pasien-pasien dengan tiroidektomi total tetap mampu menghasilkan PCT pada keadaan sepsis.
Produksi plasma PCT dapat diinduksi dari manusia sehat dengan injeksi lipopolisakarida LPS dalam jumlah yang rendah. Peninggian konsentrasi PCT,
pertama kali terdeteksi 2 jam sesudah injeksi endotoksin dan dalam waktu 6 hingga 8 jam kadar PCT akan meningkat dan mencapai plateu dalam waktu ± 12
jam. Setelah 2-3 hari, kadar PCT akan kembali normal. Induksi yang spesifik dan cepat oleh stimulus yang adekuat akan menimbulkan produksi yang tinggi dari
PCT pada pasien dengan infeksi bakteri berat atau sepsis. Keadaan ini memperlihatkan patofisiologi PCT pada respon imun akut.
17,18
Pada orang sehat PCT diubah dan tidak ada sisa yang bebas ke aliran darah, karena itu kadar PCT tidak terdeteksi 0,1 ngml. Tetapi selama infeksi
berat yang bermanifestasi sistemik, kadar PCT dapat meningkat hingga melebihi 100 ngml. Berbeda dengan waktu paruh calcitonin yang hanya 10 menit, PCT
memiliki waktu paruh yang panjang yaitu 25-30 jam.
7,19
6,16
2.2. Hal-hal yang mempengaruhi kadar Procalcitonin.
Kadar PCT sangat stabil baik secara in vivo atau ex vivo walaupun pada suhu ruangan. Juga terhadap pembekuan dan pencairan tidak mempengaruhi
konsentrasi PCT secara signifikan. Konsentrasi PCT pada sampel arteri dan vena juga tidak berbeda. Tidak ada perbedaan konsentrasi PCT dalam sampel serum
dan plasma dengan anti koagulan yang berbeda,perbedaan yang signifikan hanya pada plasma lithium-heparin. Bagaimanapun, perbedaan ini sangat kecil dengan
rata-rata perbedaan 8. Selain itu, kehilangan konsentrasi PCT sehubungan dengan penyimpanan pada suhu 25ºC juga rendah. Walau setelah 24 jam
7
Universitas Sumatera Utara
penyimpanan pada suhu26 ruangan, hanya 12,4 mean dari konsentrasi sebenarnya yang hilang dan sebanyak 6,3 mean yang hilang pada suhu 4C.
Penyimpanan pada suhu ruangan lebih disarankan. Persentase kerusakan konsentrasi PCT pada suhu 25°C dan 4°C adalah sama untuk kadar yang tinggi
PCT 8 ngml dan kadar yang rendah PCT 8 ngml. Konsentrasi PCT berhubungan dengan ringan atau beratnya infeksi, tetapi
tidak dipengaruhi oleh tipe kuman. Namun demikian, kadar PCT tertinggi dijumpai pada pasien infeksi jamur, khususnya infeksi aspergillus. Pada infeksi
jamur seperti kandidiasis mukosa mulut, kadar PCT berada dalam batas normal. Rata-rata kadar PCT tidak dapat dibedakan secara signifikan pada pasien yang
diinfeksi oleh bakteri atau jamur yang berbeda. Kadar PCT menurun pada pasien yang berhasil membaik diterapi dengan antibiotik atau anti jamur yang efektif.
20
21
2.3. SEPSIS
Sepsis merupakan suatu respon inflamasi sistemik terhadap infeksi, dimana lipolisakarida atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
aktivasi proses inflamasi. Sepsis ditandai dengan perubahan suhu tubuh, perubahan jumlah leukosit, tachycardia dan tachypnea. Sedangkan sepsis berat
adalah sepsis yang ditandai dengan hipotensi atau disfungsi organ atau hipoperfusi organ.
Pada tahun 1992, menurut The American College of Chest Physician ACCP and The Society for Critical Care Medicine SCCM Consensus
Conference on Standardized Definitions of Sepsis, telah mempublikasikan suatu konsensus dengan definisi baru dan kriteria diagnosis untuk sepsis dan keadaan-
10
8
Universitas Sumatera Utara
keadaan yang berkaitan dan menetapkan kriteria Systemic Inflammatory Response Syndrome SIRS, sepsis berat dan syok sepsis dibawah ini:
- Bakteremia : adanya bakteri dalam darah, yang dibuktikan dengan kultur darah
positif.
- SIRS : respon tubuh terhadap inflamasi sistemik, ditandai dua atau lebih
keadaan berikut : 1. Suhu 38ºC atau 36ºC
2. Takikardia HR 90 kalimenit 3. Takipneu RR 20 kalimenit atau PaCO2 32 mmHg
4. Lekosit darah 12.000µL, 4.000µL atau neutrofil batang 10
- Sepsis : SIRS yang dibuktikan atau diduga penyebabnya kuman. - Sepsis berat : sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi
atau hipotensi termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran.
-
Syok sepsis : sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi
cairan secara adekuat, bersama dengan disfungsi organ.
- Hipotensi : tekanan darah sistolik 90 mmHg atau berkurang 40
mmHg dari tekanan darah normal pasien. -
Multiple Organ Dysfunction Syndrome: Disfungsi dari satu organ atau lebih,
memerlukan Intervensi untuk mempertahankan homeostasis.
1,22
Internasional Sepsis Definitions Conference pada tahun 2001 menambahkan beberapa
kriteria diagnosis baru untuk sepsis. Rekomendasi yang utama adalah implementasi dari PIRO yaitu penetapan predisposisi, insult infection keadaan
infeksi, respon fisiologis dan organ disfunction.
9
1,23
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Epidemiologi
Sepsis dalam 20 tahun terakhir meningkat di Amerika Serikat, di perkirakan jumlah kasus sepsis 400.000 – 500.000 setiap tahunnya. Data di Amerika Serikat
menunjukkan pada tahun 1979 tercatat 164.000 kasus sepsis 82,7100.000 populasi, sedangkan pada tahun 2000 tercatat 660.000 kasus 240,4100.000
populasi sehingga terjadi peningkatan insiden pertahun 8,7. Sepsis merupakan penyebab terbanyak kematian di ruang 33 rawat intensif pada seluruh dunia
dengan angka mortalitas 20 untuk sepsis, 40 sepsis berat dan 60 syok sepsis. Di Amerika Serikat, sepsis merupakan penyebab kematian utama pada
pasien jantung yang dirawat di Intensive care unit ICU.
2.3.2. Etiologi
24
Infeksi pada sepsis dapat disebabkan oleh bakteri gram negative atau gram positif. Selama periode 1979 – 2000 di Amerika Serikat angka sepsis terus
meningkat sampai 13,7 per tahun. Dari 51 hasil biakan kuman yang tumbuh, 52,1 diantaranya adalah gram positif, 37,5 gram negatif, 4,7 polimikrobial,
4,6 jamur dan 1 bakteri anaerob. Infeksi bakteri gram positif terus meningkat disebabkan oleh peningkatan infeksi nosokomial dari berbagai sumber seperti
kateterisasi atau terapi imunosupresif. Hal ini ditunjukkan dari meningkatnya kasus MRSA Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus dari 29 menjadi
45. Infeksi terutama terjadi pada saluran nafas 40-44, diikuti oleh infeksi saluran genitourinarius 9-18 dan infeksi intra abdominal 9-14.
2.3.3. Patogenesis
25
Perbedaan stadium pada sepsis merupakan suatu kesinambungan, dimana kondisi pasien sering berubah dari stadium ke stadium dalam beberapa hari atau
bahkan hanya beberapa jam setelah masuk rumah sakit.
10
Universitas Sumatera Utara
Sepsis umumnya dimulai dengan infeksi lokal, dimana bakteri masuk kedalam aliran darah secara langsung menyebabkan bakteremia atau bisa juga
berproliferasi secara lokal dan melepaskan toksin kedalam aliran darah. Toksin ini bisa muncul dari komponen struktur bakteri contohnya, endotoksin, teichoic acid
antigen atau bisa juga sebagai eksotoksin dimana protein-protein disintesa dan dilepaskan oleh bakteri. Endotoksin yang dimaksud adalah lipopolisakarida LPS
yang terdapat pada bakteri gram negatif. Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis.
Pada bakteri gram negatif, dinding sel terdiri dari 3 lapisan yaitu membrane luar, periplasma dan membran dalam. Lipopolisakarida terdapat pada membran
luar dinding sel, yang terdiri dari 3 bagian: antigen O, core dan lipid A. Antigen O adalah polimer yang tersusun dari 4-5 monosakarida, salah satu ujung dari
rantainya terpapar pada permukaaan bakteri, ujung lainnya berikatan dengan core. Core berikatan dengan lipid A. Lipid A merupakan fosfolipid dengan basis
glukosamin. Lipid A berikatan dengan membran luar dinding sel pada gugus asil yang bersifat hidrofobik. Lipid A merupakan bagian LPS yang bersifat toksik,
dimana gugus fosfat pada posisi C1 dan C4 menentukan toksisitasnya. Struktur core pada LPS berbeda pada setiap spesies bakteri. Core LPS pada E.coli berbeda
dengan Pseudomonas aeruginosa ataupun dengan Klebsiella pneumonia.
26,27
Injeksi LPS pada hewan percobaan dan manusia menimbulkan tanda dan gejala demam, hipotensi dan pelepasan mediator inflamasi. Monosit atau
makrofag, netrofil dan sel endotel berperan dalam respon terhadap infeksi dan mempunyai reseptor terhadap endotoksin. Suatu protein di dalam plasma dikenal
dengan lipopolysacharide binding protein LBP, dengan berat molekul 55 kDa dan disintesis oleh hepatosit berperan penting dalam metabolism LPS. LBP
26
11
Universitas Sumatera Utara
terdapat dalam 2 bentuk, bentuk terlarut dan dalam ikatan dengan reseptor LPS yaitu CD14.
Bila LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan
dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan dengan CD14 di permukaan sel maupun CD14 terlarut. Selanjutnya
kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuclear factor kappa B NFkB, tyrosin kinase TK, protein kinase C PKC, suatu faktor
transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like
resceptor-2TLR2.
26
Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri yang merupakan induktor sitokin adalah lipotheichoic acid LTA dan peptidoglikan PG. LTA
merupakan polimer gliserol dan fosfat, berikatan dengan membrane sel monosit pada gugus asil di reseptor LTA reseptor scavenger tipe 1. Mekanisme
transduksi sinyal intrasel LTA masih belum jelas. Peptidoglikan terdiri dari polimer ß1-4, glukosamin-N- asam asetilmuramat, dengan ikatan silang 30ntibio.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa PG dapat menginduksi produksi sitokin pada monosit dengan ikatan pada CD14. Mekanisme transduksi sinyal intrasel PG
juga belum diketahui.
26
Pada infeksi Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes dapat terjadi sindrom renjatan toksik toxic shock syndromeTSS. Mekanisme yang
berperan adalah diproduksinya eksotoksin yang bersifat superantigen. Pada keadaan normal antigen akan diproses oleh Antigen presenting cells APC dan
membentuk kompleks histokompatibilitas mayor MHC tipe II dan
26,28
12
Universitas Sumatera Utara
dipresentasikan pada reseptor sel T T cellresceptor TCR. Superantigen akan secara langsung membentuk kompleks dengan MHC dan TCR sehingga terjadi
proliferasi sel T dan produksi sitokin yang berlebih.
2.3.4. Peran mediator inflamasi pada sepsis
26,28
Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan host terhadap infeksi dan invasi mikroorganisme. Immunitas host bereaksi dengan melepaskan protein
endogen, aktivasi sel sehingga mikroorganisme dapat dibunuh, sel-sel yang rusak dibersihkan dan terjadi perbaikan jaringan.
Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang berlebih. Mediator inflamasi ini mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik,
mengaktivasi netrofil, monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya; aktivasi kaskade protein plasma seperti komplemen, sistem koagulasi dan
fibrinolisis; pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen radikal. Selain mediator yang bersifat proinflamasi, dilepaskan pula mediator yang bersifat
anti inflamasi seperti sitokin anti inflamasi, reseptor sitokin terlarut, protein fase akut, inhibitor proteinase dan berbagai hormon.
28
28
2.4. C-Reactive protein CRP.
CRP merupakan suatu protein fase akut yang dihasilkan dominan oleh hepatosit, merupakan suatu petanda inflamasi yang memberikan respon pada
keadaan-keadaan peradangan atau inflamasi. Respon fase akut ini dapat berupa respon fisiologis dan biokimiawi yang mungkin saja terjadi pada kerusakan
jaringan, infeksi, inflamasi dan keganasan. Secara sederhana yang dinamakan perubahan fase akut sebenarnya didasarkan kepada perubahan konsentrasi dari
13
Universitas Sumatera Utara
protein-protein fase akut itu sendiri, yang dapat bersifat positif dan negative, dalam artian dapat naik ataupun turun sebanyak 25.
Protein fase akut ini sebenarnya terdiri dari banyak jenis dari sistem komplemen, sistem kagulasi dan fibrinolitik, anti protease, protein transport dan
lain-lain yang akan mengalami perubahan konsentrasi, baik berupa peningkatan maupun penurunan sebesar 25 dan termasuk di dalamnya adalah CRP.
29
29
Pada orang sehat didapati bahwa nilai tengah kadar CRP di sirkulasi adalah 0,8 mgL, dimana bila terdapat stimulus yang bersifat akut, dapat terjadi
peningkatan hingga 10.000 kali dari nilai normalnya. Waktu paruh dari CRP ini kira-kira 19 jam dan dari penelitian ternyata didapatkan hal ini konstan pada
seluruh keadaan baik pada orang sehat maupun pada orang sakit.
29
2.5 . Kerangka Konseptual.