Uji Pengembangan Dan Efek Iritasi Secara Histologi Dari Matriks Kalsium Alginat Kitosan Yang Mengandung Aspirin

(1)

UJI PENGEMBANGAN DAN EFEK IRITASI SECARA HISTOLOGI DARI MATRIKS KALSIUM ALGINAT KITOSAN YANG

MENGANDUNG ASPIRIN

SKRIPSI

OLEH:

YULI DWI PAYANTI NIM 071524086

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UJI PENGEMBANGAN DAN EFEK IRITASI SECARA HISTOLOGI DARI MATRIKS KALSIUM ALGINAT KITOSAN YANG

MENGANDUNG ASPIRIN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

YULI DWI PAYANTI NIM 071524086

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI PENGEMBANGAN DAN EFEK IRITASI SECARA HISTOLOGI DARI MATRIKS KALSIUM ALGINAT KITOSAN YANG

MENGANDUNG ASPIRIN OLEH:

YULI DWI PAYANTI NIM 071524004

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal : Juli 2011

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195306251986012001 NIP 195409091982011001

Pembimbing II, Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt.

NIP 195306251986012001

dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes NIP 197610042001122002

Dr. Edy Suwarso, SU., Apt.

NIP 130935857

Drs. David Sinurat, M.Si., Apt. NIP 194912281978031002

Medan, Juli 2011 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

Uji Pengembangan, Uji Disolusi, Dan Efek Iritasi Secara Histologi Dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan Yang Mengandung Aspirin

Abstrak

Larutan natrium alginat bila dicampurkan dengan larutan kalsium klorida akan membentuk gel kalsium alginat. Kalsium alginat sebelumnya telah

digunakan dalam sistem pelepasan obat terkontrol. Kalsium alginat. dapat direaksikan dengan kitosan membentuk kompleks polielektrolit yang dapat digunakan untuk pembuatan matriks dari obat yang bersifat mengembang dan bertahan dalam lambung. Aspirin digunakan sebagai obat analgetik, antipiretik, dan anti inflamasi, namun demikian aspirin dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengembangan, laju pelepasan obat, serta mengetahui efek iritasi dari matriks kalsium alginat-kitosan yang mengandung aspirin.

Matriks dibuat dengan mencampurkan 80 mg aspirin dengan campuran dari perbandingan yang sama antara alginat dengan kitosan, lalu ditambahkan mucilago amili 5 % (b/v) sampai terbentuk masa yang kompak, masa ini lalu dibulatkan menjadi butir-butir matriks dan di rendam dalam larutan CaCl2 0,15 M selama 35 menit, lalu dikeringkan selama 3 hari pada suhu kamar. Pengujian pengembangan dilakukan dengan melihat perubahan berat dan diameter dalam medium pH 1,2, pH 6,8, dan pH berganti dari masing-masing formula yakni Formula I aspirin dengan alginat : kitosan (10mg : 10mg), Formula II aspirin dengan alginat : kitosan (30mg : 30mg), Formula III aspirin dengan alginat : kitosan (60mg : 60mg). Uji efek iritasi terhadap saluran cerna dilakukan terhadap 17 ekor kelinci, yang dibagi menjadi 5 kelompok, kelompok I tanpa pemberian obat (kontrol) sebanyak 1 ekor, kelompok II pemberian aspirin dalam kapsul gelatin sebanyak 1 ekor, kelompok III Formula I sebanyak 5 ekor, kelompok IV Formula II sebanyak 5 ekor , kelompok V Formula III sebanyak 5 ekor.

Hasil yang diperoleh pada uji pengembangan menunjukkan bahwa matriks formula III lebih cepat mengembang dari pada formula I dan II.. Semua kelinci yang diberi ketiga formula menunjukkan iritasi pada lambung secara histologi, sedangkan 10 kelinci yang di berikan formula I dan II menunjukkan iritasi secara makroskopik, namun formula III tidak menunjukkan iritasi.


(5)

Swelling, Dissolution Testing, Stock And Irritation In Histology Of Calcium Alginate-Chitosan Matrix Containing Aspirin

Absrtract

Sodium alginate solution when mixed with a solution of calcium chloride to form calcium alginate gel. Calcium alginate has been previously used in controlled drug release system. Calcium alginate. can be reacted with chitosan to form complex polyelectrolytes which can be used for the manufacture of the drug matrix that is expanded and survive in the stomach. Aspirin is used as analgesics, antipyretics, anti-inflammatory, however, aspirin can cause irritation of the digestive tract . The purpose of this study is to see swelling as well as the rate of drug release and also know the effect iritasi from chitosan matrix of calcium alginate containing aspirin.

The matrix is made by mixing 80 mg of aspirin with a mixture of the same comparison between the alginate with chitosan, and then added mucilago amili 5% (w / v) to form the compact, this period then rounded to the matrix grains and soak in a solution of CaCl2 0,15 M for 35 minutes, then dried for 3 days at room temperature. Swelling is done by seeing changes in weight and diameter in the medium pH 1.2, pH 6.8, and pH change of each of the Formula I of aspirin with alginate: chitosan (10mg:10mg), Formula II aspirin with alginate: chitosan (30mg:30mg), Formula III aspirin with alginate : chitosan (60mg:60mg). The dissolution test was performed at medium pH 1.2. Test the effects of irritation to the gastrointestinal tract performed on 17 rabbits, divided into 5 groups, group I without medication (control) of a tail, the second group of aspirin in gelatin capsule as much as 1 rabbits, group III Formula I by a 5 rabbits, the group IV Formula II as much as 5 rabbits, Formula III V group of 5 rabbits.

The results obtained in the swelling shows that the matrix formula III expands faster than the formula I and II. The dissolution test showed that the formula I is more rapid release of the formula II and III. All rabbits received three formulas showed irritation on stomach from histology test, while ten rabbits that received formula I,and II showed irritation from macroscopic test, but all rabbits that received formula III did not showed irritation.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Kerangka Konsep Penelitian...6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...7

2.1 Uraian Umum ... 7

2.2 Dosis Aspirin ... 7

2.3 Efek samping Aspirin ... 7

2.4 Farmakokinetika Aspirin ... 8

2.5 Alginat ... 7

2.6 Kitosan ... 7


(7)

2.8 Saluran Pencernaan... 8

2.9 Mekanisme terjadi perdarahan pada lambung... 8

2.10 Preparasi jaringan ... 7

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 7

3.1 Alat - Alat ... 7

3.2 Bahan - Bahan ... 7

3.3 Hewan percobaan ... 7

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 8

3.5 Pembuatan kurva serapan dan kurva kalibrasi asam salisilat .... 9

3.5.1 Pembuatan larutan induk baku medium pH 1,2 ... 9

3.5.2 Pembuatan kurva serapan asam salisilat medium pH 1,2 ... 10

3.6 Uji Pengembangan matriks ... 11

2.7.1 Parameter uji pengembangan matriks ... 11

2.7.2 Prosedur uji pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan ... 12

3.7 Pembuatan matriks kalsium alginat-kitosan ... 12

3.8 Pengujian efek iritasi terhadap saluran cerna kelinci dari matriks kalsium alginat-kitosan yang mengandung aspirin...13

3.9 Pengamatan makroskopik ... 14

3.10 Pengamatan mikroskopik ... 14

3.11 Pembuatan preparat jaringan organ lambung ... 15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 17

4.1 Pembuatan matriks kalsium alginat-kitosan yang mengandung aspirin ... 17


(8)

4.2.1 Pengaruh konsentrasi alginat dan kitosan terhadap Disolusi matriks dalam medium pH 1,2 pada

suhu 37±0.5oC ... 18

4.3 Uji pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan secara

In Vitro ... 20

4.3.1 Uji pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan pada medium pH1,2 ... 20

4.3.2 Uji pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan pada medium pH 6,8. ... 23

4.3.3 Uji pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan pada medium pH berganti ... 26 4.4 Pengamatan efek iritasi pada saluran cerna kelinci ... 30

4.4.1 Pengamatan efek iritasi pada saluran cerna kelinci tanpa pemberian obat... 30

3.4.1.1 Pengamatan makroskopik saluran cerna kelinci tanpa pemberian obat ... 30

3.4.1.2 Pengamatan mikroskopik lambung kelinci

tanpa pemberian obat ... 31

4.4.2 Pengamatan efek iritasi pada saluran cerna kelinci yang diberi aspirin dalam kapsul gelatin ... 33

3.4.2.1 Pengamatan makroskopik saluran cerna kelinci yang diberi aspirin dalam kapsul gelatin ... 33

3.4.2.2 Pengamatan mikroskopik saluran cerna kelinci yang diberi aspirin dalam kapsul gelatin ... 34

4.4.3 Pengamatan efek iritasi pada saluran cerna kelinci yang diberi aspirin dalam matriksk alginat-kitosan

(10 mg : 10 mg) ... 35

3.4.3.1 Pengamatan makroskopik saluran cerna kelinci yangdiberi Aspirin dalam matriks kalsium

alginat-kitosan (10 mg : 10 mg)... 35

3.4.3.1 Pengamatan mikroskopik saluran cerna kelinci yangdiberi Aspirin dalam matriks kalsium


(9)

alginat-kitosan (10 mg : 10 mg)... 38

4.4.4 Pengamatan efek iritasi pada saluran cerna kelinci yang diberi aspirin dalam matriksk alginat-kitosan (30 mg : 30 mg) ... 40

4.4.4.1 Pengamatan makroskopik saluran cerna kelinci yangdiberi Aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan (30 mg : 30 mg)... 40

4.4.4.2 Pengamatan mikroskopik saluran cerna kelinci yangdiberi Aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan (30 mg : 30 mg)... 43

4.4.5 Pengamatan efek iritasi pada saluran cerna kelinci yang diberi aspirin dalam matriksk alginat-kitosan (60 mg : 60 mg) ... 44

4.4.5.1 Pengamatan makroskopik saluran cerna kelinci yangdiberi Aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan (60 mg : 60 mg)... 44

4.4.4.2 Pengamatan mikroskopik saluran cerna kelinci yangdiberi Aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan (60 mg : 60 mg)... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1 Kesimpulan ... 51

5.2 Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kelompok pengujian efek Iritasi terhadap saluran cerna kelinci dari matriks kalsium alginat-kitosan yang

mengandung aspirin ... 14

Tabel 2. Pelepasan aspirin dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam

medium pH 1,2 pada suhu 37±0.5oC ... 18

Tabel 3. Perubahan berat dan diameter pada perendaman matriks dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0.5oC ... 20

Tabel 4. Perubahan berat dan diameter pada perendaman matriks dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0.5oC ... 23

Tabel 5. Perubahan berat dan diameter pada perendaman matriks dalam medium pH berganti pada suhu 37±0.5oC ... 26


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Formula I (alginat : kitosan 10mg : 10 mg) ... 17

Gambar 2. Formula II (alginat : kitosan 30 mg: 30 mg) ... 17

Gambar 3. Formula III (alginat : kitosan 60 mg: 60 mg) ... 18

Gambar 4. Grafik pelepasan aspirin dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 1,2 pada suhu 37oC±0,5oC ... 19

Gambar 5. Grafik pertambahan berat matriks selama perendaman dalam medium pH 1.2 pada suhu 37±0.5oC ... 21

Gambar 6. Grafik perubahan diameter matriks selama perendaman dalam medium pH 1.2 pada suhu 37±0.5oC ... 21

Gambar 7. Foto pengembangan matriks pada menit ke-240 menit dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,50C ... 22

Gambar 8. Foto pengembangan matriks pada menit ke-480 menit dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,50C ... 23

Gambar 9. Grafik pertambahan berat matriks selama perendaman dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0.5oC ... 24

Gambar 10. Grafik perubahan diameter matriks selama perendaman

dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0.5oC ... 24

Gambar 11. Foto pengembangan matriks pada menit ke-240 menit dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0,50C ... 25

Gambar 12. Foto pengembangan matriks pada menit ke-480 menit dalam medium pH 6,8 pada suhu 37±0,50C ... 26

Gambar 13. Grafik perubahan berat matriks selama perendaman dalam medium pH berganti pada suhu 37±0.5oC ... 27


(12)

Gambar 14. Grafik perubahan diameter matriks selama perendaman dalam medium pH berganti pada suhu 37±0.5oC ... 27

Gambar 15. Foto pengembangan matriks pada menit ke-240 menit dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,50C ... 28

Gambar 16. Foto pengembangan matriks pada menit ke-480 menit dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,50C ... 29

Gambar 17. Foto makroskopik lambung kelinci tanpa pemberian obat

(pemberian akuades) ... 30

Gambar 18. Foto makroskopik usus halus kelinci tanpa pemberian obat (pemberian akuades) ... 31

Gambar 19. Foto makroskopik kolon kelinci tanpa pemberian obat

(pemberian akuades) ... 31

Gambar 20. Foto mikroskopik jaringan lambung kelinci tanpa

pemberian obat (pemberian akuades) dengan pewarnaan

Hematoxylin Eosin ... 31

Gambar 21. Foto makroskopik lambung, usus halus, dan kolon kelompok kelinci yang diberi aspirin dalam kapsul

gelatin... 33

Gambar 22. Foto mikroskopik lambung, duodenum, dan ileum kelinci yang diberi aspirin dalam kapsul gelatin dengan

pewarnaan Hematoxylin Eosin ... 35

Gambar 23. Foto makroskopik lambung kelompok kelinci yang diberi aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan

(10 mg: 10 mg) ... 36

Gambar 24. Foto makroskopik usus halus kelompok kelinci yang diberi aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan


(13)

Gambar 25. Foto makroskopik kolon kelompok kelinci yang diberi aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan

(10 mg : 10 mg) ... 38

Gambar 26. Foto mikroskopik lambung kelinci yang diberi aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan (10 mg : 10 mg)

dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin ... 39

Gambar 27. Foto makroskopik lambung kelompok kelinci yang diberi aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan

(30 mg: 30 mg) ... 40

Gambar 28. Foto makroskopik usus halus kelompok kelinci yang diberi aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan

(30 mg : 30 mg) ... 41

Gambar 29. Foto makroskopik kolon kelompok kelinci yang diberi aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan

(30 mg : 30 mg) ... 42

Gambar 30. Foto mikroskopik lambung kelinci yang diberi aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan (30 mg : 30 mg)

dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin ... 44

Gambar 31. Foto makroskopik lambung kelompok kelinci yang diberi aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan

(60 mg: 60 mg) ... 46

Gambar 32. Foto makroskopik usus halus kelompok kelinci yang diberi aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan

(60 mg: 60 mg) ... 47

Gambar 33. Foto makroskopik kolon kelompok kelinci yang diberi aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan


(14)

dalam matriks kalsium alginat-kitosan (60 mg : 60 mg)


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Bagan alur pembuatan matriks kalsium alginat-kitosan ... 53

Lampiran 2. Bagan alur uji pengembangan ... 54

Lampiran 3. Bagan alur pemeriksaan makroskopik saluran cerna ... 56

Lampiran 4. Bagan alur pemeriksaan mikroskopik saluran cerna... 57

Lampiran 5. Data uji pengembangan matriks formula I alginat:kitosan (10 mg : 10 mg) dalam medium pH 1,2; 6,8 dan pH berganti ... 58

Lampiran 6. Data uji pengembangan matriks formula II alginat:kitosan (30 mg : 30 mg) dalam medium pH 1,2; 6,8 dan pH berganti ... 59

Lampiran 7. Data uji pengembangan matriks formula III alginat:kitosan (60 mg : 60 mg) dalam medium pH 1,2; 6,8 dan pH berganti ... 60

Lampiran 98 Data rat-rata uji pengembangan matriks formula I,II,dan III . dalam medium pH 1,2; 6,8 dan pH berganti ... 61

Lampiran 9. Data rat-rata pertambahan berat (%) matriks formula I,II, dan III dalam medium pH 1,2; 6,8 dan pH berganti ... 63

Lampiran 10. Foto alat mikrotom ... 83

Lampiran 111. Foto alat oven ... 84


(16)

Lampiran 213 Foto blok parafin ... 86

Lampiran 14. Foto perendaman dalam alkohol pada proses


(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhana wata’ala yang telah memberi rahmat

dan karuniya-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

skripsi ini untuk memenuhi syarat dalam mencapai gelar sarjana farmasi di

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Terima kasih dan rasa hormat yang

besar kepada Ayahanda H.Supian dan Ibunda Hj.Anizar yang tercinta, serta

kepada abang dan adik ku yang selalu mendukung, memberi semangat dan do’a

kepada penulis selama masa perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini banyak mendapatkan

bimbingan, bantuan, dan fasilitas yang sangat berharga dari berbagai pihak. Pada

kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis juga ingin mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dra. Anayanti Arianto M.Si., Apt dan dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes

sebagai pembimbing I dan pembimbing II yang telah membimbing penulis

dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab selama penelitian hingga

selesainya penulisan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt sebagai Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan.

3. Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt, Dr. Edy Suwarso, SU., Apt, Drs. David

Sinurat, M.Si, Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan

dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara


(18)

5. Bapak kepala Laboratorium Farmasi Fisik beserta staf yang telah banyak

memberikan fasilitas dan bantuan selama penelitian.

6. Sahabat-sahabat ku dan teman-teman mahasiswa/i Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara khususnya ekstensi 2007 yang telah

memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis selama perkuliahan

hingga selesainya pendidikan.

Semoga Allah subhana wata’ala melindungi dan melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya kepada kita semua. Penulis berharap semoga skripsi ini menjadi

sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang Farmasi.

Medan, Juli 2011 Penulis


(19)

Uji Pengembangan, Uji Disolusi, Dan Efek Iritasi Secara Histologi Dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan Yang Mengandung Aspirin

Abstrak

Larutan natrium alginat bila dicampurkan dengan larutan kalsium klorida akan membentuk gel kalsium alginat. Kalsium alginat sebelumnya telah

digunakan dalam sistem pelepasan obat terkontrol. Kalsium alginat. dapat direaksikan dengan kitosan membentuk kompleks polielektrolit yang dapat digunakan untuk pembuatan matriks dari obat yang bersifat mengembang dan bertahan dalam lambung. Aspirin digunakan sebagai obat analgetik, antipiretik, dan anti inflamasi, namun demikian aspirin dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengembangan, laju pelepasan obat, serta mengetahui efek iritasi dari matriks kalsium alginat-kitosan yang mengandung aspirin.

Matriks dibuat dengan mencampurkan 80 mg aspirin dengan campuran dari perbandingan yang sama antara alginat dengan kitosan, lalu ditambahkan mucilago amili 5 % (b/v) sampai terbentuk masa yang kompak, masa ini lalu dibulatkan menjadi butir-butir matriks dan di rendam dalam larutan CaCl2 0,15 M selama 35 menit, lalu dikeringkan selama 3 hari pada suhu kamar. Pengujian pengembangan dilakukan dengan melihat perubahan berat dan diameter dalam medium pH 1,2, pH 6,8, dan pH berganti dari masing-masing formula yakni Formula I aspirin dengan alginat : kitosan (10mg : 10mg), Formula II aspirin dengan alginat : kitosan (30mg : 30mg), Formula III aspirin dengan alginat : kitosan (60mg : 60mg). Uji efek iritasi terhadap saluran cerna dilakukan terhadap 17 ekor kelinci, yang dibagi menjadi 5 kelompok, kelompok I tanpa pemberian obat (kontrol) sebanyak 1 ekor, kelompok II pemberian aspirin dalam kapsul gelatin sebanyak 1 ekor, kelompok III Formula I sebanyak 5 ekor, kelompok IV Formula II sebanyak 5 ekor , kelompok V Formula III sebanyak 5 ekor.

Hasil yang diperoleh pada uji pengembangan menunjukkan bahwa matriks formula III lebih cepat mengembang dari pada formula I dan II.. Semua kelinci yang diberi ketiga formula menunjukkan iritasi pada lambung secara histologi, sedangkan 10 kelinci yang di berikan formula I dan II menunjukkan iritasi secara makroskopik, namun formula III tidak menunjukkan iritasi.


(20)

Swelling, Dissolution Testing, Stock And Irritation In Histology Of Calcium Alginate-Chitosan Matrix Containing Aspirin

Absrtract

Sodium alginate solution when mixed with a solution of calcium chloride to form calcium alginate gel. Calcium alginate has been previously used in controlled drug release system. Calcium alginate. can be reacted with chitosan to form complex polyelectrolytes which can be used for the manufacture of the drug matrix that is expanded and survive in the stomach. Aspirin is used as analgesics, antipyretics, anti-inflammatory, however, aspirin can cause irritation of the digestive tract . The purpose of this study is to see swelling as well as the rate of drug release and also know the effect iritasi from chitosan matrix of calcium alginate containing aspirin.

The matrix is made by mixing 80 mg of aspirin with a mixture of the same comparison between the alginate with chitosan, and then added mucilago amili 5% (w / v) to form the compact, this period then rounded to the matrix grains and soak in a solution of CaCl2 0,15 M for 35 minutes, then dried for 3 days at room temperature. Swelling is done by seeing changes in weight and diameter in the medium pH 1.2, pH 6.8, and pH change of each of the Formula I of aspirin with alginate: chitosan (10mg:10mg), Formula II aspirin with alginate: chitosan (30mg:30mg), Formula III aspirin with alginate : chitosan (60mg:60mg). The dissolution test was performed at medium pH 1.2. Test the effects of irritation to the gastrointestinal tract performed on 17 rabbits, divided into 5 groups, group I without medication (control) of a tail, the second group of aspirin in gelatin capsule as much as 1 rabbits, group III Formula I by a 5 rabbits, the group IV Formula II as much as 5 rabbits, Formula III V group of 5 rabbits.

The results obtained in the swelling shows that the matrix formula III expands faster than the formula I and II. The dissolution test showed that the formula I is more rapid release of the formula II and III. All rabbits received three formulas showed irritation on stomach from histology test, while ten rabbits that received formula I,and II showed irritation from macroscopic test, but all rabbits that received formula III did not showed irritation.


(21)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Alginat merupakan suatu polisakarida anionik yang diperoleh dari alga

coklat yang merupakan suatu polimer yang terdiri dari β-D asam manuronat (M) dan α (1,4)-L asam guluronat (G). Polimer ini tidak bersifat toksik, tidak memberikan reaksi alergi dan dapat teruai dalam tubuh (Mambo,2010). Natrium

alginat merupakan salah satu bentuk garam dari alginat. Salah satu sifat natrium

alginat adalah kemampuannya membentuk gel dengan penambahan larutan

garam-garam kalsium seperti kalsium klorida. Natrium alginat banyak digunakan

dalam bidang industri diantaranya: makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik,

detergen, cat, textile, dan lain-lain. Dalam industri natrium alginat tersebut

digunakan sebagai pembentuk gel, pengemulsi dan penstabil, dan lain-lain

(Morris,et all, 1980).

Kitosan merupakan polisakarida kationik yang diperoleh melalui deasetilasi

kitin yang secara khusus ditemukan pada kulit binatang air berkulit keras seperti

kepiting dan udang. Kitosan telah dikenal dapat menjadi bahan yang baik sekali

untuk sediaan obat Karena polimer alami ini mempunyai keunggulan yang utama

seperti tidak toksik, biokompatibel, biodegradasi, mukoadesif, serta mampu

membentuk gel dan mengembang dalam suasana asam. Banyak kegunaan kitosan

didasarkan pada sifat kationik yang membuatnya dapat berinteraksi dengan

biomolekul bermuatan negatif seperti protein, polisakarida anionik dan asam


(22)

membentuk kompleks polielektrolit yang dapat digunakan untuk pembuatan

matriks dari obat yang dapat mengembang dan mempunyai sifat bertahan dalam

lambung sehingga dapat digunakan untuk pembuatan pelepasan obat terkontrol

(Mambo,2010).

Aspirin adalah obat anti nyeri yang tertua (1899) yang paling banyak

digunakan di seluruh dunia. Aspirin menimbulkan efek-efek spesifik seperti reaksi

alergi kulit dan telinga berdengung. Efek samping yang paling sering terjadi

berupa iritasi mukosa lambung dengan resiko tukak lambung dan perdarahan

samar. Penyebabnya adalah sifat asam dari aspirin, yang dapat dikurangi melalui

kombinasi dengan suatu antasid (MgO,aluminiumhidroksida,CaCO3)

(Tjay,2003).

Aspirin bersifat asam pada pH lambung, aspirin tidak dibebaskan, akibatnya

mudah menembus sel mukosa dan aspirin mengalami ionisasi dan terperangkap,

jadi berpotensi menyebabkan kerusakan sel secara langsung (Mycek,et al.,1995).

Suatu pengembangan obat AINS telah mengembangkan efikasi terapeutik

dan mengurangi efek samping pada saluran cerna bagian atas melalui pelepasan

yang dimodifikasi seperti sediaan salut enterik. Namun hal ini memungkinkan

terjadinya kenaikan pemaparan obat pada bagian duodenum dan oleh karena itu

meningkatkan toksisitas pada bagian duodenum. Obat AINS dalam bentuk salut

enterik telah diasosiasikan dengan terjadinya perdarahan pada usus halus dan

usus besar, berupa ulkus dan perforasi. Suatu studi membandingkan perdarahan

yang diakibatkan aspirin biasa dengan aspirin dalam bentuk salut enterik

menunjukkan terjadinya peningkatan perdarahan pada saluran cerna oleh aspirin


(23)

tetap menunjukkan terjadinya peningkatan perdarahan dibandingkan kontrol.

Studi tersebut menyimpulkan bahwa dapat terjadi kegagalan mengabsorbsi

aspirin dalam bentuk salut enterik pada pasien, terutama pasien dewasa, yang

menyebabkan tingginya konsentrasi obat yang tinggi pada ileum dan kolon dan

menyebabkan kerusakan pada saluran cerna (Davies, 2006).

Penelitian tentang alginat-kitosan sebagai bahan pembawa obat controlled

release semakin meningkat, salah satu peneliti yaitu Gaserod, dkk. (1999)

meneliti tentang pengaruh jumlah berat molekul kitosan dengan ikatan antara

alginat-kitosan. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa ikatan antara

alginat dan kitosan akan semakin meningkat seiring dengan menurunnya jumlah

molekul kitosan. Penelitian selanjutnya juga telah menguji efek iritasi kronik

lambung dengan pemberian kapsul alginat dan kapsul gelatin yang mengandung

aspirin. Hasil yang diperoleh aspirin dalam kapsul natrium alginat aman untuk

diberikan, sementara aspirin dalam kapsul gelatin menimbulkan iritasi pada

lambung (Susanti, 2006). Uji iritasi kronik aspirin juga telah di lakukan

sebelumnya dan memberikan hasil bahwa 2 dari 6 ekor kelici dengan pemberian

tablet salut enterik aspirin (Ascardia) secara kronik menimbulkan iritasi pada

bagian duodenum sedangkan pemberian kapsul alginat aspirin tidak menimbulkan

iritasi (Tandean,2009).

Uji perbandingan disolusi antara aspirin dalam matriks kalsium

alginat-kitosan dan aspirin dalam matriks kalsium alginat menunjukkan bahwa

penambahan kitosan pada matriks kalsium alginat dapat mempengaruhi laju


(24)

pH 6,8 sedangkan dalam medium pH berganti tidak menunjukkan pengaruh yang

signifikan ( Erani, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti

ingin meneliti perbedaan pengaruh formulasi alginat kitosan terhadap efek iritasi

pada saluran pencernaan kelinci secara akut. Obat yang digunakan dalam

penelitian ini adalah aspirin. Aspirin merupakan obat yang paling sering

digunakan dan cukup efektif sebagai analgetik, antipiretik, antiinflamsi, dan

antiplatelet, namun mempunyai efek samping yang lebih sering dan lebih

berbahaya jka diberikan dalam dosis yang berlebihan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitian adalah :

a. Pada formula matriks kalsium alginat-kitosan manakah lebih cepat

mengembang.

b. Pada formula matriks kalsium alginat-kitosan manakah yang dapat

mencegah efek iritasi.

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dibuat hipotesis sebagai berikut:

a. Formula III matriks kalsium alginat-kitosan (60mg:60mg) yang

mengandung aspirin lebih cepat mengembang.

c. Formula III matriks kalsium alginat-kitosan (60mg:60mg) yang

mengandung aspirin dapat mencegah efek iritasi.

1.4 Tujuan


(25)

a. Untuk mengetahui sifat mengembang matriks kalsium alginat-kitosan

yang mengandung aspirin dari formula dengan jumlah alginat-kitosan

yang berbeda (Formula I, II, dan III).

b. Untuk mengetahui efek iritasi matriks kalsium alginat-kitosan yang

mengandung aspirin dari formula dengan jumlah alginat-kitosan yang

berbeda (Formula I, II, dan III).

1.5 Manfaat Penelitian

Sebagai bahan informasi mengenai aspirin dalam matriks alginat kitosan

dalam pengembangan sediaan untuk mengurangi efek iritasi saluran cerna

akibat dari pemberian obat aspirin.

1.6 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Formula I

Aspirin 80 mg alginat : kitosan

(10mg:10mg) Efek Iritasi Pada lambung kelinci Uji pengembangan pH 1,2, pH 6,8 pH berganti

Formula II

Aspirin 80 mg alginat : kitosan (30mg:30mg)

Formula III

Aspirin 80 mg alginat : kitosan

(60mg:60mg) Pertambahan berat Perubahan diameter Kemerahan , penipisan dan luka lambung


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Umum

C O

OH

O C CH3

O

Gambar 1. Rumus bangun aspirin

Rumus Molekul : C9H8O4

Berat molekul : 180,16

Nama kimia : Asam asetil salisilat

Pemerian : Hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan

tersusun, atau serbuk hablur putih, tidak barbau atau

barbau lemah. Stabil diudara kering, didalam udara

lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam

salisilat dan asam asetat.

Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut

dalam kloroform, dan dalam eter,agak sukar larut


(27)

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin

merupakan salah satu senyawa yang secara luas digunakan, aspirin digunakan

sebagai obat analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan.

(Wilmana,1995).

2.2 Dosis Aspirin

Dosis aspirin secara oral untuk mendapatkan efek analgetik dan

antipiretik adalah 300-900 mg, diberikan setiap 4-6 jam dengan dosis maksimum

4 g sehari dan konsentrasi dalam plasma 150-300 mcg/ml. Untuk mendapatkan

efek antiinflamasi, doss yang digunakan adalah 4-6 g secara oral per hari. Untuk

mendapatkan efek antiagregasi platelet, dosis yang digunakan adalah 60-80 mg

secara oral per hari (Katzung, et al.,2004)

Dosis aspirin 80 mg per hari (dosis tunggal dan rendah) dapat

menghasilkan efek antiplatelet (penghambat agregasi trombosit). Secara normal,

trombosit tersebar dalam darah dalam bentuk tidak aktif, tetapi menjadi aktif

karena berbagai rangsangan. Membran luar trombosit mengandung berbagai

reseptor yang berfungsi sebagai sensor peka atas sinyal-sinyal fisiologik yang ada

dalam plasma. Efek antiplatelet aspirin adalah dengan menghambat sintesiss

tromboksan A2 (TXA2) dari asam arakidonat dalam trombosit oleh adana proses

asetilasi irreversibel dan inhibisi siklooksigenase, suatu enzim penting dalam

sintesis prostaglandin dan tromboksan A2 ( Mycek,et al.,1995).

2.3 Efek Samping Aspirin

Pada dosis biasa, efek samping utama aspirin adalah gangguan pada


(28)

lambung tidak terlarut sempurna dan partikel aspirin dapat berkontak langsung

dengan mukosa lambung. Akibatnya mudah merusak sel mukosa lambung

bahkan sampai timbul perdarahan pada lambung. Gejala yang timbul akibat

perusakan sel mukosa lambung oleh pemberian aspirin adalah nyeri epigastrum,

indigest rasa seperti terbakar, mual dan muntah. Oleh karena itu sangat

dianjurkan aspirin diberi bersama makanan dan cairan volume besar untuk

mengurangi gangguan saluran cerna (Katzung,et al.,2004).

2.4 Farmakokinetika Aspirin

Aspirin diabsorpsi dengan cepat dan praktis lengkap terutama di bagian

pertama duodenum. Namun, karena bersifat asam sebagian zat diserap pula di

lambung. Aspirin diserap dalam bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam salisilat

terutama dalam hati (Tjay, 2003).

2.5 Alginat

Alginat merupakan suatu polisakarida anionik yang diperoleh dari alga

coklat yang merupakan suatu polimer yang terdiri dari β-D asam manuronat (M) dan α (1,4)-L asam guluronat (G). Polimer ini tidak bersifat toksik, tidak memberikan reaksi alergi dan dapat teruai dalam tubuh (Mambo,2010). Natrium

alginat merupakan salah satu bentuk garam dari alginat. Salah satu sifat natrium

alginat adalah kemampuannya membentuk gel dengan penambahan larutan

garam-garam kalsium seperti kalsium klorida. Natrium alginat banyak digunakan

dalam bidang industri diantaranya: makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik,


(29)

digunakan sebagai pembentuk gel, pengemulsi dan penstabil, dan lain-lain

(Morris,et all, 1980).

2.6 Kitosan

Kitosan merupakan polisakarida kationik yang diperoleh melalui deasetilasi

kitin yang secara khusus ditemukan pada kulit binatang air berkulit keras seperti

kepiting dan udang. Kitosan telah dikenal dapat menjadi bahan yang baik sekali

untuk sediaan obat Karena polimer alami ini mempunyai keunggulan yang utama

seperti tidak toksik, biokompatibel, biodegradasi, mukoadesif, serta mampu

membentuk gel dan mengembang dalam suasana asam. Kitosan mempunyai

aktivitas sebagai antasida yang mencegah atau mengurangi iritasi obat pada

lambung. Formula matriks kitosan muncul mengapung dan perlahan-lahan

mengembang dalam medium asam. Banyak kegunaan kitosan didasarkan pada

sifat kationik yang membuatnya dapat berinteraksi dengan biomolekul bermuatan

negatif seperti protein, polisakarida anionik dan asam nukleat. Maka alginat dan

kitosan yang berbeda muatan dapat berinteraksi membentuk kompleks

polielektrolit yang dapat digunakan untuk pembuatan matriks dari obat yang dapat

mengembang dan mempunyai sifat bertahan dalam lambung sehingga dapat

digunakan untuk pembuatan pelepasan obat terkontrol (Mambo,2010).

2.7 Matriks

Suatu matriks dapat digambarkan sebagai pembawa padat inert yang

didalamnya obat tercampur secara merata. Suatu matriks dapat dibentuk secara


(30)

bersama-sama. Sebagian besar bahan matriks tidak larut dalam air meskipun ada

beberapa bahan yang dapat mengembang secara lambat dalam air. Jenis matriks

dari pelepasan obat dapat dibentuk menjadi suatu bentuk atau butir-butir kecil

(Shargel dan Yu, 2005). Matriks dapat digolongkan menjadi 3 karakter yaitu :

a. Matriks tidak larut, inert

Polimer inert yang tidak larut seperti polietilen, polivinil klorida,

kopolimer akrilat-metakrilat dan etilselulosa telah digunakan sebagai

dasar untuk banyak formulasi di pasaran. Tablet yang dibuat dari

bahan-bahan ini di desain untuk dimakan dan tidak pecah dalam saluran cerna.

b. Matriks tidak larut, terkikis

Matriks jenis ini mengontrol pelepasan obat melalui difusi pori dan erosi.

Bahan-bahan yang termasuk dalam golongan ini adalah asam asetat,

stearil alkohol, malam carnauba, polietilen glikol monostearat dan

trigliserida.

c. Matriks hidrofilik

Sistem ini mampu mengembang dan diikuti oleh erosi dari bentuk gel

sehingga obat dapat terdisolusi dalam media air. Media hidrofilik

diantaranya adalah metil selulosa, hidroksietil selulosa, hidroksipropil

metilselulosa, natrium karboksimetilselulosa dan natrium alginat. Bila

bahan-bahan tersebut berkontak dengan air, maka akan terbentuk lapisan

matriks terhidrasi. Lapisan ini bagian luarnya akan mengalami erosi


(31)

2.8 Saluran Pencernaan 2.8.1 Lambung

Lambung adalah organ berbentuk huruf J terletak pada bagian kiri atas

rongga perut di bawah diafragma. Lambung terdiri dari epitel selapis toraks

dengan lekukan-lekukan, sehingga terbentuk lubang-lubang pada permukaaan

lambung. Lubang-lubang ini merupakan muara dari kelenjar-kelenjar lambung.

Lambung dapat diregangkan sehingga mampu menampung sejumlah besar

makanan. Lambung terdiri dari kardia, fundus, korpus dan antrum. Lekukan

sebelah medal disebut kurvatur minor sedangkan sebelah lateral disebut kuvatur

mayor. Di sebelah atas di antara kardia dan esofagus terdapat penempitan yang

disebut sfinkter esofagus. Di sebelah bawah di antara pilorus dengan duodenum

terdapat penyempitan lain yang disebut sfinkter pilorus. Kedua sfinkter ini harus

membuka sewaktu makanan melaluinya (Leeson,1985).

Lambung terdiri dari empat lapisan umum yaitu : mukosa, submukosa,

muskularis, dan serosa. Epitel pelapis permukaan dan sumur lambung adalah

epitel selapis silindris, dan menghasilkan mucus. Sel – sel epitel itu sekitar 20-40

mikrometer, intinya bulat dan mengandung banyak granul mukosa (Junquiera,

2005).

2.8.2 Usus Halus

Usus halus panjang dan bergelung (berbelit-belit) dalam rongga abdomen,

panjang usus halus adalah sekitar 10-14 kaki. Usus halus terdiri atas 3 bagian :

duodenum, jejunum, dan ileum. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari

pirolus sampai jejenum. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh


(32)

perlima bagian terminalnya adalah ileum. Pada usus halus terdapat vilus yang

merupakan tonjolan kecil mirip jari atau daun pada membran mukosa. Vili

duodenum merupakan bangunan lebar mirip spatula, tetapi di ileum bentuknya

mirip jari. Untuk memperluas permukaan, sel silindris absorptif yang meliputi

vili terdiri atas banyak mikrovilus. Masing –masing mikrovilus diliputi oleh

membran plasma yang lapisan luarnya dilengkapi dengan jala filamen halus

(Leeson,1985).

2.8.3 Usus Besar

Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar

5 kaki(sekitar 1,5 m). Diameter usus besar lebih besar dari usus halus. Diameter

rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 m), tetapi semakin mendekati anus

diameternya semakin kecil. Usus besar mempunyai bernagai fungsi yang

semuanya berkaitan dengan proses akhir di usus. Fungsi usus besar yang paling

penting adalah absorpsi air dan elektrolit (Price dan Wilson, 1994).

2.9 Mekanisme Terjadi Perdarahan Pada Lambung

Obat-obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) termasuk aspirin dapat

menyebabkan terjadinta perdarahan karena kristal-kristal obat berkontak

langsung dengan mukosa lambung. Aspirin merusak mukosa lambung sehingga

mengubah permeabilitas sawar epitel, memungkinkan difusi balik asam klorida

dengan akibat kerusakan jaringan khususnya pembuluh darah. Histamin

dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin, sejumlah protein plasma dapat

hilang sehingga mukosa kapiler dapat rusak dan dapat mengakibatkan perdarahan


(33)

2.10 Preparasi Jaringan 2.10.1 Fiksasi

Fiksasi adalah suatu usaha manusia untuk mempertahankan

elemen-elemen sel atau jaringan agar tetap pada tempatnya dan tidak mengalami

perubahan bentuk maupun ukuran. Untuk mencapai tujuan tersebut maka para ahli

sitologi berusaha mencari suatu media yang terdiri dari unsure-unsur kimia, yang

kemudian dibuat suatu larutan. Media ini kemudian disebut fiksatif. Dalam hal

ini digunakan formaldehid sebagai fiksatif. Formaldehid diketahui dapat

mengeraskan jaringan bahkan dapat mengendapkan protein jaringan, terutama bila

yang digunakan formaldehid 40%. Oleh karena itu konsentrasi yang biasa

digunakan untuk fiksasi adalah 4%-10% (Jones,1985).

2.10.2 Pencucian dan Dehidrasi

Setelah proses fiksasi maka dilakukan pencucian. Hal ini dimaksudkan

untuk menghilangkan larutan fiksatif dari jaringan. Setelah proses pencucian

selesai maka dilakukan dehidrasi. Istilah dehidrasi disini berarti penarikan

molekul air dari dalam jaringan. Proses ini dimaksudkan untuk menarik air yang

terdapat dalam jaringan agar nantinya seluruh ruangan antar sel dalam jaringan

dapat diisi oleh molekul-molekul parafin (Jones,1985).

Dalam proses ini, dehidran yang digunakan adalah alkohol.. Proses ini

biasanya dimulai dari alkohol persentase rendah kemudian setingkat demi

setingkat menuju ke alkohol persentase tinggi(alkohol absolute). Proses ini

dimaksudkan untuk menjaga agar tidak terjadi perubahan yang tiba-tiba terhadap

sel jaringan, sehingga perubahan struktur sel yang terjadi sekecil mungkin


(34)

2.10.3 Penjernihan (clearing) dan infiltrasi Parafin

Pada proses penjernihan digunakan xilol atau xylene. Proses ini

dimaksudkan untuk menarik alkohol atau dehidran yang lain dalam jaringan, agar

nantinya dapat digantikan oleh molekul parafin (Jones,1985).

Setelah proses penjernihan , selanjutnya dimulai proses infiltrasi parafin.

Parafin yang digunakan adalah yang titik cairnya berkisar 50-56 ºC. Proses ini

seluruhnya dikerjakan di dalam oven. Waktu yang diperlukan oleh suatu jaringan

di dalam campuran zat parafin murni tidak terlalu lama cukup berkisar antara 60

menit. Jaringan dipindahkan mulai dari parafin I, parafin II, parafin III, hal ini

dimaksudkan agar jaringan mendapatkan suatu lingkungan parafin yang

betul-betul murni. Selain itu tingkatan parafin ini dimaksudkan untuk mencegah

tertahannya sejumlah besar zat penjernih di dalam jaringan, karena akan

melunakkan jaringan dan membuat jaringan sukar diiris. Setelah proses ini maka

dibuatlah suatu blok jaringan sehingga diperoleh massa yang keras dan padat

sehingga dapat di potong menjadi jaringan yang tipis (Jones,1985).

2.10.4 Deparafinasi dan Pewarnaan

Deparafinasi adalah suatu proses menghilangkan parafin yang terdapat di dalam

jaringan. Proses ini dimaksudkan untuk mempermudah proses masuknya zat

warna ke dalam jaringan. Caranya adalah dengan merendam irisan jaringan ke

dalam xylene sekurang-kurangnya 15 menit. (Jones,1985).

Setelah proses deparafinasi dilakukan proses pewarnaan. Kebanyakan

jaringan tidak berwarna sehingga sulit memeriksa jaringan yang tidak di warnai di


(35)

histologik bersifat seperti senyawa asam atau basa dan mempunyai

kecenderungan membentuk ikatan garam dengan gugus-gugus jaringan yang

dapat berionisasi. Zat warna yang paling sering digunakan adalah hematoksilin

eosin (Junqueira dan Carneiro, 2005).

Jaringan tersebut tidak langsung dimasukkan ke dalam zat warna

hematoksilin tetapi direndam dahulu dengan larutan alcohol bertingkat dari

konsentrasi tinggi sampai ke konsentrasi rendah kemudian baru dicelupkan ke

dalam larutan hematoksilin. Hal ini dilakukan karena pewarna hematoksilin

adalah zat warna yang larut dalam air sehingga jaringan dari media xylene harus

dibawa ke media aquosa. Kemudian jaringan akan diwarnai dengan eosin 0,5%

(dalam alkohol 70%) yamg sebelumnya jaringan harus dimasukkan sebentar,

berturut-turut dari alkohol 30%, kemudian 50%, dan 70% (Jones,1985).

Eosin banyak digunakan sebagai background stain atau disebut juga

counterstain, yaitu zat warna yang berfungsi untuk memberikan warna yang

kontras dengan zat warna yang diberikan oleh zat warna yang terdahulu (jones,


(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat – Alat

Neraca listrik (Mettler Toledo), alat disolusi metode dayumg(veego), pH

meter (Hanna), Stop Watch, kandang kelinci, kamera digital (Canon), jangka

sorong, timbangan kelinci (Warce-Liege), peralatan bedah, mikroskop cahaya dan

alat – alat laboratorium yang biasa digunakan.

3.2. Bahan – Bahan

Natrium alginat 300-400 cp adalah produk Wako Pure Chemical

industries, Ltd Japan, Kitosan diperoleh dari Funakoshi, Ltd Japan, kalsium

klorida, asam klorida, formalin, kloroform, etanol,natrium klorida produk Merck

KgA 6404, kalium dihidrogen fospat, natrium hidroksida produk Merck KgA

6404, kapsul gelatin diperoleh dari Brataco Chemica Medan .

3.3. Hewan percobaan yang digunakan pada uji iritasi

Kelinci sebanyak 17 ekor dengan perincian sebagai berikut :

Kelompok I : tanpa pemberian obat (kontrol) : 1 ekor

Kelompok II : pemberian aspirin dalam kapsul gelatin : 1 ekor

Kelompok III : Formula I pemberian aspirin dengan alginat : kitosan

(10mg : 10mg) : 5 ekor

Kelompok IV : Formula II pemberian aspirin dengan alginat : kitosan

(30mg : 30mg) : 5 ekor

Kelompok V : Formula III pemberian aspirin dengan alginat : kitosan


(37)

3.4. Pembuatan pereaksi

3.4.1. Pembuatan larutan Kalsium Klorida 0,15 M

Kalsium Klorida sebanyak 16,65 gram dilarutkan dalam akuades

secukupnya sampai 1000 ml (DitJen POM, 1995).

3.4.2 Pembuatan larutan fisiologis 0,9%

Natrium klorida sebanyak 0,9 gram dilarutkan dalam akuades secukupnya

sampai 100 ml (DitJen POM, 1995).

3.4.3 Pembuatan larutan formalin 10 %

Formalin pekat (40%) sebanyak 25 ml diencerkan dengan akuades

secukupnya sampai 100 ml (Jones,1950)..

3.4.4 Pembuatan larutan Bouin

Asam pikrat 5 % b/v sebanyak 75 ml dicampurkan dengan 25 ml formalin

dan 5 ml asam asetat glasial (Jones,1950)..

3.4.5 Pembuatan Albumin Meyer

Natrium salisilat sebanyak 1 gram dicampur dengan putih telur dan gliserin

masing - masing sebanyak 50 ml (Jones,1950)..

3.4.6 Pembuatan alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, dan 96%

Alkohol absolut sebanyak masing – masing 70 ml; 80 ml; 90 ml; 95 ml; 96

ml masing – masing diencerkan dengan akuades sampai 100 ml

(Jones,1950).

3.4.7 Pembuatan larutan Hematoxylin Erlich

Hematoxylin sebanyak 0,67 gram dilarutkan dalam alkohol absolut

sebanyak 33 ml kemudian ditambahkan gliserol sebanyak 33 ml, asam asetat


(38)

3.4.8 Pembuatan Larutan Eosin 0,5%

Eosin sebanyak 0,5 gram dilarutkan dalam 100 ml alkohol 95% dan

dicampurkan dengan asam asetat glasial sebanyak 0,5 ml (Jones,1950).

3.4.9 Pembuatan Medium pH 1,2

Natrium klorida sebanyak 2 gram ditambahkan dengan asam klorida pekat

sebanyak 7 ml, lalu tambahkan akuades hingga 1000 ml (DitJen POM,

1995).

3.4.10 Pembuatan Medium pH 4,5

Natrium asetat trihidrat 2,99 gram ditambahkan dengan 1,66 ml asam

asetat glasial lalu di larutkan dengan akuades hingga 1000 ml (DitJen

POM, 1995).

3.4.11 Pembuatan Medium pH 6,8

Kalium dihidrogen fosfat sebanyak 6,8 gram di larutkan dalam 250 ml

akuades, lalu ditambahkan dengan natrium hidroksida 0,2 N sebanyak 112

ml, lalu ditambahkan akuades hingga 1000 ml (DitJen POM, 1995).

3.4.12 Pembuatan larutan natrium hidroksida 0,2 N

Natrium hiroksida sebanyak 8 gram dilarutkan dalam akuades secukupnya

sampai 1000 ml (DitJen POM, 1995).

3.5 Uji Pengembangan matriks

3.5.1 Parameter uji pengembangan matriks

Medium disolusi : a. Medium pH 1,2

b. Medium pH 6,8

c. Medium pH Berganti, yaitu :


(39)

- medium pH 4,5 selama 30 menit

- medium pH 6,8 selama 5,5 jam

Kecepatan pengadukan : 100 rpm

Volume medium : 900 ml

Suhu medium : 37 ± 0,5 ºC

Metode : Dayung

Sampel : Formula I, alginat : kitosan (10mg : 10mg)

Formula II, alginat : kitosan (30mg : 30mg)

Formula III, alginat : kitosan (60mg : 60mg)

3.5.2 Prosedur uji pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan Medium pH 1,2; medium pH 6,8

Kedalam wadah disolusi dimasukkan 900 ml medium disolusi dan diatur

suhu 37± 0,5ºC dengan kecepatan pengadukan alat disolusinya 100 rpm.

Kedalam wadah tersebut dimasukkan sebutir matriks kalsium alginat

kitosan yang terlebih dahulu telah di foto, ditimbang berat dan diukur

diameternya. Pada interval waktu tertentu matriks tersebut dikeluarkan

dan kemudian ditimbang berat dan diukur diameternya.Hal ini dilakukan

sebanyak 3 kali untuk masing-masing medium yang digunakan.

Medium pH Berganti

Pada 2 jam pertama yang digunakan adalah medium pH 1,2. Setelah itu

medium diganti dengan medium pH 4,5 selama 30 menit, selanjutnya

medium diganti dengan medium pH 6,8 dan di lanjutkan sampai 5 jam

30 menit.Pada interval waktu tertentu matriks tersebut dikeluarkan dan


(40)

3.6 Pembuatan matriks kalsium alginat - kitosan

Pembuatan untuk 10 matriks kalsium alginat- kitosan yang mengandung

aspirin dilakukan berdasarkan formula berikut:

Formula I alginat : kitosan (10 mg : 10mg) :

Aspirin 0,80 g

Natrium alginat 0,10 g

Kitosan 0,10 g

Mucilago amyli 5% secukupnya

Formula II alginat : kitosan (30mg : 30mg) :

Aspirin 0,80 g

Natrium alginat 0,30 g

Kitosan 0,30 g

Mucilago amyli 5% secukupnya

Formula III alginat : kitosan (60 mg : 60mg) :

Aspirin 0,80 g

Natrium alginat 0,60 g

Kitosan 0,60 g

Mucilago amyli 5% secukupnya

Aspirin dimasukkan kedalam lumpang lalu digerus, ditambah natrium

alginat, digerus homogen kemudian ditambahkan kitosan dalam jumlah yang

sama banyak dengan natrium alginat, sedikit demi sedikit ditambahkan mucilago

amyli secukupnya hingga diperoleh massa yang kompak. Untuk membulatkan

matriks digunakan lumpang berukuran kecil. Butir – butir matriks tersebut


(41)

menghasilkan matriks alginat kitosan yang telah sempurna bereaksi dengan

kalsium klorida, kemudian matriks dikeringkan dalam suhu kamar selama 3 hari.

3.7 Pengujian efek iritasi terhadap saluran cerna kelinci dari matriks kalsium alginat-kitosan yang mengandung aspirin.

Kelinci di beli di Brayan, lalu diadaptasi terhadap lingkungan, makanan,

dan minuman selama 1 minggu. Setelah diadaptasikan, kelinci tersebut telah dapat

digunakan sebagai hewan percobaan. Untuk pengujian efek iritasi lambung kelinci

ini, kelinci si bagi atas lima kelompok yaitu :

Tabel 1. Kelompok pengujian efek iritasi terhadap saluran cerna kelinci dari matriks kalsium alginat-kitosan yang mengandung aspirin.

Kelompok Nomor

Kelinci

Sediaan

I 1 Kontrol (akuades)

II 2 Aspirin 80 mg dalam kapsul

gelatin

III 3-7 Aspirin 80 mg dalam

alginat : kitosan (10 mg : 10mg)

IV 8-12 Aspirin 80 mg dalam

alginat : kitosan (30mg : 30mg)

V 13-17 Aspirin 80 mg dalam

alginat : kitosan (60mg : 60mg)

Hewan percobaan dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam, kemudian

hewan percobaan di berikan obat sesuai kelompoknya masing – masing selama 24

jam.

Pengujian efek iritasi terhadap saluran cerna kelinci dilakukan dengan


(42)

3.8 Pengamatan makroskopik

Semua kelompok kelinci di bunuh dengan menggunakan kloroform secara

inhalasi dan dilakukan pembedahan untuk mengambil saluran cernanya.

Kemudian saluran cernanya di buka dan di cuci dengan larutan fisiologis, lalu

difoto dengan kamera digital untuk melihat apakah ada luka pada saluran

cernanya. Kemudian organ tersebut direndam dalam larutan formalin 10%.

3.9 Pengamatan mikroskopik

Lambung kelinci yang telah diamati secara makroskopik, kemudian diamati secara mikroskopik secara histologi.

3.10 Pembuatan Preparat Jaringan Organ Lambung

Organ lambung difiksasi dalam larutan formalin 10% selama 2 hari. Lalu

didehidrasi dalam alkohol bertingkat dimulai dengan merendam di dalam alkohol

70% v/v selama 30 menit, selanjutnya dalam alkohol 80% v/v, 90% v/v, 96% v/v,

dan alkohol absolut masing-masing selama 24 jam. Kemudian organ lambung

dijernihkan dalam xylol murni lebih kurang 2 x 30 menit. Lalu organ lambung

tersebut dimasukkan ke dalam larutan toluol parafin yang telah mencair di dalam

oven dengan volume 1:1 selama 60 menit. Selanjutnya berturut-turut organ

lambung tersebut dimasukkan dalam parafin murni I, II, III masing-masing 60

menit. Setelah organ lambung dimasukkan ke dalam cetakan yang berisi parafin

cair dan dibiarkan mengeras. Blok parafin cair yang berisi organ lambung tersebut

diiris setebal 6 µ m dengan menggunakan mikrotom kemudian irisan tersebut

diletakkan pada kaca objek yang telah diolesi dengan albumin meyer dan ditetesi


(43)

kaca objek. Lalu jaringan dimasukkan ke dalam larutan xylol selama 15 menit.

Setelah itu jaringan dicelupkan berturut-turut ke dalam alkohol absolut, 96% v/v ,

90% v/v, 80% v/v, 70% v/v, dan akuades. Kemudian dilakukan pewarnaan

terhadap jaringan dengan memasukkannya ke dalam larutan erlich hematosiklin

selama 3-7 detik dan selanjutnya dicuci dengan air mengalir lebih kurang 10

menit. Setelah itu dilakukan lagi pewarnaan dengan memasukkannya ke dalam

larutan eosin 0,5% selama 3 menit dan dilanjutkan dengan pencelupan dalam

alkohol 70% v/v, 80% v/v, 90% v/v, 96% v/v dan alkohol absolut, kemudian

dikeringkan dengan kertas penghisap, selanjutnya jaringan tersebut ditetesi

dengan kanada balsem dan ditutup dengan gelas penutup. Jaringan diamati


(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Matriks Kalsium Alginat-Kitosan Yang Mengandung Aspirin

Matriks kalsium alginat-kitosan yang mengandung aspirin dibuat dengan

cara mencampurkan aspirin dengan natrium alginat dan kitosan dengan jumlah

yang sama banyak (perbandingan 1:1). Lalu ditambahkan mucilago amili sedikit

demi sedikit. Penambahan mucilago amili 5% (b/v) berfungsi sebagai bahan

pengikat untuk memperoleh massa yang kompak dan dapat dibentuk. Dari hasil

percobaan diketahui bahwa untuk membuat 10 matriks formula I diperlukan

mucilago amili sebanyak 1,90 g, formula II sebanyak 2,.348 g, formula III

sebanyak 2,657 g. Massa yang telah dibulatkan menjadi butir- butir matriks

kemudian direndam dalam larutan kalsium klorida 0,15 M selama 35 menit.

Perendaman selama 35 menit bertujuan agar ion Ca2+ dari larutan CaCl2 dapat

bereaksi sempurna dengan natrium alginat-kitosan membentuk gel kalsium

alginat-kitosan dengan bentuk yang bulat, kuat dan keras. Setelah itu matriks

dikeringkan pada suhu kamar selama 3 hari untuk memperoleh matriks dengan

berat yang sudah stabil. Gambar matriks kalsium alginat-kitosan dapat dilihat

pada Gambar 6-8.

Gambar 6 Gambar 7

Matriks dengan Formula I Matriks dengan Formula II alginat : kitosan (10 mg: 10 mg) alginat : kitosan (30 mg: 30 mg)


(45)

Gambar 8

Matriks dengan Formula III alginat : kitosan (60 mg: 60 mg)

4.2 Uji Pengembangan Matriks Kalsium Alginat-Kitosan

Uji pengembangan matriks dilakukan untuk mengetahui sifat fisik matriks

dalam saluran pencernaan dengan melihat pengaruh medium terhadap perubahan

berat dan diameter matriks. Perubahan berat matriks dilakukan dengan

membandingkan selisih berat matriks sebelum dan setelah perendaman dengan

berat awal matriks, sedangkan perubahan diameter dilakukan dengan

membandingkan diameter setelah perendaman dengan diameter awal matriks.

4.2.1 Uji Pengembangan Matriks Kalsium Alginat-Kitosan pada Medium pH 1,2

Perubahan berat dan diameter matriks pada perendaman dalam medium

pH 1,2 pada waktu-waktu tertentu dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Perubahan berat dan diameter pada perendaman matriks dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,5oC.

Formula

Pertambahan berat (%) Diameter Ф (mm) t30 t240 t480 t30 t240 t480 I 21,13% 67,47% 76,42% 5,069 6,325 6,855

II 32,34% 95,74% 119,14% 7,244 8,478 9,266

III 35,33% 101% 127,06% 8,305 10,377 11,325 Tabel 2 menunjukkan bahwa pada t480, matriks formula I mengalami


(46)

mengalami perubahan berat menjadi 119,14% dan diameternya menjadi 9,266

mm, formula III mengalami perubahan berat menjadi 127,06% dan diameternya

menjadi 11,325 mm.

Grafik pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan dapat dilihat pada

gambar 9 dan gambar 10.

Gambar 9. Grafik pertambahan berat (%) matriks selama perendaman dalam


(47)

Gambar 10. Grafik perubahan diameter matriks selama perendaman dalam

medium pH 1,2 pada suhu 37±0,5oC.

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa semakin besar jumlah kitosan maka

pertambahan berat dan diameter semakin bertambah. Penambahan berat dan

diameter terjadi karena difusi air ke dalam pori-pori yang terdapat dalam matriks

kalsium alginat-kitosan. Pori-pori ini terbentuk karena pada saat pengeringan

partikel-partikel air meninggalkan matriks dan membentuk pori-pori kosong. Pada

saat matriks dimasukkan ke dalam medium pH 1,2 terjadi pengisian pori-pori

tersebut sehingga terjadi pertambahan berat dan diameter dari matriks tersebut.

Semakin besar jumlah kitosan maka pertambahan berat dan diameter semakin

bertambah, hal ini terjadi karena kitosan bersifat mengembang dalam medium

asam sehingga partikel air dapat berdifusi lebih banyak dan matriks menjadi

mengembang, ini terjadi karena adanya gugus amina (NH2) dari kitosan

membentuk gugus amina yang bermuatan kationik (NH3+) yang bersifat hidrofilik.

Dengan demikian, air dapat berdifusi ke dalam matriks dan membuat matriks

mengembang. Foto perbandingan dari ketiga formula pada medium ini dapat

dilihat dari gambar 11 dan 12.


(48)

Formula III

Gambar 11. Foto pengembangan matriks pada menit ke-240 menit dalam

medium pH 1,2 pada suhu 37±0,50C.

Formula I Formula II

Formula III

Gambar 12. Foto pengembangan matriks pada menit ke-480 menit dalam

medium pH 1,2 pada suhu 37±0,50C.

4.2.2 Uji Pengembangan Matriks Kalsium Alginat-Kitosan pada Medium Medium pH 6,8

Perubahan berat dan diameter matriks pada perendaman dalam medium

pH 6,8 pada waktu-waktu tertentu dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Perubahan berat dan diameter pada perendaman matriks dalam medium


(49)

Formula

Pertambahan berat (%) Diameter Ф (mm) t30 t240 t480 t30 t240 t480

I 28,07% 68,42% 88,59% 4,738 5,938 6,96 II 21,42% 72,32% 107,58% 6,6 7,944 8,705 III 29,71% 97.,5% 128,16% 7,572 10,133 11,344

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada t480, matriks formula I mengalami

perubahan berat menjadi 88,59% dan diameternya menjadi 6,96 mm, formula II

mengalami perubahan berat menjadi 107,58% dan diameternya menjadi 8,705

mm, formula III mengalami perubahan berat menjadi 128,16% dan diameternya

menjadi 11,344 mm.

Grafik pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan dapat dilihat pada

gambar 13 dan gambar 14.

Gambar 13. Grafik pertambahan berat (%) matriks selama perendaman dalam


(50)

Gambar 14. Grafik perubahan diameter matriks selama perendaman dalam

medium pH 6,8 pada suhu 37±0,5oC.

Pengembangan matriks dalam medium pH 6,8 menunjukkan bahwa

pertambahan berat (%) matriks dan diameter terus bertambah. semakin besar

jumlah alginat maka pengembangan matriks semakin besar, hal ini disebabkan

karena asam alginat bereaksi dengan NaOH dan membentuk natrium alginat yang

bersifat hidrofilik sehingga matriks menjadi lebih mengembang Foto

perbandingan dari ketiga formula pada medium pH 6,8 ini dapat dilihat dari

gambar 15 dan 116.


(51)

Formula III

Gambar 15. Foto pengembangan matriks pada menit ke-240 menit dalam

medium pH 6,8 pada suhu 37±0,50C.

Formula I Formula II

Formula III

Gambar 16. Foto pengembangan matriks pada menit ke-480 menit dalam

medium pH 6,8 pada suhu 37±0,50C.

4.2.3 Uji Pengembangan Matriks Kalsium Alginat-Kitosan pada Medium pH berganti

Perubahan berat dan diameter matriks pada perendaman dalam medium

pH berganti pada waktu-waktu tertentu dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Perubahan berat dan diameter pada perendaman matriks dalam medium


(52)

Formula

Pertambahan berat (%) Diameter Ф (mm) t30 t240 t480 t30 t240 t480

I 22,83% 72,44% 96,85% 5,161 6,205 7,266 II 14,47% 112,66% 172,39% 6,583 8,111 9,544 III 11,29% 106,88% 174,93% 7,722 10,494 11,839

Tabel 4 menunjukkan bahwa pada t480, matriks formula I mengalami

pertambahan berat menjadi 96,85% dan diameternya menjadi 7,266 mm, formula

II mengalami perubahan berat menjadi 172,39% dan diameternya menjadi 9,544

mm, formula III mengalami perubahan berat menjadi 106,88% dan diameternya

menjadi 11,839 mm.

Grafik pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan dapat dilβihat pada gambar 17 dan gambar 18.

Gambar 17. Grafik pertambahan berat matriks selama perendaman dalam


(53)

Gambar 18. Grafik perubahan diameter matriks selama perendaman dalam

medium pH berganti pada suhu 37±0,5oC.

Pengembangan matriks pada pH berganti diawali dengan pengembangan

pada medium pH 1,2 selama 2 jam, setelah itu diganti dengan medium 6,8 selama

6 jam. Pengembangan matriks dalam medium pH berganti menunjukkan bahwa

pertambahan berat (%) matriks dan diameter terus bertambah. Hal ini terjadi

karena pada waktu matriks di rendam dalam medium pH 1,2 kitosan yang ada

dalam matriks mengembang sehingga matriks juga mengembang, sementara

alginat menjadi bebas dan bereaksi dengan asam membentuk asam alginat yang

tidak larut. Setelah dimasukkan dalam medium pH 6,8 asam alginat bereaksi

dengan NaOH dan membentuk natrium alginat yang bersifat hidrofilik sehingga

matriks menjadi lebih mengembang. Foto perbandingan dari ketiga formula pada


(54)

Formula I Formula II

Formula III

Gambar 19. Foto pengembangan matriks pada menit ke-240 menit dalam

medium pH berganti pada suhu 37±0,50C.

Formula I Formula II

Formula III

Gambar 20. Foto pengembangan matriks pada menit ke-480 menit dalam

medium pH berganti pada suhu 37±0,50C.


(55)

Pengamatan efek iritasi pada saluran cerna kelinci dilakukan secara

makroskopik dan mikroskopik. Untuk pengamatan makroskopik organ saluran

cerna kelinci yang diamati meliputi lambung, usus halus, dan usus besar

sedangkan untuk pengamatan mikroskopik, organ yang diamati hanya meliputi

lambung.

4.3.1 Pengamatan Efek Iritasi pada Saluran Cerna Kelinci tanpa Pemberian Obat

4.3.1.1 Pengamatan Makroskopik Saluran Cerna Kelinci tanpa Pemberian Obat

Untuk melihat organ saluran cerna yang normal, maka dilakukan

pembedahan kelinci kelompok I tanpa pemberian obat. Kelinci dipuasakan

terlebih dahulu selama 24 jam, lalu dibedah dan diamati saluran cernanya. Hasil

pengamatan saluran cerna secara makroskopik dapat dilihat pada Gambar 17-19.

Kelinci 1

Gambar 21. Foto makroskopik lambung kelinci 1 tanpa pemberian obat

(pemberian akuades)

Dari Gambar 21 terlihat bahwa lambung kelinci dalam keadaan normal.

Tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan maupun penipisan lapisan tidak


(56)

Gambar 22. Foto makroskopik usus halus kelinci 1 tanpa pemberian obat

(pemberian akuades)

Dari Gambar 22 terlihat bahwa usus halus kelinci dalam keadaan normal.

Tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan maupun penipisan lapisan tidak

dijumpai pada usus halus kelinci.

Gambar 23. Foto makroskopik kolon kelinci 1 tanpa pemberian obat (pemberian

akuades)

Dari Gambar 23 terlihat bahwa usus besar kelinci dalam keadaan normal

(tidak terjadi iritasi).

4.3.1.2 Pengamatan Mikroskopik Lambung Kelinci tanpa Pemberian Obat

Untuk melihat sel-sel lambung normal pada hewan percobaan maka

lambung kelinci yang telah diamati secara makroskopik kemudian diamati lebih

lanjut secara mikroskopik. Hasil pengamatan mikroskopik lambung kelinci tanpa


(57)

Perbesaran 100 x

Perbesaran 400 x

Kelinci 1

Gambar 24. Foto mikroskopik jaringan lambung kelinci 1 tanpa pemberian obat

(pemberian akuades) dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin

Dari Gambar 24 terlihat bahwa secara mikroskopik (histologi) lambung

kelinci dalam keadaan normal. Hal ini dapat dilihat dari struktur juluran–juluran

(sumur-sumur) pada permukaan epitel pada lapisan mukosa yang mengarah ke

lumen lambung.

Mukosa

Muskularis mukosa

Submukosa

Sumur-sumur (Foveolae) Sel- sel epitel


(58)

4.3.2 Pengamatan Efek Iritasi pada Saluran Cerna Kelinci yang Diberi Aspirin dalam Kapsul Gelatin

4.3.2.1 Pengamatan Makroskopik Saluran Cerna Kelinci yang Diberi Aspirin dalam Kapsul Gelatin

Pada pengujian ini, kelinci diberikan aspirin dengan dosis 80 mg dan

dimasukkan ke dalam kapsul gelatin. Setelah 24 jam kelinci dibedah dan

dilakukan pengamatan makroskopik pada saluran cerna kelinci. Hasil pengamatan

makroskopik organ saluran cerna kelinci lambung, usus, dan kolon dapat dilihat

pada Gambar 25.

Lambung Usus

Kolon

Kelinci 2

Gambar 25. Foto makroskopik lambung, usus halus, dan kolon kelinci 2 yang

diberi aspirin dalam kapsul gelatin Luka kemerahan


(59)

Dari Gambar 25 terlihat bahwa lambung dan usus halus kelinci yang diberi

dalam kapsul gelatin terlihat adanya luka kemerahan namun pada kolon tidak

terlihat adanya iritasi.

4.3.2.2 Pengamatan Mikroskopik Salurn Cerna Kelinci yang Diberi aspirin dalam Kapsul Gelatin

Lambung kelinci yang diberi aspirin dalam kapsul gelatin yang telah

diamati secara makroskopik kemudian diamati lebih lanjut secara mikroskopik.

Dari hasil pengamatan terlihat bahwa lambung dan usus halus kelinci yang diberi

dalam kapsul gelatin terlihat adanya luka kemarahan namun pada kolon tidak

terlihat adanya iritasi, Hal ini dapat dilihat pada Gambar 26.

Lambung

Perbesaran 100 x Perbesaran 400 x

Duodenum

Perbesaran 100 x Perbesaran 400 x

Pelebaran pembuluh darah Penipisan epitel


(60)

Ileum

Perbesaran 100 x Perbesaran 400 x

Kelinci 2

Gambar 26. Foto mikroskopik lambung, duodenum, dan ileum kelinci 2 yang

diberi aspirin dalam kapsul gelatin dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin

Dari Gambar 26 terlihat bahwa lambung kelinci yang diberi aspirin dalam

kapsul gelatin mengalami iritasi yang ditandai dengan melebarnya sumur-sumur

pada lapisan mukosa dan menipisnya sel epitel. Pada duodenum dan ileum iritasi

ditandai dengan adanya pelebaran pembuluh darah.

4.3.3 Pengamatan Efek Iritasi pada Saluran Cerna Kelinci yang Diberi Aspirin dalam Matriks Kalsium Alginat-Kitosan (10 mg : 10 mg) 4.3.3.1 Pengamatan Makroskopik Saluran Cerna Kelinci yang Diberi Aspirin

dalam Matriks Kalsium Alginat-Kitosan (10 mg : 10 mg)

Pada pengujian ini, kelinci diberikan aspirin dalam matriks kalsium

alginat-kitosan (10 mg : 10 mg) dengan dosis 80 mg. Setelah 1 hari kelinci

tersebut dibedah dan dilakukan pengamatan makroskopik pada saluran cerna. Dari

hasil pengamatan terlihat bahwa secara makroskopik semua saluran cerna kelinci

mengalami iritasi Gambar 27 menunjukkan saluran cerna kelinci 3, 4, 5, 6 dan 7

yang diamati secara makroskopik.

Pelebaran pembuluh darah


(61)

Kelinci 3 Kelinci 4

Kelinci 5 Kelinci 6

Kelinci 7

Gambar 27. Foto makroskopik lambung kelinci no 3-7 yang diberi aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan (10 mg: 10 mg)

Dari Gambar 23 terlihat bahwa secara makroskopik dijumpai adanya

tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan maupun penipisan lapisan pada

lambung kelinci 3, 4, 5, 6, dan 7.

luka luka

luka

luka


(62)

Kelinci 3 Kelinci 4

Kelinci 5 Kelinci 6

Kelinci 7

Gambar 28. Foto makroskopik usus halus kelinci no 3-7 yang diberi aspirin

dalam matriks kalsium alginat-kitosan (10 mg : 10 mg)

Dari Gambar 28 terlihat bahwa secara makroskopik tidak dijumpai adanya

tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan maupun penipisan lapisan pada usus


(63)

Kelinci 1 Kelinci 2

Kelinci 3 Kelinci 4

Kelinci 7

Gambar 29. Foto makroskopik kolon kelinci no 3-7 yang diberi aspirin dalam

matriks kalsium alginat-kitosan (10 mg : 10 mg)

Dari Gambar 29 terlihat bahwa secara makroskopik tidak dijumpai adanya

tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan maupun penipisan lapisan pada usus

halus kelinci 3, 4, 5, 6, dan 7.

4.3.3.2 Pengamatan Mikroskopik Saluran Cerna Kelinci yang Diberi Aspirin dalam Matriks Kalsium Alginat-Kitosan (10 mg : 10 mg)

Lambung kelinci yang telah diamati secara makroskopik kemudian

diamati lebih lanjut secara mikroskopik. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa


(64)

menipisnya sel-sel epitel dan terjadinya dilatasi pembuluh darah. Hal ini dapat

dilihat pada Gambar 30.

Perbesaran 100 x Perbesaran 400 x

Kelinci 3

Perbesaran 100 x Perbesaran 400 x

Kelinci 4

Perbesaran 100 x Perbesaran 400 x

Kelinci 5

Gambar 30. Foto mikroskopik lambung kelinci no 3-5 yang diberi aspirin

dalam matriks kalsium alginat-kitosan (10 mg : 10 mg) dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin

Dari Gambar 30 terlihat bahwa secara mikroskopik lambung kelinci 3, 4,

dan 5 mengalami iritasi. Pada kelinci 3 iritasi ditandai dengan adanya penipisan

Penipisan Epitel

Penipisan Epitel

Penipisan Epitel Pelebaran pembuluh darah

Penipisan Epitel Pelebaran pembuluh darah


(65)

epitel dan pelebaran pembuluh darah. Pada kelinci 4 iritasi ditandai dengan

adanya penipisan epitel dan pelebaran pembuluh darah. Pada kelinci 5 iritasi

ditandai dengan adanya penipisan epitel namun tidak dijumpai adanya dilatasi

pembuluh darah.

4.3.4 Pengamatan Efek Iritasi pada Saluran Cerna Kelinci yang Diberi Aspirin dalam Matriks Kalsium Alginat-Kitosan (30 mg : 30 mg) 4.3.4.1 Pengamatan Makroskopik Saluran Cerna Kelinci yang Diberi Aspirin

dalam Matriks Kalsium Alginat-Kitosan (30 mg : 30 mg)

Pada pengujian ini, kelinci diberikan aspirin dalam matriks kalsium

alginat-kitosan (30 mg : 30 mg) dengan dosis 80 mg. Setelah 1 hari kelinci

tersebut dibedah dan dilakukan pengamatan makroskopik pada saluran cernanya.

Dari hasil pengamatan terlihat bahwa secara makroskopik saluran cerna kelinci

mengalami iritasi. Gambar 31 menunjukkan saluran cerna kelinci 8, 9, 10, 11, dan

12 yang diamati secara makroskopik.

Kelinci 8 Kelinci 9

Kelinci 10 Kelinci 11

luka luka

luka luka


(66)

Kelinci 12

Gambar 31. Foto makroskopik lambung kelinci no 8-12 yang diberi aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan (30 mg: 30 mg)

Dari Gambar 31 terlihat bahwa secara makroskopik dijumpai adanya

tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan pada lambung kelinci 8, 9, 10, 11,

namun pada kelinci 12 tidak dijumpai adanya iritasi berupa luka kemerahan.

Kelinci 8 Kelinci 9

Kelinci 10 Kelinci 11


(67)

Kelinci 12

Gambar 32. Foto makroskopik usus halus kelinci no 8-12 yang diberi aspirin

dalam matriks kalsium alginat-kitosan (30 mg : 30 mg)

Dari Gambar 32 terlihat bahwa secara makroskopik tidak dijumpai adanya

tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan maupun penipisan lapisan pada usus

halus kelinci 8, 9, 10, 11 dan 12.

Kelinci 8 Kelinci 9


(68)

Kelinci 12

Gambar 33. Foto makroskopik kolon kelinci no 8-12 yang diberi aspirin dalam

matriks kalsium alginat-kitosan (30 mg : 30 mg)

Dari Gambar 33 terlihat bahwa secara makroskopik tidak dijumpai adanya

tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan maupun penipisan lapisan pada usus

halus kelinci 8, 9, 10, 11 dan 12.

4.3.4.2 Pengamatan Mikroskopik Saluran Cerna Kelinci yang Diberi Aspirin dalam Matriks Kalsium Alginat-Kitosan (30 mg : 30 mg)

Lambung kelinci yang telah diamati secara makroskopik kemudian

diamati lebih lanjut secara mikroskopik. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa

secara mikroskopik lambung kelinci mengalami iritasi yang ditandai dengan

menipisnya sel-sel epitel dan terjadinya dilatasi pembuluh darah. Hal ini dapat

dilihat pada Gambar 34.

Perbesaran 100 x Perbesaran 400 x

Kelinci 8

Penipisan Epitel


(69)

Perbesaran 100 x Perbesaran 400 x

Kelinci 9

Perbesaran 100 x Perbesaran 400 x

Kelinci 10

Gambar 34. Foto mikroskopik lambung kelinci no 8-10 yang diberi aspirin

dalam matriks kalsium alginat-kitosan (30 mg : 30 mg) dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin

Dari Gambar 34 terlihat bahwa secara mikroskopik lambung kelinci 8, 9,

dan 10 mengalami iritasi. Pada kelinci 8, 9 dan 10 iritasi ditandai dengan adanya

penipisan epitel.

4.3.5 Pengamatan Efek Iritasi pada Saluran Cerna Kelinci yang Diberi Aspirin dalam Matriks Kalsium Alginat-Kitosan (60 mg : 60 mg) 4.3.5.1 Pengamatan Makroskopik Saluran Cerna Kelinci yang Diberi Aspirin

dalam Matriks Kalsium Alginat-Kitosan (60 mg : 60 mg)

Pada pengujian ini, kelinci diberikan aspirin dalam matriks kalsium

alginat-kitosan (60 mg : 60 mg) dengan dosis 80 mg. Setelah 1 hari kelinci

tersebut dibedah dan dilakukan pengamatan makroskopik pada saluran cernanya.

Penipisan Epitel

Penipisan Epitel

Penipisan Epitel Penipisan Epitel


(70)

Dari hasil pengamatan terlihat bahwa secara makroskopik saluran cerna kelinci

tidak mengalami iritasi dan matriks kalsium alginat-kitosan masih tetap berada di

dalam lambung. Matriks tersebut mengalami pertambahan berat dan diameter.

Gambar 35 menunjukkan saluran cerna kelinci 13, 14, 15, 16 dan 17 yang diamati

secara makroskopik.

Kelinci 13

Kelinci 14

Kelinci 15

Matriks

Matriks Matriks


(71)

Kelinci 16

Kelinci 17

Gambar 35. Foto makroskopik lambung kelinci no 13-17 yang diberi aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan (60 mg: 60 mg)

Dari Gambar 35 terlihat bahwa secara makroskopik tidak dijumpai adanya

tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan maupun penipisan lapisan pada

lambung kelinci 13, 14, 15 ,16, dan 17.

Kelinci 13 Kelinci 14

Matriks Matriks


(72)

Kelinci 15 Kelinci 16

Kelinci 17

Gambar 36. Foto makroskopik usus halus kelinci no 13-17 yang diberi aspirin

dalam matriks kalsium alginat-kitosan (60 mg: 60 mg)

Dari Gambar 36 terlihat bahwa secara makroskopik tidak dijumpai adanya

tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan maupun penipisan lapisan pada

lambung kelinci 13, 14, 15 ,16, dan 17.


(73)

Kelinci 15 Kelinci 16

Kelinci 17

Gambar 37. Foto makroskopik kolon kelinci no 13-17 yang diberi aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan (60 mg: 60 mg)

Dari Gambar 37 terlihat bahwa secara makroskopik tidak dijumpai adanya

tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan maupun penipisan lapisan pada

lambung kelinci 13, 14, 15 ,16, dan 17.

4.3.5.2 Pengamatan Mikroskopik Saluran Cerna Kelinci yang Diberi Aspirin dalam Matriks Kalsium Alginat-Kitosan (60 mg : 60 mg)

Lambung kelinci yang telah diamati secara makroskopik kemudian

diamati lebih lanjut secara mikroskopik. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa

secara mikroskopik lambung kelinci mengalami iritasi yang ditandai dengan

menipisnya sel-sel epitel dan terjadinya dilatasi pembuluh darah. Hal ini dapat

dilihat pada Gambar 38.


(74)

Perbesaran 100 x Perbesaran 400 x

Kelinci 13

Perbesaran 100 x Perbesaran 400 x

Kelinci 14

Perbesaran 100 x Perbesaran 400 x

Kelinci 15

Gambar 38. Foto mikroskopik lambung kelinci no 13-15 yang diberi aspirin

dalam matriks kalsium alginat-kitosan (60 mg : 60 mg) dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin

Dari Gambar 38erlihat bahwa secara mikroskopik lambung kelinci 13, 14,

dan 15 mengalami iritasi. Pada kelinci 13 iritasi ditandai dengan adanya

penipisan epitel dan pelebaran pembuluh darah. Pada kelinci 14 iritasi ditandai

Penipisan Epitel

Penipisan epitel

Penipisan Epitel


(75)

dengan adanya penipisan epitel. Pada kelinci 15 iritasi ditandai dengan adanya


(76)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil uji pengembangan yang dilakukan terhadap matriks kalsium

alginat-kitosan yang mengandung aspirin pada medium pH 1,2; 6,8 dan pH berganti

menunjukkan bahwa matriks formula III dengan alginat-kitosan (60mg : 60mg)

lebih cepat mengembang dari pada formula I dan II.

Hasil uji efek iritasi menunjukkan bahwa secara makroskopik terlihat

adanya iritasi pada semua lambung kelinci dengan pemberian formula I dan II

tetapi pada pemberian formula III tidak terlihat adanya iritasi, secara mikroskopik

menunjukkan adanya iritasi pada lambung kelinci pada semua lambung kelinci

dengan pemberian formula I, II, dan III yang ditandai dengan adanya penipisan

epitel dan pelebaran pembuluh darah.

5.2 Saran

Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk mengembangkan formulasi

matriks kalsium alginat-kitosan sehingga dapat digunakan untuk mencegah efek


(77)

DAFTAR PUSTAKA

Davies,N.M. (1999). Sustained Release and Entric Coated NSAIDS. J pharm Pharmaceut Sci 2. Hal : 5-14

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal 461,1022,1084

Di Fiore, M.S.H. (1989). Atlas Histologi Manusia. Alih bahasa: Moh. Martoprawiro. Jakarta: EGC. Hal. 138-139, 141, 145

Erani. (2006). Pengaruh Penambahan kitosan Terhadap Pelepasan aspirin Dari

Mtriks Kalsium Alginat. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Gaserod O.,Simidsrod., Skjak-Brak G. (1999). Microcapsules of alginate-chitosan

A Quantitative Study Of The Interaction Between Alginat And chitosan.

Norway: Department Of Biotechnology, Norwegian University of Science and Technology. Vol. 19:1815-1825.

George, M. dan Emilia A.T. (2006). Polionic Hydrocolloids delivery of Protein

Drugs: Alginate and Chitosan a review. Vol. 114(1):1-14.

Jones, R.M. (1950). Mc Clung”s Handbook of Microscopical Technique. 3 ed. New York: Harper and Brothers. Hal : 3-52.

Lachman, L., Lieberman H.A. dan Kanig J.L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi

Industri. Edisi Ketiga. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Hal. 934-937

Leeson, C.R., Leeson, T.S. dan Paparo, A.A. (1985). Buku Ajar Histologi. Edisi Kelima. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Hal. 352-359.

Mambo. (2010). Chitin and chitosan. Diambil dari http://www.plasticstrends.net Morries, E.R., Rees, D.A. dan Thom,D. (1978). Chiroptical and Stoichiometric

Evidence of Spesefic Primary Dimerisation Process in Alginate Gelation.

Carbohydrate Research. 66:420-424.

Mycek, M.J., harver, R.A dan champe, P.C. (2001). Farmakologi Ulasan

Bergambar. Edisi Kedua. Jakarta : Buku kedokteran EGC. Hal 406

Shargel, L. dan Yu. (2005). Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 449-453.

Susanti. (2007). Uji Efek Analgetik dan Keamanan Terhadap Lambung Dari

Aspirin Yang Diberikan Dengan Cangkan Kapsul Alginat Pada kelinci.


(78)

Price, S.A., dan Wilson, L.M. (1994). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit. Edisi Keempat.. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal. 371-372,

376-378, 389-409.

Tandean,R. (2009). Perbandinagn Efek Kronisk Pada Saluran Cerna Kelinci

Antara Aspirin Dalam Kapsul Alginat Dengan Tablet Ascardia.

Universitas Sumatera Utara. Medan

Tjay, T.H. dan Rahardja, K. (2007). Obat-obat Penting. Edisi V. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Hal. 298


(1)

Pertambahan Berat (%) Waktu (Menit) PH Berganti Formula I Alginat Kitosan (10 mg : 10 mg)

(%)

Formula II Alginat Kitosan (30

mg : 30 mg) (%)

Formula III Alginat Kitosan (60 mg : 60 mg)

(%)

0 0 0 0

30 22,83 14,47 11,29

60 38,58 38,91 34,43

120 46,45 57,91 53,71

180 66,14 93,66 86,50

240 72,44 112,66 106,88

300 81,10 146,15 130,02

360 87,40 153,39 151,23

420 95,27 162,89 164,18

480 96,85 172,39 174,93


(2)

Lampiran 10 Foto alat mikrotom


(3)

Lampiran 11. Foto alat oven


(4)

Lampiran 12. Foto alat water bath


(5)

Lampiran 13. Foto blok parafin


(6)

Lampiran 14. Foto perendaman dalam alcohol pada proses pewarnaan