Gas Metana CH TINJAUAN PUSTAKA

di atmosfer. Kondisi ini persis seperti yang terjadi di rumah kaca yang digunakan dalam kegiatan pertanian dan perkebunan. Gas-gas yang dapat bertindak seperti rumah kaca diatmosfer sehingga menyebabkan pemanasan global adalah; karbon dioksida CO 2 , karbon monoksida CO, metana CH 4 , dinitrogen oksida N 2 O, khloroflouro karbon CFC buatan manusia, dan uap air H 2 O Abdullah dan Khoiruddin, 2009. Pemanasan global dapat menyebabkan berbagai dampak lingkungan, dampak-dampak tersebut dapat berupa kekeringan berkepanjangan, banjir, angin topan, meningkatnya permukaan air laut, mengganggu kehidupan hewan liar bahkan terhadap kesehatan manusia Abdullah dan khoiruddin, 2009.

2.2. Gas Metana CH

4 Gas CH 4 merupakan gas yang mudah terbakar dan menghasilkan CO 2 sebagai hasil sampingan. Gas CH 4 relatif mudah diuraikan dan diperkirakan memiliki masa hidup di atmosfer sekitar 10 tahun. Laju peningkatan CH 4 di atmosfer sekitar 0,9 pertahun Abdullah dan Khoiruddin, 2009. Metana merupakan salah satu gas rumah kaca utama, yang dapat menyerap radiasi infra merah sehingga berkontribusi terhadap fenomena pemanasan global. Gas CH 4 bersama-sama dengan CO 2 , N 2 O, dan CFC dapat mengabsorbsi radiasi bumi pada panjang gelombang 7-14 μm yang bersifat panas sehingga mengakibatkan suhu permukaan bumi meningkat. Disamping itu gas CH 4 juga memiliki waktu tinggal 8-10 tahun dan dapat juga mempengaruhi proses reaksi kimia di atmosfer yang melibatkan metan oksidasi sebagai pengendali reaksi. Metana meningkat secara cepat dalam dua abad ini dan menduduki peringkat kedua setelah CO 2 sebagai GRK yang menyebabkan pemanasan global Khalil et. al ., 1991. Konsentrasi gas CH 4 yang terjadi di belahan bumi utara lebih tinggi dibandingkan dengan belahan bumi selatan. Hal ini disebabkan, sebagian besar kegiatan manusia lebih banyak berlangsung di belahan bumi utara, seperti yang terjadi pada tahun 1989 konsentrasi gas CH 4 di belahan bumi utara sekitar 1700 ppbv part per billion volume dan di belahan bumi selatan sekitar 1670 ppbv Husin, 1994. Konsentrasinya meningkat dari tahun ke tahun dan telah berlipat ganda selama 200 tahun terakhir Bouwman, 1990. Konsentrasi gas CH 4 sebelum permukaan bumi didominasi oleh kegiatan manusia 200 tahun yang lalu konsentrasi gas CH 4 hanya berkisar 650-750 ppbv. Meningkatnya CH 4 dalam kurun waktu 200 tahun terakhir ini disebabkan oleh meningkatnya fluks 70 Khalil dan Rasmussen, 1985. Pawitan et. al 2008 mengungkapkan pula bahwa pada skala global konsentrasi CH 4 di atmosfer meningkat sekitar 1 setiap tahun. Konsentrasi CH 4 saat ini sebesar 1,72 ppm atau lebih dari dua kali lipat konsentrasi pada era pra industri yang besarnya 0,8 ppm. Lahan basah, termasuk lahan sawah menyumbang sekitar 15-45 terhadap konsentarsi CH 4 di atmosfer, sedangkan sumbangan lahan kering sekitar 3-10. Fluks gas CH 4 bertumpu pada kegiatan antropogenik, hampir 70 CH 4 berasal dari sumber-sumber antropogenik dan sekitar 30 berasal dari sumber- sumber alami. Padi sawah, ternak ruminan, pembakaran biomas, aplikasi kotoran hewan dan pemrosesan sampah organik menghasilkan CH 4 . Aktivitas pertanian menyumbang dua per tiga dari CH 4 asal sumber antropogenik. Gas CH 4 dihasilkan secara biologis oleh aktivitas mikrob yaitu aktivitas bakteri metanogen melalui penguraian atau pembusukan bahan-bahan organik yang terjadi pada lahan sawah dan fermentasi anterik pada ruminan. Gas CH 4 yang berasal dari tambang batubara dan kebocoran dalam sistem distribusi gas alam serta sumur minyak dan gas merupakan sumber antropogenik lainnya. Kemudian 30 fluks CH 4 yang berasal dari sumber-sumber alami, sebagian besar merupakan lahan- lahan yang tergenang secara alami Suprihati, 2007. Metana yang dihasilkan sebagian besar akan dibebaskan ke atmosfer baik secara difusi melalui tanah maupun diflukskan oleh tanaman. Variasi pelepasan CH 4 dari suatu ekosistem sangat dipengaruhi oleh macam budidaya tanaman, komunitas mikrob, sifat tanah serta interaksinya. Mengetahui hubungan antara sifat tanah, sifat mikrob, dan CH 4 pada berbagai macam budidaya sangatlah penting sebagai dasar untuk memahami mekanisme yang terlibat dalam produksi CH 4 Suprihati, 2007. Gas metana biasa terbentuk oleh aktivitas bakteri metanogen pada lingkungan anaerob dengan redoks potensial -220 volt. Menurut Conrad 1987 Selain lingkungan anaerob pembentukan CH 4 dipengaruhi pula oleh suhu, baik suhu udara maupun suhu tanah. Keterkaitan pembentukan CH 4 dengan suhu lebih detail diungkapkan oleh Vogels et. al. 1988, ia mengungkapkan pada tanah sawah mayoritas bakteri metanogen yang telah diisolasi bersifat mesofilik, dimana aktivitas optimalnya terjadi pada suhu 30-40 o C. Selain bakteri metanogen bakteri pembentuk gas metana terdapat pula bakteri pengoksidasi CH 4 atau bakteri methanotroph. Bakteri methanotroph adalah mikroorganisme aerobik yang dapat tumbuh dan berkembang dengan CH 4 sebagai satu-satunya sumber energi. Oleh karena itu, oksidasi CH 4 dapat terjadi pada lingkungan mikro yang bersifat aerobik pada zona perakaran dan pada bagian yang bersifat oksik pada lapisan permukaan tanah. Proses oksidasi CH 4 tersebut diinisiasi oleh enzim metan mono-oksigenase yang berperan dalam konversi CH 4 menjadi metanol Oremland dan Capone, 1988. Pada budidaya lahan kering, produksi CH 4 terbatas pada site-site anaerob, dengan kondisi yang sangat menunjang pertumbuhan metanotroph, sehingga meningkatkan kapasitas serapan CH 4 . Serapan CH 4 sebesar 0,051-0,055 mgm 2 jam pada pertanaman padi gogo dilaporkan oleh Zaenal 1997. Serapan CH 4 oleh hutan di Swedia mencapai 0,6-1,6 kg CH 4 hatahun atau 6,9-18,5 10 3 mg CH 4 m2jam Klemedtsson dan Klemedtsson, 1997. Ernawanto et. al. 2003 melaporkan bahwa fluks CH 4 sistem penanaman padi walik jerami adalah 7,18 mg CH 4 m 2 jam dan sistim penanaman padi gogo rancah adalah 1,73 mgm 2 jam, sebaliknya rosot CH 4 sebesar 0,05 mg CH 4 m 2 jam terjadi pada sistem pertanaman kedelai. Pada penelitian tersebut, fluks CH 4 bersih dari sistem penanaman walik jerami - kedelai - gogo rancah diperkirakan sebesar 199,2 kg CH 4 hatahun dengan rataan 2,3 mg CH 4 m 2 jam. Sedangkan kisaran fluks CH 4 dari pertanaman tebu di Australia adalah 297 hingga 1005 g C-CH 4 ha atau 29,7 – 100,5 mg C-CH 4 m 2 , sementara kisaran konsumsinya 442 hingga 467 g C-CH 4 ha atau 44,2 – 46,7 mg C-CH 4 m 2 Weier, 1999. Fluks CH 4 dari empat macam tipe penggunaan tanah hutan tua, hutan habis tebang, dibakar setelah tebang dan perkebunan karet di Jambi, Sumatera berkisar antara -21,2 hingga 4,2 10 -3 mg C-CH 4 m 2 jam Ishizuka et. al., 2002. Nilai fluks negatif menunjukkan rosot dan berkorelasi nyata dengan kandungan liat pada kedalaman tanah 0-10 cm. Nilai tersebut mengalami peningkatan pada evaluasi berikutnya yaitu menjadi -0,053 hingga 0,049 mg C-CH 4 m 2 jam pada macam penggunaan lahan yang lebih bervariasi yaitu hutan, kayu manis, karet, kelapa sawit dan alang-alang Ishizuka et. al., 2005. Pembentukan CH 4 juga dapat terhambat oleh pemberian pupuk nitrat seperti yang diutarakan oleh Bouwman 1996, Ia mengungkapkan bahwa aplikasi NO 3 - akan menunda pembentukan CH 4 hingga reduksi NO 3 - berakhir dan Eh tanah telah cukup menurun bagi berlangsungnya proses reduksi lebih lanjut. Selain itu, NO 3 - juga memberikan efek toksik terhadap bakteri methanogen. Tanah yang kaya kandungan substrat organik mudah terdekomposisi asetat, formiat, methanol, amin termetilasi dan kandungan senyawa akseptor elektron NO 3 - , Mn 4+ , Fe 3+ rendah memiliki potensi pembentukan CH 4 tinggi Suprihati, 2007. Pada budidaya lahan kering, produksi CH 4 hanya terbatas pada site-site anaerob dan kondisinya sangat menunjang pertumbuhan metanotroph sehingga meningkatkan serapan CH 4 Suprihati, 2007. Furukawa et. al. 2005 mengungkapkan pula bahwa rata-rata nilai fluks CH 4 bernilai positif, akan tetapi terdapat nilai yang negatif pada musim kering. 2.3. Gas Dinitrogen Oksida N 2 O Tanah merupakan sumber terpenting dalam pembentukan CO 2 dan N 2 O di atmosfer Toma et. al., 2010. Abdullah dan Khoiruddin 2009 mengungkapkan N 2 O merupakan GRK yang memiliki umur sangat panjang sekitar 150 tahun. Selain itu N 2 O berpotensi menimbulkan pemanasan global sebesar 298 kali dibandingkan CO 2. Oleh karena itu sekecil apapun konsentrasi N 2 O, dapat meningkatkan konsentrasi GRK di atmosfer dengan laju peningkatan sebesar 0,2 per tahun. Selain itu gas N 2 O juga dapat merusak lapisan ozon di stratosfer Crutzen, 1981, Sehingga dapat meningkatkan radiasi yang sampai ke permukaan bumi Ginting dan Eighbal, 2005. Sumber N 2 O utama adalah kegiatan manusia antropogenik yang berkaitan erat dengan pembakaran fosil, pembakaran biomas, dan pertanian. Berdasarkan penelitian Khalil dan Rasmussen 1992, diketahui bahwa fluks N 2 O dari sumber-sumber alami diperkirakan sebesar 15 Tgtahun dan dari sumber antropogenik diperkirakan sebesar 8 Tgtahun. Kecepatan kenaikan konsentrasi rata-ratanya di atmosfer dari tahun 1960 sampai tahun 1976 sekitar 0,4 ± 0,5 ppbvtahun, sedangkan kenaikannya dari tahun 1976 sampai tahun 1988 adalah sekitar 0,8 ± 0,02 ppbvtahun. Hal ini menunjukan bahwa N 2 O meningkat dua kali lebih cepat pada tahun 1980-an dibandingkan pada tahun 1970-an. Menurut Batjes 1992, konsentrasi N 2 O sebelum masa industri sekitar 285 ppbv part per billion volume sementara pada awal 90-an sekitar 310 ppbv. Pathak 1999 mengungkapkan bahwa karbon organik, oksigen, dan senyawa NO 3 - didalam tanah merupakan tiga komponen penting dalam peningkatan fluks N 2 O. Faktor yang paling dominan dari ketiga komponen diatas adalah faktor oksigen. Kandungan air tanah membatasi oksigen berada di pori- pori tanah. Air tanah juga mempengaruhi terjadinya pelepasan karbon organik melalui siklus pembasahan dan pengeringan. Karbon organik menyebabkan ion NO 3 - tersedia melalui proses mineralisasiimobilisasi. Ketersediaan ion NO 3 - dipengaruhi proses difusional oleh kadar air tanah. Tekstur dan struktur tanah dapat mempengaruhi fluks N 2 O di dalam tanah, akhirnya respirasi mikroba dengan tersedianya karbon organik secara dramatis mempengaruhi kadar oksigen ditingkat mikro. Hasil penelitian arcara et. al 1999 mendapatkan bahwa penggunaan slury bahan organik dari limbah ternak meningkatkan kehilangan N sebagai N 2 O, melalui fluks langsung dan denitrifikasi. Fluks N 2 O dari tanah dibedakan menjadi fluks dari denitrifikasi dan fluks langsung yang merupakan hasil samping nitrifikasi yang berlangsung pada kondisi oksidasi kurang optimal. Kombinasi slury dengan pupuk urea pada takaran N yang sama yaitu sebesar 225 kg Nha membebaskan gas N 2 O paling tinggi dari tanah dibanding dengan perlakuan tunggal pupuk urea maupun perlakuan slury. Menurut Suprihati 2007 pemberian pupuk organik yang memiliki kandungan karbon tinggi serta mudah termineralisasi, seperti pupuk kandang diduga mampu meningkatkan biomasa mikroba sehingga meningkatkan fluks N 2 O dari tanah pertanian. Kombinasi pupuk kandang yang mengandung asam-asam organik diantaranya asam lemak yang mudah menguap dengan pemberian pupuk N mudah tersedia seperti urea, menciptakan kondisi yang memicu pembebasan N 2 O. Kehilangan N 2 O terbesar terjadi pada bulan pertama pertanaman jagung. Kehilangan N dalam bentuk N 2 O meningkat pada tanah yang dipupuk dengan pupuk organik. Dampak aplikasi slury sapi dalam jangka panjang mampu menurunkan pH tanah dibanding perlakuan pupuk kandang. Penurunan pH tanah tersebut akan mempengaruhi sejumlah reaksi biokimia yang berdampak pada biomas mikroba dan kandungan karbon organik tanah. Hal ini ditandai dengan lebih tingginya kandungan karbon organik tanah serta biomas mikroba pada tanah yang dipupuk dengan pupuk kandang dibanding perlakuan slury. Tingginya biomas mikroba dan karbon organik tanah memicu fluks N 2 O, fluks pada perlakuan pupuk kandang meningkat 2 kali dibanding perlakuan yang lain yaitu sebesar 4,9 kg N-N 2 O hathn melalui denitrifikasi dan fluks langsung sebesar 5,3 kg N-N 2 O hathn Mogge et. al., 1999. Aplikasi slury dengan cara disemprotkan yang banyak dipraktekan di Amerika Serikat bagian Timur memberikan dampak peningkatan kehilangan N melalui fluks N 2 O. Pemberian slury mampu meningkatkan ketersediaan N dan kelembaban tanah, kombinasi faktor tersebut memacu reaksi reduksi nitrat. Kehilangan N dalam bentuk N 2 O selama 8 hari sebesar 8,5 mg N-N 2 Om 2 , nilai tersebut lebih rendah dibanding perlakuan urea yang dikombinasikan dengan glukose sebagai sumber karbon cepat tersedia yang mencapai 20,8 mg N-N 2 Om 2 , diduga pada slury tersebut mengandung senyawa yang mempengaruhi komunitas mikroba yang bekerja pada siklus N. Fluks N 2 O berkaitan erat dengan dosis N yang diberikan, pada penelitian tersebut digunakan 150 kg Nha. Hal yang perlu diwaspadai adalah terjadinya fluks N 2 O yang hebat oleh residu nitrat yang terakumulasi pada tanah tersebut, potensial terdenitrifikasi dengan meningkatnya kelembaban tanah Whalen, 2000. Selain itu Wrage et. al. 2001, mengungkapkan gas dinitrogen oksida dapat terbentuk oleh proses nitrifikasi maupun denitrifikasi, NH 4 + dapat teroksidasi dalam keadaan aerob melalui proses nitrifikasi menjadi senyawa NO 3 - . Pada proses perubahan ini, N 2 O dapat terbentuk dalam jumlah yang kecil sebagai hasil sampingan. Sedangkan, senyawa NO 3 - dapat tereduksi melalui proses denitrifikasi dalam keadaan sedikit aerob menjadi N 2 O, pada proses ini N 2 O banyak terbentuk. S d y s p r b p K k p i m d d M b Sumber: Wr G Gas dekomposisi yang sama d sampingan d pada proses rendah oksi bahwa NH 4 + pembentuka Kedua prose kelembaban pH. Lind da ini water f maksimum denitrifikasi N 2 O melai Menu denitrifikasi Membuat l beraktivitas; 3 Memper rage et. al., 2 Gambar 1. Pr dinitrogen i kimia inter diungkapkan dari proses s denitrifika gen. Hasil p + dan NO 3 - m an N 2 O di d es ini sangat , status oksig an Doran 19 filled pore terbentuk bila WFPS inkan gas nit urut Pathak baik seca ingkungan ; 2 Memba mudah pelep 2001 roses pembe n oksida t rmediet anta n oleh Yana nitrifikasi d asi, pada pro penelitian G meningkatka dalam tanah t dipengaruh gen tanah, su 984 mengun space WF ketika WF melebihi 60 trogen N 2 . k 1999 kel ara langsung yang sesua atasi tersedia pasan substr entukan gas d terbentuk s ara NH 4 + da ai et. al. 20 dan dihasilka oses ini NO Ginting dan an fluks N 2 O h melalui pr hi oleh fakto uhu udara, k ngkapkan ba FPS menin FPS mencap 0 yang terb lembapan ta g maupun ai untuk m anya oksigen rat karbon C dinitrogen ok selama oks n NO 2 - Wr 007, N 2 O di an pula seba O 3 - dihasilka Eighbal 20 O. Mosier 1 roses nitrifi or lingkungan ketersediaan ahwa kelemb ngkatkan flu pai 60, k bentuk bukan anah dapat tidak langs mikroorganis n O 2 pada C dan Nitro ksida N 2 O sidasi NH 4 rage et. al., ihasilkan seb agai produk an pada saa 005 juga m 1998 juga m kasi dan de n tanah sepe N, bahan or baban tanah uks N 2 O. F karena dala n gas dinitro mempengar sung dianta sme berkem pori-pori m ogen N me 4 + melalui 2001. Hal bagai hasil menengah at keadaan menyatakan menyatakan enitrifikasi. erti kondisi rganik, dan h dalam hal Fluks N 2 O am proses ogen oksida ruhi proses aranya: 1 mbang dan mikro tanah; lalui siklus pembasahan dan pengeringan. Bagaimanapun yang terpenting dari tingginya kelembaban tanah adalah membatasi adanya O 2 pada pori tanah sehingga N 2 O mudah terbentuk dalam keadaan sedikit anaerobik. Produksi N 2 O meningkat baik melalui proses nitrifikasi maupun melalui proses denitrifikasi ketika tanah diberi aplikasi pupuk-N. Namun peningkatan unsur N baik dalam bentuk NH 4 + maupun NO 3 - di dalam tanah dapat berasal dari: 1 mineralisasi N dari bahan organik dan immobilisasinya, 2 fiksasi N dari udara oleh mikroorganisme penambatan N dari udara oleh bakteri simbiotik maupun bakteri non simbiotik, 3 pemupukan Soepardi, 1983; Leiwakabessy, 1988. Temperatur juga memiliki pengaruh yang penting terhadap pembentukan N 2 O. Didapatkan N 2 O meningkat dari suhu 5 C sampai 40 C. Akan tetapi suhu optimum untuk terjadinya proses denitrifikasi yaitu antara 60 C sampai 70 C. Saat suhu mencapai keadaan optimum, terjadi kombinasi antara proses biologi dan proses kimia sehingga N 2 O yang terbentuk dapat optimum Pathak, 1999. Akan tetapi memperhitungkan fluks N 2 O secara rinci di tingkat global dari dalam tanah tidak dapat di pastikan keakuratannya Katayangi et. al., 2008.

2.4. Komoditas Tanaman