Pengaruh Rasio Alginat dan Kitosan terhadap Pengembangan Matriks dan Pelepasan Indometasin dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan

(1)

PENGARUH RASIO ALGINAT DAN KITOSAN TERHADAP

PENGEMBANGAN MATRIKS DAN PELEPASAN

INDOMETASIN DARI MATRIKS

KALSIUM ALGINAT-KITOSAN

SKRIPSI

OLEH :

INTAN MAROPAT DESSY NATALIA RAJAGUKGUK NIM 050804056

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH RASIO ALGINAT DAN KITOSAN TERHADAP

PENGEMBANGAN MATRIKS DAN PELEPASAN

INDOMETASIN DARI MATRIKS

KALSIUM ALGINAT-KITOSAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

INTAN MAROPAT DESSY NATALIA RAJAGUKGUK NIM 050804056

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

PENGARUH RASIO ALGINAT DAN KITOSAN TERHADAP PENGEMBANGAN MATRIKS DAN PELEPASAN INDOMETASIN

DARI MATRIKS KALSIUM ALGINAT-KITOSAN OLEH :

INTAN MAROPAT DESSY NATALIA RAJAGUKGUK NIM 050804056

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : April 2010

Pembimbing I Panitia Penguji

(Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt.) (Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.) NIP. 19520117 1980 031002 NIP.

Pembimbing II

NIP. 19520117 1980 031002

(Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt.)

NIP. 19540608 1983 031005 (Drs. Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt.)

NIP.

(Dr. Karsono, Apt.)

(Drs. Fat Aminah, M.Si., Apt) NIP.

Disahkan Oleh: Dekan

NIP. 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Sgala Puji dan syukur hanya bagiMu Bapa Sorgawi dalam Yesus Kristus karena hanya oleh anugrahMu dan kemurahanMulah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Rasio Alginat dan Kitosan terhadap Pengembangan Matriks dan Pelepasan Indometasin dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan”.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh rasio alginat dan kitosan terhadap pengembangan matriks dan pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan. Melalui penelitian diketahui bahwa dalam medium pH 1,2 semakin besar konsentrasi kitosan maka pengembangan matriks dan pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan juga semakin besar sedangkan dalam medium pH 6,8 semakin besar konsentrasi alginat maka pengembangan matriks dan pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan juga semakin besar dan dalam medium pH berganti pengaruh rasio alginat dan kitosan memiliki sifat yang sama seperti dalam medium pH 1,2 dan medium pH 6,8. Hendaknya hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam pengembangan formulasi sistem matriks alginat-kitosan.

Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada mami dan bapak tercinta buat setiap kenangan manis dan poda yang telah diberikan kepada penulis, juga kepada oppung, kakak dan abang (kak Priska-bang Parapat, kak Emma-bang Sianipar dan kak


(5)

Melda-bang Manurung), dan adikku tersayang (Jojor) atas segala doa, kasih sayang yang tulus, semangat dan dorongan yang diberikan, dan juga kepada Sio, Bontor, Sarah, Parange, Tia, ila, dan ika buat keceriaan yang kalian bawa dalam hari-hariku.

Penulis juga ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., dan Bapak Drs. Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt., yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan, dan juga kepada Ibu Drs. Djendakita Purba, M.Si., Apt., selaku dosen wali yang telah memberi bimbingan dan dorongan kepada penulis selama perkuliahan, dan kepada Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., Bapak Dr. Karsono, Apt., dan juga Ibu Drs. Fat Aminah, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini, kepada seluruh staf Laboratorium Farmasi Fisik dan Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif buat fasilitas yang diberikan demi kelancaran penelitian ini. Dan tidak lupa juga penulis menyampaikan terimakasih kepada teman-temanku, Hermin, Susan, Rianti, Yuli, Siska, Juni, Dian, Anggelia, Riris, Kak Susi, kak Erlia, Harry, Sandri, Tagor, Iwanto, Januar, Victor, Handi, Deni, Dewi, Ina, Beka, Berni, dan juga Kori buat semangat dan kebersamaannya selama ini dan juga terkhusus buat Andi Josep buat semua buah pikiran, bantuan, semangat, dan kasih sayang yang tulus yang telah diberikan selama penelitian dan selama penyusunan skripsi ini. Tuhan Yesus memberkati.


(6)

Medan, Desember 2009 Penulis,


(7)

Pengaruh Rasio Alginat dan Kitosan Terhadap Pengembangan Matriks dan Pelepasan Indometasin dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan

Abstrak

Penelitian-penelitian tentang pemanfaatan kompleks alginat-kitosan terus dilakukan. Kompleks polielektrolit antara gugus karboksilat dari alginat dan gugus amino dari kitosan diharapkan dapat memberikan aplikasi yang lebih baik dibanding dengan alginat atau kitosan saja, terutama dalam bidang formulasi sistem matriks untuk obat-obat yang tidak larut dalam air. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh rasio alginat dan kitosan terhadap pengembangan matriks dan pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan serta menentukan kinetika pelepasan obat dari matriks yang dibuat. Dalam penelitian ini dipilih indometasin sebagai model obat karena indometasin praktis tidak larut dalam air.

Uji pengembangan matriks dan pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan dilakukan secara in vitro dengan menggunakan metode dayung dalam medium lambung buatan (pH 1,2), medium usus buatan (medium dapar fosfat pH 6,8), dan medium pH berganti. Rasio alginat dan kitosan dalam matriks yang dibuat yaitu F1 dengan komposisi 30 mg alginat, 30 mg kitosan (1:1), F2 dengan komposisi 45 mg alginat, 15 mg kitosan (3:1), dan F3 dengan komposisi 15 mg alginat, 45 mg kitosan (1:3).

Hasil uji pengembangan dan pelepasan menunjukkan bahwa pada pH 1,2, semakin besar konsentrasi kitosan maka pengembangan matriks dan pelepasan indometasin semakin besar. Pada pH 6,8, semakin besar konsentrasi alginat maka pengembangan matriks dan pelepasan indometasin semakin besar. Pada medium pH berganti, pengembangan matriks dan pelepasan indometasin diawali dalam medium pH 1,2, kemudian dilanjutkan dalam medium pH 6,8. Pengaruh konsentrasi alginat dan kitosan terhadap pengembangan matriks dan pelepasan indometasin pada medium pH berganti memiliki sifat yang sama seperti pada medium pH 1,2 dan medium pH 6,8. Kinetika pelepasan indometasin dari ketiga formula yang dibuat tidak mengikuti kinetika pelepasan orde nol, orde satu dan orde dalam medium pH 1,2, tetapi dalam medium pH 6,8, ketiga formula mengikuti kinetika pelepasan orde .


(8)

Kata kunci: Matriks, alginat, kitosan, indometasin, pengembangan, pelepasan

The Effect of Alginate and Chitosan Ratio on Matrices Swelling and Indometacin Release from Calcium Alginate-Chitosan Matrices

Abstract

Researches about alginate-chitosan complex utilization were done continuously. The polyelectrolyte complex between carboxylic group from alginate and amino group from chitosan were expected gave a better application compared with alginate or chitosan itself. The aim of this research is to look at the effect of alginate and chitosan ratio towards matrices swelling and indometacin release from calcium alginate-chitosan matrices and to know the order kinetic of drug release from matrices that have been made. In this research indometacin were chosen as a drug model because of indometacin practically insoluble in water.

Swelling and dissolution test were done by in vitro using paddle method in simulated gastric medium (pH 1.2), simulated intestinal medium (phosphate buffer medium pH 6.8), and in the changing of pH medium. Alginate and chitosan ratio in matrices that have been made is F1 with composition 30 mg alginate, 30 mg chitosan (1:1), F2 with composition 45 mg alginate, 15 mg chitosan (3:1), and F3 with composition 15 mg alginate, 45 mg chitosan (1:3).

The results of swelling and drug release test showed that in pH 1.2, matrices swelling and indometacin release increased by the increase of chitosan concentration. In pH 6.8 matrices swelling and indometacin released increase by the increase of alginate concentration. In changed pH medium, matrices swelling and indometacin release have the same properties as in pH 1.2 and pH 6.8 medium. The order kinetic of indometasin release from all three formulas that were produced not follow the releasing kinetic zero order, first order and order in pH 1,2 medium, but in pH 6.8 medium, all three formulas follow the releasing kinetic order.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 4

1.3.Hipotesis ... 4

1.4.Tujuan Penelitian ... 4

1.5.Manfaat Penelitian ... 5

BAB II METODOLOGI PENELITIAN ... 6

2.1. Alat dan Bahan Penelitian ... 6

2.1.1. Alat-alat Penelitian ... 6

2.1.2. Bahan-bahan Penelitian ... 6

2.2. Prosedur Penelitian... 6

2.2.1. Pembuatan larutan kalsium klorida 0,15 M ... 6

2.2.2. Pembuatan medium lambung (Medium pH 1,2) ... 6


(10)

2.2.4. Pembuatan larutan natrium hidroksida 0,2 M ... 7

2.2.5. Pembuatan medium dapar fospat pH 6,8... 7

2.2.6. Pembuatan kurva serapan dan kurva kalibrasi indometasin ... 7

2.2.6.1. Medium lambung buatan (Medium pH 1,2) ... 7

2.2.6.1.1. Pembuatan larutan induk baku indometasin dalam medium pH 1,2 ... 7

2.2.6.1.2. Pembuatan kurva serapan indometasin dalam medium pH 1,2 ... 7

2.2.6.1.3. Pembuatan kurva kalibrasi indometasin dalam medium pH 1,2 ... 7

2.2.6.2. Medium dapar fospat pH 6,8 ... 8

2.2.6.2.1. Pembuatan larutan induk baku indometasin dalam medium dapar fosfat pH 6,8 ... 8

2.2.6.2.2. Pembuatan kurva serapan indometasin dalam medium dapar fosfat pH 6,8 ... 8

2.2.6.2.3. Pembuatan kurva kalibrasi indometasin dalam medium dapar fosfat pH 6,8 ... . 8

2.2.7. Pembuatan matriks kalsium alginat-kitosan... 9

2.2.8. Uji pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan ... 10

2.2.8.1. Parameter uji pengembangan matriks kalsium alginat- kitosan ... 10

2.2.8.2. Prosedur uji pengembangan matriks kalsium alginat- kitosan dalam medium pH 1,2; medium pH 6,8; dan medium pH berganti... 10

2.2.9. Uji disolusi indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan .... 11

2.2.9.1. Parameter uji disolusi indometasin dalam matriks kalsium alginat-kitosan ... .... 11

2.2.9.2. Prosedur uji disolusi dalam medium pH 1,2; Medium pH 6,8; dan medium pH berganti ... 11


(11)

2.2.10. Analisis data ... 12 2.2.11. Penentuan kinetika orde pelepasan indometasin dari matriks

kalsium alginat-kitosan... 12

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

3.1. Pembuatan matriks kalsium alginat-kitosan formula 1, formula 2, dan Formula 3 ... 13 3.2. Pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan ... 17

3.2.1. Pengaruh rasio alginat dan kitosan terhadap pengembangan matriks dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,5oC ... 17 3.2.2. Pengaruh rasio alginat dan kitosan terhadap pengembangan

matriks dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0,5oC ... 19 3.2.3. Pengaruh rasio alginat dan kitosan terhadap pengembangan

matriks dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,5oC ... 21 3.3. Disolusi indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan ... 24

3.3.1. Pengaruh rasio alginat dan kitosan terhadap pelepasan indometasin dari matriks dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,5oC ... 24 3.3.2. Pengaruh rasio alginat dan kitosan terhadap pelepasan

indometasn dari matriks dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0,5oC ... 26 3.3.3. Pengaruh rasio alginat dan kitosan terhadap pelepasan

indometasin dari matriks dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,5oC ... 28 3.4. Kinetika pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan ... 30

3.4.1. Kinetika pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 1,2 ... 30 3.4.2. Kinetika pelepasan indometasin dari matriks kalsium

alginat-kitosan dalam medium pH 6,8 ... 32 3.4.3. Kinetika pelepasan indometasin dari matriks kalsium


(12)

3.4.4. Kinetika pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 6,8; setelah 2 jam pelepasan

indometasin dalam medium pH 1,2 ... 37

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

4.1. Kesimpulan ... 41

4.2. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Uji friabilitas dan uji kekerasan matriks kalsium alginat-kitosan ... 14 Tabel 2. Perubahan berat dan diameter pada perendaman matriks dalam

medium pH 1,2 pada suhu 37±0,5oC ... 17 Tabel 3. Perubahan berat dan diameter pada perendaman matriks dalam

medium pH 6,8 pada suhu 37±0,5oC ... 19 Tabel 4. Perubahan berat dan diameter pada perendaman matriks dalam

medium pH berganti pada suhu 37±0,5oC ... 22 Tabel 5. Pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam

medium pH 1,2 pada suhu 37±0,5oC ... 25 Tabel 6. Pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam

medium pH 6,8 pada suhu 37±0,5oC ... 26 Tabel 7. Pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam

medium pH berganti pada suhu 37±0,5oC ... 28 Tabel 8a. Persamaan regresi dan korelasi kinetika pelepasan indometasin orde

nol dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 1,2 ... 31 Tabel 8b. Persamaan regresi dan korelasi kinetika pelepasan indometasin orde

satu dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 1,2 ... 31 Tabel 8c. Persamaan regresi dan korelasi kinetika pelepasan indometasin

orde dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 1,2 ... 31 Tabel 9a. Persamaan regresi dan korelasi kinetika pelepasan indometasin orde

nol dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 6,8 ... 34 Tabel 9b. Persamaan regresi dan korelasi kinetika pelepasan indometasin orde

satu dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 6,8 ... 34 Tabel 9c. Persamaan regresi dan korelasi kinetika pelepasan indometasin

orde dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 6,8 ... 34 Tabel 10a.Persamaan regresi dan korelasi kinetika pelepasan indometasin

orde nol dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH berganti ... 36


(14)

Tabel 10b. Persamaan regresi dan korelasi kinetika pelepasan indometasin orde satu dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH berganti ... 36 Tabel 10c. Persamaan regresi dan korelasi kinetika pelepasan indometasin

orde dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH berganti ... 36 Tabel 11a. Persamaan regresi dan korelasi kinetika pelepasan indometasin

orde nol dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 6,8 setelah 2 jam pelepasan indometasin dalam medium pH 1,2... 39 Tabel 11b. Persamaan regresi dan korelasi kinetika pelepasan indometasin

orde satu dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 6,8 setelah 2 jam pelepasan indo metasin dalam medium pH 1,2... 39 Tabel 11c. Persamaan regresi dan korelasi kinetika pelepasan indometasin

orde dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 6,8 setelah 2 jam pelepasan indometasin dalam medium pH 1,2 ... 39


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Formula 1 (alginat:kitosan=1:1) ... 13

Gambar 2. Formula 2 (alginat:kitosan=3:1) ... 13

Gambar 3. Formula 3 (alginat:kitosan=1:3) ... 14

Gambar 4a. Interkasi antara kalsium dengan alginat ... 15

Gambar 4b1. Kompleks polielektrolit alginat-kitosan ... 16

Gambar 4b2. Interkasi antara alginat dengan kitosan ... 16

Gambar 5. Grafik perubahan berat matriks selama perendaman dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,5oC ... 18

Gambar 6. Garfik perubahan diameter matriks selama perendaman dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,5oC ... 18

Gambar 7. Foto pengembangan matriks pada menit ke-480 dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,50C ... 19

Gambar 8. Grafik perubahan berat matriks selama perendaman dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0,5oC ... 20

Gambar 9. Grafik perubahan diameter matriks selama perendaman dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0,5oC ... 20

Gambar 10. Foto pengembangan matriks pada menit ke-480 dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0,50C ... 21

Gambar 11. Grafik perubahan berat matriks selama perendaman dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,5oC ... 22

Gambar 12. Grafik perubahan diameter matriks selama perendaman dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,5oC ... 23

Gambar 13. Foto pengembangan matriks pada menit ke-480 dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,50C ... 24

Gambar 14. Grafik pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 1,2 pada suhu 37oC±0,5oC ... 25

Gambar 15. Grafik pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 6,8 pada suhu 37oC±0,5oC ... 27


(16)

Gambar 16. Grafik pelepasan indometasin dari matriks kalsium

alginat-kitosan dalam medium pH berganti pada suhu 37oC±0,5oC ... 28 Gambar 17a. Grafik orde nol pelepasan indometasin dari matriks kalsium

alginat-kitosan dalam medium pH 1,2 ... 30 Gambar 17b. Grafik orde satu pelepasan indometasin dari matriks kalsium

alginat-kitosan dalam medium pH 1,2 ... 30 Gambar 17c. Grafik orde pelepasan indometasin dari matriks kalsium

alginat-kitosan dalam medium pH 1,2 ... 31 Gambar 18a. Grafik orde nol pelepasan indometasin dari matriks kalsium

alginat-kitosan dalam medium pH 6,8 ... 32 Gambar 18b. Grafik orde satu pelepasan indometasin dari matriks kalsium

alginat-kitosan dalam medium pH 6,8 ... 33 Gambar 18c. Grafik orde pelepasan indometasin dari matriks kalsium

alginat-kitosan dalam medium pH 6,8 ... 33 Gambar 19a. Grafik orde nol pelepasan indometasin dari matriks kalsium

alginat-kitosan dalam medium pH berganti ... 35 Gambar 19b. Grafik orde satu pelepasan indometasin dari matriks kalsium

alginat-kitosan dalam medium pH berganti ... 35 Gambar 19c. Grafik orde pelepasan indometasin dari matriks kalsium

alginat-kitosan dalam medium pH berganti ... 36 Gambar 20a. Grafik orde nol pelepasan indometasin dari matriks kalsium

alginat-kitosan dalam medium pH 6,8; setelah 2 jam pelepasan indometasin dalam medium pH 1,2 ... 37 Gambar 20b. Grafik orde satu pelepasan indo metasin dari matriks kalsium

alginat-kitosan dalam medium pH 6,8; setelah 2 jam pelepasan indometasin dalam medium pH 1,2 ... 38 Gambar 20c. Grafik orde pelepasan indometasin dari matriks kalsium

alginat-kitosan dalam medium pH 6,8; setelah 2 jam pelepasan indometasin dalam medium pH 1,2 ... 38


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1a. Data uji pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan formula

1 dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,50C ... 45 Lampiran 1b. Data perubahan berat rata-rata uji pengembangan matriks

kalsium alginat-kitosan formula 1 dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,50C. ... 46 Lampiran 1c. Data perubahan diameter rata-rata uji pengembangan matriks

kalsium alginat-kitosan formula 1 dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,50C. ... 47 Lampiran 2a. Data uji pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan formula

2 dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,50C. ... 48 Lampiran 2b. Data perubahan berat rata-rata uji pengembangan matriks

kalsium alginat-kitosan formula 2 dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,50C. ... 49 Lampiran 2c. Data perubahan diameter rata-rata uji pengembangan matriks

kalsium alginat-kitosan formula 2 dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,50C ... 50 Lampiran 3a. Data uji pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan formula

3 dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,50C. ... 51 Lampiran 3b. Data perubahan berat rata-rata uji pengembangan matriks

kalsium alginat-kitosan formula 3 dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,50C. ... 52 Lampiran 3c. Data perubahan diameter rata-rata uji pengembangan matriks

kalsium alginat-kitosan formula 3 dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,50C. ... 53 Lampiran 4a. Data uji pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan formula

1 dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0,50C. ... 54 Lampiran 4b. Data perubahan berat rata-rata uji pengembangan matriks

kalsium alginat-kitosan formula 1 dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0,50C. ... 55 Lampiran 4c. Data perubahan diameter rata-rata uji pengembangan matriks

kalsium alginat-kitosan formula 1 dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0,50C. ... 56


(18)

Lampiran 5a. Data uji pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan formula 2 dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0,50C. ... 57 Lampiran 5b. Data perubahan berat rata-rata uji pengembangan matriks

kalsium alginat-kitosan formula 2 dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0,50C ... 58 Lampiran 5c. Data perubahan diameter rata-rata uji pengembangan matriks

kalsium alginat-kitosan formula 2 dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0,50C ... 59 Lampiran 6a. Data uji pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan formula

3 dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0,50C. ... 60 Lampiran 6b. Data perubahan berat rata-rata uji pengembangan matriks

kalsium alginat-kitosan formula 3 dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0,50C. ... 61 Lampiran 6c. Data perubahan diameter rata-rata uji pengembangan matriks

kalsium alginat-kitosan formula 3 dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0,50C. ... 62 Lampiran 7a. Data uji pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan formula

1 dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,50C... 63 Lampiran 7b. Data perubahan berat rata-rata uji pengembangan matriks

kalsium alginat-kitosan formula 1 dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,50C... 64 Lampiran 7c. Data perubahan diameter rata-rata uji pengembangan matriks

kalsium alginat-kitosan formula 1 dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,50C... 65 Lampiran 8a. Data uji pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan formula

2 dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,50C... 66 Lampiran 8b. Data perubahan berat rata-rata uji pengembangan matriks

kalsium alginat-kitosan formula 2 dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,50C... 67 Lampiran 8c. Data perubahan diameter rata-rata uji pengembangan matriks

kalsium alginat-kitosan formula 2 dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,50C... 68 Lampiran 9a. Data uji pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan formula


(19)

Lampiran 9b. Data perubahan berat rata-rata uji pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan formula 3 dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,50C... 70 Lampiran 9c. Data perubahan diameter rata-rata uji pengembangan matriks

kalsium alginat-kitosan formula 3 dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,50C... 71 Lampiran 10a. Kurva serapan maksimum indometasin dalam medium pH 1,2

dengan konsentrasi 5 mcg/ml ... 72 Lampiran 10b. Data kurva kalibrasi larutan indometasin dengan berbagai

konsentrasi pada panjang gelombang 262 nm dalam medium pH 1,2 ... 73 Lampiran 10c. Kurva kalibrasi larutan indometasin dengan berbagai

konsentrasi pada panjang gelombang 262 nm dalam medium pH 1,2 ... 74 Lampiran 11a. Kurva serapan maksimum indometasin dalam medium pH 6,8

dengan konsentrasi 10 mcg/ml ... 75 Lampiran 11b. Data kurva kalibrasi larutan indometasin dengan berbagai

konsentrasi pada panjang gelombang 266 nm dalam medium pH 6,8 ... 76 Lampiran 11c. Kurva kalibrasi larutan indometasin dengan berbagai

konsentrasi pada panjang gelombang 266 nm dalam medium pH 6,8 ... 77 Lampiran 12a. Data pelepasan indometasin dari matriks formula 1

(alginat:kitosan=1:1) dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,5oC ... 78 Lampiran 12b. Persen kumulatif rata-rata pelepasan indometasin dari matriks

formula 1 (alginat:kitosan = 1:1) dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,5oC ... 81 Lampiran 13a. Data pelepasan indometasin dari matriks formula 2

(alginat:kitosan=1:1) dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,5oC ... 82 Lampiran 13b. Persen kumulatif rata-rata pelepasan indometasin dari matriks

formula 2 (alginat:kitosan=3:1) dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,5oC. ... 85


(20)

Lampiran 14a. Data pelepasan indometasin dari matriks formula 3 (alginat:kitosan=1:3) dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,5oC... 86 Lampiran 14b. Persen kumulatif rata-rata pelepasan indometasin dari matriks

formula 3 (alginat:kitosan=1:3) dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,5oC ... 89 Lampiran 15a. Data pelepasan indometasin dari matriks formula 1

(alginat:kitosan=1:3) dalam medium pH 6,8 pada suhu 37 ±0,5oC ... 90 Lampiran 15b. Persen kumulatif rata-rata pelepasan indometasin dari matriks

formula 1 (alginat:kitosan=1:1) dalam medium pH 6,8 pada suhu37±0,5oC. ... 93 Lampiran 16a. Data pelepasan indometasin dari matriks formula 2

(alginat:kitosan=3:1) dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0,5oC ... 94 Lampiran 16b. Persen kumulatif rata-rata pelepasan indometasin dari matriks

formula 2 (alginat:kitosan=3:1) dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0,5oC ... 97 Lampiran 17a. Data pelepasan indometasin dari matriks formula 3

(alginat:kitosan=1:3) dalam medium pH 6,8 pada suhu 370C±0,5oC. ... 98 Lampiran 17b. Persen kumulatif rata-rata pelepasan indometasin dari matriks

formula 3 (alginat:kitosan=1:3) dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0,5oC ... 101 Lampiran 18a. Data pelepasan indometasin dari matriks formula 1

(alginat:kitosan=1:1) dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,5oC. ... 102 Lampiran 18b. Persen kumulatif rata-rata pelepasan indometasin dari matriks

formula 1 (alginat:kitosan=1:1) dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,5oC... 105 Lampiran 19a. Data pelepasan indometasin dari matriks formula 2

(alginat:kitosan=3:1) dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,5oC. ... 106 Lampiran 19b. Persen kumulatif rata-rata pelepasan indometasin dari matriks

formula 2 (alginat:kitosan=3:1) dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,5oC... 109


(21)

Lampiran 20a. Data pelepasan indometasin dari matriks formula 3 (alginat:kitosan=1:3) dalam medium pH berganti pada

suhu37±0,5oC. ... 110

Lampiran 20b. Persen kumulatif rata-rata pelepasan indometasin dari matriks formula 3 (alginat:kitosan=1:3) dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,5oC... 113

Lampiran 21. Contoh perhitungan persentase indometasin yang terlarut pada interval waktu tertentu. ... 114

Lampiran 22. Contoh perhitungan persentase indometasin yang terlarut dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 6,8 pada interval waktu tertentu. ... 116

Lampiran 23. Contoh perhitungan persentase indometasin yang terlarut dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH berganti pada interval waktu tertentu... 118

Lampiran 24a. Perhitungan uji friabilitas matriks kalsium alginat-kitosan ... 121

Lampiran 24b. Foto matriks setelah uji kekerasan ...122

Lampiran 25. Foto matriks uji pengembangan ...123

Lampiran 26. Contoh perhitungan uji statistik pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat kitosan formula 1 dengan formula 2 .. … 126

Lampiran 27a. Data uji statistik pelepasan indometasin dalam medium pH 1,2 dengan metode Paired T-Test menggunakan program computer SPSS 18.0 for windows ... 128

Lampiran 27b. Data uji statistik pelepasan indometasin dalam medium pH 6,8 dengan metode Paired T-Test menggunakan program computer SPSS 18.0 for windows ... 130

Lampiran 27c. Data uji statistik pelepasan indometasin dalam medium pH berganti dengan metode Paired T-Test menggunakan program computer SPSS 18.0 for windows ... 132


(22)

Pengaruh Rasio Alginat dan Kitosan Terhadap Pengembangan Matriks dan Pelepasan Indometasin dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan

Abstrak

Penelitian-penelitian tentang pemanfaatan kompleks alginat-kitosan terus dilakukan. Kompleks polielektrolit antara gugus karboksilat dari alginat dan gugus amino dari kitosan diharapkan dapat memberikan aplikasi yang lebih baik dibanding dengan alginat atau kitosan saja, terutama dalam bidang formulasi sistem matriks untuk obat-obat yang tidak larut dalam air. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh rasio alginat dan kitosan terhadap pengembangan matriks dan pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan serta menentukan kinetika pelepasan obat dari matriks yang dibuat. Dalam penelitian ini dipilih indometasin sebagai model obat karena indometasin praktis tidak larut dalam air.

Uji pengembangan matriks dan pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan dilakukan secara in vitro dengan menggunakan metode dayung dalam medium lambung buatan (pH 1,2), medium usus buatan (medium dapar fosfat pH 6,8), dan medium pH berganti. Rasio alginat dan kitosan dalam matriks yang dibuat yaitu F1 dengan komposisi 30 mg alginat, 30 mg kitosan (1:1), F2 dengan komposisi 45 mg alginat, 15 mg kitosan (3:1), dan F3 dengan komposisi 15 mg alginat, 45 mg kitosan (1:3).

Hasil uji pengembangan dan pelepasan menunjukkan bahwa pada pH 1,2, semakin besar konsentrasi kitosan maka pengembangan matriks dan pelepasan indometasin semakin besar. Pada pH 6,8, semakin besar konsentrasi alginat maka pengembangan matriks dan pelepasan indometasin semakin besar. Pada medium pH berganti, pengembangan matriks dan pelepasan indometasin diawali dalam medium pH 1,2, kemudian dilanjutkan dalam medium pH 6,8. Pengaruh konsentrasi alginat dan kitosan terhadap pengembangan matriks dan pelepasan indometasin pada medium pH berganti memiliki sifat yang sama seperti pada medium pH 1,2 dan medium pH 6,8. Kinetika pelepasan indometasin dari ketiga formula yang dibuat tidak mengikuti kinetika pelepasan orde nol, orde satu dan orde dalam medium pH 1,2, tetapi dalam medium pH 6,8, ketiga formula


(23)

Kata kunci: Matriks, alginat, kitosan, indometasin, pengembangan, pelepasan

The Effect of Alginate and Chitosan Ratio on Matrices Swelling and Indometacin Release from Calcium Alginate-Chitosan Matrices

Abstract

Researches about alginate-chitosan complex utilization were done continuously. The polyelectrolyte complex between carboxylic group from alginate and amino group from chitosan were expected gave a better application compared with alginate or chitosan itself. The aim of this research is to look at the effect of alginate and chitosan ratio towards matrices swelling and indometacin release from calcium alginate-chitosan matrices and to know the order kinetic of drug release from matrices that have been made. In this research indometacin were chosen as a drug model because of indometacin practically insoluble in water.

Swelling and dissolution test were done by in vitro using paddle method in simulated gastric medium (pH 1.2), simulated intestinal medium (phosphate buffer medium pH 6.8), and in the changing of pH medium. Alginate and chitosan ratio in matrices that have been made is F1 with composition 30 mg alginate, 30 mg chitosan (1:1), F2 with composition 45 mg alginate, 15 mg chitosan (3:1), and F3 with composition 15 mg alginate, 45 mg chitosan (1:3).

The results of swelling and drug release test showed that in pH 1.2, matrices swelling and indometacin release increased by the increase of chitosan concentration. In pH 6.8 matrices swelling and indometacin released increase by the increase of alginate concentration. In changed pH medium, matrices swelling and indometacin release have the same properties as in pH 1.2 and pH 6.8 medium. The order kinetic of indometasin release from all three formulas that were produced not follow the releasing kinetic zero order, first order and order in pH 1,2 medium, but in pH 6.8 medium, all three formulas follow the releasing kinetic order.


(24)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Alginat merupakan karbohidrat, seperti gula dan selulosa dan merupakan polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman (Dornish and Dessen, 2004). Alginat adalah kopolimer anionik yang terdiri dari residu asam β-D-manuronat dan asam α-L-guluronat dalam ikatan 1,4. Alginat yang biasa digunakan adalah dalam bentuk natrium alginat yang larut dalam air dan jika dilarutkan dalam larutan kalsium klorida segera terbentuk gel kalsium alginat yang tidak larut dalam air. Ikatan antara kalsium dengan alginat adalah ikatan khelat antara kalsium dengan rantai L-guluronat dari alginat (Morris, et al., 1978).

Kitosan merupakan polisakarida polikationik hasil deasetilasi kitin yang diperoleh dari sel famili crustaceae. Seperti alginat, kitosan juga berstruktur linear, tidak bercabang, dan merupakan polimer yang terdiri dari monomer-monomer glukosamin dan N-asetilglukosamin melalui ikatan β(1,4). Perbandingan antara glukosamin dan N-asetilglukosamin bergantung pada derajat deasetilasi. Dalam larutan, kitosan membawa ion positif melalui protonisasi dari gugus amin bebas pada glukosamin (Dornish and Dessen, 2004).

Mikropartikel alginat disalut dengan kitosan melalui interaksi elektrostatik untuk meningkatkan stabilitas dan untuk mengurangi porositas dari alginat (Murata, 1993). Muatan negatif gugus asam karboksilat dari alginat berikatan secara ionik dengan muatan positif gugus amino dari kitosan, membentuk kompleks polielektrolit dari muatan mereka yang berlawanan (Takahashi, 1990).


(25)

Kompleks polielektrolit yang terbentuk diharapkan dapat memberikan aplikasi yang lebih baik karena keunikan struktur dan sifatnya.

Penelitian terdahulu, kitosan telah dimanfaatkan untuk membuat granul dengan bahan aktif indometasin dan dilaporkan bahwa granul kitosan berpotensi sebagai sediaan oral pelepasan terkontrol (Miyazaki, et al., 1995). Silalahi (2006) meneliti bahwa penambahan kitosan pada matriks kalsium alginat dapat mempercepat laju disolusi aspirin dalam medium pH 1,2 dan medium pH 4,5; sedangkan dalam medium pH 6,8; penambahan kitosan memperlambat laju disolusi aspirin. Lucinda et al., (2005) menganalisa pengaruh konsentrasi ion kalsium terhadap ikatan kompleks kalsium alginat dengan titrasi ion kalsium, dimana melalui analisa titrimetrik dari ion kalsium bebas diperoleh bahwa jumlah terbanyak ion kalsium yang berikatan dengan polimer menurun pada konsentrasi melebihi atau kurang dari 1,5%. Honary et al., (2009) meneliti pengaruh berat molekul kitosan terhadap sifat mikropartikel alginat-kitosan yang mengandung prednisolon, dimana sifat fisikokimia mikropartikel alginat-kitosan tergantung pada berat molekul kitosan. Baruch dan Machluf (2006) meneliti kompleks alginat-kitosan dalam enkapsulasi sel, dimana efeknya dalam sifat mekanik sama baiknya dengan dalam perpanjangan tingkat kehidupan sel dan hal ini sangat potensial bagi aplikasi klinis masa depan. Silva et al., (2006) membuat mikroenkapsulasi haemoglobin dalam kitosan yang disalut dengan microsphere alginat secara emulsifikasi/pembentukan gel internal. Rajendran dan Basu (2009) meneliti tentang sistem partikulasi alginat-kitosan untuk sediaan sustain release nimodipin dimana dalam medium pH 1,2 nimodipin tidak dilepaskan dari butir-butir kalsium alginat dan juga dari butir-butir-butir-butir kalsium alginat-kitosan sedangkan


(26)

dalam medium pH 6,8 pelepasan nimodipin dari butir-butir kalsium alginat-kitosan menurun jika dibandingkan dengan pelepasan nimodipin dari butir-butir kalsium alginat.

Untuk penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan alginat kitosan maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh rasio alginat dan kitosan terhadap pengembangan matriks dan pelepasan indometasin, serta mengamati mekanisme kinetika pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 1,2 dan dalam medium pH 6,8.

Indometasin dipilih sebagai model obat karena sifat ketidaklarutannya dalam larutan aqueous, kelarutan Indometasin dalam larutan aqueous bergantung pada pH larutan aqueous. Pada umumnya bahan obat yang sukar larut dalam air, mempunyai laju disolusi yang lambat, laju disolusi merupakan tahap penentu dari jumlah obat yang terabsorbsi. Oleh karena itu, formulasi indometasin perlu dikembangkan, misalnya dalam bentuk sediaan pelepasan terkontrol dimana indometasin memiliki kriteria yang cocok sebagai model obat pelepasan terkontrol. Kriteria model obat yang sesuai untuk sediaan pelepasan terkontrol adalah memiliki waktu paruh lebih dari 1 jam dan kurang dari 12 jam, diabsorpsi efektif di bagian bawah usus halus, dosis tidak lebih dari satu gram, dan tidak mempunyai aksi kumulatif (Lachman, et al., 1994).


(27)

1.2 Perumusan masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Apakah ada pengaruh konsentrasi alginat dan kitosan terhadap pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 1,2, pH 6,8 dan medium pH berganti.

b. Apakah ada pengaruh konsentrasi alginat dan kitosan terhadap pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 1,2, pH 6,8 dan medium pH berganti.

c. Apakah indometasin yang dilepaskan dari matriks kalsium alginat-kitosan mengikuti kinetika pelepasan orde √t.

1.3 Hipotesis

Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:

a. Ada pengaruh konsentrasi alginat dan kitosan terhadap pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan.

b. Ada pengaruh konsentrasi alginat dan kitosan terhadap pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan.

c. Kinetika pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan mengikuti kinetika pelepasan orde √t.

1.4 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh rasio alginat dan kitosan terhadap pengembangan matriks dan pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan dan menentukan kinetika pelepasan obat dari formula yang dibuat dalam medium pH 1,2 dan medium pH 6,8.


(28)

1.5 Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai sumber informasi pengaruh rasio alginat dan kitosan dalam perkembangan penelitian tentang pemanfaatan alginat dan kitosan dalam formulasi sediaan pelepasan terkontrol.

1.6 Kerangka Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan kerangka konsep seperti berikut:

Variable bebas Variabel terikat

- Konsentrasi alginat - Konsentrasi kitosan - Medium pH 1,2 - Medium pH 6,8 - Medium pH berganti

- Pelepasan indometasin dari matriks - Pengembangan matriks


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indometasin

2.1.1. Uraian bahan (DITJEN POM, 1995)

Rumus bangun :

Rumus molekul : C19H16ClNO4

Berat molekul : 357.79

Nama kimia : Asam 1-(p-klorobenzoil)-5-metoksi-2-metilindola- 3-asetat [53-86-1]

Pemerian : serbuk hablur, polimorf kuning pucat hingga kuning kecoklatan; tidak berbau atau hamper tidak

berbau. Peka terhadap cahaya; meleleh pada suhu lebih kurang 162o

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter.

pKa : 4.5

2.1.2. Farmakologi

Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan tubuh disebabkan adanya respon jaringan terhadap pengaruh-pengaruh merusak atau noksi yang bersifat lokal maupun yang masuk ke dalam tubuh. Noksi dapat berupa noksi kimia, fisika, bakteri, parasit dan sebagainya. Gejala-gejala klinis yang dapat diamati dari reaksi inflamasi antara lain peningkatan panas (kalor), warna kemerahan (rubor)


(30)

dan pembengkakan (tumor), selain itu dapat menyebabkan terjadinya kehilangan fungsi jaringan (Mansjoer, 1999).

Prostaglandin merupakan salah satu mediator kimiawi yang dilepaskan selama terjadi inflamasi. Dengan dihambatnya enzim siklooksigenase, maka perubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin terganggu. Senyawa ini dapat dibentuk di seluruh tubuh seperti dinding lambung, pembuluh darah, ginjal dan paru-paru. Efek fisiologisnya terutama pada otot polos. Prostaglandin disintesa bila membran sel mengalami kerusakan atau rangsangan baik kimiawi ataupun fisik (Tjay dan Rahardja, 2002).

2.1.3 Pendarahan gastritis sebagai efek samping Indometasin

Ada dua penyebab utama Pendarahan Akut Gastritis; Pertama diperkirakan karena minum alkohol atau obat lain yang menimbulkan iritasi pada mukosa gastrik secara berlebihan (aspirin atau NSAID lainnya). Meskipun pendarahan mungkin cukup berat, tapi pendarahan pada kebanyakan pasien akan berhenti sendiri secara spontan dan mortalitas cukup rendah. Kedua adalah stres gastritis yang dialami pasien di Rumah Sakit, stres gastritis dialami pasien yang mengalami trauma berat berkepanjangan, sepsis terus menerus atau penyakit berat lainnya (Skach, et al., 1996).

Gastritis akut merupakan suatu peradangan pada permukaan mukosa lambung yang akut dimana kerusakan yang terjadi tidak melewati mukosa muskularis (Hirlan dan Soeharjono, 1990). Sedangkan gastritis kronik adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa yang menahun dan ulkus peptikum (tukak peptik) adalah suatu kerusakan atau hilangnya jaringan mukosa, sub mukosa sampai lapisan muskularis propria (Simadibrata, 1990).


(31)

2.1.4 Mekanisme terjadi pendarahan pada lambung

Obat-obat anti inflamasi non steroid menyebabkan pendarahan karena kristal-kristal obat berkontak langsung dengan mukosa lambung, menyebabkan perubahan kualitatif mukus lambung yang dapat mempermudah degradasi mukus oleh pepsin. Prostaglandin terdapat dalam jumlah yang berlebihan dalam mukus gastrik dan tampaknya memainkan peranan penting dalam pertahanan mukus lambung. Obat-obat golongan ini mengubah permeabilitas sawar epitel, memungkinkan difusi balik asam klorida dengan akibat kerusakan jaringan khususnya pembuluh darah. Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin. mukosa menjadi edema, dan sejumlah protein plasma dapat hilang sehingga mukosa kapiler dapat rusak dan dapat mengakibatkan pendarahan (Price dan Wilson, 1994).

2.2 Alginat

Alginat merupakan karbohidrat, seperti gula dan selulosa dan merupakan polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman (Dornish and Dessen, 2004). Alginat yang biasa digunakan adalah dalam bentuk natrium alginat yang larut dalam air dan jika dilarutkan dalam larutan kalsium klorida segera terbentuk gel kalsium alginat yang tidak larut dalam air. Ikatan antara kalsium dengan alginat adalah ikatan khelat antara kalsium dengan rantai L-guluronat dari alginat (Morris, et al., 1978).

2.3 Proses pertukaran ion dari alginat

Tahap pertama pembuatan alginat adalah mengubah kalsium dan magnesium alginat yang tidak larut menjadi natrium alginat yang larut dalam air dengan pertukaran ion dibawah kondisi alkalin (Zhanjiang, 1990).


(32)

OH-

M(Alg)2 + 2 Na+ 2NaAlg + M2+

M adalah kation polivalen seperti Ca2+, Mg2+, dan lain-lain Alg adalah radikal alginat.

Proses pertukaran ion dari alginat dilakukan dengan mineral asam sebelum diekstraksi dengan alkali.

Ca(Alg)2 + 2 H+ 2HAlg + Ca2+

OH-

HAlg + Na+ NaAlg + H+

Larutan natrium alginat kasar yang diperoleh, difiltrasi dan diendapkan dengan Ca2+ untuk membentuk garam kalsium yang tidak larut. Selanjutnya pemisahan dilakukan dengan proses acidifikasi untuk memisahkan asam alginat dan ion-ion kalsium.

2NaAlg + Ca2+ Ca(Alg)2 + 2 Na+

Ca(Alg)2 + 2 H+ 2HAlg + Ca2+

Kemudian gel asam alginat, setelah didehidrasi dicampur dengan alkali (Na2CO3)

untuk membuat kembali garam natrium yang larut. OH

-HAlg + Na+ NaAlg.

Akhirnya diperoleh pasta natrium alginat lalu dikeringkan dan digiling untuk memperoleh bubuk natrium alginat (Zhanjiang, 1990).

2.2.1. Struktur alginat

Alginat merupakan kopolimer linear yang mengandung lebih dari 700

residu asam uronat yaitu β-D-asam manuronat dan α-L-asam guluronat dengan ikatan 1,4. Rantai alginat yang hanya mengandung residu asam manuronat disebut


(33)

blok M, rantai alginat yang hanya mengandung residu asam guluronat disebut blok G dan rantai alginat yang mengandung residu asam manuronat serta asam guluronat disebut blok G-M (Inukai dan Masakatsu, 1999), seperti gambar dibawah ini:

Gambar 2.2. Struktur Alginat

Asam alginat yang diperoleh dari Rhodophyceae-alga cokelat dalam setiap produksinya menghasilkan jenis-jenis alginat yang berbeda-beda dimana jumlahnya tergantung pada masa panennya dan bagian anatomi dari tumbuhan itu sendiri, dan dapat dilihat dari tabel dibawah ini:

Tabel 1. Perbandingan asam uronat dalam berbagai spesies alga

Nama Spesies Perbandingan asam uronat (%)

Asam Guluronat (G) Asam Mannuronat (M)

Ascophyllum nodosum 35 65

Macrocytis Pyrifera 40 60


(34)

Perbandingan yang bervariasi dari ketiga segmen menyebabkan perbedaan sifat produk yang dihasilkan. Alginat yang mengandung asam guluronat yang tinggi akan cenderung mempunyai struktur yang kaku (rigid) serta mempunyai porositas yang besar, sedangkan yang mengandung asam mannuronat yang tinggi mempunyai struktur yang tidak kaku (Prakash,S.,dkk, 2004).

Gambar 2.1. α-L-Guluronat dan β-D-Mannuronat

2.2.2. Sifat dan kegunaan

Asam alginat tidak dapat larut dalam air dan secara umum pada industri untuk melarutkannya dilakukan dengan penambahan natrium ataupun kalsium. Salah satu sifat dari larutan natrium alginat adalah jika dicampurkan dengan larutan kalsium klorida akan membentuk gel kalsium alginat, yang tidak larut dalam air. Ikatan antara kalsium dengan alginat adalah ikatan khelat yaitu antara kalsium dengan rantai L-Guluronat dari alginat (Morris et al,1978).

Ikatan ionik dapat dibentuk diantara gugus karboksilat dan Ca2+ dengan ikatan hidrogen diantara gugus hidroksi. Ketika blok G tersusun paralel berbentuk pola rantai seperti dengan lubang-lubang yang sangat ideal sebagai tempat


(35)

pengikatan kalsium ini menyerupai telur dalam kotaknya (egg in an egg box) dan dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 4. Kalsium berada pada blok G (egg in an egg box)

Gel terbentuk melalui reaksi kimia dimana kalsium menggantikan natrium dengan alginat mengikat molekul molekul alginat yang panjang sehingga membentuk gel. Tergantung dari jumlah kalsium yang memberikan assosiasi sementara dan meningkatkan viskositas larutan, sementara kandungan kalsium yang tinggi menghasilkan assosiasi permanen yang menyebabkan pengendapan atau gelatin. Gel yang lebih homogen dan stabil dapat diperoleh melalui pendinginan yang lambat larutan alginat dengan adanya ion kalsium. Gel yang dibentuk selama pendinginan secara kimia lebih mudah dikontrol dan tidak mudah meleleh bila dipanaskan walaupun terdegradasi pada pH yang ekstrim (Robinson,1987).

Kegunaan dari alginat didasarkan pada 3 sifat utamanya adalah :

a. Kemampuan untuk larut dalam air serta meningkatkan viskositas larutan. b. Kemampuannya untuk membentuk gel.

c.Kemampuannya untuk membuat film (natrium alginat) dan serat (kalsium alginat).


(36)

2.3. Kitosan 2.3.1. Struktur.

Kitosan adalah suatu rantai linear dari Glukosamin dan N-Asetil D-Glukosamin yang terangkai pada posisi β(1-4).Kitosan dihasilkan dari deasetilasi kitin. Karena dalam bentuk kationik, bentuk kitosan yang tidak larut dalam air akan membentuk polielektronik dengan anion polielektrolit. Kitosan telah digunakan dalam bidang biomedikal dan farmasi karena kitosan bersifat biokompatibel,biodegradasi dan tidak beracun (Adriana et al,2003).

Kitosan juga terdapat secara alami dalam beberapa jamur namun tidak sebanyak kitin. Struktur idealnya dapat dilihat dari gambar 2:

Gambar 2. Struktur Kitosan

Karena adanya gugus amino,kitosan merupakan polielektrolit kationik (pKa ≈ 6,5) hal yang sangat jarang terjadi secara alami. Sifat yang basa ini menjadikan kitosan :

a.. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi seperti butiran, membran, pelapis kapsul, serat dan spons.

b. Membentuk kompleks yang tidak larut dengan air dengan polianion yang dapat juga digunakan untuk pembuatan butiran gel,kapsul dan membran.

c.Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya menyediakan sistem produksi terhadap efek dekstruksi dari ion (Meryati,2005).


(37)

2.3.2 Sifat- Sifat Fisika dan Kimia 2.3.2.1. Sifat Fisika

Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan molekul polimer yang mempunyai berat molekul tinggi. Kitosan dengan berat molekul yang tinggi didapati dengan mempunyai vikositas yang baik dalam suasana asam. Kitosan hasil destilasi kitin, larut dalam asam encer seperti asam asetat, asam formiat, dll. Kitosan dapat membentuk gel dalam n-metilmorpin n-oksida yang dapat digunakan dalam formulasi pelepasan obat terkendali. Kandungan nitrogen dalam kitin berkisar 5-8% tergantung pada tingkat deasetilasi sedangkan nitrogen pada kitosan kebanyakan dalam bentuk gugus amino. Maka kitosan bereaksi melalui gugus amino dalam pembentukan N-asilasi dan reaksi Schiff yang merupakan reaksi yang penting (Kumar, 2000).

2.3.2.2 Sifat Kimia

Adanya gugus amino dan hidroksil dari kitosan juga menyebabkan kitosan mudah dimodifikasi secara kimia antara lain dalam reaksi pembentukan:

a. N-Asil

Metode yang paling sederhana adalah dengan mereaksikan asam karboksilat dengan kitosan. Pemanasan larutan kitosan dalam asam formiat 100% pada suhu 90oC dengan penambahan piridin sedikit demi sedikit untuk menghasilkan N-formilatosan serta N-Asetil dalam asetat 20%. Pereaksi yang paling banyak digunakan untuk N-Asilasi kitosan adalah asil anhidrida,baik dalam kondisi homogen dan heterogen.


(38)

b. O-Asilasi

Gugus Amino kitosan lebih reaktif daripada gugus hidroksilnya. Gugus amino perlu diproteksi selama proses asilasi untuk menghasilkan O-Asil Kitosan. Metode proteksi yang dilakukan antara lain melalui pembuatan basa Schiff disusul O-Asetilasi menggunakan larutan untuk mencegah hidrolisis asam dan basa Schiff.

Pembuatan O-Asetil kitosan dapat juga dilakukan dengan melarutkan kitosan terasetilasi dalam asam formiat 90% yang mengandung asetat anhidrida dengan HClO4 dengan asumsi protonasi akan mencegah terjadinya N-Asetilasi.

N-dan O-Asetilasi kitosan juga dapat diperoleh bersamaan dengan menggunakan asil klorida. Caranya dengan merefluks kitosan dalam dodekanoil klorida berlebih-piridin-kloroform dan ditambah asam klorida sesudah direfluks 5 jam. Produk yang diperoleh sesudah 9 jam larut dalam kloroform, benzene, dietil eter dan piridin.

c. Eter Kitosan

Pembuatan derivate O-alkil kitosan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu O-Alkilasi kitin disusul pengurangan N-Asetilasi dan O-Alkilasi derivat kitosan dimana gugus amino diproteksi selama reaksi selama reaksi alkilasi.

Karboksilmetil kitosan yang diperoleh melalui prosedur pertama menghasilkan garam natrium dengan gugus amin bebas dalam bentuk busa ataupun garam hidroklorida dari asam amino dengan gugus karboksimetil dalam bentuk asam. Sensitifitas terhadap penambahan elektrolit meningkat dengan bertambahnya karboksimetilasi. Perlakuan alkali kitin dengan epiloklorohidrin


(39)

pada 0-15oC disusul deasetilasi menghasilkan O-hidroksialkil kitosan (Kaban, 2007).

Karena kitin dan kitosan merupakan bahan alam maka keduanya lebih bersifat biokompatibel dan biodegradabel dibanding dengan polimer sintetik. Kitin dan kitosan serta senyawa turunannya telah banyak diaplikasikan dalam berbagai industri. Nilai total perdagangan bahan-bahan tersebut pada tahun 2002 mencapai 112 trilyun rupiah (Toharisman, 2007).

2.4. Kalsium Alginat Kitosan

Alginat yang merupakan polianionik dan kitosan polikationik bila dilarutkan pada kondisi yang tepat dapat berinteraksi satu sama lain melalui gugus karboksil dari alginat dan gugus amino dari kitosan (Cruz, M.C.P., dkk., 2004). Kompleks polielektrolit yang terbentuk diharapkan dapat memberikan aplikasi yang lebih baik dikarenakan keunikan struktur dan sifatnya. Sejauh ini kompleks polielektrolit alginate kitosan banyak dimanfaatkan sebagai serat, kapsul, dan butiran (Knill, C.J., 2003).

2.5. Swelling (Pengembangan)

Swelling (pengembangan) adalah peningkatan volume suatu material pada saat kontak dengan cairan, gas, atau uap. Pengujian ini dilakukan antara lain untuk memprediksi zat yang bisa terdifusi melalui material-material tertentu. Ketika suatu biopolymer kontak dengan cairan, misalnya air, terjadinya pengembangan disebabkan adanya termodinamika yang bersesuaian antara rantai polimer dan air serta adanya gaya tarik yang disebabkan efek ikatan silang yang terjadi pada rantai polimer. Kesetimbangan swelling dicapai, ketika kedua kekuatan ini sama besar. Berhubung sifat termodinamika polimer dalam larutan berbeda-beda, maka


(40)

tidak ada teori yang bisa memprediksikan dengan pasti tentang sifat pengembangan. Ketika matriks mengembang, mobilitas rantai polimer bertambah, sehingga memudahkan penetrasi pelarut . selain itu, ion-ion kecil yang terperangkap dalam matriks, berdifusi meninggalkan matriks, sehingga memberikan peluang yang lebih besar bagi pelarut untuk mengisi ruang-ruang kosong yang ditinggalkan. Pegembangan matriks alginat-kitosan, kemungkinan disebabkan masih adanya ion COO- yang bersifat hidrofilik dalam matriks.

2.6. Disolusi

Disolusi adalah suatu proses dimana suatu zat padat menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Dalam sistem biologik disolusi obat dalam media ”aqueous” merupakan suatu bagian penting sebelum kondisi absorbsi sistemik. Laju disolusi obat-obat dengan kelarutan dalam air sangat kecil dari bentuk sediaan padat yang utuh atau terdesintegrasi dalam saluran cerna sering mengendalikan laju absorbsi sistemik obat (Shargel, 1988).

Pada tahun 1897 Noyes dan Whitney mengembangkan suatu persamaan untuk menerangkan hal-hal yang berkaitan dengan disolusi yaitu:

= K (Cs – Ct)

Dimana dc/dt adalah laju disolusi obat, K adalah tetapan disolusi, Cs konsentrasi saturasi (kelarutan maksimum), Ct adalah konsentrasi pada waktu t.

Dalam percobaan mereka, Noyes dan Whitney menjaga luas permukaan konstan. Namun oleh karena kondisi seperti ini tidak selamanya dapat dipraktekkan maka Brunner dan Tollozko memodifikasi persamaan diatas dengan memasukkan luas permukaan S sehingga persamaannya menjadi sebagai berikut:


(41)

Dalam penentuan laju disolusi obat dari sediaan padat maka harus dipertimbangkan beberapa proses fisikokimia. Proses ini termasuk proses pembasahan sediaan padat, penetrasi medium disolusi kedalam sediaan, proses pengembangan, desintegrasi dan deagregasi (Abdou, 1989).

Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dibagi atas 3 kategori, yaitu: 1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat, meliputi:

a. Efek kelarutan obat

Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi yang cepat.

b. Efek ukuran partikel

Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi meningkat.

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat, meliputi:

a. Faktor formulasi: bahan pengisi, penghancur, pengikat dan bahan pelican. b. Faktor pembuatan: metode granulasi, daya kompresi.

3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan laju disolusi, meliputi: a. Tegangan permukaan medium disolusi

Tegangan permukaan mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat. Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak, karena itu menaikka n proses penetrasi matriks oleh medium disolusi.

b. Viskositas medium


(42)

c. pH medium disolusi

Obat-obat asam lemah disolusinya kecil dalam medium asam, karena bersifat nonionic, tetapi disolusinya besar pada medium basa karena terionisasi dan pembentukan garam yang larut (Martin, 1993).

Beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam melakukan uji disolusi yaitu: a. Ukuran dan bentuk wadah. Bentuk dapat berupa alat bulat atau datar. b. Jumlah pengadukan

c. Suhu media disolusi. Variasi suhu harus dihindarkan , sebagian besar uji disolusi dilakukan pada suhu 370C.

d. Sifat media disolusi. Media disolusi tidak boleh jenuh dengan obat. Media yang digunakan cairan HCl 0,1 N; cairan lambung buatan dan cairan usus buatan.

Alat disolusi berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV ada dua jenis yaitu:

a. Metode Keranjang

Alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37º ± 0,5ºC selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap.

b. Metode Dayung

Alat ini menggunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus


(43)

tanpa goyangan yang berarti. Jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan.

2.7. Sistem Penyampaian Obat Pelepasan Terkontrol

Sistem penyampaian obat dengan pelepasan yang dimodifikasi (modified release) dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu:

1. Pelepasan tertunda (delayed release)

2. Pelepasan terus-menerus/berkesinambungan (sustained release) 3. Pelepasan dengan target tempat tertentu (site-spesific targeting) 4. Pelepasan dengan target reseptor (receptor targeting)

Keuntungan potensial dari terapi obat terkontrol, yaitu: 1. Menghindari masalah kepatuhan pasien

2. Menggunakan lebih sedikit obat

a. Mengurangi atau meniadakan efek samping local b. Mengurangi atau meniadakan efek samping sistemik

c. Mendapatkan potensial lebih sedikit atau mengurangi aktivitas obat dengan pemakaian kronis (lama)

d. Mengurangi akumulasi obat dengan pemakaian kronis 3. Peningkatan efisiensi dalam pengobatan:

a. Mengobati atau mengontrol kondisi lebih tepat

b. Meningkatkan kontrol dari kondisi, seperti mengurangi fluktuasi dalam level obat


(44)

c. Meningkatkan bioavailabilitas beberapa obat

d. Membuat pemakaian efek khusus, misalnya aspirin sustained release untuk pengobatan pagi dari encok dengan pemberian sebelum tidur. 4. Penghematan


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN 2.1 Alat dan bahan Penelitian

2.1.1 Alat – alat

Alat disolusi metode dayung Erweka, Spektrofotometer Shimadzu, neraca listrik Mettler Toledo, lumpang kecil berdiameter 7 cm, alu kecil panjang 9 cm, gelas arloji, stopwatch, dan alat-alat laboratorium yang biasa digunakan.

2.1.2 Bahan – bahan

Natrium alginat 300-400 cp dan indometasin adalah produk Wako Pure Chemical industries, Ltd Japan, kitosan diperoleh dari Funakoshi, Ltd Japan, dan bahan-bahan yang berkualitas pro analysis (E Merck): kalsium klorida, asam klorida, natrium klorida, kalium dihidrogen fospat, kalsium klorida, natrium asetat anhidrat, kalium fospat monobase, natrium hidroksida, etanol. Air suling diperoleh dari laboratorium Farmasi Fisik, Fakultas Farmasi, USU.

2.2 Prosedur penelitian

2.2.1 Pembuatan larutan kalsium klorida 0,15 M

Kalsium klorida ditimbang 16,65 gram kemudian dilarutkan dengan air suling secukupnya sampai 1000 ml (Ditjen POM, 1995).

2.2.2 Pembuatan medium lambung buatan (Medium pH 1,2)

Natrium klorida sebanyak 2 g ditambahkan asam klorida pekat sebanyak 7 ml ditambahkan air suling hingga 1000 ml (DitJen POM, 1995).

2.2.3 Pembuatan larutan kalium dihidrogen fospat 0,2 M

Kalium dihidrogen fospat ditimbang 27,22 gram kemudian dilarutkan dengan air suling secukupnya sampai 1000 ml (DitJen POM, 1995).


(46)

2.2.4 Pembuatan larutan natrium hidroksida 0,2 M

Natrium hidroksida ditimbang 8 gram kemudian dilarutkan dengan air

suling secukupnya sampai 1000 ml (DitJen POM, 1995).

2.2.5 Pembuatan medium dapar fospat pH 6,8

Campurkan 50 ml kalium fosfat monobase 0,2 M dengan 22,4 ml natrium hidroksida 0,2 N dan encerkan dengan air hingga 200 ml (DitJen POM, 1995).

2.2.6 Pembuatan kurva serapan dan kurva kalibrasi indometasin 2.2.6.1 Medium lambung buatan (Medium pH 1,2)

2.2.6.1.1 Pembuatan larutan induk baku indometasin dalam medium pH 1,2

Indometasin ditimbang 5 mg kemudian dimasukkan dalam labu tentukur 100 ml, kemudian ditambahkan etanol 20 ml, diaduk sampai larut, kemudian dicukupkan dengan medium lambung buatan (Medium pH 1,2) sampai garis tanda. Konsentrasi indometasin adalah 50 mcg/ml.

2.2.6.1.2 Pembuatan kurva serapan indometasin dalam medium pH 1,2

Dari larutan induk baku indometasin (2.2.6.1.1) dipipet 2,5 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 25 ml, kemudian dicukupkan dengan medium lambung buatan (Medium pH 1,2) sampai garis tanda. Konsentrasi indometasin adalah 5 mcg/ml. serapan diukur pada panjang gelombang 200 – 400 nm.

2.2.6.1.3 Pembuatan kurva kalibrasi indometasin dalam medium pH 1,2

Dari larutan induk baku indometasin (2.2.6.1.1) dibuat larutan indometasin dengan berbagai konsentrasi yaitu 0,4; 0,6; 0,8; 1; 1,8; 2; 3; 4 dan 5 mcg/ml dengan cara memipet larutan induk baku masing-masing 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,9; 1; 1,5; 2 dan 2,5 ml kedalam labu tentukur 25 ml, kemudian ditambahkan dengan


(47)

medium lambung buatan (Medium pH 1,2) sampai garis tanda. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh.

2.2.6.2 Medium dapar fospat pH 6,8

2.2.6.2.1 Pembuatan larutan induk baku indometasin dalam medium dapar fospat pH 6,8

Indometasin ditimbang 25 mg kemudian dimasukkan dalam labu tentukur 1000 ml, kemudian ditambahkan dengan sebagian medium dapar fospat pH 6,8 dikocok selama 30 menit sampai larut, kemudian dicukupkan dengan medium dapar fospat pH 6,8 sampai garis tanda. Konsentrasi indometasin adalah 25 mcg/ml.

2.2.6.2.2 Pembuatan kurva serapan indometasin dalam medium dapar fospat pH 6,8

Dari larutan induk baku indometasin (2.2.6.2.1) dipipet 10 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 25 ml, kemudian dicukupkan dengan medium dapar fospat pH 6,8 sampai garis tanda. Konsentrasi indometasin adalah 10 mcg/ml. serapan diukur pada panjang gelombang 200 – 400 nm.

2.2.6.2.3 Pembuatan kurva kalibrasi indometasin dalam medium dapar fospat pH 6,8

Dari larutan induk baku indometasin (2.2.6.2.1) dibuat larutan indometasin dengan berbagai konsentrasi yaitu 0,002; 0,01; 0,05; 0,1; 0,35; 1,5; 2; 4; 8; 10; 12; 14 dan 16 mcg/ml. Untuk konsentrasi 0,002; 0,01 dan 0,05, larutan induk baku diencerkan sampai konsentrasi 1mcg/ml, dengan cara memipet larutan induk baku sebanyak 40 ml kedalam labu 1000 ml, kemudian dari larutan tersebut dipipet masing-masing 0,2; 1 dan 5 ml kedalam labu 100 ml, kemudian ditambahkan dengan medium dapar fospat pH 6,8 sampai garis tanda. Untuk konsentrasi 0,1; 0,35; 1,5; 2; 4; 8; 10; 12; 14 dan 16 mcg/ml dibuat dengan cara memipet larutan


(48)

induk baku, masing-masing 0,35; 1,5; 2; 4; 8; 10; 12; 14 dan 16 ml kedalam labu tentukur 25 ml, kemudian ditambahkan dengan medium dapar fospat pH 6,8 sampai garis tanda. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh.

2.2.7 Pembuatan matriks kalsium alginat-kitosan

Pembuatan untuk 10 matriks berdasarkan formula sebagai berikut:

Formula 1 (alginat:kitosan=1:1):

indometasin 0,25 g

Natrium alginat 0,30 g

Kitosan 0,30 g

Mucilago amyli 5% (b/v) qs

Formula 2 (alginat:kitosan=3:1):

indometasin 0,25 g

Natrium alginat 0,45 g

Kitosan 0,15 g

Mucilago amyli 5% (b/v) qs

Formula 3 (alginat:kitosan=1:3):

indometasin 0,25 g

Natrium alginat 0,15 g

Kitosan 0,45 g

Mucilago amyli 5% (b/v) qs

Indometasin ditimbang sebanyak 0,25 g, kemudian dimasukkan kedalam lumpang, ditambah natrium alginat dan kitosan, digerus homogen, setelah itu sedikit demi sedikit dimasukkan mucilago amyli 5% (b/v) hingga diperoleh massa


(49)

yang kompak. Untuk membuat bentuk bulat dari butir-butir matriks digunakan gelas arloji. Matriks kalsium alginat-kitosan dibuat dengan cara merendam butir-butir matriks tersebut dalam larutan kalsium klorida 0,15 M selama 35 menit.

2.2.8 Uji pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan

2.2.8.1 Parameter uji pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan

Medium uji pengembangan : 1. Medium lambung buatan (medium pH 1,2) 2. Medium dapar fospat pH 6,8

3. Medium pH berganti

- medium lambung buatan selama 2 jam - medium dapar fosfat selama 6 jam Kecepatan pengadukan : 100 rpm

Volume medium : 900 ml Suhu medium : 37 ± 0,5oC

Metode : Dayung

Sampel : formula 1, formula 2, dan formula 3

2.2.8.2 Prosedur uji pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 1,2, medium pH 6,8, medium pH berganti

Ke dalam wadah disolusi dimasukkan 900 ml medium disolusi dan diatur suhu 37±0,5oC dengan kecepatan pengadukan diatur 100 rpm. Ke dalam wadah tersebut dimasukkan sebutir matriks kalsium alginat-kitosan yang terlebih dahulu telah ditimbang beratnya dengan neraca listrik dan diukur diameternya dengan menggunakan jangka sorong. Pada interval waktu tertentu kapsul tersebut dikeluarkan, ditimbang beratnya dan diukur diameternya. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali untuk masing-masing medium dan formula.


(50)

2.2.9 Uji disolusi indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan

2.2.9.1 Parameter uji disolusi indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan

Medium disolusi : 1. Medium lambung buatan (medium pH 1,2) 2. Medium dapar fospat pH 6,8

3. Medium pH berganti

- medium lambung buatan selama 2 jam - medium dapar fosfat pH 6,8 selama 6 jam Kecepatan pengadukan : 100 rpm

Volume medium : 900 ml Suhu medium : 37 ± 0,5oC

Metode : Dayung

Sampel : formula 1, formula 2, dan formula 3

2.2.9.2 Prosedur uji disolusi dalam medium pH 1,2; medium pH 6,8; dan medium pH berganti

Ke dalam wadah disolusi dimasukkan 900 ml medium disolusi dan diatur suhu 37±0,5 oC dengan kecepatan pengadukan diatur 100 rpm. Ke dalam wadah tersebut dimasukkan matriks kalsium alginat-kitosan yang mengandung indometasin 25 mg. Pada interval waktu tertentu diambil aliquot sebanyak 10 ml. pengambilan dilakukan pada tempat yang sama yaitu pertengahan antara permukaan medium disolusi dan bagian atas dari dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah (Ditjen POM, 1995). Aliquot kemudian diukur pada panjang gelombang yang diperoleh. Penetapan dilakukan sebanyak 3 kali untuk masing-masing formula dalam medium yang berbeda-beda.


(51)

2.2.10 Analisis data

Untuk melihat signifikansi perbedaan formula 1, formula 2 dan formula 3 dilakukan uji statistik pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan dengan menggunakan metode Paired T Test antara formula 1 dengan formula 2, formula 1 dengan formula 3, dan formula 2 dengan formula 3. Pengolahan statistik dengan menggunakan program SPSS 18.0 for windows.


(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pembuatan Matriks Kalsium Alginat-Kitosan Formula 1, Formula 2, dan Formula 3

Matriks alginat-kitosan dibuat dengan menambahkan alginat dan kitosan ke dalam indometasin dengan menggunakan mucilago amyli 5% (b/v) sebagai bahan pengikat. Untuk membuat 10 matriks alginat-kitosan formula 1 dibutuhkan mucilago amyli sebanyak 1,072 g, formula 2 sebanyak 0,726 g, dan formula 3 sebanyak 1,045 g. Untuk membuat bentuk bulat dari matriks digunakan gelas arloji sehingga diperoleh bentuk matriks yang cukup bagus. Butir-butir matriks direndam dalam larutan CaCl2 0,15 M selama 35 menit untuk menghasilkan

matriks kalsium alginat yang telah sempurna bereaksi dengan kalsium klorida. Berat rata-rata matriks formula 1 adalah 94,01 mg dan diameter rata-ratanya 5,05 mm. Formula 2 berat rata-ratanya 93,1 mg dan diameter rata-ratanya 4,91 mm. Formula 3 dengan berat rata-rata 92,1 mg dan dengan diameter 5,05 mm. Bentuk matriks dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 1. Formula 1 (alginat: kitosan=1:1)


(53)

Gambar 3. Formula 3 (alginat:kitosan=1:3)

Kendala yang dihadapi dalam pembuatan adalah matriks yang dihasilkan bisa pecah atau retak. Kekurangan mucilago amyli 5% menyebabkan matriks kurang kompak sehingga matriks yang dihasilkan pecah atau retak ketika proses pengeringan pada suhu kamar dan juga pada saat perendaman matriks dalam larutan CaCl2 0,15 M selama 35 menit.

Uji kekerasan dan uji friabilitas dari masing-masing formula dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Uji friabilitas dan uji kekerasan matriks kalsium alginat-kitosan

Friabilitas (%)

Kekerasan (Kg) Rata-rata kekerasan (Kg)

1 2 3 4 5

Formula 1 0 14,25 15 9,25 7,25 15 12,15 Formula 2 0 8,25 15 15 6,25 14,25 11,75

Formula 3 0 7,50 15 15 15 7,70 12,04

Dari Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa karakteristik ketiga formula dalam hal uji kekerasan dan uji friabilitas tidak menunjukkan adanya perbedaan. Ketiga formula yang dibuat tidak mengalami kehilangan bobot pada uji friabilitas. Hal ini berarti rasio alginat dan kitosan dalam matriks kalsium alginat-kitosan yang dibuat tidak berpengaruh terhadap friabilitas dan kekerasan matriks. Uji kekerasan


(54)

dan uji friabilitas dilakukan sebagai kontrol agar friabilitas dan kekerasan tidak mempengaruhi disolusi obat dari matriks.

Gambar 4 merupakan kemungkinan interaksi-interaksi yang terjadi dalam matriks kalsium alginat-kitosan yang dibuat.

a. Interaksi antara kalsium dan alginat

Alginat yang merupakan polianionik dari residu asam β-D-manuronat dan

α-L-guluronat dapat membentuk gel dengan kehadiran kation divalent seperti kalsium. Kalsium berikatan dengan alginat pada blok asam guluronat dengan formasi ”egg-box” (Gombotz dan wee, 1998). Interaksi kalsium dengan alginat dapat dilihat pada Gambar 4a.

fraksi manuronat (M)

fraksi guluronat (G)

Gambar 4a. Interaksi antara kalsium dengan alginat G

G

alginat M


(55)

b. Interaksi antara alginat dengan kitosan

Alginat yang merupakan polianionik dan kitosan yang merupakan polikationik dapat berinteraksi melalui gugus asam karboksilat dari alginat dan gugus amino dari kitosan membentuk kompleks polielektrolit dari muatan mereka yang berlawanan (Takahashi, 1990).

Gambar 4b1. Kompleks polielektrolit alginat-kitosan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lucinda et al., (2005) penambahan kitosan dalam pembentukan kompleks kalsium alginat kitosan, menurunkan jumlah kalsium yang berikatan dengan alginat, dimana ion kalsium yang berikatan pada blok asam guluronat digantikan kedudukannya oleh kitosan. Hal ini berarti bahwa kompleks polielektrolit yang terjadi antara alginat dan kitosan berada pada blok asam guluronat.

Gambar 4b2. Interaksi antara alginat dengan kitosan alginat

kitosan kitosan

M


(56)

.

3.2 Pengembangan Matriks Kalsium Alginat-Kitosan

Uji pengembangan matriks dilakukan untuk mengetahui sifat fisik matriks dalam saluran pencernaan yang mempengaruhi penetrasi pelarut dan pelepasan obat dari matriks. Uji pengembangan dilakukan dengan melihat pengaruh medium terhadap perubahan berat matriks dan diameter matriks. Perubahan berat matriks dihitung dengan cara membandingkan berat matriks setelah perendaman dengan berat awal matriks. Pengembangan terjadi disebabkan oleh adanya termodinamika yang bersesuaian antara rantai polimer dan air serta adanya gaya tarik yang disebabkan efek ikatan silang yang terjadi pada rantai polimer. Ketika matriks mengembang, mobilitas rantai polimer bertambah, sehingga memudahkan penetrasi pelarut. Selain itu, ion-ion kecil yang terperangkap dalam matriks, berdifusi meninggalkan matriks, sehingga memberikan peluang yang lebih besar bagi pelarut untuk mengisi ruang-ruang kosong yang ditinggalkan.

3.2.1 Pengaruh Rasio Alginat dan Kitosan terhadap Pengembangan Matriks dalam Medium pH 1,2 pada Suhu 37±0,5oC

Perubahan berat dan diameter matriks selama perendaman dalam medium pH 1,2 pada waktu-waktu tertentu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 . Perubahan berat dan diameter selama perendaman matriks dalam

medium pH 1,2 pada suhu 37±0,5oC.

Formula

% berat Ф (mm)

t30 t240 t480 t30 t240 t480

1 69% 275% 337% 6,16 8,34 8,91

2 52% 153% 191% 5,70 6,99 7,34

3 87% 332% 513% 6,15 8,59 9,74

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada t480, matriks formula 1 mengalami


(57)

mengalami pertambahan berat hingga 191% dan diameternya hingga 7,34 mm, formula 3 mengalami pertambahan berat hingga 513% dan diameternya hingga 9,74 mm.

Grafik pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.

Gambar 5. Grafik perubahan berat matriks selama perendaman dalam medium

pH 1,2 pada suhu 37±0,5oC.

Gambar 6. Grafik perubahan diameter matriks selama perendaman dalam

medium pH 1.2 pada suhu 37±0,5oC.

Ikatan silang yang terdapat pada rantai polimer memudahkan mobilitas air masuk kedalam matriks sehingga matriks mengembang. Kitosan yang bersifat


(58)

basa, dalam medium asam akan mengalami protonasi dimana gugus -NH2 berubah

menjadi –NH3+ yang bersifat mengabsorbsi medium pelarut (Vashegani-Farahani,

et al., 1990). Semakin besar konsentrasi kitosan maka semakin banyak air yang berpenetrasi sehingga matriks mengalami pertambahan berat dan pertambahan diameter yang semakin besar pula. Foto perbandingan dari ketiga formula pada medium ini dapat dilihat dari Gambar 7.

Gambar 7. Foto pengembangan matriks pada menit ke-480 dalam medium pH

1,2 pada suhu 37±0,50C.

3.2.2 Pengaruh Rasio Alginat dan Kitosan terhadap Pengembangan Matriks dalam Medium pH 6,8 pada Suhu 37±0,5oC

Perubahan berat dan diameter matriks selama perendaman dalam medium pH 6,8 pada waktu-waktu tertentu dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perubahan berat dan diameter selama perendaman matriks dalam

medium pH 6,8 pada suhu 37±0,5oC.

Formula

% berat Ф (mm)

t30 t240 t480 t30 t240 t480

1 40% 121% 32% 5,45 6,50 3,81

2 74% 210% 196% 5,93 7,18 6,75

3 13% 44% 8% 5,39 5,96 4,78

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada t480, matriks formula 1 mengalami

perubahan berat menjadi 32% dan diameternya menjadi 3,81 mm, formula 2

F2


(59)

mengalami perubahan berat menjadi 196% dan diameternya menjadi 6,75 mm, formula 3 mengalami perubahan berat menjadi 8% dan diameternya menjadi 4,78 mm.

Grafik pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.

Gambar 8. Grafik perubahan berat matriks selama perendaman dalam medium

pH 6,8 pada suhu 37±0,5oC.

Gambar 9. Grafik perubahan diameter matriks selama perendaman dalam


(60)

Dari Gambar tampak bahwa pada awalnya terjadi peningkatan % berat dan diameter matriks, hal ini terjadi karena adanya substitusi dari ion Ca2+ dengan ion Na+ membentuk Na-alginat yang bersifat hidrofilik dan juga adanya ikatan silang pada rantai polimer yang memudahkan pelarut berpenetrasi kedalam matriks. Semakin besar konsentrasi alginat maka % berat dan diameter matriks akan meningkat. Penurunan % berat dan diameter matriks pada menit-menit berikutnya terjadi karena erosi kitosan sebagai akibat dari melemahnya interaksi alginat dengan kitosan (Heller, 1980). Semakin besar konsentrasi kitosan maka semakin banyak zat yang tererosi keluar dari matriks sehinga % berat dan diameter matriks akan semakin menurun. Foto perbandingan dari ketiga formula pada medium ini dapat dilihat dari Gambar 10.

Gambar 10. Foto pengembangan matriks pada menit ke-480 dalam medium pH

6,8 pada suhu 37±0,50C.

3.2.3 Pengaruh Rasio Alginat dan Kitosan terhadap Pengembangan Matriks dalam Medium pH Berganti pada Suhu 37±0,5oC

Perubahan berat dan diameter matriks selama perendaman dalam medium pH berganti pada waktu-waktu tertentu dapat dilihat pada Tabel 4.

F1 F2


(61)

Tabel 4. Perubahan berat dan diameter selama perendaman matriks dalam

medium pH berganti pada suhu 37±0,5oC.

Formula

% berat Ф (mm)

t30 t240 t480 t30 t240 t480

1 77% 245% 290% 6,07 7,91 7,97

2 50% 298% 578% 5,64 8,08 9,69

3 80% 194% 195% 6,15 7,32 7,17

Tabel 4 menunjukkan bahwa pada t480, matriks formula 1 mengalami

pertambahan berat hingga 290% dan diameternya hingga 7,97 mm, formula 2 mengalami pertambahan berat hingga 578% dan diameternya hingga 9,69 mm, formula 3 mengalami pertambahan berat hingga 195% dan diameternya menjadi 7,17 mm.

Grafik pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12.

Gambar 11. Grafik perubahan berat matriks selama perendaman dalam medium

pH berganti pada suhu 37±0,5oC

pH 6,8 pH 1,2


(62)

Gambar 12. Grafik perubahan diameter matriks selama perendaman dalam

medium pH berganti pada suhu 37±0,5oC

Pengembangan matriks pada pH berganti diawali dengan pengembangan pada medium pH 1,2 dimana terjadi peningkatan % berat dan diameter yang disebabkan oleh adanya ikatan silang yang terdapat pada rantai polimer sehingga medium pelarut dapat berpenetrasi kedalam matriks dan berinteraksi dengan kitosan, dimana terjadi perubahan gugus –NH2 dari kitosanmenjadi gugus -NH3+

yang bersifat mengasorbsi air. Sehingga semakin besar konsentrasi kitosan maka pengembangan semakin besar. Perubahan gugus –NH2 dari kitosanmenjadi gugus

-NH3+ dan pembentukan gel H-alginat dalam medium pH 1,2 sangat berperan

pada pengembangan matriks selanjutnya dalam medium pH 6,8. Pengembangan matriks dalam medium pH 6,8 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi alginat maka pengembangan semakin besar, hal ini disebabkan oleh pertukaran ion yang terjadi antara H+ dari alginat dengan ion Na+ dari medium membentuk Na-alginat yang bersifat hidrofilik menyebabkan semakin banyak air yang berpenetrasi kedalam matriks. Erosi kitosan dalam medium pH 6,8 tidak terjadi,

pH 6,8 pH 1,2


(63)

hal ini disebabkan perubahan gugus –NH2 dari kitosan menjadi gugus NH3+ dalam

medium pH 1,2 yang bersifat mengabsorbsi air meningkatkan daya kohesi dari partikel-partikel kitosan. Foto perbandingan dari ketiga formula pada medium ini dapat dilihat dari Gambar 13.

Gambar 13. Foto pengembangan matriks pada menit ke-480 dalam medium pH

berganti pada suhu 37±0,5oC.

3.3 Disolusi Indometasin dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan

Mekanisme pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan dikontrol oleh mekanisme difusi dan erosi.

Mekanisme difusi terjadi pada pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 1,2 dan medium pH berganti. Disolusi diawali dengan penetrasi medium kedalam matriks sehingga matriks mengembang. Medium yang berpenetrasi melarutkan indometasin, kemudian indometasin akan berdifusi keluar dari matriks.

Mekanisme pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 6,8 dikontrol oleh kedua mekanisme difusi dan erosi.

3.3.1 Pengaruh Rasio Alginat dan Kitosan terhadap Pelepasan Indometasin dari Matriks dalam Medium pH 1,2 pada Suhu 37±0,5oC

Pelepasan indometasin dari matriks kalsium alginat-kitosan pada waktu-waktu tertentu dapat dilihat pada Tabel 5.

F3 F2


(1)

= -12,52

Lampiran 27a. Data uji statistik pelepasan indometasin dalam medium pH 1,2

dengan metode Paired T-Test menggunakan program computer

SPSS 18.0 for windows

a.

F1 dibandingkan dengan F2

b.

F1 dibandingkan dengan F3

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 F1 .8445 20 .33860 .07571

F2 .3195 20 .18475 .04131

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 F1 & F2 20 .807 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 F1 - F2 .52500 .21869 .04890 .42265 .62735 10.736 19 .000

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 F1 .8445 20 .33860 .07571


(2)

c.

F2 dibandingkan dengan F3

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 F2 & F3 20 .805 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig.

(2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 F2 - F3 -1.57350 .58944 .13180 -1.84937 -1.29763 -11.938 19 .000

Lampiran 27b. Data uji statistik pelepasan indometasin dalam medium pH 6,8

dengan metode Paired T-Test menggunakan program computer

SPSS 18.0 for windows

a.

F1 dibandingkan dengan F2

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 F1 37.4110 20 18.27237 4.08583

F2 48.0390 20 21.66118 4.84359

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 F1 & F3 20 .792 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig.

(2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 F1 - F3 -1.04850 .50406 .11271 -1.28441 -.81259 -9.303 19 .000

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 F2 .3195 20 .18475 .04131


(3)

N Correlation Sig.

Pair 1 F1 & F2 20 .996 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 F1 - F2 -10.62800 3.79749 .84914 -12.40528 -8.85072 -12.516 19 .000

b.

F1 dibandingkan dengan F3

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 F1 37.4110 20 18.27237 4.08583

F3 23.4555 20 12.64534 2.82758

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 F1 & F3 20 .991 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 F1 - F3 13.95550 5.98793 1.33894 11.15306 16.75794 10.423 19 .000

c.

F2 dibandingkan denga F3

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 F2 48.0390 20 21.66118 4.84359

F3 23.4555 20 12.64534 2.82758

Paired Samples Correlations


(4)

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 F2 & F3 20 .980 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig.

(2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper


(5)

computer SPSS 18.0 for windows

a.

F1 dibandingkan dengan F2

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 F1 7.3845 20 5.60272 1.25281

F2 11.4980 20 10.88241 2.43338

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 F1 & F2 20 .993 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 F1 - F2 -4.11350 5.35929 1.19837 -6.62173 -1.60527 -3.433 19 .003

b.

F1 dibandingkan dengan F3

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 F1 7.3845 20 5.60272 1.25281

F3 6.3705 20 4.75760 1.06383

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 F1 & F3 20 .997 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper


(6)

c.

F2 dibandingkan dengan F3

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 F2 11.4980 20 10.88241 2.43338

F3 6.3705 20 4.75760 1.06383

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 F2 & F3 20 .990 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper