Sifat Magnet Karakterisasi Sifat Fisis

3.6.2 Porositas

Porositas didefenisikan sebagai banyaknya lubang atau pori yang terdapat dalam suatu sampel yang telah selesai dibuat. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Langkah kerja untuk menentukan besarnya porositas suatu sampel yaitu: 1. Disiapkan sampel, aquades, gelas beaker. 2. Ditimbang sampel terlebih dahulu untuk menentukan massa kering m 1 . 3. Diletakkan sampel kedalam gelas beaker. 4. Dituangkan aquades kedalam gelas beaker yang berisi sampel. 5. Direndam selama 24 jam. 6. Sampel yang telah direndam ditimbang untuk menentukan Massa basah m 2 . 7. Dihitung nilai porositasnya dengan rumus :

3.6.3 Susut Bakar

Susut bakar merupakan penyusutan dari sampel sebelum dilakukan sintering dan setelah dilakukan sintering. Penyusutan terjadi karena adanya reaksi pembakaran yaitu pelepasan Co 2 dan difusi partikel. Langkah kerja untuk menentukan besarnya susut bakar suatu sampel yaitu : 1. Diukur diameter sampel sebelum dibakar d. 2. Diukur diameter sampel setelah dibakar d o . 3. Hitung nilai susut bakar dengan rumus :

3.7 Sifat Magnet

Untuk karakterisasi sifat-sifat magnet menggunakan alat Impluse magnetizer, berfungsi untuk memberikan medan magnet luar pada sampel agar memiliki magnet. Setelah itu di hitung nilai medan magnetnya menggunakan gaussmeter. Dan untuk karakterisasi sifat magnet yang lainnya menggunakan alat VSM vibrating sampel magnetometer yaitu alat yang dapat menganalisis sampel dengan output berupa kurva histerisis yang dilengkapi dengan nilai induksi remanensi Br dan gaya koersif Hc. Pada saat pengukuran berlangsung terjadi Universitas Sumatera Utara proses magnetisasi pada sampel, sehingga sampel akan memiliki sifat magnet setelah pengujian dilakukan.

3.8 Analisa Mikrostruktur

3.8.1 XRD X-ray Diffractrometer

Difraksi sinar X atau X-ray diffraction XRD adalah suatu metode analisa yang digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Profil XRD juga dapat memberikan data kualitatif dan semi kuantitatif pada padatan atau sampel. Analisis kimia meliputi: 1. IdentifikasiPenentuan jenis kristal. 2. Penentuan kemurnian relatif dan derajat kristalinitas sampel. 3. Deteksi senyawa baru. 4. Deteksi kerusakan oleh suatu perlakuan. Untuk interpretasipembacaan spektra dengan membandingkan spektra yang berada pada induk data spektra XRD, misalnya pada data JCPDS. Untuk menyimpulkan minimal ada 3 puncak spektra yang identik dengan spektra pada data induk. Adapun langkah langkah dari pengujian ini adalah : - Siapkan sampel yang akan diuji. - Letakan sampel diatas preparat. - Masukan kedalam XRD kemudian tutup rapat. - Siapkan software pendukung untuk pengoperasian XRD.

3.8.2 Vibrating Sample Magnetometer VSM

Vibrating Sample Magnetometer VSM merupakan salah satu alat ukur magnetisasi yang bekerja berdasarkan metode induksi. VSM digunakan untuk mengetahui sifat magnetik material. Dengan alat ini akan diperoleh informasi mengenai besaran-besaran sifat magnetic sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalam kurva histerisis. Universitas Sumatera Utara

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Telah dilakukan pengamatan melihat pengaruh penambahan Na 2 O terhadap magnet permanen Barium heksaferit. Metode yang digunakan yaitu metode metalurgi serbuk. Efek yang diamati dalam penelitian ini adalah suhu sintering, sifat fisis, dan sifat magnetik dari Barium heksaferit setelah penambahan Na 2 O. Beberapa karakterisasi yang perlu diamati meliputi: pengukuran true density, Bulk density, susut bakar, porositas, analisa struktur mikro dengan menggunakan X-Ray Diffraction XRD, dan sifat magnetic : flux density magnetic dan kurva histerisis.

4.1 Karakterisasi Sifat Fisis

Sifat fisis yang diamati dalam penelitian pembuatan magnet Barium Heksaferrit BaFe 12 O 19 dengan penambahan komposisi Na 2 O sebagai magnet permanen meliputi pengukuran densitas dan porositas.

4.1.1 Densitas dan Porositas

4.1.1.1 True Density

Pengukuran true density dari serbuk Barium heksaferit BaFe 12 O 19 dengan penambahan Na 2 O menggunakan prinsip piknometer mengunakan cairan pembanding yaitu aquades. Hasil pengukuran true density diperlihatkan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Nilai true density dari sampel dengan variasi komposisi Na 2 O Komposisi Na 2 O True Density wt gcm 3 3,84 1 3,84 2 3,84 3 3,84 Tabel diatas memperlihatkan bahwa nilai true density Barium heksaferit dengan penambahan Na 2 O yaitu 3,84 gcm 3 . Universitas Sumatera Utara

4.1.1.2 Bulk Density

Pengukuran bulk density dari serbuk Barium heksaferit BaFe 12 O 19 dengan penambahan Na 2 O menggunakan metode perhitungan langsung. Hasil pengukuran densitas diperlihatkan pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.1. Tabel 4.2. Nilai bulk density dari sampel dengan variasi komposisi Na 2 O dan variasi suhu sintering Suhu Sintering Bulk Density gcm 3 o C Komposisi Na 2 O 1 2 3 1100 3,83 3,84 3,86 3,88 1150 4,03 3,79 3,68 3,65 1200 4,31 3,65 3,6 3,5 1250 4,40 3,62 3,5 3,48 1300 4,50 3,43 3,43 3,40 Dari tabel 4.2 dapat dibuat grafik hubungan antara nilai bulk density terhadap perubahan suhu sintering seperti gambar dibawah ini : 5 3 g c m 4.6 4.2 D en si ty 3.8 1 3.4 2 B ul k 3 3 1050 1100 1150 1200 1250 1300 1350 Suhu Sintering o C Gambar 4.1 Hubungan antara bulk density dengan penambahan komposisi Na 2 O dari BaFe 12 O 19 sebagai fungsi suhu sintering. Gambar 4.1 memperlihatkan bahwa nilai bulk density naik dengan tanpa penambahan aditif Na 2 O 0 dan kenaikan temperatur sintering tetapi nilai bulk density cenderung menurun dengan adanya penambahan aditif Na 2 O 1, 2, dan 3. Nilai densitas optimum berada pada suhu 1100°C dengan menghasilkan nilai densitas 3,84 gcm 3 pada komposisi Na 2 O 1. Adanya penambahan komposisi Na 2 O menyebabkan nilai bulk density cenderung menurun, hal ini disebabkan oleh nilai densitas Na 2 O 2,27 gcm 3 yang lebih kecil dari nilai densitas BaFe 12 O 19 5,3 gcm 3 . Berdasarkan hasil data diatas dapat diketahui bahwa semakin tinggi Universitas Sumatera Utara temperatur sintering maka nilai densitas akan semakin menurun. Hal ini terjadi karena semakin tinggi temperatur pada proses sintering menyebabkan terjadinya pertumbuhan butir. Pada sampel dengan temperatur sintering 1300°C terjadi keretakan pada permukaan sampel tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Silvana Simbolon 2013 menyatakan bahwa pada proses sintering dengan temperatur tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan butir. Sehingga terjadi keretakan pada permukaannya. Hal itu mengakibatkan peningkatan pori pada sampel meskipun tetap terjadi susut pada sampel tersebut.

4.1.1.3 Porositas

Pengukuran porositas dari serbuk Barium heksaferit BaFe 12 O 19 dengan penambahan Na 2 O menggunakan metode penyerapan. Hasil pengujian porositas diperlihatkan pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.2. Tabel 4.3. Nilai porositas dari sampel dengan variasi komposisi Na 2 O dan variasi suhu sintering Suhu sintering Porositas o C Komposisi Na 2 O 1 2 3 1100 3,1 1 1 0.8 1150 2,1 1,3 1,2 1,2 1200 1,6 1,5 1,5 1,5 1250 1,5 1,6 1,6 1.6 1300 0.7 2 2,3 2.5 Dari tabel 4.3 dapat dibuat grafik hubungan antara nilai porositas terhadap perubahan suhu sintering seperti gambar dibawah ini : 3.5 P or os it as 2.5 1.5 1 2 0.5 3 1050 1100 1150 1200 1250 1300 1350 Suhu Sintering o C Gambar 4.2 Hubungan antara porositas dengan penambahan komposisi Na 2 O dari BaFe 12 O 19 sebagai fungsi suhu sintering. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.2 memperlihatkan bahwa nilai porositas cenderung naik dengan adanya penambahan Na 2 O 1, 2 dan 3 dan naiknya suhu sintering tetapi cenderung menurun pada komposisi Na 2 O 0. Nilai porositas mencapai maksimum 2,5 pada komposisi 3 Na 2 O dengan suhu sintering 1300°C dan nilai porositas terendah adalah 0,8 pada komposisi Na 2 O 3 dengan suhu sintering 1300°C. Hal ini mungkin disebabkan terjadi perbesaran bulir grain selama proses sintering pada suhu yang lebih tinggi sehingga ukuran bulir menjadi lebih besar, semakin banyak rongga yang terbentuk dan meningkatkan porositas Tang, Xin., 2005. Suhu sintering berbanding terbalik dengan porositas sampel. Jika semakin tinggi nilai densitas maka semakin rendah nilai porositasnya, begitu pula sebaliknya semakin rendah nilai densitas maka nilai porositas akan semakin tinggi.

4.1.4 Susut Bakar

Pengukuran susut bakar dari serbuk Barium heksaferit dengan penambahan Na 2 O menggunakan metode perhitungan langsung. Hasil pengukuran susut bakar diperlihatkan pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.3. Tabel 4.4 Nilai susut bakar dari sampel dengan variasi komposisi Na 2 O dan variasi suhu sintering Suhu Sintering Susut Bakar o C Komposisi Na 2 O 1 2 3 1100 8,4 11,5 11,8 11,8 1150 10,9 11,5 11,3 10,8 1200 12 12 12 11,6 1250 12,8 11,7 11,5 9,7 1300 14 10,5 9,5 6,6 Dari tabel 4.4 dapat dibuat grafik hubungan antara nilai susut bakar terhadap perubahan suhu sintering seperti gambar dibawah ini : Universitas Sumatera Utara 14 12 Bakar 10 8 1 Susut 6 2 4 3 1050 1100 1150 1200 1250 1300 1350 Suhu Sintering o C Gambar 4.3 Hubungan antara susut bakar dengan penambahan komposisi Na 2 O dari BaFe 12 O 19 sebagai fungsi suhu sintering Gambar 4.3 menunjukkan bahwa nilai susut bakar menurun seiring dengan penambahan aditif Na 2 O dan kenaikan temperature sintering tetapi sampel yang tanpa aditif Na 2 O memiliki susut bakar yang lebih besar dari sampel yang menggunakan aditif. Nilai susut bakar maksimum yaitu 14 terdapat pada penambahan Na 2 O 0 pada suhu sintering 1300 o C sedangkan dengan penambahan aditif Na 2 O nilai susut bakar maksimum yaitu 12 pada suhu 1100 o C - 1150 o C.

4.2 Karakterisasi Mikrostruktur