syarakat mengetahui di lokasi tersebut akan dibangun pabrik Aqua yang akan me- nyedot air bawah tanah. Keresahan yang terjadi akibat kekhawatiran dikuasainya
sumber mata air Cirahab dan eksploitasi air bawah tanah. Masyarakat Padarincang yang menyadari masa depan ketersediaan air menyatakan kesepahaman bersama
bahwa komersialisasi air akan memunculkan dampak negative bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.
Pada tahun 2008 warga telah dengan tegas menolak kehadiran korporasi besar disektor air. PT Tirta Investama dipandang sebagai salah satu perusahaan
yang telah menyebabkan terjadinya kekeringan. Catatan di Sukabumi dan Klaten menjadi refrensi empiric warga Padarincang untuk terus menggalang solidaritas
dan dukungan dalam upaya mencabut surat izin Bupati. Surat izin tersebut diduga memiliki kecacatan dari sisi proses.
Pertama tidak adanya proses sosialisasi untuk mendapatkan legitimasi public terkait dukungan warga atas rencana pembangunan tersebut. Kedua tidak
sesuai dengan prosedur yang berlaku bahwa surat izin tersebut terbit setelah AMDAL selesai dibuat. Penolakan warga terhadap kehadiran PT Tirta Investama
yang akan mengeksploitasi air di kawasan Cirahab Padarincang disebabkan karena minimnya keterlibatan warga. Bahkan ada sebagian warga yang merasa
dibodohi pada tahap pembebasan lahan, mereka mendapat informasi jika lahan tersebut
diperuntukan untuk pembangunan sarana pendidikan sehinggan menimbulkan antusiasme warga yang dilakukan pada akhirnya memunculkan
reaksi dari warga.
Warga yang melakukan penolakan disudutkan pada situasi yang tidak mengenakan, mereka dipandang sebagai masyarakat tertutup dan irasional, tidak
memiliki visi pembangunan dan cenderung anti kompromi, terbelakang, dan sulit diajak maju. Upaya penolakan warga berbuah hasil saat Bupati Serang
menghentikan sementara proses pembangunan pabrik dan berjanji akan mencabut surat izin pembangunan, tetapi dipandang lemah karena tidak dilakukan
pengawalan secara ketat atas rencana pencabutan tersebut. Pertengahan tahun 2010 warga Padarincang kembali bergejolak setelah
mendapatkan kabar bahwa Bupati akan meneruskan rencana pembangunan pabrik Danone di Cirahab. Reaksi kembali muncul dan mempertanyakan komitmen
bupati atas pernyataan awal yang siap mencabut surat izin pembangunan yang telah diberikan kepada PT. Tirta Investama. Spanduk, baliho dan media lain
digunakan untuk menunjukan sikap penolakan sebagai mana sebelumnya pernah dilakukan, musyawarah akbar digelar untuk membangun kembali persepsi
bersama tentang konsistensi penolakan. Berdasarkan data AMDAL yang dibuat perusahaan, beberapa informasi
penting yang menyangkut investasi dan berbagai prasangka menyangkut informasi tersebut dikalangan masyarakat dapat dilihat dalam matriks berikut:
3
3
Kruha, 2011, Runtuhnya Mitis Negara Budiman Kekuatan Ekonomi Politik Asing Berusaha Menyingkirkan Kedaulatan Rakyat, hal. 7, http: www.kruha.orgone modulone
document1330327624.pdf. diakses tanggal 12 september 2015
Informasi dasar investasi PT Tirta Investama Luas lahan
12 hektar Status sudah dibebaskan,
rencana kedepan PT Tirta Investama
akan melakukan pembebasan
lahan lain disekitar area dengan proyeksi pabrik
terbesar se Asia Rencana investasi
Rp. 298.241.000.000,00 Izin pengeboran
150 meter Sulit untuk mengontrol
tingkat kedalaman pipa penyedot, bisa saja pihak
perusahaan menambah
tingkat kedalaman saat ketersediaan air bawah
tanah mulai menurun Rencana
penggunaan tenaga kerja
174 orang Terdapat penyimpangan
informasi di level public, warga
mendapatkan informasi bahwa tenaga
kerja yang
akan tertampung
di pabrik
Danone berkisar pada 2000 tenaga kerja
Volume penyedotan air 63 liter perdetik
Sulit untuk mengontrol terhadap
aktivitas produksi, bisa saja pihak
perusahaan menambah
volume daya sedot untuk meningkatkan kuantitas
produksi
B. Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat
Desa Keseneng, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang merupakan salah satu desa yang termasuk bagian dari DAS Bodri, tepatnya di Sub-DAS
Blorong. Secara geografis, Keseneng merupakan desa yang jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Semarang. Jarak dari pusat pemerintahan kabupaten
mencapai 48 km, sementara dari Kota Semarang provinsi hingga 58 km. Pusat pemerintahan yang terdekat adalah Kantor Kecamatan Sumowono, yakni 6,5 km.
Desa Keseneng merupakan desa yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Kendal. Kondisi wilayah yang jauh dari pusat pemerintahan, membuat
Desa Keseneng yang terdiri atas tiga dusun, yakni Keseneng, Tlawah, dan Keseseh menjadi kurang dalam sarana dan prasarana umum, baik bidang
kesehatan, pendidikan, maupun pemasaran atau pusat ekonomi. Desa memiliki luas wilayah 228,252 ha, yang terdiri atas sawah dengan irigasi teknis, sawah
irigasi sederhana, sawah tadah hujan, lahan keringtegalan, dan permukiman. Lahan kering yang terbagi dalam tegalan dan hutan rakyat, merupakan lahan
paling luas di Desa Keseneng, yakni mencapai 173,252 ha.
4
Keseluruhan lahan yang ada di Desa keseneng merupakan milik warga dan pemerintahan desa. Keseneng merupakan desa di daerah pegunungan, dengan
tinggi dari permukaan air laut mencapai 700 meter. Kondisi topografi desa ber- bukit-bukit dengan banyak lembah, mata air, sungai, dan hutan. Kawasan per-
bukitan tersebut oleh masyarakat setempat disebut gunung. Meskipun memiliki banyak sungai dan perbukitan.
Desa Keseneng minim mata air yang dapat digunakan untuk menopang kebutuhan warga sehari-hari. Mata air-mata air itu berada di bawah permukiman,
dan debitnya tidak mencukupi untuk kebutuhan warga. Ada empat mata air di Desa Keseneng, tiga di antaranya ada di Dusun Keseneng, yaitu Kedung Wali,
Sendang Tuk, dan Sendang Boto. Satu mata air lainnya berada di Dusun Keseseh, yaitu Sendang Kendi. Kini pemanfaatan mata air masih sebatas untuk cadangan
air bersih. Untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, warga telah membuat
sistem instalasi air bersih hingga ke rumah-rumah melalui program Pamsimas. Namun sumber yang digunakan justru dari luar desa yang posisinya lebih tinggi
secara geografis. Perkembangan pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat atau CBNRM di Desa Keseneng mengalami pasang surut dalam
pelaksanaannya. Meskipun demikian, CBNRM dapat berjalan dan berkembang
4
Fransisca Emilia, Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Daerah Aliran Sungai Studi Kasus Desa Keseneng, Kecamatan Sumowono,
Kabupaten Semarang, Semarang: TESIS Universitas Diponegoro, 2013, hal. 39.
dengan baik karena ada dukungan kebijakan dan peraturan, warga menjadi pelaku utama sejak proses perencanaan, ada kesepakatan bersama yang dijalankan, dan
ada keinginan kuat warga untuk selalu berkembang. Faktor-faktor tersebut membuat kepercayaan dan dukungan dari pihak luar
semakin kuat sehingga turut mendukung perkembangan CBNRM di Desa Keseneng. Keinginan warga untuk dapat mengelola kekayaan sumber daya alam,
terutama air terjun menjadi objek wisata yang dapat memberikan keuntungan bagi desa, telah digagas sejak tahun 1980-an. Namun keinginan tersebut tidak terwujud
karena kondisi pemerintahan masih sangat sentralistik dan top down, dimana partisipasi masyarakat kurang mendapat tempat.
5
Pemerintah Desa Keseneng beberapa kali telah mengusulkan pembukaan objek wisata Curug Paleburgongso ke Pemerintah Kabupaten Semarang. Namun
usulan tersebut tidak mendapat tanggapan. Lambat laun, keinginan Pemerintahan Desa untuk maju, terkubur dalam perjalanan waktu. Sejak era Reformasi, terjadi
perubahan besar terhadap wewenang pemerintahan desa. Kebijakan desentralisasi juga menguat. Hal ini membawa babak baru bagi pengembangan CBNRM di
Desa Keseneng.
6
Upaya agar dapat hidup lebih baik, terutama lepas dari kemiskinan yang selama ini membelit warga, mendorong desa untuk bergerak. Pada awal tahun
2010, salah satu curug, yakni Paleburgongso akan dikembangkan oleh warga Desa
5
Fransisca Emilia, Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Daerah Aliran Sungai Studi Kasus Desa Keseneng, Kecamatan Sumowono,
Kabupaten Semarang, Semarang: TESIS Universitas Diponegoro, 2013, hal. 49.
6
Fransisca Emilia, Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Daerah Aliran Sungai Studi Kasus Desa Keseneng, Kecamatan Sumowono,
Kabupaten Semarang, Semarang: TESIS Universitas Diponegoro, 2013, hal. 50.
Keseneng. Namun rencana desa mengembangkan curug di perbatasan antara Desa Keseneng, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang dan Desa Gondang,
Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal tidak berjalan lancar. Warga Desa Gondang lebih dulu membuka akses ke Curug Paleburgongso. Hal tersebut
memicu konflik antara Desa Keseneng dengan Desa Gondang karena air terjun berada di perbatasan, tetapi Goa Paleburgongso telah masuk wilayah dan berada
di lahan milik warga Dusun Keseseh, Desa Keseneng. Pihak Desa Gondang juga tidak berkoordinasi dengan Desa Keseneng,
padahal warga Desa Keseneng telah melakukan berbagai persiapan, baik lewat rembuk di tingkat dusun maupun desa untuk membuka objek wisata tersebut.
Puncak konflik terjadi saat akses Curug Paleburgongso arah Desa Gondang, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal akan diresmikan oleh Bupati Kendal
Siti Nurmarkesi, terjadi amuk warga Desa Keseneng. Warga menutup Curug Paleburgongso dengan tebangan rumpun bambu. Akibatnya, Bupati Kendal dan
rombongan tidak dapat melihat Curug dan Goa Paleburgongso. Kejadian tersebut menimbulkan masalah yang cukup pelik.
7
Bupati Kendal Siti Nurmarkesi melayangkan surat protes kepada Bupati Semarang Siti Ambar Fathonah. Untuk meredam konflik, Bupati Semarang
menugaskan Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata Disporabudpar untuk menyelesaikan masalah tersebut. Disporabudpar Pariwisata Kabupaten
Semarang menindaklanjuti dengan mengirim team ke Desa Keseneng, Kecamatan
7
Fransisca Emilia, Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Daerah Aliran Sungai Studi Kasus Desa Keseneng, Kecamatan Sumowono,