bagian yang menggembung, dapat ditusuk dengan jarum supaya isinya keluar. Spesimen didehidrasi bertingkat mulai dari alkohol 70, 80, 90 selama 10
menit pada masing-masing tingkatan. Tujuan penggunaan alkohol dimulai dari 70 adalah supaya tidak terjadi kejutan dalam proses dehidrasi. Tujuan dehidrasi
ini adalah untuk menghilangkan sisa-sisa cairan yang masih terdapat pada tubuh spesimen. Penjernihan atau clearing dilakukan dengan merendam spesimen dalam
larutan minyak cengkeh selama 15-30 menit. Selain itu, perendaman spesimen pada minyak cengkeh juga bertujuan untuk melenturkan badan spesimen supaya
dapat dengan mudah diatur di atas kaca preparat. Lalu spesimen dicuci dengan xylol sampai bersih untuk membersihkan organ dalam spesimen dan pembersihan
dari minyak cengkeh. Dalam penggunaan xylol harus menggunakan masker karena bahan ini mengandung zat toksik. Kaca preparat diberi Canada balsam
untuk merekatkan kaca preparat dengan cover glass dan spesimen ditaruh di dalamnya, ditutup dengan cover glass kemudian dioven sampai kering. Untuk
tungau, spesimen dibunuh dengan alkohol 70. Spesimen direndam dalam larutan laktofenol agar lapisan kitinnya menipis dan jaringan internal menjadi lembek.
Langkah selanjutnya sama dengan cara pengawetan kutu.
3.3.4 Identifikasi spesimen
Spesimen yang digunakan untuk diidentifikasi harus berada dalam kondisi utuh, artinya karakteristik morfologi yang dibutuhkan untuk proses identifikasi
dalam kondisi baik dan lengkap. Identifikasi dilakukan dengan pemberian identitas pada spesimen sesuai urutan taksonominya, kemudian dilakukan
penentuan pengelompokan berdasarkan subordo, famili, dan genus. Kunci yang dipakai adalah berdasarkan buku penuntun praktikum parasitologi veteriner :
ektoparasit oleh Hadi dkk 2008 dan Flynn 1973 untuk kutu, Soulsby 1982 untuk Famili Diptera, sedangkan Gould and Keegan 1956 untuk tungau. Selain
itu, juga dilakukan dengan melihat dan menyamakan spesimen yang ada di Laboratorium Entomologi. Identifikasi ektoparasit dilakukan di Laboratorium
Entomologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
3.3.5 Analisis data
Data ektoparasit yang didapatkan dideskripsikan dan ditabulasikan dengan derajat infestasi ektoparasit Hadi Rusli 2005 dalam Wijaya 2008 secara
deskriptif dihitung dengan metode sebagai berikut, yaitu negatif - menunjukkan tidak ada ektoparasit yang menginfeksi; positif satu + adalah satu sampai lima
ektoparasit infestasi ringan; positif dua ++, enam sampai sepuluh ektoparasit infestasi sedang; positif tiga +++, sebelas sampai dua puluh ektoparasit
infestasi tinggi; dan positif empat ++++, lebih dari dua puluh ektoparasit infestasi sangat tinggi.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4.1.1
Letak dan luas
Penangkaran tekukur dan puter terletak di kampus Darmaga Institut Pertanian Bogor IPB. Penangkaran tekukur dan puter terdiri dari 40 kandang
dengan luas kandang masing-masing adalah 1,5 x 1,5 x 2 m.
Sumber: Catur WDS 2010 Sumber: Catur WDS 2010
Gambar 3 Penangkaran burung tekukur dan puter.
4.1.2 Kondisi lingkungan 4.1.2.1 Iklim dan kelembaban
Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi, suhu sekitar penangkaran adalah 25- 34
C dengan kelembaban 67-92, sedangkan berdasarkan Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah II Bogor pada tahun 2010, suhu wilayah Darmaga
pada Bulan April sampai dengan Bulan Mei yaitu 25-28,4 C dengan kelembaban
74-97. Menurut Purnama 2006, kondisi kandang yang ada di lokasi pengamatan mempunyai kondisi yang cukup dari penyinaran sinar matahari,
kandangnya cukup teduh dan hembusan angin pun tidak terlalu keras sehingga suhu dan kelembaban di lokasi sekitar 26-30
C dan 71-83. Suhu dan kelembaban akan berdampak terhadap keberadaan ektoparasit
pada tubuh burung dan di sekitar penangkaran. Dalam kondisi dingin, burung akan menyesuaikan suhu tubuhnya dengan suhu lingkungan. Kondisi seperti ini
akan menguntungkan bagi ektoparasit yang sangat tergantung pada inangnya,