Strategi Nafkah dan Mata Pencaharian Migran Sirkuler

45 3.385.833. Demikian pula pada migran yang bekerja di atas 20 tahun, pendapatan mereka rata-rata mencapai Rp 3.538.888,-. Gambar 5.4. Rata-rata Pendapatan Migran Sirkuler Berdasarkan Kelompok Lamanya Menjadi Migran, Tahun 2012. Keterkaitan status pekerja migran sebagai pekerja pada orang lain cenderung memperoleh pendapatan lebih kecil dari pada migran yang bekerja dengan mengelola modal sendiri. Pergeseran status pekerja dari bekerja pada orang lain menjadi bekerja dengan modal sendiri, pada umumnya ditentukan pula oleh lamanya menjadi migran. Migran yang mempunyai masa kerja di atas 20 tahun, rata-rata posisi migran sudah bekerja dengan modal sendiri. Pendapatan mereka tidak tergantung lagi dari upah, melainkan sudah mengelola modal usaha sendiri. Migran yang sudah mampu mengelola modal usaha sendiri, yang diperlukan adalah kehati-hatian dalam mengelola penggunaan keuangan untuk mendukung usahanya.

5.2. Strategi Nafkah dan Mata Pencaharian Migran Sirkuler

Dalam sistem nafkah pada masyarakat perdesaan sesungguhnya dapat diamati melalui strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga masyarakatnya. Menurut Scoones 1998 dalam Dharmawan 2001:90, strategi nafkah yang umumnya diterapkan pada masyarakat perdesaan ada tiga macam, yaitu 1 intensifikasi atau diversifikasi pertanian; 2 pola nafkah ganda keragaman nafkah; dan 3 migrasi. Strategi pertama dan kedua pada umumnya dilakukan masih dalam konteks pengelolaan terhadap sumber daya alam yang ada di lingkungan perdesaan. Strategi ke tiga dilakukan dengan meninggalkan daerah asal yang pada umumnya terjadi karena ekologi di perdesaan. Carrying capacity adalah suatu kondisi Rp 2.086.666 Rp 3.385.833 Rp 3.538.888 1000000 2000000 3000000 4000000 1-10 tahun 11-20 tahun 20 tahun Pendapatan Migran Rata-rata Rp Per Bulan 1-10 tahun 11-20 tahun 20 tahun Masa Kerja: 46 ekologi yang sudah melampaui batas kemampuan maksimum sehingga upaya apapun yang dilakukan, kondisi ekologi sudah tidak sanggup lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga masyarakatnya Mardiyaningsih, 2010:87. Beberapa penelitian migrasi seperti yang dilakukan oleh Mantra 1995, Antono 1997, Murdiyanto 2001 menunjukkan bahwa peristiwa migrasi baik permanen maupun sirkuler pada umumnya terjadi karena adanya motif ekonomi. Masyarakat migran dari perdesaan pada umumnya memandang bahwa kota secara ekonomi memberikan daya tarik yang sangat besar. Gemerlap lampu kota, padatnya arus kendaraan roda empat, hiruk pikuk gerakan penduduk kota dianggap sebagai magnet yang mengindikasikan adanya kegiatan ekonomi yang sangat tinggi, yang berarti terjadi perputaran uang yang sangat besar. Bagi migran sirkuler, kondisi perkotaan yang seperti ini dianggap sebagai peluang usaha yang dapat memberikan harapan ekonomi kepada mereka. Daerah perkotaan yang padat penduduk merupakan tempat- tempat usaha sektor informal yang sangat cocok. Penduduk yang padat identik dengan sumber keuangan yang besar. Oleh karenanya, pedagang sektor informal kaki lima atau pedagang keliling pada umumnya tumbuh dengan pesat di daerah komplek- komplek perumahan penduduk, selain di sekitar keramaian seperti pasar, daerah perkantoran, pusat kegiatan anak sekolah dan sebagainya. Akibatnya, arus migrasi desa-kota terjadi ketika sebagian masyarakat perdesaan ingin memperoleh peningkatan ekonomi yang lebih baik. Hasil wawancara dengan para responden yang bergerak pada usaha sektor informal pedagang kaki lima menunjukkan bahwa mereka itu adalah para migran sirkuler yang pada umumnya berasal dari perdesaan di luar kota Tangerang Selatan yang bergerak melalui proses yang panjang menuju wilayah Kecamatan Pamulang. Banyak liku-liku kehidupan dilalui yang menyebabkan mereka melakukan kegiatan ekonomi yang berujung pada usaha sektor informal pedagang kaki lima di Kecamatan Pamulang. Pada umumnya untuk memutuskan menjadi migran sirkuler dipengaruhi oleh keadaan latar belakang ekonomi keluarga di daerah asalnya yang dapat dikategorikan bahwa mereka secara ekonomi belum merasa tercukupi. Motif ekonomi menjadi alasan mereka meninggalkan daerah asalnya. Dalam rumah tangga migran di daerah asalnya mempunyai karakteristik jenis mata pencaharian pokok yang bervariasi, antara lain sebagai buruh tani, jual sayur, tukang kredit, pengangguran, pelayan toko, kuli di pasar, kerja proyek, penjahit dan sebagainya. Variasi jenis mata pencaharian tersebut, sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dalam rumah tangga migran itu sendiri. Migran yang dibesarkan dalam 47 rumah tangga dari keluarga petani, umumnya dari mereka ketika di daerah asalnya juga bekerja sebagai petani. Hasil wawancara dengan responden yang orang tuanya bekerja sebagai petani mengatakan : .. bahwa kami migran ini kalau di kampung dulu umumnya bekerja sebagai petani, karena ya awalnya membantu pekerjaan orang tua sebagai petani. Tetapi karena sebagai petani sepertinya tidak mempunyai masa depan yang baik, maka kemudian kami merantau saja ke kota. Lebih baik cari kerjaan di kota supaya punya penghasilan yang lebih baik. Kebetulan banyak teman yang sudah merantau lebih dulu di kota . Meskipun demikian, migran yang berlatar belakang dari rumah tangga keluarga petani tidak sedikit yang berhasil ketika melakukan usaha sektor informal pedagang kaki lima. Mayoritas dari migran yang diteliti berasal dari rumah tangga keluarga petani, dan ketika menjadi migran mereka kemudian memilih jenis pekerjaannya yang berbeda-beda sesuai keterampilan yang mereka peroleh dari proses adaptasi dalam suatu pekerjaan tertentu. Pada kelompok migran yang berusia lebih tua dan lebih lama menjadi migran sirkuler ada kecenderungan mereka lebih sering berganti-ganti jenis pekerjaan atau berpindah lokasi tempat bekerja. Informasi tersebut ditunjukkan oleh Tabel 5.2. Tabel 5.2. Persentase Migran Sirkuler Berdasarkan Lama Menjadi Migran dan Frekuensi Pergantian Jenis Pekerjaan, 2012 Lama Menjadi Migran th Frekuensi Pergantian Jenis Pekerjaan 1x 2x 3x 1 2 3 4 5 6 7 1-2 11 32,35 2 11,11 1 12,5 3-4 7 20,59 4 22,22 0,00 4 16 47,06 12 66,67 7 87,6 Jumlah 34 100,00 18 100,00 8 100,00 Sumber : Data Primer, 2012 Meskipun demikian, pekerjaan migran sirkuler sebagai pedagang kaki lima yang dilakukan pada saat ini di wilayah kecamatan Pamulang, pada umumnya merupakan jenis pekerjaan yang akan dilanjutkan dan dikembangkan. Bahkan beberapa responden yang saat ini masih sebagai tenaga kerja dibawah tanggung jawab A BCD E nya, mereka ingin sekali suatu saat dapat mengelola jenis pekerjaan seperti tersebut secara mandiri dan jika memungkinkan ingin meraih kesuksesan seperti bos nya. Sebagian besar responden juga menyatakan bahwa pekerjaan sebagai migran sirkuler pedagang kaki lima ini merupakan pekerjaan yang utama. Tak satupun dari mereka yang mempunyai pekerjaan sampingan, baik di daerah tujuan maupun di daerah asalnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pekerjaan sebagai 48 pedagang sektor informal kaki lima ini merupakan strategi nafkah yang utama bagi para migran sirkuler di Kecamatan Pamulang.

5.3. Daerah Asal Migran Sirkuler