UPAYA PENANGKARAN BERBAGAI JENIS BURUNG
UPAYA PENANGKARAN BERBAGAI JENIS BURUNG
OLEH MASYARAKAT DI KOTA BANDUNG DAN SEKITARNYA
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Keanekaragaman Hayati
Dosen :
Prof. Johan Iskandar, M.Sc., Ph.D.
Program Studi Magister Ilmu Lingkungan
Oleh :
ZUMRODI
NPM. : 250120150017
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2016
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Terdapat sekitar sepuluh ribu spesies burung yang telah diketahui di seluruh dunia.
Diantara berbagai jenis hewan, burung merupakan jenis hewan yang paling mudah dijumpai,
mulai dari gurun pasir sampai dengan pesisir, mulai dari panasnya katulistiwa sampai dengan
dinginnya kutub utara. Burung juga dengan mudah ditemui di kawasan pedesaan,
pegunungan sampai dengan padatnya perkotaan. Dari berbagai jenis hewan yang dikenal
manusia, burung merupakan salah satu spesies yang secara turun temurun telah diketahui
dengan baik karena terkait dengan beragam manfaat yang diberikan. Burung berperan sebagai
sumber bahan pangan, sarana komunikasi, penyerbukan tanaman dan juga hewan peliharaan
yang mempercantik suasana sebuah hunian. Selain itu burung juga merupakan agen biologi
penting sebagai pengontrol berbagai hama, seperti misalnya tikus dan ulat.
Secara umum burung berperan penting dalam siklus ekologi, khususnya rantai
makanan. Akan tetapi dalam beberapa abad terakhir, kegiatan industri dan berbagai kegiatan
manusia (antropogenik) telah merusak hampir seluruh habitat berbagai jenis burung dan
menyebabkan terjadinya gangguan kesimbangan alam. Diketahui bahwa berbagai jenis
burung telah punah serta ratusan jenis lainnya dalam kondisi terancam dan terdampak secara
langsung atau tidak langsung dari kegiatan manusia.
Ornitologi (ilmu tentang burung) telah memiliki peran yang penting dalam
perkembangan berbagai aspek ilmu pengetahuan. Burung telah memberikan ketertarikan
yang luar biasa, melebihi ketertarikan pada berbagai jenis hewan yang lain. Burung telah
menarik minat tidak hanya bagi akademisi akan tetapi juga paraktisi yang secara amatir
mengamati perubahan dan perkembangan dan turut berperan terhadap ornitologi itu sendiri.
Melihat arti penting burung dalam perencanaan konservasi dan kajian lingkungan, diperlukan
pemahaman ekologis yang lebih baik tentang peran komunitas peminat burung bagi
pembuatan kebijakan konservasi secara umum. Secara luas dipahami bahwa upaya
konservasidan kecenderungan tekanan populasi terhadap lahan merupakan salah satu
indikator dari kualitas hidup. Lebih dari itu, berbagai jenis burung secara khusus telah
diajukan sebagai salah satu indikator potensial terhadap perubahan lingkungan yang erat
kaitannya dengan penggunaan lahan. Lebih jauh, burung telah menjadi objek kajian yang luas
dalam studi konservasi dan keanekaragaman hayati.
Meskipun berbagai jenis burung telah dipahami akan perannnya dalam menjaga
keseimbangan ekologis, akan tetepi senyatanya, semakin banyak spesies burung yang
terancam punah karena habitat yang rusak, penyalahgunaan, perburuan liar, dan introduksi
berbagai jenis predator, misalnya ular dan kucing. Sebagai contoh, sebanyak 70% spesies
burung terancam disebabkan karena kerusakan habitat, sedangkan penyelahgunaan yang
dilakukan manusia dan introduksi berbagai jenis predaktor berperan dalam 35% kasus. Secara
2
keseluruhan, kedua faktor tersebut menjadi penyebab utama terancamnya berbagai spesies
burung (Owens & Bennet dalam Ali Tabur, 2004).
Burung memiliki peran yang dangat krusial dalam penyebaran berbagai jenis
tumbuhan. Mereka mencari pakan dengan memakan berbagai jenis buah buahan dan secara
tidak langsung biji buah buahan tersebut akan tersebar dimana burung itu berada. Bersama
dengan kotoran burung tersebut, biji buah buahan seperti mendapat pupuk alami yang
berperan dalam perkecambahan biji diawal pertumbuhan. Berbagai jenis burung telah
diketahui memiliki keterkaitan erat dengan spesies tumbuhan tertentu. Sebagai contoh,
tumbuhan hutan dan semak memiliki buah yang menarik bagi burung. Selain itu beberapa
jenis burung pemakan madu juga dikenal berperan dalam proses penyerbukan tanaman.
1.2 Kepunahan burung dalam habitat
Ekosistem terdiri dari komponen biotik dan abiotik. Terdapat interaksi yanga intensif
diantara kedua komponen tersebut. Akan tetapi, keberadaan dan intervensi manusia telah
mempengaruhi hubungan dan interaksi tersebut. Kecenderungan yang terjadi, intervensi
manusia memberikan dampak negatif yang lebih besar terhadap kesimbangan eksosistem.
Sebagai contoh, secara tidak langsung, kerusakan habitat merupakan faktor utama yang
menyebabkan penururnan kekayaan keanekaragaman hayati. Tekait dengan kompleksitas
pengukurannnya, kecenderungan perubahan keanekaragaman hayati terkadang diamati
melalui pengawasan laju dan besaran kepunahan spesies dalam habitat. Selanjutnya, respon
spesies terhadap terjadinya kerusakan habitat merupakan isu sentral dalam upaya konservasi
biologi dan keanekaragaman hayati (Mikusinki & Angestam, dalam Ali Tabur, 2004).
Ambang kritis kerusakan habitat telah menjadi kajian dalam berbagai pemodelan
teoritis. Dua jenis batas ambang telah menjadi perhatian dalam kajian tersebut. Pertama,
fragmentasi ambang, dimana fragmentasi habitat mungkin berpengaruh terhadap
kelangsungan populasi. Kedua, ambang kepunahan, dimana habitat dalam jumlah minimum
menjadi pemicu kepunahan populasi (Mikusinki & Angestam, dalam Ali Tabur, 2004).
II.
PERMASALAHAN DAN TUJUAN
2.1 Permasalahan
Lahan pertanian secara global saat ini mencakup luasan hampir 40% permukaan bumi,
atau hampir separuh dari area yang dapat dihuni manusia (Clay, dalam Ali Tabur, 2004).
Perubahan dan pengelolaan lanskap untuk menghasilkan bahan pangan dan berbagai jenis
komoditi agrikultur untuk mencukupi kebutuhan manusia, merupakan ancaman paling nyata
terhadap kelangsungan keanekaragaman hayati (Foley et al, dalam Ali Tabur, 2004). Karena
hal tersebut, distribusi penggunaan lahan menjadi indikator yang lebih baik dalam
memperkirakan status ancaman terhadap keanekaragan hayati, dibandingkan dengan
menggunakan indikator distribusi penduduk. Pertanian berpengaruh terhadap ekosistem alami
dalam berbagai cara, antara lain modifikasi lanskap, tanah, perubahan tata air akibat
3
perusakan hutan, erosi dan banjir. Selain itu eliminasi atau propagasi/peningkatan suatu
spesises hewan dan tumbuhan tertentu dapat menjadi penyebab perubahan ekosistem alam.
Pertanian membawa dampak terhadap keanekaragaman hayati dalam dua cara. Pertama
melalui alih fungsi dan pembersihan lahan yang memicu terjadinya frgamentasi dari habitat
yang tersisa, polusi dan beberapa jenis gangguan lainnya. Kedua adalah penurunan
keanekaragaman hayati akibat kegiatan intensifikasi sistem pertanian, yang mempunyai
tujuan untuk meningkatkan produktifitas. Burung dalam hal ini merupakan spesies yang
paling terancam akibat kedua hal tersebut. Burung secara perilaku, penyebaran, dan
perhitungan jejak populasi terkait erat secara temporal dan spasial dengan perubahan sitem
pertanian. Aktivitas mereka dalam mencari makan, mencari pasangan dan membuat sarang
sangat dipengarui oleh perubahan habitat pertanian. Burung secara luas telah digunakan
sebagai indikator bagi perubahan lingkungan, dan peningkatan intensitas pertanian sangat
berkaitan dengan terjadinya penurunan populasi berbagai jenis burung di Eropa, Amerika
Utara, Afrika dan Asia (Donald & Evans, dalam Ali Tabur, 2004).
Ketika sebuah ekosistem alami seperti misalnya hutan dan rawa mengalami kerusakan,
peran ekologis burung dengan serta merta menghilang. Dalam banyak kasus, ternyata
penurunan populasi burung di alam tidak terkait langsung dengan kehilangan habitat
alaminya. Kegiatan seperti eksploitasi (perburuan), introduksi spesies baru, penyakit, dan
beberapa faktor lainnya menjadi penyebab lain menurunnya populasi. Selanjutnya, penurunan
populasi ini disertai dengan kehilangan peran burung dalam menyediakan jasa ekosistem.
Dalam beberapa dekade mendatang diperkirakan laju penurunan populasi dan kepunahan
burung akan meningkat, seiring dengan semakin intensnya perubahan iklim di sisi lain.
Perburuan liar burung di alam tejadi karena tingginya permintaan akan burung sebagai
bagian dari hobi dan aktivitas. Menjadi penting upaya penangkaran burung sebagai langkah
lain dari penyediaan burung bagi komunitas pecinta burung (kicau mania). Sampai saat ini
posisi penangkar burung masih belum memiliki peran yang nyata dalam sirkulasi dan
distribusi burung oleh para kicau mania. Mereka masih tersisih oleh para importir dan juga
pehobi yang sebatas memelihara burung. Berkaitan dengan hal itu maka, melalui kajian ini
dilakukan penggalian informasi tentang upaya penangkaran berbagai jenis burung di Bota
Bandung dan sekitarnya.
2.2 Tujuan
Kajian tentang upaya penangkaran berbagai jenis burung di kota bandung dan
sekitarnya ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui permasalahan dan potensi penangkaran berbagai jenis burung di kota
bandung dan sekitarnya.
2.
Memberikan masukan bagi pengelolaan penangkaran burung terkait dengan upaya
konservasi biologi dan keanekaragaman hayati.
4
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Demi mengetahui permasalahan dan potensi penangkaran berbagai jenis burung dan
untuk selanjutnya dapat memberikan masukan bagi pengelolaan penangkaran burung terkait
dengan upaya konservasi keanekaragaman hayati, dilakukan penggalian data melalui wancara
terstuktur kepada sejumlah responden di Kota Bandung dan sekitarnya.Wawancara terhadap
penangkar dan pelaku kicau mania dilakukan dalam kegiatan Lomba Burung Berkicau Piala
Rektor Unpad 2016 yang berlangsung di Kampus Unpad Jatinangor Jawa Barat pada tanggal
1 Mei 2016. Dalam kajian ini dilakukan wawancara terstruktur kepada 5 (lima) responden
yang merupakan pemerhati burung sekaligus penangkar burung di wilayah Kota Bandung
dan sekitarnya. Selain wawancara terhadap para peminat kicau mania, eksplorasi data juga
dilakukan di kawasan Kelurahan Cipageran, Kota Cimahi, dalam rangka menggali data
sistem penangkaran yang dilakukan responden.
Tabel 3.1 Data latar belakang responden penangkar burung
No
Nama
Umur (th)
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
1
Bp. Panji
32
S1 Ekonomi
Unpad
Wiraswasta
Babakan Ciparay Kota
Bandung
2
Bp. Dinar
37
D3
Wiraswasta
Lembang,
Bandung Barat
3
Bp. Chrisviantono S
53
SMA
Wiraswasta
Komp.
Manglayang
Sari Kota Bandung
4
Bp. Wandi
46
S1
Pengusaha
Jl.
Otista
Bandung
5
Bp. Edy Subandi
58
D3 ITB
PLN
Serang, Banten
Kab.
Kota
Secara latar belakang pendidikan responden, 4 orang telah menempuh pendidikan
tinggi (D3 atau S1), dan 1 orang berpendidikan setingkat SMA. Pekerjaan responden
sebanyak 3 orang wiraswasta, yang bergantung kepada kegaitan penangkaran burung. Satu
orang responden merupakan pengusaha yang tidak memiliki ketergantungan pendapatan dari
kegiatan penangkaran. Satu orang responden merupakan pegawa pada badan usaha milik
negara. Dari pendidikan dan pekerjaan responden terlihat bahwa, penangkar burung memiliki
latar belakang yang beragam, tidak spesifik pada satu bidang ataupun pendidikan. Dengan
pendidikan yang relatif tinggi diperkirakan responden memiliki kemampuan problem solving
dan pembelajaran yang mencukupi dalam mengatasi permasalahan penangkaran burung.
Selain itu, pendidikan yang relatif tinggi diperkirakan juga akan mempermudah responden
dalam menerima pembelajaran dan hal-hal baru dalam pengelolaan penangkaran burung.
Selain itu dari status pekerjaan, tergambar bahwa responden mampu mengantungkan hidup
dari kegiatan penangakaran burung, dimana tiga responden memiliki pekerjaan wiraswata
yang tekait dengan kegiatan penangkaran burung.
5
Tabel 3.2 Data aktivitas penangkaran responden
No
Nama
Jenis burung
tangkaran
Asal indukan
Omset
(ekor)
Metode
Penjualan
1
Bp. Panji
Love bird
Dari pasar
burung, relasi,
dan pembelian
online
Sampai
Online (facebook)
dengan
10
ekor
perminggu
2
Bp. Dinar
Love bird,
Impor (dari
madagaskar),
dan lokal
Sampai
dengan
ekor
minggu
3
Bp. Chrisviantono
S
Murai batu
Tangkapan alam
4
Bp. Wandi
Love bird,
parkit
Impor (tidak
disebut negara
asal)
Tidak pasti
5
Bp. Edy Subandi
Love bird,
Cucak rowo,
kenari
Anis merah
Tangkapan
alam,
Dari relasi luar
pulau
s/d 10 ekor Relasi sesama hobi
perminggu
online via website
25 ILF
(Indonesia
per Love
Bird
Fellowship)
Kurang dari Online
10 ekor
Barter sesama hobi
burung
Menurut data aktivitas peangkaran, hasil wawancara menunjukan 4 responden
menangkarkan burung jenis love bird, 1 responden menangkarkan burung jenis murai batu.
Selain itu satu responden pernah menangkarkan beberapa jenis burung seperti cucak rowo,
kenari dan anis merah. Alasan mereka yang menangkarkan love bird adalah harga yang
semakin kompetitif dan semakin banyak peminat. Selain itu penangkaran love bird relatif
lebih mudah dilakukan. Berseberangan dengan hal ini, penangkaran berbagai jenis burung
yang lain seperti cucak rowo, kenari dan anis merah seakan ditinggalkan karena tingkat
kesulitan dan resiko kegagalan yang tinggi. Meski demikian penangkaran berbagai jenis
burung ini masih di lakukan oleh salah satu responden (Bp Edy Subandi), dengan alasan
harga jual yang sangat menguntungkan.
Dalam melaksanakan kegiatan penangkaran, semua responden masih mengandalkan
indukan yang berasal dari alam. Indukan tersebut diperoleh melalui pembelian langsung di
pasar, melalui relasi sesama hobi dan juga impor dari luar negeri (Madagaskar). Indukan dari
dalam negeri kebanyakan berasal dari luar jawa (Medan). Ketergantungan indukan dari luar
kawasan menunjukan berkurangnya stok dan pasokan dari daerah sendiri, yang
mengindikasikan penurunan populasi dan kerentanan kepunahan pada beberapa spesies
burung di kawasan Bandung raya dan sekitarnya. Salah satu responden (Bp Panji)
6
menyebutkan bahwa dalam beberapa tahun lampau, stok indukan beberapa jenis burung dapat
dipenuhi dari seputaran Bandung Raya seperti dari Ciwidey, Cililin, Garut dan Sumedang.
Gambar 3.1 Salah satu responden penangkar Love bird (Bp Panji, kiri)
Hasil wawancara terhadap responden menunjukan bahwa penangkar mampu
menghasilkan anakan layak jual dalam jumlah yang mencukupi. Dengan produksi per
penangkar antara 10 sampai dengan 25 ekor per minggu, sebenarnya belum mampu
mencukupi kebutuhan para kicau mania akan burung yang berkualitas. Akibat terbatasnya
kegiatan penangkaran, ketergantungan suplai dari tangkapan alam dan burung impor masih
sangat tinggi. Perhatian lebih harus diberikan kepada jenis burung yang diperoleh secara
impor maupun sari daerah lain. Potensi terjadinya penyebaran penyakit, kompetisi dengan
burung endemik, dan munculnya spesies invasif apabila terlepas di alam menjadi beberapa
alasan.
Tabel 3.3 Data permasalahan penangkaran
No
Nama
Alasan
menangkar
Pengalaman
menangkar
Persepsi kegiatan
penangkaran
Kendala
1
Bp. Panji
Penyaluran
hobi
Lebih 5
tahun
2
Bp. Dinar
Menambah
pendapatan
Kurang lebih
5 tahun
3
Bp.
Chrisviantono S
Menyalurkan
hobi
1 tahun
Indukan sulit Akan semakin menarik
didapat
4
Bp. Wandi
Menyalurkan
hobi
Lebih 5
tahun
Perawatan
butuh
ketelatenan
5
Bp.
Subandi
Penyaluran
hobi yang
mendatangkan
keuntungan
Lebih 5
tahun
Harga
Jenis
jenis
burung
tekadang
penangkaran
akan
tidak
ada semakin berkembanga
patokan
Edy
Maling,
keamanan,
cuaca
Tergantung jenis yang
ditangkarkan, saat ini
adalah love bird
Sulit
mendapatkan
induk
Penangkaran
akan
semakin menguntungkan
dimasa mendatang
-
7
Dalam menjalankan kegiatan penangkaran, 4 responden menyebutkan penyaluran hobi
sebagai alasan. Selanjutnya satu orang (Bp. Dinar) menyebutkan dengan tegas bahwa
kegiatan penangkaran merupakan salah satu usaha menambah pendapatan keluarga. Sebagian
besar responden memiliki pengalaman yang panjang (lebih dari 5 tahun) yang dangat
mendukung kesuksesan dalam pengelolaan penangkaran. Akan tetapi, beberapa kendala
menjadi ancaman yang terkadang sangat serius. Beberapa kendala pengelolaan penangkaran
burung adalah keamanan (maling), perubahan cuaca yang tidak menentu, penyakit dan
kesulitan bahan pakan dan obat. Kendala keamanan sebenarnya dalam satu sisi
menggambarkan adanya kesenjangan supplay dan demand, dimana pemenuhan kebutuhan
burung melalui penangkaran, tangkapan alam dan impor belum mampu mencukupi minat
kicau mania. Akibatnya beberapa pihak tertentu menyalahgunakan kesempatan dengan
melakukan kejahatan. Terkait dengan kendala cuaca, pakan dan obat-obatan, umumnya
terjadi pada spesies burung impor seperti love bird dan parkit, yang notabene memiliki
habitat asli yang jauh berbeda dengan kondisi di Bandung Raya sehingga memerlukan proses
aklimatisasi dan adaptasi.
Menghadapi kendala cuaca, salah satu solusi dalam hal ini adalah memprioritaskan
pengembangan penangkaran bagi berbagai spesies asli (endemik) Indonesia, sehingga kondisi
alam bukan merupakan faktor pembatas. Saat ini penangkar terfokus pada beberapa spesies
asing (impor) seperti Love bird (Agapornis spesies), Parkit (Canuropsis spesies) dan Kenari
(Serinus canarius). Spesies asli Indonesia seperti Murai batu (Copsychus malabaricus),
Cucak rowo (Pycnonotus zeylanicus) dan Anis merah (Zoothera citrina ) karena berbagai
alasan seperti kurang mendapat perhatian. Selain itu ribuan spesies asli Indonesia lainnya
juga menanti untuk dikembangkan melalui penangkaran sebagai salah satu usaha memenuhi
kebutuhan kicau mania, yang secara tidak langsung merupakan upaya konservasi biologi dan
keanekaragaman hayati dan tentunya akan mengurangi perburuan liar di alam.
Alih-alih menyerah berhadapan dengan berbagai kendala yang ada, secara umum
responden masih yakin dan berpendapat bahwa kegiatan penangkaran burung masih akan
prospektif dalam beberapa waktu kedepan. Berbagai kendala yang muncul selalu
memunculkan solusi dan penanganan. Berkembangnya media sosial memunculkan
mekanisme penjualan dan pertukaran informasi yang semakin cepat. Hal ini merupakan salah
satu kemudahan dan peluang yang harus dimanfaatkan bagi para penangkar. Selain hal
tersebut, para penangkar juga memerlukan dukungan yang memadai dari para pemangku
kepentingan, baik dari pihak pemerintah sebagai regulator, maupun akademisi dan juga
sektor swasta. Dukungan dimaksud dapat diwujudkan dalam bentuk keilmuan, pendanaan,
sistem penjualan maupun kemudahan berusaha.
8
Tabel 3.4 Data jenis burung tangkaran responden
No
Jenis burung
Status
Asal
Keterangan
1)
Love
bird
(Agapornis
spesies)
Melimpah
Afrika
Merupakan
burung bersifat
sosial/hidup
berkoloni
2)
Parkit
(Canuropsis
spesies)
Melimpah
Australia
Sebagian sub
spesise parkit
telah punah
3)
Kenari
(Serinus
canarius)
Resiko rendah
(least concern)
Kepulauan
Canary,
Samudera
Atlantik
Berbagai jenis
burung kenari
merupakan
hasil kawin
persilangan
4)
Murai batu
(Copsychus
malabaricus)
penurunan
populasi
(Least
concern)
India, Asia
tenggara
Mengalami
penurunan
populasi karena
maraknya
perdagangan
5)
Cucak rowo
(Pycnonotus
zeylanicus)
Rentan
(vulnerable)
Ditemukan di
daerah rawa
dan payau
Indonesia
bagian barat
Populasi
menurun secara
cepat mulai
tahun 1980-an
6)
Anis merah
(Zoothera
citrina)
penurunan
populasi (least
concern)
Asia Selatan,
Asia tenggara
Populasi di
Pulau jawa
telah menurun
dalam kurun 10
tahun terakhir
Kredit gambar : 1)www.allthe2048.com; 2)www.trendburung.blogspot.com ; 3)www.kenarimania.com;
4)www.penengkaranmurai.com ; 5)www.mediaronggolawe.com; 6)www.tipspetani.blogspot.com
9
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang dilakukan dalam kajian upaya penangkaran berbagai
jenis burung di kota bandung dan sekitarnya, diperoleh kesimpulan :
1.
2.
3.
Peran kegiatan penangkaran terhadap pemenuhan kebutuhan burung bagi para
kicau mania masih sangat terbatas, akibat terbatasnya kegiatan penangkaran,
ketergantungan suplai dari tangkapan alam dan burung impor masih sangat tinggi.
Masih maraknya suplai dari tangkapan alam berpotensi menggangu keseimbangan
ekosistem dengan semakin turunnya populasi dan kerentanan terhadap kepunahan
berbagai jenis burung, akibatnya kita kehilangan fungsi burung dalam
menyediakan berbagai bentuk jasa ekosistem seperti penyerbukan, penyebaran
berbagai spesies tanaman dan juga pengendalian hama.
Diperlukan dukungan para pihak yang berkepetingan (pemerintah, akademisi,
swasta misalnya perusahaan pakan) dalam kegiatan penangkaran melalui berbagai
bentuk bantuan keilmuan, pendanaan, kemudahan berusaha, maupun sistem
penjualan, sebagai salah satu langkah konservasi keanekaragaman hayati.
Referensi :
Ali Tabur, Mehmet & Avyvas, Yusuf, (2004). Ecological Importance of Birds,
Suleyman Demirel University, Science and Art Faculty, Biology Departement.
Isparta, Turkey.
Clout, M.N & Hay, J.R. (1989). The importance of birds as browsers, pollinators and
seed dispersers in new zealand forests, dalam New Zealand Journal of
Ecology, Vol 12. Ecological Division, DSIR, New Zealand
Green, Andy J & Elmberg, Johan. (2008). Ecosystem services provided by waterbirds.
Departement of Wetlands Ecology. Sevilla, Spain
Niemi, Gerald, et al. (2000). Ecological Sustainability of Birds in Boreal Forest.
Natural Resources Research Institute and Department of Biology, University
of Minesota, USA.
Sekercioglu,Cagan H, et al. (2004). Ecosystem Consequences of bird declines. Center
for Conservation Biology, Departement of Biological Science, Stanford
University, California, USA.
10
OLEH MASYARAKAT DI KOTA BANDUNG DAN SEKITARNYA
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Keanekaragaman Hayati
Dosen :
Prof. Johan Iskandar, M.Sc., Ph.D.
Program Studi Magister Ilmu Lingkungan
Oleh :
ZUMRODI
NPM. : 250120150017
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2016
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Terdapat sekitar sepuluh ribu spesies burung yang telah diketahui di seluruh dunia.
Diantara berbagai jenis hewan, burung merupakan jenis hewan yang paling mudah dijumpai,
mulai dari gurun pasir sampai dengan pesisir, mulai dari panasnya katulistiwa sampai dengan
dinginnya kutub utara. Burung juga dengan mudah ditemui di kawasan pedesaan,
pegunungan sampai dengan padatnya perkotaan. Dari berbagai jenis hewan yang dikenal
manusia, burung merupakan salah satu spesies yang secara turun temurun telah diketahui
dengan baik karena terkait dengan beragam manfaat yang diberikan. Burung berperan sebagai
sumber bahan pangan, sarana komunikasi, penyerbukan tanaman dan juga hewan peliharaan
yang mempercantik suasana sebuah hunian. Selain itu burung juga merupakan agen biologi
penting sebagai pengontrol berbagai hama, seperti misalnya tikus dan ulat.
Secara umum burung berperan penting dalam siklus ekologi, khususnya rantai
makanan. Akan tetapi dalam beberapa abad terakhir, kegiatan industri dan berbagai kegiatan
manusia (antropogenik) telah merusak hampir seluruh habitat berbagai jenis burung dan
menyebabkan terjadinya gangguan kesimbangan alam. Diketahui bahwa berbagai jenis
burung telah punah serta ratusan jenis lainnya dalam kondisi terancam dan terdampak secara
langsung atau tidak langsung dari kegiatan manusia.
Ornitologi (ilmu tentang burung) telah memiliki peran yang penting dalam
perkembangan berbagai aspek ilmu pengetahuan. Burung telah memberikan ketertarikan
yang luar biasa, melebihi ketertarikan pada berbagai jenis hewan yang lain. Burung telah
menarik minat tidak hanya bagi akademisi akan tetapi juga paraktisi yang secara amatir
mengamati perubahan dan perkembangan dan turut berperan terhadap ornitologi itu sendiri.
Melihat arti penting burung dalam perencanaan konservasi dan kajian lingkungan, diperlukan
pemahaman ekologis yang lebih baik tentang peran komunitas peminat burung bagi
pembuatan kebijakan konservasi secara umum. Secara luas dipahami bahwa upaya
konservasidan kecenderungan tekanan populasi terhadap lahan merupakan salah satu
indikator dari kualitas hidup. Lebih dari itu, berbagai jenis burung secara khusus telah
diajukan sebagai salah satu indikator potensial terhadap perubahan lingkungan yang erat
kaitannya dengan penggunaan lahan. Lebih jauh, burung telah menjadi objek kajian yang luas
dalam studi konservasi dan keanekaragaman hayati.
Meskipun berbagai jenis burung telah dipahami akan perannnya dalam menjaga
keseimbangan ekologis, akan tetepi senyatanya, semakin banyak spesies burung yang
terancam punah karena habitat yang rusak, penyalahgunaan, perburuan liar, dan introduksi
berbagai jenis predator, misalnya ular dan kucing. Sebagai contoh, sebanyak 70% spesies
burung terancam disebabkan karena kerusakan habitat, sedangkan penyelahgunaan yang
dilakukan manusia dan introduksi berbagai jenis predaktor berperan dalam 35% kasus. Secara
2
keseluruhan, kedua faktor tersebut menjadi penyebab utama terancamnya berbagai spesies
burung (Owens & Bennet dalam Ali Tabur, 2004).
Burung memiliki peran yang dangat krusial dalam penyebaran berbagai jenis
tumbuhan. Mereka mencari pakan dengan memakan berbagai jenis buah buahan dan secara
tidak langsung biji buah buahan tersebut akan tersebar dimana burung itu berada. Bersama
dengan kotoran burung tersebut, biji buah buahan seperti mendapat pupuk alami yang
berperan dalam perkecambahan biji diawal pertumbuhan. Berbagai jenis burung telah
diketahui memiliki keterkaitan erat dengan spesies tumbuhan tertentu. Sebagai contoh,
tumbuhan hutan dan semak memiliki buah yang menarik bagi burung. Selain itu beberapa
jenis burung pemakan madu juga dikenal berperan dalam proses penyerbukan tanaman.
1.2 Kepunahan burung dalam habitat
Ekosistem terdiri dari komponen biotik dan abiotik. Terdapat interaksi yanga intensif
diantara kedua komponen tersebut. Akan tetapi, keberadaan dan intervensi manusia telah
mempengaruhi hubungan dan interaksi tersebut. Kecenderungan yang terjadi, intervensi
manusia memberikan dampak negatif yang lebih besar terhadap kesimbangan eksosistem.
Sebagai contoh, secara tidak langsung, kerusakan habitat merupakan faktor utama yang
menyebabkan penururnan kekayaan keanekaragaman hayati. Tekait dengan kompleksitas
pengukurannnya, kecenderungan perubahan keanekaragaman hayati terkadang diamati
melalui pengawasan laju dan besaran kepunahan spesies dalam habitat. Selanjutnya, respon
spesies terhadap terjadinya kerusakan habitat merupakan isu sentral dalam upaya konservasi
biologi dan keanekaragaman hayati (Mikusinki & Angestam, dalam Ali Tabur, 2004).
Ambang kritis kerusakan habitat telah menjadi kajian dalam berbagai pemodelan
teoritis. Dua jenis batas ambang telah menjadi perhatian dalam kajian tersebut. Pertama,
fragmentasi ambang, dimana fragmentasi habitat mungkin berpengaruh terhadap
kelangsungan populasi. Kedua, ambang kepunahan, dimana habitat dalam jumlah minimum
menjadi pemicu kepunahan populasi (Mikusinki & Angestam, dalam Ali Tabur, 2004).
II.
PERMASALAHAN DAN TUJUAN
2.1 Permasalahan
Lahan pertanian secara global saat ini mencakup luasan hampir 40% permukaan bumi,
atau hampir separuh dari area yang dapat dihuni manusia (Clay, dalam Ali Tabur, 2004).
Perubahan dan pengelolaan lanskap untuk menghasilkan bahan pangan dan berbagai jenis
komoditi agrikultur untuk mencukupi kebutuhan manusia, merupakan ancaman paling nyata
terhadap kelangsungan keanekaragaman hayati (Foley et al, dalam Ali Tabur, 2004). Karena
hal tersebut, distribusi penggunaan lahan menjadi indikator yang lebih baik dalam
memperkirakan status ancaman terhadap keanekaragan hayati, dibandingkan dengan
menggunakan indikator distribusi penduduk. Pertanian berpengaruh terhadap ekosistem alami
dalam berbagai cara, antara lain modifikasi lanskap, tanah, perubahan tata air akibat
3
perusakan hutan, erosi dan banjir. Selain itu eliminasi atau propagasi/peningkatan suatu
spesises hewan dan tumbuhan tertentu dapat menjadi penyebab perubahan ekosistem alam.
Pertanian membawa dampak terhadap keanekaragaman hayati dalam dua cara. Pertama
melalui alih fungsi dan pembersihan lahan yang memicu terjadinya frgamentasi dari habitat
yang tersisa, polusi dan beberapa jenis gangguan lainnya. Kedua adalah penurunan
keanekaragaman hayati akibat kegiatan intensifikasi sistem pertanian, yang mempunyai
tujuan untuk meningkatkan produktifitas. Burung dalam hal ini merupakan spesies yang
paling terancam akibat kedua hal tersebut. Burung secara perilaku, penyebaran, dan
perhitungan jejak populasi terkait erat secara temporal dan spasial dengan perubahan sitem
pertanian. Aktivitas mereka dalam mencari makan, mencari pasangan dan membuat sarang
sangat dipengarui oleh perubahan habitat pertanian. Burung secara luas telah digunakan
sebagai indikator bagi perubahan lingkungan, dan peningkatan intensitas pertanian sangat
berkaitan dengan terjadinya penurunan populasi berbagai jenis burung di Eropa, Amerika
Utara, Afrika dan Asia (Donald & Evans, dalam Ali Tabur, 2004).
Ketika sebuah ekosistem alami seperti misalnya hutan dan rawa mengalami kerusakan,
peran ekologis burung dengan serta merta menghilang. Dalam banyak kasus, ternyata
penurunan populasi burung di alam tidak terkait langsung dengan kehilangan habitat
alaminya. Kegiatan seperti eksploitasi (perburuan), introduksi spesies baru, penyakit, dan
beberapa faktor lainnya menjadi penyebab lain menurunnya populasi. Selanjutnya, penurunan
populasi ini disertai dengan kehilangan peran burung dalam menyediakan jasa ekosistem.
Dalam beberapa dekade mendatang diperkirakan laju penurunan populasi dan kepunahan
burung akan meningkat, seiring dengan semakin intensnya perubahan iklim di sisi lain.
Perburuan liar burung di alam tejadi karena tingginya permintaan akan burung sebagai
bagian dari hobi dan aktivitas. Menjadi penting upaya penangkaran burung sebagai langkah
lain dari penyediaan burung bagi komunitas pecinta burung (kicau mania). Sampai saat ini
posisi penangkar burung masih belum memiliki peran yang nyata dalam sirkulasi dan
distribusi burung oleh para kicau mania. Mereka masih tersisih oleh para importir dan juga
pehobi yang sebatas memelihara burung. Berkaitan dengan hal itu maka, melalui kajian ini
dilakukan penggalian informasi tentang upaya penangkaran berbagai jenis burung di Bota
Bandung dan sekitarnya.
2.2 Tujuan
Kajian tentang upaya penangkaran berbagai jenis burung di kota bandung dan
sekitarnya ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui permasalahan dan potensi penangkaran berbagai jenis burung di kota
bandung dan sekitarnya.
2.
Memberikan masukan bagi pengelolaan penangkaran burung terkait dengan upaya
konservasi biologi dan keanekaragaman hayati.
4
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Demi mengetahui permasalahan dan potensi penangkaran berbagai jenis burung dan
untuk selanjutnya dapat memberikan masukan bagi pengelolaan penangkaran burung terkait
dengan upaya konservasi keanekaragaman hayati, dilakukan penggalian data melalui wancara
terstuktur kepada sejumlah responden di Kota Bandung dan sekitarnya.Wawancara terhadap
penangkar dan pelaku kicau mania dilakukan dalam kegiatan Lomba Burung Berkicau Piala
Rektor Unpad 2016 yang berlangsung di Kampus Unpad Jatinangor Jawa Barat pada tanggal
1 Mei 2016. Dalam kajian ini dilakukan wawancara terstruktur kepada 5 (lima) responden
yang merupakan pemerhati burung sekaligus penangkar burung di wilayah Kota Bandung
dan sekitarnya. Selain wawancara terhadap para peminat kicau mania, eksplorasi data juga
dilakukan di kawasan Kelurahan Cipageran, Kota Cimahi, dalam rangka menggali data
sistem penangkaran yang dilakukan responden.
Tabel 3.1 Data latar belakang responden penangkar burung
No
Nama
Umur (th)
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
1
Bp. Panji
32
S1 Ekonomi
Unpad
Wiraswasta
Babakan Ciparay Kota
Bandung
2
Bp. Dinar
37
D3
Wiraswasta
Lembang,
Bandung Barat
3
Bp. Chrisviantono S
53
SMA
Wiraswasta
Komp.
Manglayang
Sari Kota Bandung
4
Bp. Wandi
46
S1
Pengusaha
Jl.
Otista
Bandung
5
Bp. Edy Subandi
58
D3 ITB
PLN
Serang, Banten
Kab.
Kota
Secara latar belakang pendidikan responden, 4 orang telah menempuh pendidikan
tinggi (D3 atau S1), dan 1 orang berpendidikan setingkat SMA. Pekerjaan responden
sebanyak 3 orang wiraswasta, yang bergantung kepada kegaitan penangkaran burung. Satu
orang responden merupakan pengusaha yang tidak memiliki ketergantungan pendapatan dari
kegiatan penangkaran. Satu orang responden merupakan pegawa pada badan usaha milik
negara. Dari pendidikan dan pekerjaan responden terlihat bahwa, penangkar burung memiliki
latar belakang yang beragam, tidak spesifik pada satu bidang ataupun pendidikan. Dengan
pendidikan yang relatif tinggi diperkirakan responden memiliki kemampuan problem solving
dan pembelajaran yang mencukupi dalam mengatasi permasalahan penangkaran burung.
Selain itu, pendidikan yang relatif tinggi diperkirakan juga akan mempermudah responden
dalam menerima pembelajaran dan hal-hal baru dalam pengelolaan penangkaran burung.
Selain itu dari status pekerjaan, tergambar bahwa responden mampu mengantungkan hidup
dari kegiatan penangakaran burung, dimana tiga responden memiliki pekerjaan wiraswata
yang tekait dengan kegiatan penangkaran burung.
5
Tabel 3.2 Data aktivitas penangkaran responden
No
Nama
Jenis burung
tangkaran
Asal indukan
Omset
(ekor)
Metode
Penjualan
1
Bp. Panji
Love bird
Dari pasar
burung, relasi,
dan pembelian
online
Sampai
Online (facebook)
dengan
10
ekor
perminggu
2
Bp. Dinar
Love bird,
Impor (dari
madagaskar),
dan lokal
Sampai
dengan
ekor
minggu
3
Bp. Chrisviantono
S
Murai batu
Tangkapan alam
4
Bp. Wandi
Love bird,
parkit
Impor (tidak
disebut negara
asal)
Tidak pasti
5
Bp. Edy Subandi
Love bird,
Cucak rowo,
kenari
Anis merah
Tangkapan
alam,
Dari relasi luar
pulau
s/d 10 ekor Relasi sesama hobi
perminggu
online via website
25 ILF
(Indonesia
per Love
Bird
Fellowship)
Kurang dari Online
10 ekor
Barter sesama hobi
burung
Menurut data aktivitas peangkaran, hasil wawancara menunjukan 4 responden
menangkarkan burung jenis love bird, 1 responden menangkarkan burung jenis murai batu.
Selain itu satu responden pernah menangkarkan beberapa jenis burung seperti cucak rowo,
kenari dan anis merah. Alasan mereka yang menangkarkan love bird adalah harga yang
semakin kompetitif dan semakin banyak peminat. Selain itu penangkaran love bird relatif
lebih mudah dilakukan. Berseberangan dengan hal ini, penangkaran berbagai jenis burung
yang lain seperti cucak rowo, kenari dan anis merah seakan ditinggalkan karena tingkat
kesulitan dan resiko kegagalan yang tinggi. Meski demikian penangkaran berbagai jenis
burung ini masih di lakukan oleh salah satu responden (Bp Edy Subandi), dengan alasan
harga jual yang sangat menguntungkan.
Dalam melaksanakan kegiatan penangkaran, semua responden masih mengandalkan
indukan yang berasal dari alam. Indukan tersebut diperoleh melalui pembelian langsung di
pasar, melalui relasi sesama hobi dan juga impor dari luar negeri (Madagaskar). Indukan dari
dalam negeri kebanyakan berasal dari luar jawa (Medan). Ketergantungan indukan dari luar
kawasan menunjukan berkurangnya stok dan pasokan dari daerah sendiri, yang
mengindikasikan penurunan populasi dan kerentanan kepunahan pada beberapa spesies
burung di kawasan Bandung raya dan sekitarnya. Salah satu responden (Bp Panji)
6
menyebutkan bahwa dalam beberapa tahun lampau, stok indukan beberapa jenis burung dapat
dipenuhi dari seputaran Bandung Raya seperti dari Ciwidey, Cililin, Garut dan Sumedang.
Gambar 3.1 Salah satu responden penangkar Love bird (Bp Panji, kiri)
Hasil wawancara terhadap responden menunjukan bahwa penangkar mampu
menghasilkan anakan layak jual dalam jumlah yang mencukupi. Dengan produksi per
penangkar antara 10 sampai dengan 25 ekor per minggu, sebenarnya belum mampu
mencukupi kebutuhan para kicau mania akan burung yang berkualitas. Akibat terbatasnya
kegiatan penangkaran, ketergantungan suplai dari tangkapan alam dan burung impor masih
sangat tinggi. Perhatian lebih harus diberikan kepada jenis burung yang diperoleh secara
impor maupun sari daerah lain. Potensi terjadinya penyebaran penyakit, kompetisi dengan
burung endemik, dan munculnya spesies invasif apabila terlepas di alam menjadi beberapa
alasan.
Tabel 3.3 Data permasalahan penangkaran
No
Nama
Alasan
menangkar
Pengalaman
menangkar
Persepsi kegiatan
penangkaran
Kendala
1
Bp. Panji
Penyaluran
hobi
Lebih 5
tahun
2
Bp. Dinar
Menambah
pendapatan
Kurang lebih
5 tahun
3
Bp.
Chrisviantono S
Menyalurkan
hobi
1 tahun
Indukan sulit Akan semakin menarik
didapat
4
Bp. Wandi
Menyalurkan
hobi
Lebih 5
tahun
Perawatan
butuh
ketelatenan
5
Bp.
Subandi
Penyaluran
hobi yang
mendatangkan
keuntungan
Lebih 5
tahun
Harga
Jenis
jenis
burung
tekadang
penangkaran
akan
tidak
ada semakin berkembanga
patokan
Edy
Maling,
keamanan,
cuaca
Tergantung jenis yang
ditangkarkan, saat ini
adalah love bird
Sulit
mendapatkan
induk
Penangkaran
akan
semakin menguntungkan
dimasa mendatang
-
7
Dalam menjalankan kegiatan penangkaran, 4 responden menyebutkan penyaluran hobi
sebagai alasan. Selanjutnya satu orang (Bp. Dinar) menyebutkan dengan tegas bahwa
kegiatan penangkaran merupakan salah satu usaha menambah pendapatan keluarga. Sebagian
besar responden memiliki pengalaman yang panjang (lebih dari 5 tahun) yang dangat
mendukung kesuksesan dalam pengelolaan penangkaran. Akan tetapi, beberapa kendala
menjadi ancaman yang terkadang sangat serius. Beberapa kendala pengelolaan penangkaran
burung adalah keamanan (maling), perubahan cuaca yang tidak menentu, penyakit dan
kesulitan bahan pakan dan obat. Kendala keamanan sebenarnya dalam satu sisi
menggambarkan adanya kesenjangan supplay dan demand, dimana pemenuhan kebutuhan
burung melalui penangkaran, tangkapan alam dan impor belum mampu mencukupi minat
kicau mania. Akibatnya beberapa pihak tertentu menyalahgunakan kesempatan dengan
melakukan kejahatan. Terkait dengan kendala cuaca, pakan dan obat-obatan, umumnya
terjadi pada spesies burung impor seperti love bird dan parkit, yang notabene memiliki
habitat asli yang jauh berbeda dengan kondisi di Bandung Raya sehingga memerlukan proses
aklimatisasi dan adaptasi.
Menghadapi kendala cuaca, salah satu solusi dalam hal ini adalah memprioritaskan
pengembangan penangkaran bagi berbagai spesies asli (endemik) Indonesia, sehingga kondisi
alam bukan merupakan faktor pembatas. Saat ini penangkar terfokus pada beberapa spesies
asing (impor) seperti Love bird (Agapornis spesies), Parkit (Canuropsis spesies) dan Kenari
(Serinus canarius). Spesies asli Indonesia seperti Murai batu (Copsychus malabaricus),
Cucak rowo (Pycnonotus zeylanicus) dan Anis merah (Zoothera citrina ) karena berbagai
alasan seperti kurang mendapat perhatian. Selain itu ribuan spesies asli Indonesia lainnya
juga menanti untuk dikembangkan melalui penangkaran sebagai salah satu usaha memenuhi
kebutuhan kicau mania, yang secara tidak langsung merupakan upaya konservasi biologi dan
keanekaragaman hayati dan tentunya akan mengurangi perburuan liar di alam.
Alih-alih menyerah berhadapan dengan berbagai kendala yang ada, secara umum
responden masih yakin dan berpendapat bahwa kegiatan penangkaran burung masih akan
prospektif dalam beberapa waktu kedepan. Berbagai kendala yang muncul selalu
memunculkan solusi dan penanganan. Berkembangnya media sosial memunculkan
mekanisme penjualan dan pertukaran informasi yang semakin cepat. Hal ini merupakan salah
satu kemudahan dan peluang yang harus dimanfaatkan bagi para penangkar. Selain hal
tersebut, para penangkar juga memerlukan dukungan yang memadai dari para pemangku
kepentingan, baik dari pihak pemerintah sebagai regulator, maupun akademisi dan juga
sektor swasta. Dukungan dimaksud dapat diwujudkan dalam bentuk keilmuan, pendanaan,
sistem penjualan maupun kemudahan berusaha.
8
Tabel 3.4 Data jenis burung tangkaran responden
No
Jenis burung
Status
Asal
Keterangan
1)
Love
bird
(Agapornis
spesies)
Melimpah
Afrika
Merupakan
burung bersifat
sosial/hidup
berkoloni
2)
Parkit
(Canuropsis
spesies)
Melimpah
Australia
Sebagian sub
spesise parkit
telah punah
3)
Kenari
(Serinus
canarius)
Resiko rendah
(least concern)
Kepulauan
Canary,
Samudera
Atlantik
Berbagai jenis
burung kenari
merupakan
hasil kawin
persilangan
4)
Murai batu
(Copsychus
malabaricus)
penurunan
populasi
(Least
concern)
India, Asia
tenggara
Mengalami
penurunan
populasi karena
maraknya
perdagangan
5)
Cucak rowo
(Pycnonotus
zeylanicus)
Rentan
(vulnerable)
Ditemukan di
daerah rawa
dan payau
Indonesia
bagian barat
Populasi
menurun secara
cepat mulai
tahun 1980-an
6)
Anis merah
(Zoothera
citrina)
penurunan
populasi (least
concern)
Asia Selatan,
Asia tenggara
Populasi di
Pulau jawa
telah menurun
dalam kurun 10
tahun terakhir
Kredit gambar : 1)www.allthe2048.com; 2)www.trendburung.blogspot.com ; 3)www.kenarimania.com;
4)www.penengkaranmurai.com ; 5)www.mediaronggolawe.com; 6)www.tipspetani.blogspot.com
9
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang dilakukan dalam kajian upaya penangkaran berbagai
jenis burung di kota bandung dan sekitarnya, diperoleh kesimpulan :
1.
2.
3.
Peran kegiatan penangkaran terhadap pemenuhan kebutuhan burung bagi para
kicau mania masih sangat terbatas, akibat terbatasnya kegiatan penangkaran,
ketergantungan suplai dari tangkapan alam dan burung impor masih sangat tinggi.
Masih maraknya suplai dari tangkapan alam berpotensi menggangu keseimbangan
ekosistem dengan semakin turunnya populasi dan kerentanan terhadap kepunahan
berbagai jenis burung, akibatnya kita kehilangan fungsi burung dalam
menyediakan berbagai bentuk jasa ekosistem seperti penyerbukan, penyebaran
berbagai spesies tanaman dan juga pengendalian hama.
Diperlukan dukungan para pihak yang berkepetingan (pemerintah, akademisi,
swasta misalnya perusahaan pakan) dalam kegiatan penangkaran melalui berbagai
bentuk bantuan keilmuan, pendanaan, kemudahan berusaha, maupun sistem
penjualan, sebagai salah satu langkah konservasi keanekaragaman hayati.
Referensi :
Ali Tabur, Mehmet & Avyvas, Yusuf, (2004). Ecological Importance of Birds,
Suleyman Demirel University, Science and Art Faculty, Biology Departement.
Isparta, Turkey.
Clout, M.N & Hay, J.R. (1989). The importance of birds as browsers, pollinators and
seed dispersers in new zealand forests, dalam New Zealand Journal of
Ecology, Vol 12. Ecological Division, DSIR, New Zealand
Green, Andy J & Elmberg, Johan. (2008). Ecosystem services provided by waterbirds.
Departement of Wetlands Ecology. Sevilla, Spain
Niemi, Gerald, et al. (2000). Ecological Sustainability of Birds in Boreal Forest.
Natural Resources Research Institute and Department of Biology, University
of Minesota, USA.
Sekercioglu,Cagan H, et al. (2004). Ecosystem Consequences of bird declines. Center
for Conservation Biology, Departement of Biological Science, Stanford
University, California, USA.
10