Analisis Praktek Komesialisasi Sumber Daya Air Di Indonesia

Sebelumnya terdapat banyak konsep Water Rights. Akan tetapi konsep yang diperkenalkan oleh Bank Dunia adalah konsep yang berkembang seiring dengan perkembangan global dimana air telah menjadi komoditi yang dapat diprivatisasi, sehingga konsep yang ditawarkan yaitu hak dimana air dapat diperjual- belikan. 6 Dengan memandang air sebagai komoditas yang dapat diperjual belikan berarti secara tidak langsung undang-undang tersebut membolehkan praktek privatisasi air. Praktek privatisasi bentuknya bermacam-macam, dari sifatnya yang hanya sebagian dialihkan ke swasta, sampai pada bentuk privatisasi dimana peran tanggung jawab bahkan kepemilikan pemerintah dihilangkan cara memilihnyapun bermacam-macam tergantung pada bagaimana pengaturannya, bentuk kontrak dan modelnya secara definitive. Privatisasi air dapat diartikan sebagai bentuk pengalihan sebagian atau keseluruhan aset pengelolaan dari perusahaan- perusahaan mengelola sumber daya air ketangan pihak swasta. Air yang menjadi kebutuhan mendasar bagi seluruh makhluk hidup di bumi, karena itulah banyak para pelaku bisnis meliriknya untuk dijadikan komoditas yang dapat memberikan banyak keuntungan bagi mereka. Berawal dari permasalahan yang mendasar bagi negara yang baru berkembang yakni permasalahan finansial untuk mengatasi krisis atau untuk pembangunan infrastruktur lembaga keuangan internasional memberikan bantuan pinjaman akan tetapi tidak dengan cara yang cuma-cuma, mereka juga memberikan syarat-syarat tertentu yang harus terpenuhi. 6 Tim Kruha, Kemelut Sumber Daya Air Menggugat Privatisasi Air di Indonesia, Yogyakarta: LAPERA Pustaka Utama, 2005, hal. 28. B. Analisis Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Komersialisasi Sumber Daya Air di Desa Padarincang Berbeda dengan sistem kapitalis maupun sistem sosialis, Islam dalam praktek berekonomi terdapat etika-etika yang mengaturnya agar sistem berekonomi akan tercipta keadilan serta memperlakukan lingkungan hidup yang lebih arif dan bijaksana agar lingkungan dapat terjaga dan dapat dimanfaatkan di era sekarang maupun yang akan datang. Ketika kita berbicara soal air untuk dijadikan komoditas yang dapat di perjual-belikan Islam dengan tegas melarang, hal itu terjadi karena air merupakan hak publik dan mempunyai peran yang sangat vital untuk keberlangsungan bagi seluruh makhluk hidup di bumi. Air sebagai kebutuhan pokok manusia dan semua makhluk di bumi menjadi permasalahan tersendiri yang dibahas dalam fiqih Islam. Karena pada benda vital tersebut manusia berserikat. Sabda Rasulullah saw: : . Artinya: “orang muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu: air, rumput, dan api dan harganya adalah haram.” H.R Ahmad dan Abu Dawud Air yang dimaksudkan dari dalam pembahasan hadits tersebut adalah air kelebihan dari air yang dibutuhkan, melihat pada hadits tersebut, segala macam air kelebihan tidak boleh diperjual belikan baik di tempat yang bebas maupun di 7 Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam Pola Pembinaan Hidup Dalam Berekonomi, Bandung: CV Diponegoro, hal. 129. tempat telah dimiliki. 8 Ulama’ sendiri memiliki beberapa keterangan akan tetapi pada dasarnya ulma’ melarang praktek tersebut dan mewajibkan memberikan secara cuma-cuma jikalau ada seseorang yang membutuhkan. Ibnu Qoyyim dalam kitab Al-Huda juga menjelaskan jika seseorang telah membutuhkan air dan di dalamnya tidak berpenghuni maka dia dibolehkan mengambil air tersebut tanpa harus melakukan izin. Sebab ia berhak mengambilnya bahkan pemiliknya wajib membolehkannya. 9 Sebuah hadits Rasulullah saw tentang an-nithaf dan al arba’a diriwayatkan oleh Abu Bashir dari Imam Ash Shadiq. Imam mengatakan jadi, jangan jual mereka. Namun pinjamkanlah kepada tetangga dan saudaramu seiman. Al arba’a artinya seseorang membuat sebuah dam untuk mengairi tanahnya, hingga ia memenuhi kebutuhannya dalam hal ini. Dalam riwayat lain dari ash Shadiq dinyatakan bahwa an-nithaf artinya batas waktu yang tetap untuk untuk mengairi tanah. Ketika kalian telah memenuhi kebutuhan kalian maka kalian tidak diperbolehkan untuk menjual air tersebut dan membiarkan orang lain untuk memanfaatkannya. Al arba’a artinya dam yang dibuat diantara tanah-tanah milik sekelompok orang. Jika seseorang telah terpenuhi kebutuhannya maka ia harus membiarkan orang lain memanfaatkannya dan dilarang untuk menjual air tersebut. 10 8 Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam Pola Pembinaan Hidup Dalam Berekonomi, Bandung: CV Diponegoro, hal. 130. 9 Muhammad Baqir Ash Shadr, Buku Induk Ekonomi Islam Astishadunam, Jakarta: Zahira Pulbising House, 2008, hal. 240. 10 Muhammad Baqir Ash Shadr, Buku Induk Ekonomi Islam Astishadunam, Jakarta: Zahira Pulbising House, 2008, hal. 241. Dengan memasuki era globalisasi perlahan-lahan pemahaman air sebagai milik publik-pun semakin memudar, karena langkanya air serta meningkatnya kebutuhan atas air. Berkembangnya peradaban manusia menjadikan kebutuhan air terbilang dominan. Semakin terbatasnya sumber mata air menjadikan air menjadi komoditas yang memiliki nilai komersil yang sangat tinggi. Permasalahan tersebut yang dijadikan peluang oleh pihak swasta. Banyak pihak swasta yang memprivatisasi sumber mata air. Hal tersebut sangat merugikan masyarakat karena yang pada awalnya masyarakat mudah mendapatkan air dan sekarang menjadi sulit untuk mendapatkannya. Seperti contoh kasus di Desa Padarincang yang sumber air nya di privatisasi oleh PT Tirta Investama Aqua Danone. Sejak disahkannya Undang- undang No. 7 tahun 2004 perkembangan industri air minum dalam kemasan mengalami perkembangan yang sangat pesat. Salah satu perusahaan yang sangat agresif mengembangkan industri air minum dalam kemasan adalah PT Tirta Investama Aqua Danone. PT Tirta Investama melakukan eksploitasi air di desa Curug Goong Kecamatan Padarincang Kabupaten Serang. Kawasan tersebut merupakan cagar alam rawa danau sekaligus merupakan lumbung air cadangan air bawah tanah. Tidaklah heran bahwa kawasan ini terdapat sumber air yang cukup besar dan banyak masyarakat yang membutuhkanya. Ditambah sebagian besar profesi warga setempat adalah petani sawah dan kebun. Secara turun menurun mata air tersebut digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, ratusan hektar sawah mendapatkan pasokan air dari mata air tersebut. 11 Dalam upaya meneguhkan sebagai pemasok air minum dalam kemasan tingkat nasional, bahkan internasional perusahaan tetap berusaha berupaya beragam cara agar pabrik tersebut tetap beroperasi sekalipun berhadapan dengan penduduk. Bahkan perusahaan telah merampas 100 hektar sawah yang subur di Padarincang untuk kemudian dikonversi menjadi sumur atheis penghasil air. Perusahaan berdalih tidak akan mengambil air permukaan, tetapi lebih parahnya perusahaan akan mengambil air bawah tanah dengan pengeboran 800 meter. Akibatnya, 6200 hektar sawah di Padarincang akan terancam kekeringan. 12 Jika ekploitasi air dilakukan terhadap air tanah secara besar-besaran akan terjadi bahaya penurunan air tanah dan suatu daerah akan rentan terhadap banjir. Masyarakat Padarincang yang menyadari masa depan ketersediaan air menyatakan kesepahaman bersama bahwa komersialisasi air akan memunculkan dampak negative bagi lingkungan dan masyarakat sekitar, setidaknya akan menghilangkan hak dasar warga atas air serta semakin berkurangnya kapasitas dan kualitas air di wilayah Padarincang. Pada tahun 2008 warga telah dengan tegas menolak kehadiran korporasi besar disektor air. 13 Tidak dapat dipungkiri, sejak awal munculnya gerakan perlawanan terhadap pembangunan pabrik air 11 Kruha, 2011, Runtuhnya Mitos Negara Budiman Kekuatan Ekonomi Politik Asing Berusaha Menyingkirkan Kedaulatan Rakyat, hal. 7, http: www.kruha.orgone modulone document1330327624.pdf. diakses tanggal 12 september 2015 12 Pembaruan Tani mimbar komunikasi petani, Edisi 59, Januari: 2009, hal 4. 13 Kruha, 2011, Runtuhnya Mitos Negara Budiman Kekuatan Ekonomi Politik Asing Berusaha Menyingkirkan Kedaulatan Rakyat, hal. 8, http: www.kruha.orgone modulone document1330327624.pdf. diakses tanggal 12 september 2015 minum dalam kemasan, pada saat bersamaan juga muncul kelompok warga lainya yang mendukung kehadiran pabrik tersebut. Perusahaan juga rutin melakukan CSR sehingga dampak pengusahaan SDA menjadi kabur dan menimbulkan adanya pro dan kontra di dalam masyarakat. Warga yang mendukung pembangunan pabrik memiliki beberapa alasan antara lain: 1. Pembangunan pabrik tersebut akan membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat di sekitar lokasi. 2. Memberi peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan pembangunan khususnya di Padarincang. Warga pendukung pembangunan pabrik memiliki pandangan praktis dan cenderung bermuara pada bagaimana mendapatkan keuntungan finansial. Persoalan kekeringan ataupun hilangnya hak warga atas air tidak begitu dipersoalkan. Pada sisi lain, warga yang menolak pembangunan pabrik memiliki beberapa alasan antara lain: 1. Mempertahankan hak dasar warga atas air. 2. Melindungi sumber air dari ancaman kekeringan. 3. Menjaga ketentraman dan kenyamanan Desa Padarincang sebagai daerah pertanian. 4. Menghindari tejadinya kerusakan yang lain, sebagai efek domino dari aktivitas industry. 5. Menjaga rawa danau sebagai cagar alam yang harus dipertahankan. Pandangan yang dikemukakan didasarkan atas bagaimana menjaga ke- lestarian alam. Selain itu hak atas air bagi warga tidak boleh diabaikan oleh Negara. Praktek komersialisasi air justru menghilangkan hak atas air warga sebagai salah satu hak dasar. 14 Proses industrialisasi memang memiliki dampak baik positif maupun negative. Persoalan tersebut seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah dalam menciptakan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Pembangunan pabrik AMDK di Padarincang setidaknya memiliki dampak positive yakni mendorong sebagian orang dapat memperoleh air minum yang berkualitas, meningkatkan pendapatan daerah khusus Kecamatan Padarincang dan memberikan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan pabrik yang memprivatisasi sumber mata air pasti memiliki dampak negative bagi masyarakat sekitar. Masyarakat yang awalnya mudah untuk mendapatkan air menjadi sulit mendapatkanya. Petani yang persawahanya subur kini menjadi terbengkalai akibat kekeringan. Karena pada dasarnya air merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat. Akibat pembangunan pabrik tersebut timbul keresahan dan konflik didalam masyarakat Padarincang. Hal tersebut jelas sangat bertentangan dengan pasal 33 ayat 3 yang termaktub dalam Undang-undang dasar 1945. Kejadian seperti ini semestinya menjadi pekerjaan pemerintah yang tidak hanya memikirkan keuntungan finansial, tetapi juga harus memikirkan kesejahteraan masyarakatnya. Persoalaan seperti ini seharusnya menjadi bahan pertimbangan pemerintah dan pihak perusahaan dalam mewujudkan masyarakat 14 Kruha, 2011, Runtuhnya Mitos Negara Budiman Kekuatan Ekonomi Politik Asing Berusaha Menyingkirkan Kedaulatan Rakyat, hal. 9, http: www.kruha.orgone modulone document1330327624.pdf. diakses tanggal 12 september 2015 yang adil dan makmur. Mengenai permasalahan tersebut Islam pada dasarnya dalam penentuan hukum Islam semua kaidah akan bertujuan satu yakni: . Artinya: “menolak kerusakan itu didahulukan daripada menarik ke- baikan.” Maksud dari kaidah fiqih tersebut adalah bagaimana tujuan dari penetapan hukum tercipta dapat memilah-milah antara lebih banyak manfaat atau lebih banyak mudharat yang tercipta. Jika kita menariknya ke dalam Al-Maqasid Al syari’ah yakni tujuan-tujuan dari pokok syari’at Islam. Tujuan hukum dalam Islam yaitu dapat memberikan keadilan yang menyeluruh tidak hanya memberikan bersikap adil terhadap manusia tetapi juga keseimbangan hidup. Hukum mengenai air seharus memenuhi syarat-syarat yang telah dijadikan rujukan dalam penentapan hukum yakni berdasarkan tujuan maqosid al-syari’ah. Al juwaini menjadikan 5 jenjang al-maqshid, yaitu al-darurat keniscayaan-keniscayaan, al hajat al-ammah kebutuhan-kebutuhan publik, al- makrumat tindakan moral, al-mandubat anjuran-anjuran. Dalam karya Al- Juwaini yang lain tentang maqasid al syari’ah yaitu teori tentang penyelamatan- penyelamatan umat. Dia menyarankan bahwa satu-satunya cara dalam penyelamatan umat Islam dan dunia adalah membangun hukum Islam dari dasar- dasarnya yaitu al-maqasid dan menuju puncak berupa aturan-aturan, dengan 15 Moh. Adib bisri, Terjemahan Al Faraidul Bahiyah Risalah Qawa-id Fiqh, Rembang: Menara Kudus, 1997, hal. 24. menggunakan prinsip-prinsip dasar yang melandasi dan mengumpulkan aturan hukum Islam. 16 Satu perkara yang menarik yang telah diberikan perhatian oleh Imam Syatibi terkait maqasyid al syari’ah adalah mengenai kaitan antara hukum harus, sunat dan makruh dan kaitannya dengan maqasid Syariah. Di mana beliau melihat bahwa sekalipun perintah pada hukum tersebut bukanlah satu perkara mesti seperti wajib dan haram, namun kadang-kadang ia juga adalah dituntut dengan pasti dengan melihat kepada perkara tersebut secara keseluruhan. Ini karena ia adalah alat dan pelengkap kepada “dhoruriyy”. 17 Jika kita berbicara Maqosid Al-Syari’ah yaitu prinsip keadilan, rahmat, hikmah, kesejahteraan manusia, dan kebaikan. 18 Prinsip-prinsip tersebutlah yang merupakan tujuan diberlakukannya hukum Islam dari seluruh aspek kehidupan tidak terlepas dari hukum yang diterapkan termasuk hukum tentang sumber daya air. Jika diberlakukannya komersialisasi sumber daya air, Islam dengan jelas melarang praktek tersebut karena air merupakan barang publik dan setiap makhluk akan mengalami kepunahan tanpa adanya air. Karena bagaimanapun bentuk privatisasi pasti akan berujung pada komersialisasi. Karena tujuan utama dari privatisasi adalah mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. 16 Jaser A’uda, Al-Maqasid Untuk Pemula, Yogyakarta: SUKA-Press UIN Sunan Kalijaga, 2013, hal. 38. 17 Moh. Adib bisri, Terjemahan Al Faraidul Bahiyah Risalah Qawa-id Fiqh, Rembang: Menara Kudus, 1997, hal. 53. 18 Jaser A’uda, Al-Maqasid Untuk Pemula, Yogyakarta: SUKA-Press UIN Sunan Kalijaga, 2013, hal. 39. Ibnu qoyyim berkata dimana terdapat kemashlahatan atau tanda-tanda disitulah ada Syari’ah Islam dan agama Allah. Beliau juga mengemukakan pendapatnya yang terkenal dalam perubahan dan perbedaan fatwa menurut perubahan zaman, tempat, kondisi dan kebiasaan bahwa syari’at berdasarkan atas kemashlahatan. 19 Al-Allamah Ibnu Abidin berkata banyak hukum berbeda karena perbedaan zaman, karena perbedaan kebiasaan masyarakat, karena munculnya suatu kebutuhan yang mendesak, ataupun karena masyarakat sudah rusak. Sehingga apabila tidak dilakukan perubahan hukum maka masyarakat akan kesulitan dan susah. Itu berarti menyalahi kaidah-kaidah syari’ah yang dibangun atas prinsip meringankan dan memudahkan, mencegah dan menghilangkan bahaya dan kerusakan, agar alam ini tetap teratur dan berdasarkan hukum. 20 Islam juga melimpahkan hak kepada Ulil Amri untuk memberikan peraturan-peraturan guna memberikan keteraturan dan kesejahteraan kepada setiap warga negara. Akan tetapi kembali kepada tujuan hukum Islam yaitu untuk kemashlahatan umum. Keadilan merupakan sebuah sikap komprehenship yang mempresentasikan sebuah tingkah laku yang tepat dan teratur. Prinsip keadilan itu harus diterapkan dalam seluruh lapisan masyarakat, maka akan terwujud ketentraman dan keadilan yang tidak memihak. Dalam prinsip agama Islam, pemillik asal semua harta alam beserta isinya dengan segala macamnya adalah Allah SWT, sedangkan manusia adalah 19 Wahbah Zuhayli, Jamaluddin Athiyah, Kontroversi Pembaharuan Fiqih. Terj. Ahmad Mulyadi, Damaskus suriah: Dar alfir dan Bekerja Sama Dengan Erlangga, 2000, hal. 106. 20 Jaser A’uda, Al-Maqasid Untuk Pemula, Yogyakarta: SUKA-Press UIN Sunan Kalijaga, 2013, hal. 106. pihak yang mendapatkan kuasa dari Allah SWT, untuk dengan batasan kebutuhannya tanpa harus melakukan kerusakan di bumi ini. Dengan berpegang pada prinsip kaidah Islam yang lebih mengedepankan kebaikan dan meninggalkan keburukan praktek komersialisasi sumber daya air di Indonesia menurut hukum Islam tidak diperbolehkan. Ini bertujuan untuk ter- ciptanya sebuah keadilan, rahmat, hikmah, kesejahteraan manusia, dan kebaikan. Karena praktek komersialisasi sumber daya air sangat merugikan bagi orang miskin karena untuk mengakses air bersih mereka akan kesusahan dengan dana yang serba terbatas. Ditambahkan lagi efek kedepan dari praktek tersebut jikalau terjadi ke-langkaan air ini bisa mengakibatkan terjadinya monopoli air. 67

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan dari masalah ini sebagai berikut: 1. Praktek komersialisasi sumber daya air di Desa Padarincang tidak sesuai dengan hukum Islam karena lebih banyak menimbulkan kemudharatan dibandingkan dengan kemashlahatan. Hal ini dibuktikan dengan fenomena yang terjadi dalam masyarakat di Desa Padarincang yakni warga menjadi kesulitan untuk mendapatkan air bersih, persawahan warga menjadi kering akibat dari pembangunan pabrik dan timbul konflik di dalam masyarakat di Desa Padarincang. 2. Pada dasarnya hukum Islam tidak melarang penjualan air minum dalam kemasan. Walaupun di dalam hadits terdapat larangan orang Muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu air, api dan rumput. Perusahaan menjual AMDK dengan harga yang ditentukan oleh perusahaan itu sendiri di- karenakan perusahaan tersebut juga mengeluarkan biaya untuk mem- buatnya. Biaya tersebut meliputi peralatan, perlengkapan dan gaji karyawan. Dengan adanya perusahaan AMDK masyarakat mudah men- dapatkan air minum yang bersih dan mebuka lapangan pekerjaan. Meskipun demikian ada juga kerugian yang ditimbulkanya. Berdirinya perusahaan AMDK berpotensi terjadinya Privatisasi terhadap sumber daya air, sehingga yang pada awalnya masyarakat mudah mendapatkan air untuk keperluan sehari-hari seperti mandi, mencuci dan sebagainya menjadi sulit untuk memperolehnya. Serta para petani yang awalnya mudah mendapatkan air untuk mengairi sawahnya, kini sawahnya terancam kekeringan. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan terjadinya konflik di dalam masyarakat karena pada dasarnya air merupakan kebutuhan vital bagi makhluk hidup.

B. Saran

1. Sebaiknya pemerintah untuk tidak memprivatisasikan pengelolaan air untuk kepentingan swasta semata. Karena privatisasi oleh swasta bertentangan dengan hak kekolektifan masyarakat atas air. Pasalnya, privatisasi air itu banyak mengabaikan sifat air sebagai barang lingkungan dan barang sosial. Ini terjadi karena air sudah menjadi komoditas ekonomi yang akan menghasilkan laba. Akhirnya, aspek pelestarian ekosistem sudah tidak lagi diperhatikan. 2. Penelitian ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian, diharapkan penelitian selanjutnya perlu dilakukan lebih lanjut mengenai makna komersialisasi di dalam hukum Islam khususnya tentang sumber daya air dengan menggunakan alat analisis dan metode yang berbeda. 6 DAFTAR PUSTAKA Abubakar Muhammad, Terjemahan Subulus Salam III, cet I,Al-Ikhlas: Surabaya 1995 Adnan Harahap, dkk. Islam dan Lingkungan Hidup. Jakarta: Yayasan Swarna Bumi, 1987 Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Cet. VII, Jakarta: Akbarmedia, 2012 Binjai, Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, Cet. II, Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2011 Departemen agama, Al Qur’an terjemah,Bogor: Lajnah Pentashihan Mushaf Al Qur’an, 2007 Emilia, Fransisca. Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Daerah Aliran Sungai Studi Kasus Desa Keseneng, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang. Semarang: TESIS Universitas Diponegoro, 2013. Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, metode Penelitian Hukum, Jakarta, Lembaga Penelitian UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, Desember 2010 George Ritzer, Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Dari Teori Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Post Modern, Terj. Inyiank Ridwan Muzir. 2008 Hamzah Ya’qub , Kode Etik Dagang Menurut Islam Pola Pembinaan Hidup Dalam Berekonomi, Bandung: CV Diponegoro I Wayan Sudiarsa, Air Untuk Masa Depan, Jakarta PT Rineka Cipta, 2004 Jaser A’uda, Al-Maqasid Untuk Pemula,Yogyakarta: SUKA-Press UIN Sunan Kalijaga, 2013 Kruha,2011, Runtuhnya Mitos Negara Budiman Kekuatan Ekonomi Politik Asing Berusaha Menyingkirkan Kedaulatan Rakyat,hlm 8, http: www.kruha.orgone modulone document1330327624.pdf. Moh. Adib bisri, Terjemahan Al Faraidul Bahiyah Risalah Qawa-id Fiqh, Rembang: Menara Kudus, 1997 Muhammad Baqir Ash Shadr, Buku Induk Ekonomi Islam Astishadunam, Jakarta: Zahira Pulbising House, 2008 Muhammad bin ismail al amir ash-shan’ani, Subulus Salam-Syarah Bulughul Maram, jilid 2,Darus Sunnah Press: Jakarta Timur 2013 Munawar Khalil. “Privatisasi Privatisasi Sumber Daya Air dalam Tinjauan Hukum Islam”. Jurnal Pemikiran Islam Afkaruna.Vol. 1.No. 1 Januari – Juni 2006. Pembaruan Tani mimbar komunikasi petani, Edisi 59, Januari:2009 Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, Perihal Penelitian Hukum, Alumni.Bandung, 1979 Supriadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006 Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan Di Indonesia,Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012 Syaikh Abdurahman As-sa’di dkk, Fiqih Jual Beli Panduan Praktis Bisnis Syari’ah,Jakarta: Senayan Publising, 2008 Tim Kruha, Kemelut Sumber Daya Air Menggugat Privatisasi Air di Indonesia, Yogyakarta: LAPERA Pustaka Utama, 2005 Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih,Jakarta: Sinar Grafika Offset Wahbah Zuhayli, Jamaluddin Athiyah, Kontroversi Pembaharuan Fiqih. Terj. Ahmad Mulyadi,Damaskus suriah: Dar alfir dan Bekerja Sama Dengan Erlangga, 2000 Wakaf Raja Abdullah Bin Abdul Azizali Sa’ud, Alqur’an dan Terjemahnya, Jakarta; Lajnah Tashihu Mushaf Al Qur’an.