2. Kandang penangkaran harus memperoleh sinar matahari yang cukup
3. Kandang penangkaran harus senantiasa bersih dan tidak dapat dimasuki oleh
binatang-binatang pengganggu seperti tikus atau kucing 4.
Kandang penangkaran tidak perlu terlalu luas. Idealnya berukuran panjang 2 m, lebar 1 m, dan tinggi 1,8 m. Meskipun demikian, dengan ukuran 60 x 60 x
60 cm pun sebenarnya burung ini sudah mau berkembang biak 5.
Tersedia tempat atau sarang untuk bertelur dengan baik. Sarang sebaiknya dari daun pinus atau cemara yang kering
6. Di dalam kandang tersedia makanan dan minuman yang cukup dan perlu
disediakan pula grit tumbukan kulit kerang untuk pemenuhan zat kapur bagi burung yang bertelur.
2.4 Ektoparasit
2.4.1 Definisi
Parasit pada hewan terbagi menjadi dua yakni endoparasit di dalam tubuh inang seperti cacing di saluran pencernaan dan ektoparasit di luar tubuh inang
seperti di kulit dan rambutbulu Hadi Soviana 2000. Ektoparasit pada tubuh inang sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup inang yang ditumpanginya.
Ektoparasit itu sendiri berperan sebagai inang perantara dari endoparasit, yaitu protozoa dan cacing yang menginfeksi tubuh inang. Sebagian besar kelompok
ektoparasit terdiri dari golongan serangga Klas Insecta, dan lainnya adalah kelompok akari Klas Arachnida seperti caplak atau sengkenit, dan tungau
Borror et al. 1992. Ektoparasit yang banyak dijumpai di Indonesia antara lain adalah klas
insecta seperti nyamuk Culidae, lalat Muscidae, kecoa Dictyoptera, kutu Phtiraptera, kutu busuk Hemiptera, dan pinjal Siphonaptera serta Klas
Arachnida seperti tungau dan caplak Hadi Soviana 2000. Menurut Boror et al. 1992, peranan ektoparasit khususnya serangga sebagai agen penyakit dapat juga
berperan sebagai vektor antara beberapa penyakit.
2.4.2 Ektoparasit pada unggas domestik
Levine 1994 mengatakan parasit yang penting pada unggas hanyalah tungau, kutu, dan pinjal. Berbagai lalat penggigit dapat juga merugikan unggas
baik dengan menghisap darah atau dengan menularkan parasit lain. Beberapa contoh jenis ektoparasit yang berada pada unggas domestik antara lain
Haemaphysalis leporispalustris dari jenis caplak, Dermanyssus gallinae dari jenis tungau, Goniocotes gallinae sinonim G. hologaster dari jenis kutu, dan
Echidnophaga gallinacea dari jenis pinjal. Secara umum jenis-jenis kutu yang menyerang unggas di Indonesia adalah Menopon gallinae, Menacanthus
stramineus, Cuclogaster heterographus, Goniocotes dissimilis, Goniodes gigas, dan Lipeurus caponis pada ayam; Columbicola columbae pada burung merpati
dan unggas liar lainnya Hadi Soviana 2000. Jenis tungau yang banyak menyerang unggas adalah Knemidokoptes
mutans dan Knemidokoptes jenis lain yang ditularkan dari unggas ke unggas dengan kontak sebagaimana pada kutu. Patogenesis K. mutans masuk ke dalam
sisik kaki dan menyebabkan radang dan pembentukan eksudat. Eksudat mengeras di bawah sisik dan sisik terangkat. Unggas yang terkena mungkin lumpuh atau
kakinya salah bentuk. Dermanyssus gallinae dan Ornithonyssus spp. ditularkan oleh tungau itu sendiri atau telurnya yang terdapat pada alas kandang.
Dermanyssus dan Ornithonyssus keduanya menghisap darah dan menyebabkan iritasi, bila populasinya tinggi dapat menyebabkan anemia, kelemahan, produksi
telur yang menurun, dan sebagainya, bahkan dapat membunuh inangnya. Pada umumnya, pinjal Echidnophaga gallinacea menginfestasi unggas
pada saat unggas masuk ke habitat berkembangnya larva. Pinjal jenis ini menghisap darah dan menyebabkan anemia pada infestasi yang tinggi.
Kutu penggigit mengiritasi kulit menyebabkan unggas yang terkena gelisah dan bingung, dan dapat menyebabkan produksi telur berkurang atau
pertambahan berat badannya turun dan unggas menjadi kurus. Kutu ini memakan kerak, eksudat kering, dan kadang-kadang bulu unggas inangnya dan tidak
menghisap darah Levine 1994.
BAB III METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di Penangkaran Satwaliar Fakultas Kehutanan Jalan Lengkeng dan Laboratorium Entomologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor. Waktu pelaksanaan dimulai pada Bulan April sampai dengan Bulan Juni 2010.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian antara lain sarung tangan, pinset, pipet, kaca pembesar, botol spesimen, label, kaca preparat, cover
glasses, mikroskop, pisau kerokan kulit, kantong plastik, kapas, perangkap cahaya light trap, baterai ukuran besar, senter, tangguk serangga sweep net, kuteks,
kertas pinning, jarum pentul, steroform, box, korek api, tabung reaksi, cawan petri, termometer dry wet dan buku identifikasi ektoparasit.
Bahan yang digunakan adalah burung tekukur Streptopelia chinensis, burung puter Streptopelia bitorquata, bunsen, alkohol 70, 80, dan 90,
KOH 10, xylol, larutan minyak cengkeh, Canada balsam, larutan hoyers dan larutan laktofenol.
3.3 Metode Pengambilan dan Analisis Data
3.3.1 Pengamatan kondisi umum lokasi
Pengamatan kondisi umum lokasi letak dan luas, kondisi lingkungan, dan manajemen penangkaran dilakukan dengan cara pengamatan langsung di
lapangan dan wawancara dengan pekerja di penangkaran. Suhu dan kelembaban pada Bulan April dan Mei didapatkan selain melalui pengamatan juga didapatkan
dari Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah II Stasiun Klimatologi Kelas I, Darmaga-Bogor.