PENUTUP Komersialisasi Sumber Daya Air Menurut Hukum Islam

Jadi jual beli itu adalah pertukaran suatu barang atas dasar suka sama suka rela yang dibenarkan oleh syara’, sehingga harta barang yang ditukarkan menjadi hak milik untuk selama-lamanya. Pertukaran ini dilakukan atas dasar suka sama suka atau saling rela antara kedua belah pihak. Maka kita tidak boleh melakukan tukar menukar dengan cara paksaan, terpaksa atau memaksa kepada pihak lain untuk menjual atau membeli suatu barang demi kepentingan hanya sesuatu pihak saja, maka dalam Islam tidak dibenarkan hal yang sedemikian ini, karena hal tersebut sudah mengandung suatu kerusakan atau sudah nyata dilarang dalam Islam. 4 Dalam Islam jual beli merupakan salah satu bentuk muamalah antara sesama manusia. Adapun dasar hukumnya terdapat dalam Al-Qur’an, Al-Sunnah dan ijma’ umat.Adapun landasan atau dasar hukum yang berdasarkan firman Allah SWT: Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” Riba berasal dari akar kata raba yang artinya berkembang, meningkat, atau melebihi. Kelebihan atau keuntungan interest dari peminjaman barang atau uang, yang menurut hokum Islam dilarang sebesar apapun. 5 4 Syeh Abdurrahman As-Sa’di dkk, Fiqih Jual-Beli Paduan Praktis Bisnis Syari’ah, Jakarta: Senayan Publishing, 2008, hal. 5. 5 Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih, Jakarta: Sinar Grafika Offset, hal. 287. Dalam Surat annisa ayat 29 telah diterangkan: Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. Berdasarkan ayat diatas Allah membolehkan bahkan menghalalkan ber- muammalah terutama dalam hal jual beli dengan siapapun juga dengan syarat tidak ada paksaan diantara kedua belah pihak, tetapi Allah juga melarang bahkan mengharamkan segala sesuatu yang mengandung unsur riba baik itu dalam jual beli maupun dalam hal muamalah yang lainnya. Ayat ini dengan tegas melarang orang memakan harta orang lain atau hartanya sendiri dengan jalan batil, artinya tidak ada haknya. Memakan harta sendiri dengan jalan batil ialah membelanjakan hartanya pada jalan maksiat. Memakan harta orang lain dengan jalan batil ada berbagai caranya, seperti pendapat Suddi, memakanya dengan jalan riba, judi, menipu, dan menganiaya. Menurut Hasan dan Ibnu Abbas, memakan harta orang lain dengan tidak ada pergantian. Termasuk juga dalam jalan yang batal ini segala jual beli yang dilarang syara’, yang tidak termasuk ialah jalan perniagaan yang saling “berkeridhaan” suka sama suka diantaramu, yakni dari kedua pihak. 7 6 Departemen agama, al-qur’an terjemah, Bogor: Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur’an, 1996, hal. 83. 7 Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Al-Ahkam, Cet. II, Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2011, hal. 258. ٢ ٩