mundzir Al-Musawwa sekaligus pimpinan majelis Rasulullah Saw dan dua pengurus dari Majelis Rasulullah yaitu sekretaris dan wakil sekretaris

serta jama‟ah beberapa Jama‟ah remaja.

9

Tatang M. Arifin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: Rajawali Press, 1989), hal.

13. 10

Sutrisna Hadi, Metodelogi Reaserch, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989) cet ke-19, hal.

139 11

Imam Suprayogo, Thabrani. Metodologi Sosial Agama (Bandung PT. Remaja


(19)

c. Dokumentasi, mengumpulkan data-data yang ada dari sekertariat Majelis Rasulullah SAW dan data lainnya yang ada kaitannya dengan masalah penelitian ini.

5. Teknik Analisis Data

Dari data yang dikumpulkan, kemudian dianalisa dan diinterpretasikan. Sedangkan metode yang penulis pakai dalam menganalisa data adalah dengan menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu melaporkan data dengan cara menerangkan, memberi gambaran dan mengklasifikasikan data yang terkumpul apa adanya dan kemudian data tersebut disimpulkan.

6. Pedoman Penulisan

Penulisan skripsi ini menggunakan “Buku Pedoman akademik,

Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi”, yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008-2009 edisi ke-24. 12

E. Tinjauan Pustaka

Dari banyaknya skripsi yang membahas metode dakwah seorang tokoh, penulis bermuajahah dan mengambil ta’bir dari berbagai penelitian yang

berkaitan dengan peran seorang da‟i untuk menunjang penelitian ini.

Karya-karya ilmiah yang peneliti baca beberapa dari UIN Syarf Hidayatullah dan Jug dari Universitas lai, sebagai berikut:

1. “Strategi Dakwah Generasi Muda Masjid Al-Hikmah (GEMA) Dalam Meningkatkan Nilai-Nilai KeIslaman Para Pemuda Di

Kampung Areman Cimanggis Depok” mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta atas nama Indra Dita Puspito (107051002572)

12

Tim Penyusun, Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif


(20)

tahun 2011, membahas mengenai bagaimana generasi muda masjid Al-Hikmah meningkatkan nilai-nilai Islam kepada para pemuda didaerah kampung Areman Cimanggis Depok.

2. “Pesan Dakwah Habib Mundzir Al-Musawwa dalam Website www.majelisrasulullah.org” mahasiswa Universitas Negeri Jakarta atas nama Iqbal Tawakal (4715087235) tahun 2012, membahas pesan dakwah Habib Mundzir Al-Musawwa dalam website www.majelisrasulullah.org.

3. “Peran K.H Muhtadi Alawy Dalam pengembangan Dakwah di Kelurahan Jombang Ciputat” mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas nama Noviadi Firdausil Ula (104051001758) tahun 2010,membahas mengenai peran K.H dalam mengembankan dakwahnya di Jombang Ciputat.

Sedangkan skripsi yang saya ajukan adalah “strategi dakwah Habib Mundzir Al Musawwa dalam pembentukan akhlakul karimah remaja di majelis Rasulullah Saw” membahas tentang strategi yang digunakan Habib dalam menempuh dakwah di majelis Rasulullah Saw untuk membentuk akhlaqul karimah pada pemuda. perbedaan yang paling mendasar dari skripsi ini dengan yang lainnya adalah terdapat di objek penelitiannya yaitu Habib Mundzir Al-Musawwa.

F. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, dan pada tiap bab terdapat sub bab dengan penulisan sebagai berikut :


(21)

BAB I : Pendahuluan

Bab pendahuluan merupakan uraian landasan umum dari skripsi

ini. Isinya menjelaskan latar belakang masalah penulisan ini,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metodelogi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Teoritis

Dalam bab ini membahas secara detail tentang pengertian strategi, tahapan-tahapan strategi, pengertian dakwah, unsur-unsur dakwah Metode Dakwah, pengertian strategi dakwah, asas-asas strategi dakwah, akhlaqul karimah,dan pengertian remaja.

BAB III : Profil Habib Mundzir Al-Musawwa

Bab ini memaparkan riwayat hidup Habib Mundzir Al-Musawwa, sejara berdirinya Majelis Rasulullah dan kegiatan dakwah Habib Mundzir Al-Musawwa dan Majelis Rasulullah.

BAB IV : Hasil Penelitian

Bab ini merupakan pembahasan inti dari hasil penelitian, yang berisi mengungkap secara detail tentang strategi dakwah Habib Mundzir Al-Musawwa dalm membentuk akhlaqul kariah remaja di Majelis Rasulullah.

BAB V : Penutup

Sebagaimana lazimnya dalam sebuah laporan hasil penelitian, dalam bab ini berisikan mengenai kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang diajukan pada bab pertama dan saran-saran.


(22)

(23)

14

A. Strategi Dakwah

Sebelum membahas mengenai strategi dakwah, penulis terlebih dahulu menguraikan mengenai pengertian strategi dan dakwah secara umum, yaitu sebagai berikut:

1. Strategi

a. Pengertian Strategi

Ditinjau dari segi etimologi, kata “strategi” berasal dari bahasa Yunani yaitu “strategos” yang diambil dari kata “strator” yang berarti militer.1Kata “strategi”dalam kamus bahasa Inggris adalah “strategy” yang berarti siasat.2 Sedangkan di dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa strategi memiliki arti yaitu seni atau ilmu yang menggunakan sumber daya manusia untuk melaksanakan kebijakan tertentu.3

Pada awal-awalnya strategi itu dihubungkan dengan operasi militer dalam skala besar-besaran. Maka strategi dapat diartikan sebagai ilmu tentang perencanaan dan pengarahan operasi militer secara besar-besaran. Disamping itu dapat juga berarti kemampuan yangterampil dalam menangani dan merencanakan sesuatu.4

1

Setiawan Hari Purnomo dan Zulkiflimansyah, Manajemen Strategi: sebuah konsep

pengantar, (Jakarta: LPEE UI 1999, h. 8. 2

Kamiso, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, (Surabaya: PT. Karya Agung), h. 279

3

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 1997), h. 199. 4

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:


(24)

Sedangkan pengertian strategi ditinjau dari segi terminology, adalah sebagai berikut:

Eko Endarmoko di dalam bukunya menjelaskan bahwa strategi merupakan sebuah planning, program-program, skema, kebijakan garis haluan, khittah, pendekatan politik atau prosedur. 5

Menurut Din Syamsudin di dalam bukunya menjelaskan bahwa strategi itu adalah sebagai berikut:

1) Rencana dan cara yang seksama untuk mencapai tujuan

2) Seni dalam mensiasati pelaksanaan rencana atau program untuk mencapai tujuan

3) Sebuah penyesuaian terhadap lingkungan untuk menampilkan fugngsi dan peran penting dalam mencapai keberhasilan.6

Menurut Onong Uchyana Effendi, strategi pada dasarnya adalah perencanaan planning dan management untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak hanya berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjuk satu arah saja, melainkan harus menunjukan bagaimana cara operasinalnya.7

Dari pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi merupakan sebuah rencana atau planning dan cara mensiasati suatu program atau kegiatan yang dilaksanan agar tercapai dengan baik sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

5

Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,

2006), h. 613. 6

Din Syamsudin, Etika Agama Dalam membangun Masyarakat Madani, (Jakarta: Logos,

2000), Cet. I, h. 127. 7

Onong Uchyana Effendi, Teori dan Praktek Ilmu Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja


(25)

b. Tahapan- tahapan Strategi

Fred R. David mengatakan bahwa dalam proses strategi ada tahapan-tahapan yang harus ditempuh, yaitu:

1) Perumusan Strategi

Hal-hal yang termasuk dalam perumusan strategi adalah pengembangan tujuan,mengenai peluang dan ancaman eksternal, penetapan kekuatan dan kelemahan secara internal, melahirkan strategi alternatif, serta memilih strategi untuk dilaksanakan. Pada tahap ini adalah proses merancang, dan menyeleksi berbagai strategiyang yang akhirnya menuntun pada pencapaian misi dan tujuan organisasi

2) Implementasi Strategi

Implementai strategi disebut juga sebagai tindakan dalam strategi, karena implementasi berarti mobilisasi untuk mengubah strategi yang dirumuskan menjadi suatu tindakan. Kegiatan yang termasuk dalam implementasi strategi adalah pengemabangan budaya dalam mendukung strategi, menciptakan struktur yang efektif, mengubah arah, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memanfaatkan system informasi yang masuk. Agar tercapai kesuksesan dalam implementasi startegi, maka dibutuhkan adanya displin, motivasi kerja.

3) Evaluasi Strategi

Evaluasi strategi adalah proses diamana majer


(26)

pencapaian tujuan. Tahap akhir dalam startegi adalah

mengevaluasi strategi yang telah dirumuskan sebelumnya.8

2. Dakwah

Ditinjau dari pengertian atau etimologi atau bahasa, kata dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu da’a- yad’u- da’watan, artinya mengajak, menyeru, memanggil. Warson Munawir seperti yang dikutip oleh samsul Munir Amin menyebutkan bahwa dakwah artinya adalah memanggil (to call), mengundang (to invite), mengajak (to summon), menyeru (to propose), mendorong (to urge) dan memohon. Sedangkan orang yang melakukan seruan atau ajakan disebut da‟i (isim fa’il) artinya orang yang menyeru. Tetapi karena perintah memanggil atau menyeru adalah proses penyampaian (tabligh) atas pesan-pesan tertentu maka pelakunya dikenal sebagai muballigh artinya penyampai atau proses. Secara etimologi dakwah atau tabligh merupakan suatu proses penyampaian atas pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan tersebut.9

a. Pengertian Dakwah

Secara “etimologis, kata “ dakwah” berasal dari Bahasa Arab da’a - yad’u da’watan, yang berarti : ajakan, seruan, panggilan, atau

undangan”10

. Dakwah menurut istilah dalam surat An-Nahl ayat 125 adalah mengajak umat manusia kejalan Allah dengan cara bijaksana, nasehatyang baik serta berdebat dengan cara yang baik pula.

“ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah, dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.

8

Fred David, manajemen Strategi Konsep, (Jakarta: Prenhallindo, 2002), h. 5

9

Samsul Munir Amin, MA. Ilmu Dakwah. (Jakarta: Amzah,2009), h.1-2

10

Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki Al-Hasani, Kiat sukses Berdakwah, (Jakarta:


(27)

Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”11

Namun, secara terminologis ada banyak definisi dakwah yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Muhammad Khidir Husein dalam bukunya ad-Dakwah ila al-Islah mengatakan dakwah adalah upaya untuk memotivasi agar orang berbuat baik dan mengikuti jalan

petunjuk, dan melakukan amar ma‟ruf nahi munkar dengan tujuan

mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

QuraiSihab mendefinisikannya sebagai “seruan atau ajakan kepada keinsyafan, atau usaha mengubah sesuatu yang tidak baik kepada sesuatu yang lebih baik terhadap pribadi maupun

masyarakat”12 Dakwah adalah “suatu proses penyampaian atau penyeruaninformasi Ilahiyah kepada para hamba manusia yang merupakan bagian integral dari hidup dan kehidupan setiap individu

muslim”.13 Dakwah adalah “suatu gejala di mana terdapat dua orang atau lebih yang salah satu atau sebagian diantaranya menyampaikan

amar ma‟ruf nahi munkar”14

. Jadi, dakwah adalah suatu aktifitas atau kegiatan yang bersifat menyeru atau mengajak kepada orang lain, untuk mengamalkan ajaran Islam dengan tujuan mencari kebahagiaan hidup dunia dan akhirat dengan dasar keridhaan Allah.

11

Depag RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya…. h. 421

12

(http://tri1405.blogsome.com/2007/05/07/apengertian-dakwah, diakses 09 November 2012)

13

Munzier Suparta dan Harjani Hefni, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2006), hal. 62 14


(28)

b. Unsur-unsur Dakwah

Dalam kegiatan dakwah, unsur-unsur dakwah harus selalu berada di dalamnya guna dapat mencapai tujuan dakwah yang diinginkan, karena pada hakekatnya unsur dakwah sendiri merupakan sesuatu yang melekat dalam dakwah. Dan adapun unsur-unsur dakwah adalah sebagai barikut:

1) Da'i (pelaku dakwah)

Yang dimaksud da'i atau biasa disebut dengan sebutan mubaligh (orang yang menyampaikan ajaran Islam) adalah orang yang melaksanakan atau menyampaikan dakwah secara lisan, tulisan ataupun perbuatan baik secara individu, kelompok ataupun secaraorganisasi.

Sebagai pelaksana atau pelaku dakwah sebenarnya bisa dibedakan antara yang wajib 'ain dan wajib kifayah. Wajib 'ain adalah aktifitas dakwah yang tidak memerlukan persyaratan ilmu. Karena dakwah dalam bentuk yang demikian dapat dilakukan oleh setiap muslim, misalnya amar ma'ruf dan nahi mugkar. Wajib kifayah adalah dakwah yang memenuhi syarat untuk dilaksanakan secara profesional. Tugas dakwah seperti ini seyogyanya memenuhi persyaratan, baik persyaratan ilmu maupun imani.

Jadi dakwah professional ini tidak wajib bagi muslim yang belum memenuhi persyaratan dakwah seperti itu. Subyek dakwah dalam taraf ini disebut Da'i. salah satu bentuk dari dakwah professional ini antara lain adalah tabligh, “sedangkan subyek


(29)

dakwah dalam hal ini disebut dengan istilah muballigh”15. “Allah SWT telah mewajibkan kepada Rasulnya dan orang-orang mu'min untuk berdakwah kepada Allah, akan tetapi Allah mengikat perintahnya tersebut dengan syarat harus dikerjakan atas dasar ilmu pengetahuan yang mendalam (bashirah) dan kebijaksanaan ( al-hikmah)”16.

2) Mad'u (orang yang menerima dakwah)

Yang dimaksud dengan mad'u adalah manusia yang menerima dakwah yang disampaikan oleh da'i atau dengan kata lain disebut sebagai obyek atau sasaran dakwah, baik secara individu, kelompok, orang Islam maupun tidak.

3) Maddah (materi dakwah)

Unsur dakwah yang ketiga adalah maddah atau pesan dakwah, pesan dakwah ialah isi yang disampaikan oleh da'i sebagai orang yang menyampaikan kepada mad'u. Dalam mengkaji tentang materi dakwah, Sjahroni A. J berpendapat bahwa, ''Secara umum sebenarnya materi dakwah tercakup dalam al-Qur'an dan al-Hadits. Dengan demikian ajaran Islam yang termuat di dalam dua kitab tersebut sebagai rumusan secara kaffah tentang materi dakwah''17.

Menurut Moh. Ali Aziz materi dakwah dari ajaran Islam dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a) aqidah b) Syari'ah

15

Sjahroni A.J, Teknik Pidato Dalam Pendekatan Dakwah (Surabaya: Dakwah Digital

Press, 2008), hal. 3. 16

Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq, Methode Dan Strategi Da'wah Islam (Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar, 1996), hal.113. 17


(30)

c) Muamalah d) Akhlaq

c. Bentuk-Bentuk Metode Dakwah

Dalam al-Qur‟an surat An-Nahl ayat 125 disebutkan bahwa dakwah adalah

يه يتَ ب د ج نسح ا ع ا

ح ب كب ي س ى دا

ع ه كَب َ سح

ي ت ب ع ه ه ي س ع َ ض ب

)

٥٢١

(

Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah18 dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya Dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Ayat al-Qur‟an yang tercantum diatas adalah menjadi sebuah dilalah bagi Rasul dan muballighin tentang metode berdakwah. Syekh Muhammad Abduh menyimpulkan dari ayat tersebut mengidentifikasi metode dakwah kepada tiga golongan karena melihat karakter ummat manusia yang beragam.19

1) Al-Hikmah

Ada golongan cendiki-cendikawan yang cinta kebenaran, dan berfikir secara kritis, cepat dapat menangkap arti persoalan.

Mereka ini harus dipanggil dengan “hikmah” yakni dengan alasan -alasan, dengan dalil dan hujjah yang dapat diterima oleh kekuatan akal mereka.

18

Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.

19


(31)

Kata “hikmah” dalam al-Qur‟an disebutkan sebanyak 20

kali baik dalam bentuk isim nakiroh atau ma‟rifat. Bentuk

masdarnya adalah “hukman” yang diartikan secara makna aslinya

adalah mencegah. Jika dikaitkan dengan hukum berati implikasinya adalah mencegah dari kedzoliman dan apabila dikaitkan dengan dakwah berati mencegah atau menghindari hal-hal yang kurang relevan dalam melaksanakan tugas dakwah20.

Dalam kajian usul fikil istilah hikmah dibahas ketika

ulama‟ usul membicarakan sifat-sifat yang dijadikan ilat hukum.

Dan pada kalangan tarekat hikmah diartikan sebagai pengetahuan tentang rahasia Allah SWT.21

M. Abduh berpendapat bahwa, Hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah didalam tiap-tiap hal. Hikmah juga diartikan sebagai ucapan yang sedikit lafadz akan tetapi banyak maknanya22 Ataupun diartikan meletakan sesuatu pada tempat atau semestinya.23

Dalam berdakwah, hikmah adalah penentu kesuksesan atau

tidaknya dakwah. Dalam menghadapi mad‟u yang beragam. Baik

dari jenjang pendidikan, strata sosial, usia, latar belakang budaya

seorang da‟i dengan ilmu hikmah akan mudah diterima sehingga

ajaran islam sebagai tujuan dakwah itu sendiri dapat memasuki

ruang hati padu‟ dengan tepat. Namun tidak semua orang mampu

meaih hikmah, sebab Allah hanya memberikan kepada orang-orang

20

Munzir Saputra, harjani Hefni, Metode Dakwah, (Jakarta, Kencanna, 2003), h, 8.

21

Munzir Saputra, harjani Hefni, Metode Dakwah, (Jakarta, Kencanna, 2003), h, 9.

22Lihat, Sa‟dy Abu Habib,

al-Qomusul Fiqhi, h, 97. 23

Abu Hayyan, al-bahrul Muhith, Jilid I, h, 392 juga dr. Zainal Abdul Karim, ad-Dakwah


(32)

yang layak/pantas dalam mendapatkan hikmah. Sebagaimana

tercantum dalam Qur‟an surat Al-Baqoroh ayat 269 :

ا يثك ا يخ يت قف ح ا ي

ء شي ح ا ي

ا ك ي

أا

Artinya : Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).

2) Al-Mauidzotul Hasanah

Ada golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berfikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menagkap pengertian yang tinggi-tinggi. Mereka ini adalah yang disebut

dengan “al-mauidzotul hasanah”, dengan anjuran dan didikan,

yang baik-baik, dengan ajaran-ajaran yang mudah difaham.

Imam Abdullah bin Ahmad An-Nasafi memberikan definisi tentang mauidzoh hasanah sebagai berikut:

ا ب م حصا ت كنا م يلع ىفخي ا يتلا يه ة سحلا ةظع لا

م عف ي ام دصقت

ارقلاب ا ا يف

Al-mauidzotul hasanah yaitu perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada merekaatau dengan al-Qur’an.24

Menurut Abd. Hamid al-Bilali al-Mauizoh al-Hasanah merupakan salah satu manhaj (metode) dalam dakwah untuk menju ke jalan Allah dengan memberikan nasihat atau membimbing dengan lemah lembutagar mereka mau berbuat baik25.

24

Hasanudin, SH, Hukum Dakwah, (Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h, 37.

25

Abdul Hamid al-Bilali, Fiqh Ad-Dakwah fi Ingkar Al-Mungkar(Kuwait: Dar


(33)

3) Mujadalah Billati Hiya Ahsan

Dari segi etimologi (Bahasa) lafadz mujadalah terambil

dari kata “jadala” yang bermakna memintal, meliliti. Apabila

ditambah alif pada huruf jim yang mengikuti wazan Faa ala “jaa

dala” dapat bermakna berdebat dan “mujadalah” perdebatan.”26

Mujadalah Billati Hiya Ahsan Yakni mereka yang cara penyampaian dakwahnya dengan diajak bertukar fikiran guna mendorong supaya berfikir dengan secara sehat dengan cara yang lebih baik.

Demikianlah Syekh Muhammad Abduh menyimpulkan dalam sebuah kalimat.27

(ملسم ا ر ) م ل قع ردق يلع سا لاا بط اخ

berbicaralah kepada manusia menurut kadar akal (kecerdasan) mereka masing-masing”.(HR.Muslim)

Menurut Ali al-Jarisyah dalam kitab Adab Hiwar wa al-Munadzarah, mengaartikan bahwa “al-Jidal” secara bahasa dapat

bermakna “datang untuk memilih kebenarah” dan apabila

berbentuk kalimat isim “al-Jadlu” maka berarti pertentangan atau

perseteruan yang tajam”28

, bahkan al-Jarisyah menambahkan

bahwa, lafadz “al-Jadlu” mustaq dari lafadz “al-Qotlu” yang

berati sama-sama terjadi pertentangan, sepertilahnya yang terjadi perseteruan yang terjai antara dua orang yang saling bertentangan

26

Ahmad Warson al-Munawwir, al-Munawwir, (Jakarta: Pustaka Progresif, 1997), cet

ke-14, h, 175 27

Mohammad Natsir, fiqhud Da’wah, (Media Da‟wah, Jakarta 1427 H, 2006 M), h, 162.

28

Ali al-Jarisyah, Adab al-Hiwar wa al-Munadzarah, (al-Munawarah, Dar al-Wifa,


(34)

sehinga saling melawan / menyerang dan salah satu menjadi kalah. Sedangkan menurut Dr. Sayyid Muhammad Thantawi Mujadalah Billati Hiya Ahsan adalah suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat.29

4) Qudwatul Hasanah

Yakni mereka yang cara penyampaian dakwahnya dengan memberikan teladan yang baik kepada mereka.30

نسح س ه ا س يف ك ق .ا يثك ه ا ك خ ا ي ا ه ا ج ي ك

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah (QS. Al-Ahzab : 21).

5) Aslubul Quwwah

Yakni mereka yang cara penyampaian dakwahnya dengan pendekatan kekuatan. Dan hal ini juga tercantum dalam hadis

Bukhari Muslim yang artinya : “barangsiapa diantara kamu

melihat kemunkaran, maka hendaklah merubahnya dengan : 1) Tangannya (kekuasaannya) apabila ia tidak sanggup, dengan 2) Lidahnya (nasihat); apabila ia tidak kuasa, maka dengan 3) Hatinya; dan itulah selemah-lemahnya iman”.

3. Strategi Dakwah

Setelah membahas penegrtian strategi dan dakwah, maka langkah selanjutnya yang perlu dibahas adalah strategi dakwah, yaitu penggabungan dari strategi dan dakwah.

29

Sayyid. Muhammad Thantawi, Adab al-Khiwar Fil Islam, Mesir, Dar al-Nahdiyah,

diterjemah oleh Zuhairi Misrawi dan Zamroni kamal, (Jakarta: Azan, 2001), Cet. Ke-1, pada kata pengantar.

30


(35)

a. Pengertian Strategi Dakwah

Strategi dakwah sangat erat kaitannya dengan managemen. Karena orientasi kedua term atau istilah tersebut sama-sama mengarah kepada sebuah keberhasilan planning yang sudah ditetapkan oleh individu maupun organisasi. Pengertian managemen srategi adalah suatu proses managerial yang berdasar dan menyeluruh dalam mendayagunakan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi sesuai dengan visi dan misi yang telah ditentukan.

Sedangkan pengertian dakwah sebagaimana telah dijelaskan terdahulu secara singkat adalah upaya yang dilakukan individu ataupun kelompok (kolektif, lembaga, organisasi). Dalam merealisasikan ajaran Islam ditengah-tengah manusia melalui metode-metode tertentu dengan tujuan agar terciptanya kepribadian dan masayarakat yang menerapkan ajaran Islam secara utuh (kaffah) dalam mendapatkan kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.

Oleh karena itu, dakwah sebagai proses kegiatan yang universal dan tidak hanya sekedar bentuk kegiatan ritual keagamaan, tetapi meliputi segala aktifitas hidup manusia, bahkan dakwah juga dituntut untuk menjadi problem solving bagi persoalan-persoalan yang berkembang dimasyarakat, juga mengadopsi istilah managemen dan strategi untuk menjelaskan rangkaian kegiatan dakwah yang dapat membantu pencapaian tujuan dakwah itu sendiri.

Strategi dakwah merupakan metode, siasat, taktik yang harus digunakan dalam aktivitas dakwah.31 Menurut Abu Zahra mengatakan bahwa strategi dakwah Islam adalah perencanaan, penyerahan dan

31


(36)

operasi dakwah Islam yang dibuat secara rasional untuk mencapi tujuan-tujuan Islam yang meliputi seluruh dimensi kemanusiaan.32

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi dakwah merupakan perpaduan dari perencanaan (planning) dan management dakwah untuk mencapai suatu tujuan. Dalam mencapai tujuan tersebut, maka strategi dakwah harus mendapat menunujukan bagaimana operasionalnya yang harus dilakukan secara tekhnik atau taktik, karena sewaktu-waktu dapat berubah tergantung situasi dan kondisi.

Strategi dakwah tidak berbeda dengan strategi komunikasi. Jika dalam dakwah menggunakan startegi komunikasi, maka dakwah yang dilakukan akan berhasil karena sebelum memulai berkomunikasi terlebih dahulu harus paham siapa yang menjadi audiens, media apa yang digunakan sesuai keadaan, pesan yang disampaikan dapat dipahami oleh audiens.

b. Asas-asas Strategi Dakwah

Dalam strategi dakwah, ada beberapa asas yang harus diperhatikan agar dakwahnya berjalan efektif dan tepat sasaran.

Adapun asas-asasnya yaitu sebagai berikut :

1) Asas Fisiologis, yaitu azas ini erat hubungannya dengan tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam aktifitas dakwah.

2) Asas Sosiologis, yaitu azas ini berbicara tentang masalah yang berkaitan dengan situasi dan kondisi sasaran dakwah.

32

Acep Aripudin & Syukriadi Sambas, Dakwah damai: pengantar dakwah budaya,


(37)

3) Asas kemampuan dan keahlian da‟i

4) Asas Psychologis, yaitu asas ini membahas tentang masalah yang berhubungan dengan kejiwaan manusia.

5) Asas Efektifitas dan efisiensi, yaitu asas ini maksudnya adalah dalam aktifitas dakwahnya harus dapat menyeimbangkan antara waktu ataupun tenaga yang dikeluarkan dengan pencapaian hasilnya.33

Berdasarkan asas-asas strategi dakwah di atas, maka seorang

da‟i perlu memiliki ilmu-ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan

asas-asas tersebut yaitu unsur-unsur dakwah seperti yang telah dibahas pada bab ini bagian kedua. Unsur-unsur dakwah dapat membantu para

da‟i dalam menentukan strategi dakwah agar dakwahnya berjalan

secara efektif.

B. Akhlaqul Karimah

Pada umumnya akhlaq terbagi menjadi dua, yaitu akhlaq mahmudah dan akhlaq madzmumah. Akhlaq mahmudah adalah akhlaq yang baik sedangkan akhlaq mahmudah merupakan akhlaq yang buruk. Dua hal ini ada jati diri dari seorang manusia, sebuah akhlaq tercermin pada keteguhan iman seseorang.

Menurut M. Ali Aziz mengutip pendapat Al-Ghozali memaknai akhlak

sebagai “suatu sifat yang tetap pada seseorangyang mendorong untuk

melakukan perbuatan yang mudah tanpa membutuhkan sebuah pemikiran”34

. Menurut Abd Al-Karim Zaidan adalah Akhlak merupakan “kumpulan dari nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan

33

Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, op.cit h. 32

34


(38)

timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk untuk

kemudian harus melakukan atau meninggalkannya”35.

Menurut pendapat Asmuni Syukir dalam bukunya Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, menyatakan bahwa masalah Ahklaq dalam aktivitas dakwah (sebagai materi dakwah) merupakan pelengkap saja, yakni untuk melengkapi

keimanan dan keislaman seseorang. Dalam kitabnya “tanzib al-akhlaq”, Ibnu

Maskaweh mengatakan bahwa, akhlak diartikan sebagai keadaan jiwa yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan tanpa memerlukan pemikiran.”36

Materi akhlak sangat luas sekali, bahkan tidak hanya bersifat lahiriyah saja, akan tetapi materi akhlak juga melibatkan bentuk pemikiran yang sangat mendalam. Secara garis besar materi akhlak meliputi tiga hal, yaitu:

1. Akhlaq terhadap Allah, akhlak ini tidak bertolak pada pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah

2. Akhlak terhadap manusia, yang meliputi : a. Diri sendiri

b. Tetangga

c. Masyarakat lainya

3. Akhlaq terhadap lingkungan adalah : a. Flora

b. Fauna.

Mengenai tiga hal di atas tersebut sangatlah saling berkaitan dan

35

Study Islam IAIN Supel Surabaya, Pengantar Study Islam, (Surabaya: IAIN Supel

Surabaya, 2005).hal. 109. 36

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya: Al Ikhlas, 1983),hal.


(39)

sangat terikat satu sama lain, karena memang tidak dapat dipisahkan meski bisa untuk dibedakan. Walaupun sebagai perumpamaan yang tepat, Islam sebagai sebuah pohon yang amat rindang yang berada di perut bumi berupa aqidah, bahan pohonnya adalah hukum-hukum dan buah serta dedaunan adalah akhlaqul karimah (Budi pekerti).

C. Remaja

1. Pengertian Remaja

Adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata

bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau

tumbuh menjadi dewasa.37 Istilah adolescence seperti yang digunakan saat ini, mempunyai arti lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, social, dan fisisik.

Pada tahun 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja, dalam definisi tersebut dikemukakan tiga criteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi.

Menurut WHO remaja adalah suatu masa ketika

a. Individu berkembang dari pertama kali ia menunjukan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. b. Individu mengalami perkermbangan psikologis dan pola identivikasi

dari kanak-kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan social-ekonomi yang penuh dengan keadaan relative yang lebih mandiri.38

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa remaja

37

Elizabeth Hurlock, Piskologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980) h. 33

38


(40)

adalah masa transisi antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai oleh perubahan besar yang saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya.

2. Batasan Remaja

Dua periode masa remaja yaitu: masa remaja awal dan masa remaja akhir yaitu dari usia 13-18 tahun.39

WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja, Who membagi kurun usia tersebut dalam dua bagia , yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun.

3. Tugas Perkembangan Remaja

Remaja yang hidup berkembang menuju jati diri yang sesungguhnya tidak terlepas dalam pandangan tugas-tugasnya. Tanggung jawab yang harus djalankan selama kehidupannya.

Pada usia remaja terdapat pula tugas-tugas perkembangan tertentu yang harus dipenuhi oleh individu. Beberapa tugas perkembangan yang penting pada tahap pertengahan dan akhir masa remaja,40 yaitu:

a. Menerima bentuk tubuh orang dewasa yang dimiliki dan hal-hal yang berkaitan dengan fisiknya.

b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan figur-figur otoritas.

c. Mengembangkan keterampilan dalam komunikasi interpersonal, belajar menerima relasi dengan teman sebaya, dan orang dewasa, baik secara individu maupun kelompok.

39

Elizabeth Hurlock, Piskologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980) h. 45

40

Dr. Agustiani Hendrianti, Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kitannya


(41)

d. Menemukan model untuk identifikasi.

e. Menerima diri sendiri dan mengandalkan kemampuan dan sumber-sumber yang ada didirinya.

f. Memperkuat control diri berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang ada.

g. Meninggalkan bentuk-bentuk reaksi dan bentuk penyesuaian yang kekanak-kanakan.

D. Akhlak Remaja

a. Pentingnya Ahlak Dalam Pergaulan remaja

Banyak defenisi yang dikemukan orang tentang masa remaja, diantaranya adalah masa remaja merupakan masa perkembangan menuju kematangan jasmani, sikap, pikiran dan emosional. Defenisi lain adalah Masa terjadinya berbagai pembentukan pada anak, baik berupa perubahan jasmani ,fikiran, kedewasaan maupun sosial.

Masa remaja adalah masa yang penuh dengan hal-hal yang indah, sehingga masa remaja itu sangat sensitif, maksudnya ialah masa yang penuh dengan dinamika, serba ingin tahu, ingin mencoba dan menyukai tantangan, walaupun terkadang bertentangan dengan ajaran Islam, misalnya pergaulan terlalu bebas, berpakaian.

Perubahan perilaku remaja dapat dipengaruhi oleh lingkungan dimana tempat remaja itu bergaul, Lingkungan yang sangat mempengaruhi karakter remaja adalah teman sepergaualan, jika remaja itu bergaul dengan


(42)

teman yang baik (memiliki akhlak karimah), maka karakternya akan menjadi baik begitu pula sebaliknya.

Dewasa ini banyak remaja yang terpengaruh oleh budaya barat yang mereka anggap lebih maju dan modern sehingga para remaja tidak mengindahkan lagi norma-norma agama dalam kehidupannya. Oleh karena itu akhlak terpuji sangat perlu ditanamkan dalam pergaulan remaja-remaja yang berkarakter sesuai dengan ajaran agama (akhlakul karimah).41

b. Mendidik Remaja Agar Berakhlaqul Karimah

Pendidikan anak yang islami harus dibentuk dan dimulai sejak usia dini dan harus dijaga pada usia remaja. Pada masa remaja rentan sekali terjadi kerusakan akhlak yang berpengaruh terhadap akidah para remaja muslim. Jika pada masa ini akhlak dapat terjaga, insya Allah di masa dewasa akidahnya akan tetap benar dan baik. Oleh karena itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar masa muda terlindungi dari kerusakan akhlak, yaitu :

1. Bicara Dengan Benar dan Baik

Seorang muslim harus berbicara dengan akal sehat, harus bicara dengan benar dan bijaksana. Banyak berdzikir dan berdoa lebih diutamakan daripada membicarakan keburukan orang lain. Allah

berfirman yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman,

bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar,

41

http://pejuangperadaban.blogspot.com/2009/09/akhlak-remaja-muslim.html(jakarta: Diunduh pada jam 10.49, tanggal 22 September 2013)


(43)

semoga Allah memperbaiki amal perbuatan kamu dan mengampuni dosa-dosa kamu. Barangsiapa yang menaati Allh dan Rasul-Nya

berarti ia mendapatkan kemenangan yang besar.” (Al-Ahdzaab: 70-71)

2. Pandai Menggunakan Waktu

Seorang muslim pantang membuang waktu untuk bermain dan melakukan hal yang tak berguna. Seorang muslim lebih baik menggunakan waktunya untuk beribadah, membaca Al-Qur‟an dan mengaji daripada nongkrong, nonton film atau begadang. Allah

berfirman yang artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu

benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (Al

-„Ashr: 1-5)

3. Memilih Teman Bergaul Yang Baik

Seorang muslim hendaknya memilih teman yang baik akhlaknya, berbudi luhur, taat pada ajaran Islam, meskipun dari keluarga miskin dan bukan atas dasar kekayaan. Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya:

“Perumpamaan teman baik itu ibarat tukang minyak wangi. Kita bisa

membeli dagangannya. Kalau tidak, paling sedikit kita mendapat wanginya. Perumpamaan teman jelek itu seperti pandai besi. Pakaian kita bisa terbakar, bisa terganggu, paling tidak terkena baunya.” (HR: Al -Bukhori)


(44)

4. Menuntut Ilmu Sebagai Ibadah

Dalam menuntut ilmu hendaknya jangan bertujuan untuk mencari uang atau kedudukan atau agar kelak di kemudian hari menjadi orang kaya dan terkenal seperti mendapatkan pujian orang karena memilliki berbagai titel. Pencari ilmu hendaknya menjadikan tujuan menuntut ilmu sebagai ibadah. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Barangsiapa yang mempelajari ilmu yang baik hanya untuk mendapatkan dunia, ia tidak akan

mencium baunya surga.” (HR: Ahmad)

5. Banyak membaca buku ilmu agama

Seorang muslim hendaknya memilih bacaan yang baik dan bermanfaat. Jangan terlalu banya berkhayal dengan membaca komik, novel percintaan yang tidak bermutu karena akan menyebabkan otak kita akan penuh dengan angan-angan karena dijejali cerita bohongan dan maksiat. Bacalah buku-buku Islam yang bermutu, majalah-majalah Islam, dan biasakan juga membaca hadits-hadits Nabi Muhammad SAW dari semenjak muda. Pandai dalam ilmu agama berarti merintis jalan terbaik menuju surga. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan baginya, akan Allah jadikan dirinya ahli dalam

soal agama” (HR: Al-Bukhori dan Muslim).42

42

http://pejuangperadaban.com/2009/09/akhlak-remaja-muslim.html(jakarta:Diunduh pada jam 10.49, tanggal 22 September 2013)


(45)

(46)

37

MAJELIS RASULULLAH

A. Profil Habib Mundzir Al-Musawwa

1. Riwayat Hidup Habib Mundzir Al-Musawwa

Habib Mundzir Al-Musawwa, beliau adalah anak dari seoarang yang bernama Habib Fuad bin Abdurrahman Al-Musawwa, ayah beliau lahir di Palembang, Sumatera Selatan. Habib Fuad dibesarkan di Makkah Al-Mukarramah dan beliau memiliki gelar sarjana dari New York University, bidang Jurnalistik. Kemudian kembali ke Indonesia dan berkecimpung dibidang jurnalis, sebagai wartawan luar negeri di harian Berita Yudha sampai akhirnya pindah bermuara di harian Berita Buana.1

Beliau menjadi wartawan luar negeri selama empat puluh tahun, pada tahun 1996 beliau wafat dan dimakamkan di Cipanas Cianjur Jawa Barat. Habib Mundzir bin Fuad bin Abdurrahman Al Musawwa, dilahirkan di Cipanas Cianjur Jawa Barat, pada hari jum‟at 23 Februari 1973 bertepatan dengan 19 Muharram 1393 H.

Habib Mundzir dididik dalam hidup dalam kesederhanaan oleh ayahnya di Cipanas Jawa Barat. Ayah beliau lebih senang menyendiri jauh dari ibukota dalam membesarkan anak-anaknya. Dengan jauh dari ibu kota ayah beliau lebih mudah dalam mengajarkan anak-anaknya mengaji, membaca ratib dan shalat berjama‟ah. 2

1

Habib Mundzir Al Musawwa, Kenalilah Aqidahmu, edisi I (Jakarta: Nafas 2010), h. 5

2

Habib Hisyam Al-Musawwa (paman dari Habib Mundzir), Wawancara Pribadi, 15


(47)

Mundzir yang biasa disapa sangat manja oleh ayahnya. Ayahnya yang selalu memanjakan Mundzir lebih dari anak-anaknya yang lain, namun dimasa baligh justru dialah yang sekolah sampai menengah atas saja sedangkan semua kakaknya menjadi sarjana. Ayah bundanya bangga pada mereka, dan kecewa pada Mundzir saat itu karena malas melanjutkan sekolah lagi kejenjang yang lebih tinggi.3 Dia lebih senang hadir di Majelis maulid Al Arifbillah Al Habib Umar bin Hud Alattas dan Majelis taklim kamis sore di Empang Bogor, Jawa Barat. Masa itu yang mengajar adalah Almarhum Al-Allamah Al-Habib Husein bin Abdullah bin Muhsin Alattas dengan kajian Fathul Baari.

Hari-hari beliau dihabiskan untuk bershalawat kepada nabi Muhammad SAW sebanyak 1000 siang dan 1000 malam, serta ditambah dengan zikir ribuan kali. Beliau juga isiqomah untuk berpuasa Nabi Daud AS dan shalat malam sampai berjam-jam. Habib Mundzir saat itu pengangguran yang sangat membuat ayah dan bundanya malu.

Ayahnya malu meliahat Habib Mundzir karena seperti tidak memiliki arah tujuan hidup, sedangkan ayahnya saja dapat menguasai dalam ilmu agama dan ilmu formal lainnya khussnya jurnalistik. Ayahnya belajar agama selama sepuluh tahun di Makkah Al Mukarramah, guru beliau adalah Almarhum Al-Allamah Al-Habib Alwi Al-Maliky, ayah dari Almarhum Assayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliky. Setelah belajar untuk ilmu agama ayahnya juga belajar ilmu Jurnalistik dengan bersekolah di New York University, Amerika Serikat untuk mengambil gelar sarjana.

3

Habib Hisyam Al-Musawwa (paman dari Habib Mundzir), Wawancara Pribadi, 15


(48)

Kecintaan Habib Mundzir Al-Musawwa kepada Rasulullah SAW sangat dalam, sering sekali Habib Mundzir menangis sebab merindukan Rasulullah SAW. Dari dalamnya kecintaan dan kerinduannya ia sering dikunjungi Rasulullah SAW dalam mimpi. Rasulullah SAW sering menghiburnya dalam mimipi jika Habib Mundzir sedang sedih, suatu waktu Habib Mundzir bermimpi bersimpuh dan memeluk lutut Rasulullah SAW dan berkata wahai Rasulullah aku rindu padamu maka jangan tinggalkan aku lagi, butakan mataku ini asal aku bisa selalu berjumpa denganmu, aku tersiksa di dunia ini. Rasulullah SAW menepuk bahunya dan berkata Mundzir tenanglah sebelum usiamu mencapai empat puluh tahun kau sudah jumpa denganku maka dirinya terbangun.

Akhirnya, karena ayahnya pensiun maka ibundanya membangun losmen kecil di depan rumah dengan lima kamar saja. Disewakan pada orang yang memiliki niat baik saja ,bukan untuk kemaksiatan karena untuk biaya hidup sehari-hari keluarganya. Habib Mundzir sendirilah pelayan losmen tersebut. Setiap malam dirinya jarang tidur, duduk termenung di kursi penerimaan tamu. Hanya meja kecil saja dan kursi kecil mirip pos satpam tempatnya berjaga sambil menannti tamu sambil bertafakkur, merenung, melamun, berzikir, menangis dan shalat malam. Demikianlah hari demi hari dan malam-malam dia lewati.4

Habib Mundzdir terus dilanda sakit asma yang parah, maka itu juga semakin membuat ayah ibundanya kecewa. Hingga berkata ibundanya

“kata orang, apa bila banyak anak mesti ada satu yang gagal, ibu tidak mau

4


(49)

percaya pada ucapan itu tapi apakah ucapan itu kebenaran atau celatukan masyarakat awam saja”, hal ini ditegaskan oleh kakak kandungnya.5

Habib Mundzir menjadi pelayan di losmen yang didirikan ibundanya dalam waktu yang lama. Menerima tamu, memasang seprei, menyapu kamar, membersikan toilet, membawakan makanan dan minuman pesanan tamu, berupa teh, kopi, air putih, atau nasi goreng buatan ibunda jika dipesan tamu.

Sampai kakanya lulus sarjana, ia kemudian tergugah untuk pesantren, pesantren pertama yang dituju Habib Mundzir Al-Musawwa untuk memperdalami Ilmu Syariah Islam adalah di Ma‟had Assaqofah Al -Habib Abdurrahman Assegaf di Bukit Duri Jakarta Selatan. Kemudian mengambil kursus bahasa Arab di LPBA Assalafy Jakarta Timur. Habib

Mundir belajar di Ma‟had Assaqofah tidak lama hanya dua bulan, hal ini

disesabbkan bealiau sakit-sakitan.6

Habib Mundzir privat kursus bahasa Arab di Assalafi setelah

keluar dari Ma‟had Assaqofah, pimpinan Habib Bagir Alattas, ayahanda

dari Habib Hud Alattas yang selalu hadir di Majelis Raulullah Saw di Al Munawwar. Mundzir saat itu harus pergi ke Jakrata lalu pulang kembali ke Cipanas yang saat itu ditempuh dua sampai tiga jam dengan ongkos sendiri. Demikina setiap dua kali seminggu ongkos tersebut didapat dari hasil losmen tersebut.

Selain belajar ke Jakarta Habib Mundzir juga selalu hadir setiap acara maulid di Almarhum Al-Arif Billah Al-Habib Umar bin Hud Alattas

5

Habib Nabil bin Fuad Al-Musawwa, Wawancara PribadiI,(Jakarta: 23 Mei 2013 Tebet

Jakarta Selatan) 6


(50)

yang saat itu di Cipayung. Jika tidak memiliki ongkos ia sering sekali menumpang truk dan sering pula kehujanan. Sering ia datang ke maulid

Habib Umar bin Hud Alattas setiap malam jum‟at dalam keadaan basah

kuyup karena kehujanan, dan ia diusir oleh pembantu dari Habib Umar Alattas, karena karpet tebal dan mahal itu sangat bersih, tak pantas ia yang kotor menginjaknnya. Habib Mundzir terpksa berdiri saja berteduh dibawah pohon sampai hujan berhenti dan tamu berdatangan. Maka ia duduk diluar teras saja karena baju basah dan takut dihardik sang penjaga.

Habib Mundzir juga sering melakukan ziarah ke Luar Batang Pasar Ikan Jakarta Utara, makam Al-Habib Husein Bin Abu Bakar Alaydrus. Suatu kali ia datang lupa membawa peci dikarenakan datang langsung dari Cipanas, maka ia berkata dalam hati. Wahai Allah aku datang sebagai tamu seorang wali Mu, maka tak beradab jika aku berziarah tanpa peci, tapi uangku pas-pasan, dan aku lapar, jika aku membeli peci maka aku tak makan dan ongkos pulangku berkurang, seraya berkata di dalam hatinya seperti itu.

Karena akhlak maka ia memutuskan untuk membeli peci berwarna hijau, pada saat itu hanya peci tersebutlah yang paling murah diemparan penjual peci, dia membelinya lalu masuk untuk berziarah. Sambil membaca surah Yaasin untuk dihadiahkan kepada almarhum, ia menangisi kehidupannya yang penuh ketidak tentuan, mengecewakan orang tua dan selalu lari dari sanak kerabat, karena selalu dicemooh. Mereka berkata semua kakak-kakakmu sukses, ayahmu lulusan Makkah dan juga New York University kok anaknya centeng losmen. Maka saat sering dicemooh


(51)

ia menghindari kerabat-kerabat sekitarnya, saat lebaranpun ia jarang berani datang karena terus dicemooh.7

Dalam tangis ia berkata wahai wali Allah, aku tamumu dan aku membeli peci untuk beradab padamu, hamba yang shaleh disisi Allah, pastilah kau dermawan dan memuliakan tamu, aku lapar dan tak cukup ongkos pulang. Lalu dalam hati ia merenung dan tidak lama kemudian datanglah ronmbongan teman-temannya yang dahulu satu pesantren di pondok Sayyidul Walid Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf untuk berziarah. Mereka datang dengan satu mobil, mereka senang jumpa dengannya, dia pun diajak makan bersama teman-temannya, kemudian Mundzir langsung teringat inilah keberkahan dari beradab dimakam wali Allah.8

Lalu ia ditanya dengan siapa dan mau kemana, dia katakana dia sendiri dan ingin pulang ke rumah kerabat ibunya di Pasar Sawo, Kebon Nanas, Jakarta Selatan, teman-teannya lantas memberi tawaran untuk ikut bersama mereka sampai Kebon Nanas. Maka ia pun semakin bersyukur kepada Allah karena memang ongkosnya tak cukup untuk pulang ke Cipanas. Dia sampai larut malam di kediaman bibi dari ibundanya, di Pasar Sawo Kebon Nanas, lalu esok harinya dia diberi uang cukup untuk pulang, dia pun pulang ke Cipanas.

Tak lama dia berdoa, wahai Allah, pertemukan saya dengan guru dari orang yang paling dicintai Rasul , maka tak lama dari situ Mundzir

7

Habib Mundzir Al Musawwa, Kenalilah Aqidahmu, edisi I (Jakarta: Nafas 2010), h. 21.

8


(52)

masuk pesantren Al Habib Hamid Nagib bin Syeikh Abu bakar di Bekasi Timur, dan setiap pembacaan maulid tepatnya saat mahal qiyam (yaitu posisi berdiri saat pembacaan sirah nabawi, dimaksudkan untuk menyambut kedatanagan Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang dilakukan kaum Anshor di Madinah) ia menangis dan berdoa kepada Allah rindu kepada Rasul, dan meminta agar dipertemukan dengan guru yang paling dicintai Rasul. Dalam beberapa bulan saja datanglah Guru Mulia Al Musnid Al Allamah Al Habib Umar bin Hafidh ke Pondok itu, kunjungan pertama beliau ke Indonesiapada tahun 1994.

Selepas beliau menyampaikan ceramah, beliau meliriknya dengan tajam, Mundzir ketika itu hanya menangis memandangi wajah sejuk dari Habib Umar bin Hafidh, lalu saat beliau sudah naik kemobil bersama Almarhum Al-Habib Umar Maula Khela, maka Habib Umar bin Hafidh memanggil Habib Nagib bin Syekh Abu Bakar Bin Salim, Habib Umar bin Hafidh berkata bahwa beliau ingin sekali Mundzir ketika itu dikirim ke Tarim Hadramaut Yaman untuk belajar dan menjadi muridnya saat itu.9

Guru Mundzir pada saat itu Habib Nagib Bin Syekh Abu bakar mengatakan kepada Habib Umar bin Hafidh bahwa Mundzir belum siap, belum bisa bahasa Arab karena murid baru dan belum mengetahui apa-apa., mungkin beliau salah pilih, maka Habib Umar saat itu jarinya tertuju kepada Mundzir Al-Musawwa, anak muda yang memakai peci hijau itu, dialah yang saya inginkan. Maka gurunya Habib Nagib memanggilnya untuk jumpa dengan Habib Umar, lalu Habib Umar bertanya dari dalam mobil yang pintunya masih dalam keadaan terbuka, siapa namamu?”dalam

9


(53)

bahasa arab tentunya” dia tak bisa menjawab karena tidak faham, maka

gurunya Habib Nagib menjawab saat itu, kau ditanya siapa namamu!, maka dia menjawab nama saya Mundzir, dan Habib Umar bin Hafidh tersenyum.

Kemudian keesokan harinya Mundzir bertemu kembali dengan Habib Umar bin Hafidh dikediaman Habib Bagir Alattas, saat itu banyak para Habaib dan ulama mengajukan anaknya dan muridnya untuk bisa menjadi murid Habib Umar bin Hafidh, maka Habib Umar bin Hafidh mengangguk-angguk sambil kebingungan menghadapi serbuan mereka, lalu Habib Umar melihat Mundzir dari kejauhan saat itu, lalu beliau berkata kepada Almarhum Habib Umar Maula Khela itu anak itu, jangan lupa dicatat ya, dia yang memakai peci hijau itu.

Habib Umar kembali ke Yaman, Mundzir pun langsung ditegur gurunya Habib Nagib bin Syekh Abu Bakar, ia berkata wahai Mundzir, kau harus bersiap-siap dan bersunguh-sungguh, kau sudah diminta berangkat, dan kau tak akan berangkat sebelum kau siap.

Dua bulan kemudian datanglah Almarhum Al-Habib Umar Maula Khela ke pesantren, dan menanyakan pada Mundzir saat itu, Almarhum Habib Umar Maula Khela berkata pada Habib Nagib mana itu Mundzir anaknya Habib Fuad Al Musawwa, dia harus berangkat minggu ini, saya ditugasi untuk memberangkatkannya, maka Habib Nagib berkata bahwa Mundzir belum siap. Namun Almarhum Habib Umar Maula Khela tidak mau tahu namanya sudah tercantum dan harus berangkat, ini permintaan Al-Habib Umar Bin Hafidh, ia harus berangkat dalam dua minggu ini


(54)

bersama rombongan pertama.10

Akhirnya dia dipersiapkan pasport dan persiapan lainnya, namun ayahnya keberatan, ayahnya berkata kau ini sakit-sakitan, apabila kau ke Makkah ayah tenang, karena banyak teman disana, namun ke Hadramaut ayah tak ada kenalan, disanan negri tandus, bagaimana kalau kau sakit dan siapa yang menjagamu.

Mundzir pun datang mengadu kepada Almarhum Arif billah Al-Habib Umar bin Hud Alattas, beliau sudah sangat sepuh dan bilau berkata, katakana pada ayahmu aku yang menjaminmu berangkatlah.

Kemudian Mundzir mengatakan pada ayahnya, maka ayahnya diam namun hatinya tetap berat untuk mengizinkan dirinya berangkat, saat ia mesti berangkat kebandara ayahnya tak mau melihat wajahnya Mundzir saat itu, ayahnya memalingkan muka dan hanya memberikan tangnnya tanpa mau melihat wajahnya. Mundzir kecewa namun dengan berat ia tetap melangkah ke mobil travel yang akan dinaikinya, namun saat ia naik terasa ingin berpaling kebelakang, menengong kebelakang ayahnya berdiri dipagar rumah dengan tangis melihat keberangkatannya, beliau melambaikan tangan tanda ridho, ternyata bukan karena ayahnya tidak meridhoinya, akan tetapi karena Mundzir adalah anak yang paling disayanginya dan dimanjaknnya, beliau berat berpisah dengannya dan akhirnya ia berangkat dengan air mata sedih.

Sesampainya di Tarim Hadramaut Yaman Utara, tepatnya dikediaman Habib Umar bin Hafidh, beliau mengabsen nama-nama dari semua alumni pertama saat itu, ketika sampai pada nama Mundzir Habib

10


(55)

Umar bin Hafidh tersenyum indah kepadanya.

Tak lama kemudian saat itu terjadi perang antara Yaman Utara dan Yaman Selatan, pasokan makanan berkurang, sehingga makanan sulit, listrik mati, sehingga mereka harus berjalan kaki kemana-mana menempuh jalan 3-4 km untuk taklim, karena biasanya dengan mobil milik Habib Umar bin Hafidh, namun dimasa perang pasokan bahan bakar untuk kendaraan sangatlah minim.

Suatu hari Mundzir dilirik oleh Habib Umar bin Hfidh dan berkata namamu Mundzir, Mundzir artinya memberi peringatan, ia pun mengangguk, lalu Habib Umar bin Hafidh berkata lagi bahwa kamu Mundzir akan memberi peringatan pada jamanmu kelak, dan Mundzir pun mengaminkannya di dalam hati.

Maka Mundzir tercenung dan terngiang-ngiang dengan ucapan gurunya tersebut, kamu akan memberi peringatan pada jamanmu kelak,

lalu Mundzir berkata di dalam hati, saya akan punya jama‟ah, saya miskin

begini bahkan untuk mencuci baju pun tidak memiliki uang untuk membeli sabun cuci.

Untuk mencuci bajunya mundzir mau mencucikan baju temannya dengan upah agar ia mendapat bagian dari sabun cuci dari pemilik baju, namun terkadang ia mendapat hardik bahwa cucianmu tidak bersih, orang lain sajalah yang mencuci baju ini. Maka ia terpaksa mencuci bajunya dari air bekas cucian orang lain, air sabun cuci yang mengalir itulah yang Mundzir pakai untuk mencuci bajunya.

Hari demi hari Habib Umar bin Hafidh makin sibuk, maka Mundzir pun mulai berkhidmat pada Habib Umar bin Hafidh, dan lebih


(56)

memilih membantu segala permasalahan santri, seperti makan, minuman, tempat menginap dan segala masalah rumah tangga santri, ia tinggalkan pelajaran demi berbakti pada guru mulia yaitu membantu beliau, dengan itu dia lebih sering berjumpa dengan gurunya.

Dua tahun di Yaman, ayahnya Mundzir sakit, dan menelepon ke

ma‟had Darul Mustafa, ayahnya menanyakan kapan Mundzir pulang, ayah

sudah rindu padamu, Mundzir menjawab dua tahun lagi insya Allah ayah, ayahnya menjawab dengan sedih ditelepon, masih lama sekali ya, tiga hari kemudian ayah dari Mundzir wafat. Mundzir pun menangis sedih dan berkata pada dirinya sendiri sungguh apabila saya tahu bahwa saat pamitan itu adalah terakhir kali saya berjumpa dengan beliau dan beliau memalingkan wajahnya saat saya mencium tangan beliau, namun beliau masih mengikuti saya rupanya, keluar dari kamar, dan berdiri di pintu pagar halaman rumah sambil melambaikan tangan dan mengalirkan air mata, dan dirinya menjawab, andai saja saya tahu bahwa itu adalah terakhir kali saya melihatnya, rahimahullah.11

Tahun 1998 Mundzir pulang ke Indonesia, dan memulai dakwahnya sendiri di Cipanas, namun kurang berkembang, maka ia pindah dan memulai dakwahnya di kota Jakarta, ia tinggal dan menginap berpindah-pindah dari rumah-kerumah murid sekaligus temannya, majelis malam selasa saat itu masih berpindah-pindah dari rumah-kerumah, mereka murid-muridnya umumnya berumur lebih tua dari Mundzir, dan mereka kebanyakan dari kalangan awam. Maka ketika majelis akan dimulai dan Mundzir sudah duduk kemudian siap untuk mengajar, mereka

11


(57)

masih ada yang belum datang, mau tidak mau Mundzir pun menannti kedatangan mereka, setibanya mereka yang hanya belasan saja, tidak langsung mengaji akan tetapi, mereka santai-santai terlebih dulu, dengan merokok sambil minum kopi, dengan kesabaran Mundzir menanti sampai mereka puas, barulah dimulai pengajian dengan awal pembacaan

Dhiya‟ullami. Hari demi hari jama‟ah semakin bertambah dan semakin

banyak, mulai tak cukup dirumah, maka pindah-pindah dari mushola ke

mushola, jama‟ah pun terus bertambah dan banyak, tidak mencukupi pula mushola untuk menampung jam‟ah, mulai pindah dari masjid ke masjid.

Jama‟ah yang terus bartambah dan terus semakin banyak, Mundzir

pun memutuskan untuk membuka majelis serta ditetapkan waktu dan tempatnya, maka hari selasa ditetapkan waktunya dan masjid Al-Munawwar tempat yang pas untuk menampung jama‟ah, yang saat itu baru seperempat masjid saja yang terpakai dan saat itu Habib Mundzir berkata

jama‟ah akan semakin banyak, nanti akan setengah dari masjid ini

terpakai, lalu memenuhi masjid ini, lalu akan sampai keluar masjid insya

Allah, jama‟ah mengaminkan.

Mulailah dibutuhkan kop surat, untuk undangan, namun saat itu majelis belum diberi nama, dan ia merasa bahwa dakwah tak membutuhkan butuh nama, untuk nama jama‟ah menyarankan Majelis Habib Mundzir saja, namun Habib Mundzir menolaknya, Habib Mundzir memutuskan nama untuk majelis adalah Majelis Rasulullah saja.

Kini jama‟ah majelis Rasulullah sudah banyak mencapai jutaan, di

JABODETABEK, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Mataram, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Singapura, Malaysia, bahkan


(58)

sampai ke Jepang. Dari banyak tamu yang hadir salah satunya tamu dari Jepang di majelis Rasulullah pada saat haul badr di Monas, yaitu seorang Profesor, dia datang ke Indonesia ingin mempelajari bidang sosial, namun kedatangannya juga didasari ingin jumpa dengan Habib Mundzir Al Musawwa. Karena ia pengunjung setia website www.majelisrasulullah.org yang berbahasa English.

Itulah awal mula majelis Rasulullah berkembang dari satu tempat ke tempat yang lainnya dan pada akhirnya sampai majelis ini demikian besar. Habib Mundzir kini berusia 38 tahun jika dengan perhitungan hijriah dan 37 tahun dengan perhitungan masehi, beliau lahir pada jmu‟at pagi 19 Muharram 1393 H, atau 23 Februari1973 M. perjanjian jumpa dengan Rasulullah Saw sebelum usianya tepat 40 tahun, kini suda 1432 H, beliau berkata dalam hatinya mungkin sebelum sempurna 19 Muharram 1433 H beliau sudah jumpa dengan Rasulullah Saw namun apakah Allah akan menambah usia pendosa ini.12

2. Silsilah Keturunan Habib Mundzir Al-Musawwa

Mundzir bin Fuad bin Abdurrahman bin Ali bin Abdurrahman bin Ali bin Aqil bin Ahmad bin Abdurrahman bin Umar bin Abdurrahman bin Sulaiman bin Yasin bin Ahmad Al-Musawwa bin Muhammad Muqallaf bin Ahmad bin Abubakar Assakran bin Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Muladdawilah bin Ali bin Alwi Al-Ghayur bin Muhammad

Faqihil Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Marbath Ali Khali‟

Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad A-Muhajir bin Isa Arrumiy bin Muhammad Annaqib bin Ali Al-Uradhiy bin

ja‟far Asshadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin Assajjad

bin Husein dari Sayyidatina Fatimah Azzahra putrid Rasulullah Saw.13

12

Habib Mundzir Al Musawwa, Kenalilah Aqidahmu edisi I(Jakarta: Nafas 2010), h. 45.

13


(59)

Nabi Muhammad SAW

Fatimah dan Ali

Husein Ali Zainal Abidin Muhammad Al-Baqir

Ja‟far As-Shadiq

Ali Al-Uraidhi Musa Al-Kadzim Isma‟il Muhammda Ad-Dibi

Muhammad Annagib

Isa Ar-Rumi

Amhad Al-Muhajir Ubaidillah

Alwi Muhammad

Alwi

Ali khali Al- Qasam Muhammad Sahib Mirbath

Ali

Muhammad Al-Fagih Al-Muqaddam

Alwi Al-Fagih (Al-Ghoyyur) Ali

Muhammad Muladawilah

Abdurahmman As-Segaf

Abu Bakar Assakran Ahmad Muhammad Muqallaf

Ahmad Al-Musawwa

Aqil

Ali Yasin

Umar Sulaiman

Abdurahmman

Ahmad

Abdurahmman Ahmad

Abdurahmman Ali

Abdurahmman Fuad


(1)

Dari pendekatan yang saya lakukan ngobrol dengan jama’ah remaja ataupun aktivis majelis yang masih remaja tentu banyak sekali per asalahannya sperti, narkotika, pergaulan sex bebas akibat khamr, nonton film porno, nongkrong tidak jelas. Faktor-faktor ini banyak sebab ternya, lingkungan pergaulan dirumah atau sekolah, keadaan yang memaksa akibat pengangguran, keluarga yang tidak penuh kasih sayang.

Jakarta, 27 Januari 2013 Peneliti Halomoan


(2)

Jam’ah majelis Rasulullah sumber data dari sekretariat majelis Rasulullah

Jumlah jama’ah Majelis Rasulullah setiap taklim sekitar keseluruhan 585 jama’ah periode 2011-2013

Jama’ah laki-laki Jama’ah perempuan Dewasa

1. 20-26 tahun : 140 jama’ah 2. 27-35 tahun : 80 jama’ah 3. 35-50 tahun : 75 jama’ah

Dewasa

1. 20-26 tahun : 60 jama’ah 2. 27-35 tahun : 70 jama’ah 3. 35-50 tahun : 25 jama’ah

Jumlah jama’ah untuk klasifikasi remaja 135 jama’ah

Jama’ah remaja laki-laki Jam’ah remaja perempuan Remaja laki-laki umur 13- 14 tahun : 15

jama’ah Remaja perempuan umur 17-18 tahun : 30 jama’ah

Remaja laki-laki umur 15- 17 tahun: 20

jama’ah

Remaja laki-laki umur 17-18 tahun : 70

jama’ah

Untuk mendukung skripsi ini maka dambil beberapa jama’ah dari berbagai klasifikasi umur 2 orang dari umur 15-14 tahun

4 orang dari umur 15-17 tahun 7 orang dari umur 17-18 tahun

Dari hasil wawancara tersebut tidak semua dimasukan kedalam skripsi ini, namun perwakilan dari masing-masing umur ,disesuaikan dengan target yang ingin dicapai objek. Selain dari

jama’ah peneliti juga mengambil informan dari keluarga Habib Mundzir Al-Musawwa untuk mendukung faktanya informasi yang didapat selain dari objek.

Nama Informan Keterangan

1. Habib Nabil Al-Musawwa a. Kakak laki-laki pertama Habib Mundzir Al-Musawwa.

b. Waktu penelitian di Skretariat Majelis Rasulullah

c. Peneliti menanyakan informan untuk kepentingan bab 3

2. Habib Hisyam Al-Musawwa a. Paman dari Habib Mundzir Al-Musawwa, dari keluarga ayah nya. b. Waktu penelitian di Sekretariat

Majelis Rasulullah

c. Peneliti menanyakan informan untuk kepentingan bab 3


(3)

(4)

(5)

habib mundzir bersama presiden dan jajaran pemerintahan pada acara mauilid2013

kedatangan tamu dari jurnalis Amerika 2013


(6)

Wawancara Bersama Jamaah Majelis Rasulullah Rendi 15 Tahun