tetapi tidak larut sama sekali pada pH 6,5. Kitosan dengan tingkatan deasetilasi yang rendah, sebagai contoh 63 akan mudah larut pada pH 7, sedang kitosan
dengan deasetilasi 40 akan tetap tinggal pada pH 7 Dornish and Dessen, 2004.
Salah satu sifat kitosan yang penting untuk aplikasi penyampaian obat contoh penyampaian obat nasal adalah kemampuannya untuk menginduksi
pembukaan jaringan ikat sementara pada lapisan epithelial. Hal ini telah ditunjukkan untuk bergantung pada bobot molekul dan tingkat deasetilasi
Dornish and Dessen, 2004.
2.4 Kalsium Alginat-Kitosan
Alginat merupakan poliasam natural dan memiliki sifat yang unik dalam pembentukan gel dengan adanya kation multivalent seperti ion-ion
kalsium dalam medium cair. Hal ini tampak melalui pengikatan ion-ion kalsium dalam rongga residu-residu asam guluronat, membentuk mikrokapsul
polianion. Penambahan polikation seperti kitosan dengan karakteristik polikation yang unik, menuntun kepada interaksi kuat dengan alginat yang
bermuatan negatif Farahani, et al., 2006. Ketika butiran kalsium-alginat ditambahkan ke dalam larutan kitosan,
interaksi elektrostatik gugus karboksilat dari alginat dengan gugus amin dari kitosan menghasilkan pembentukan sebuah membran. Proses ini telah banyak
digunakan dalam pembuatan membran alginat-kitosan dengan inti gel kalsium- alginat yang padat. Ada banyak keuntungan penyalutan dengan kitosan, seperti
Universitas Sumatera Utara
peningkatan jumlah muatan obat dan sifat bioadesif, juga sifat pelepasan obat yang diperlama Farahani, et al., 2006.
2.5 Matriks
Matriks dapat digambarkan sebagai zat pembawa padat inert yang di dalamnya obat tercampur secara merata. Suatu matriks dapat dibentuk secara
sederhana dengan mengempa atau menyatukan obat dengan bahan matriks bersama-sama. Umumnya, obat ada dalam persen yang lebih kecil agar matriks
memberikan perlindungan yang lebih besar terhadap air dan obat berdifusi keluar secara lambat. Sebagian besar bahan matriks tidak larut dalam air
meskipun ada beberapa bahan yang dapat mengembang secara lambat dalam air. Jenis matriks dari pelepasan obat dapat dibentuk menjadi suatu tablet atau
butir-butir kecil bergantung pada komposisi formula Shargel, dkk., 1999. Lachman, dkk. 1994, menyatakan matriks digolongkan menjadi tiga
jenis yaitu: a. Matriks tidak larut, inert
Polimer inert yang tidak larut seperti polietilen, polivinil klorida dan kopolimer akrilat, etil selulosa dirancang untuk tidak pecah dalam saluran
cerna. Bentuk tablet dengan matriks ini tidak dapat digunakan untuk formulasi bahan aktif dalam miligram yang tinggi, dan obat yang sukar larut dalam air
dimana disolusi dalam matriks sebagai pembatas laju disolusinya. b. Matriks tidak larut, dapat terkikis
Matriks jenis ini mengontrol pelepasan melalui difusi pori dan erosi. Oleh karena itu karakteristik penglepasan lebih peka terhadap komposisi cairan
Universitas Sumatera Utara
pencernaan dibandingkan dengan matriks polimer yang tidak larut secara keseluruhan. Pelepasan obat total dari matriks ini tidak mungkin terjadi,
karena fraksi tertentu dari dosis tersebut disalut dengan lapisan tipis yang tidak permeabel. Penglepasan obat dari jenis matriks ini dikontrol lebih efektif
dengan penambahan surfaktan atau zat pengikat dalam bentuk polimer-polimer hidrofilik, yang mendorong penetrasi air dan erosi matriks yang berurutan.
Bahan-bahan yang termasuk dalam golongan ini adalah asam stearat, stearil alkohol, malam carnauba dan polietilen glikol.
c. Matriks hidrofilik Penglepasan obat dikontrol oleh penetrasi air melalui suatu lapisan gel,
yang dihasilkan dari hidrasi polimer dan difusi obat melalui matriks terhidrasi yang mengalami pengembangan, disamping erosi dari lapisan gel. Besarnya
erosi dan difusi yang mengontrol penglepasan tergantung pada polimer yang dipilih untuk formulasi, dan juga pada perbandingan obat:polimer. Matriks
jenis ini diantaranya adalah metal selulosa, Hidroksietil selulosa, Hidroksipropil metilselulosa, Natrium karboksimetilselulosa, Natrium alginat,
Xanthan gum dan karbopol, Sebuah sistem matriks memiliki kandungan aktif dan tidak aktif yang
dicampur secara homogen dalam bentuk dosis. Hal tersebut yang jarang dari yang paling umum digunakan dalam teknologi oral controlled release, dan
popularitas dari sistem matriks dapat dikaitkan kepada beberapa faktor. Pertama, tidak seperti sistem reservoir dan osmotic, produk-produk dengan
dasar rancangan matriks dapat dibuat menggunakan proses dan peralatan
Universitas Sumatera Utara
konvensional. Kedua, waktu perkembangan dan biaya yang bersesuaian dengan sistem matriks umumnya kelihatan seperti yang diharapkan, dan tidak ada
tambahan modal investasi yang diharuskan. Terakhir, sistem matriks mampu mengakomodasi baik kandungan obat berdosis rendah maupun yang tinggi dan
mampu mengakomodasi kandungan aktif dengan kisaran sifat-sifat fisik dan kimia yang cukup luas.
Sebagaimana dengan teknologi yang lain, sistem matriks juga memiliki keterbatasan tertentu. Pertama, sistem matriks memiliki sifat yang kurang
fleksibel dalam penambahan tingkat dosis konstan yang mengalami perubahan, seperti yang disyaratkan oleh studi klinis ke depan. Saat kekuatan dosis baru
dipandang perlu, lebih sering terjadi dan bukanlah formulasi baru sehingga dengan demikian diharapkan sumber daya tambahan. Lebih lanjut, untuk
beberapa produk yang membutuhkan profil pelepasan yang unik misalnya pelepasan ganda dua atau pelepasan tertunda tambah pelepasan diperpanjang,
teknologi bahan berdasar matriks yang lebih kompleks seperti tablet selaput misal Alegra D akan dibutuhkan kemudian.
2.5.1 Pengembangan matriks
Sifat pengembangan matriks polimerik dapat berpengaruh terhadap kinetika pelepasan obat dan sifat dosis muatan, juga perubahan sediaan dan
kegunaan dari sistem pelepasan. Untuk polimer-polimer netral, jumlah pelarut yang dapat diabsorbsi bergantung kepada afinitas pelarut kimia untuk polimer
dan sifat elastik jaringan polimer yang telah mengembang, yang mana sebaliknya, sangat bergantung kepada jumlah ikatan-ikatan intermolekular,
Universitas Sumatera Utara
yaitu densitas ikatan silang. Pada kasus polimer dengan muatan, kesetimbangan pengembangan matriks polimerik lebih rumit sebagaimana hal
tersebut sangat bergantung juga pada kekuatan ionik. Grassi and Grassi, 2005.
2.5.2 Pelepasan obat dari matriks
Kinetika pelepasan obat dapat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pengembangan polimer, erosi polimer, kelarutan obat atau karakteristik difusi,
distribusi obat dalam matriks, perbandingan obat:polimer dan sistem geometri dari matriks silinder maupun bulat. Selama mengalami sentuhan dengan
cairan yang dilepaskan air atau media fisiologis, polimer matriks mengembang dan pelarutan obat dapat terjadi. Seketika setelah konsentrasi
pelarut di sekitarnya melebihi ambang batas, ikatan polimerik terlepas sehingga terjadi perubahan polimer dari seperti kaca atau karet menjadi kelihatan seperti
lapisan gel. Perubahan ini mengimplikasikan perubahan molekular rantai-rantai polimerik yang cenderung mencapai kondisi kesetimbangan yang baru
sedangkan yang lama pecah oleh adanya pelarut yang datang. Perubahan dari bentuk seperti kaca ke bentuk seperti karet menghasilkan peningkatan yang
besar terhadap mobilitas rantai-rantai polimer, sehingga lubang-lubang jaring bertambah besar dan obat tersebut dapat larut dan berdifusi melalui lapisan gel.
Secara singkat pelepasan obat dari sistem matriks dapat diamati dari tiga bidang utama yang muncul selama proses penglepasan yaitu bidang yang
terkikis, bidang yang mengembang dan bidang yang mengalami difusi Grassi and Grassi, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Higuchi mengusulkan suatu persamaan untuk menggambarkan kecepatan pelepasan obat yang terdispersi dalam suatu matriks yang padat dan
inert. Keterangan :
M
= Jumlah obat yang dilepaskan dari matriks ε
= Porositas matriks. τ
= Tortuositas matriks. Ca
= Kelarutan obat dalam medium pelepasan. Ds
= Koefisiensi difusi dalam medium pelepasan. Co
= Jumlah total persen obat per unit dalam matriks. Persamaan diatas dapat ditulis menjadi sangat sederhana, yaitu:
Dengan k adalah konstanta. Jika suatu plot dibuat antar M jumlah total obat yangdilepaskan versus akar waktu t
12
maka hubungan yang linier akan diperoleh Grassi and Grassi, 2005.
2.6 Disolusi
Disolusi merupakan tahapan yang membatasi atau tahap yang mengontrol laju bioabsorbsi obat-obat yang mempunyai kelarutan rendah, karena tahapan ini
seringkali merupakan tahapan yang paling lambat dari berbagai tahapan yang ada dalam pelepasan obat dari bentuk sediaannya dan perjalanannya ke dalam sirkulasi
sistemik Martin, dkk., 2008.
Gambar 2.4 Disolusi obat dari suatu padatan matriks Martin, dkk., 2008
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dibagi atas 3 kategori yaitu: a.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat, meliputi: i.
Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan
laju disolusi yang cepat. ii.
Efek ukuran partikel. Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga
laju disolusi meningkat. b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat, meliputi:
i. Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi
bila dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan penghancur yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil
pada bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah, sedangkan bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi laju
disolusi. ii.
Efek faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat mempercepat laju disolusi obat-obat yang kurang larut. Penggunaan
bahan pengisi yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat menambah hidrofilisitas bahan aktif dan menambah laju disolusi.
c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan uji disolusi, meliputi : i.
Tegangan permukaan medium disolusi. Tegangan permukaan mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat.
Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak, oleh karena itu dapat
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan proses penetrasi medium disolusi ke matriks. Formulasi tablet dan kapsul konvensional juga menunjukkan
penambahan laju disolusi obat-obat yang sukar larut dengan penambahan surfaktan kedalam medium disolusi.
ii. Viskositas medium. Semakin tinggi viskositas medium, semakin
kecil laju disolusi bahan obat. iii.
pH medium disolusi. Larutan asam cenderung memecah tablet sedikit lebih cepat dibandingkan dengan air, oleh karena itu
mempercepat laju disolusi Gennaro, 2000. United States Pharmacopeia USP XXI memberi beberapa metode
resmi untuk melaksanakan uji pelarutan yaitu: a.
Metode Keranjang Basket
Metode keranjang terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu
bulat yang berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak yang bersuhu konstan 37
o
C. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus memenuhi rangkaian syarat khusus dalam USP yang terakhir beredar. Tersedia
standar kalibrasi pelarutan untuk meyakinkan bahwa syarat secara mekanik dan syarat operasi telah dipenuhi.
b. Metode Dayung Paddle
Metode dayung terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung
diikat secara vertikal ke suatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan
Universitas Sumatera Utara
yang terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam labu pelarutan yang beralas bulat yang juga berfungsi untuk memperkecil turbulensi dari media
pelarutan. Alat ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti pada metode basket dipertahankan pada 37
o
C. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam USP. Metode dayung sangat peka terhadap kemiringan
dayung. Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat secara drastis dapat mempengaruhi hasil pelarutan. Standar kalibrasi pelarutan yang
sama digunakan untuk memeriksa peralatan sebelum uji dilaksanakan. c.
Metode Disintegrasi yang Dimodifikasi Metode ini dasarnya memakai disintegrasi USP ”basket and rack”
dirakit untuk uji pelarutan. Bila alat ini dipakai untuk pelarutan maka cakram dihilangkan. Saringan keranjang juga diubah sehingga selama pelarutan
partikel tidak akan jatuh melalui saringan. Metode ini jarang digunakan dan dimasukkan dalam USP untuk suatu formulasi obat lama. Jumlah pengadukan
dan getaran membuat metode ini kurang sesuai untuk uji pelarutan yang tepat.
2.7 Sistem Penghantaran Obat Pelepasan Terkontrol Gennaro, 2000