34 terjadi kelainan pada hati Handoko, 2003. Ketika terjadi kerusakan pada hati,
maka sel-sel hepatositnya akan lebih permeabel sehingga enzim ini bocor ke dalam pembuluh darah sehingga menyebabkan kadarnya meningkat pada serum.
Enzim aspartat aminotransferase AST disebut juga serum glutamat oksaloasetat transaminase SGOT merupakan enzim mitokondria yang berfungsi
mengkatalisis pemindahan bolak- balik gugus amino dari asam aspartat ke asam α-
oksaloasetat membentuk asam glutamat dan oksaloasetat. Enzim AST dan ALT mencerminkan keutuhan atau intergrasi sel-sel hati. Peningkatan enzim hati
tersebut dapat mencerminkan tingkat kerusakan sel-sel hati Schumann, dkk., 2002.
4.2.8 Hasil pengamatan makropatologi
Organ hati pada mencit yang mati segera diambil dan pada akhir periode pemberian sediaan uji, semua mencit yang masih hidup diotopsi. Tujuan
pengamataan ini adalah untuk melihat gambaran langsung keadaan hati setelah perlakuan pemberian ekstrak etanol herba selada air secara oral selama 90 hari
sebagai salah satu parameter sensitif yang bisa dijadikan salah satu faktor penentu efek gejala toksik yang ditimbulkan secara.
Hasil pengamatan makropatologi meliputi pengamatan warna, permukaan dan konsistensi organ hati dapat dilihat pada Tabel 4.8 dan Gambar 4.3.
Tabel 4.8
Data pengamatan makropatologi organ hati
Kelompok Dosis
mgkgbb Pengamatan
Warna Konsistensi
Permukaan jantan
Betina jantan
Betina jantan
Betina K1
- Merah
kecoklatan Merah
kecoklatan Kenyal
Kenyal Licin
Licin K2
25 Merah
kecoklatan Merah
kecoklatan Kenyal
Kenyal Licin
Licin K3
50 Merah
kecoklatan Merah
kecoklatan Kenyal
Kenyal Licin
Licin K4
200 Merah
kecoklatan Merah
kecoklatan Kenyal
Kenyal Licin
Licin
Keterangan: K1= kontrol CMC-Na 0.5, K2= dosis 25 mgkgbb, K3= dosis 50 mgkgbb, K4= dosis 200 mgkgbb
Universitas Sumatera Utara
35 betina
jantan Kelompok kontrol CMC-Na 0.5
betina jantan
K2 dosis 25 mgkgbb
betina jantan
K3 dosis 50 mgkgbb
betina jantan
K4 dosis 200 mgkgbb
Gambar 4.3 Makropatologi organ hati
Universitas Sumatera Utara
36 Berdasarkan Tabel 4.8 terlihat pada kelompok kontrol dan dosis 25, 50 dan
200 mgkgbb organ hati masih dalam keadaan normal yang berwarna merah kecoklatan, permukaannya licin dan konsistensinya kenyal. Kriteria normal pada
organ hati bila tidak ditemukan perubahan warna, perubahan struktur permukaan dan perubahan konsistensi Anggraini, 2008. Perubahan warna menjadi salah
satu parameter terjadinya efek toksik yang bertujuan mendapatkan informasi mengenai toksisitas zat uji yang berkaitan dengan organ sasaran dan efek terhadap
organ tersebut Lu, 1995.
4.5.9 Hasil histopatologi organ hati
Pada akhir periode pemberian sediaan uji, semua mencit diotopsi. Organ hati kemudian diambil lalu organ tersebut dibuat preparat histopatologi lalu dilihat
dibawah mikroskop pada perbesaran 10 x 40, hasil kerusakan dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9
Hasil histopatologi berdasarkan kerusakan hepatosit Kelompok
Dosis mgkgbb
Jenis kerusakan Degenerasihidropik
Nekrosis Jantan
Betina Jantan
Betina K1
- -
- -
- K2
25 +
+ ++
++ K3
50 +
+ -
+ K4
200 +
+ -
++ Keterangan : - = normal; + = ringan; ++ = sedang; +++ = parah
Tabel 4.9 terlihat pada kelompok kontrol tidak terlihat adanya kerusakan hepatosit. Dosis 25, 50 dan 200 mgkg terdapat kerusakan hepatosit yaitu
degenerasi hidropik dan nekrosis dengan tingkat keparahan ringan sampai sedang. Kerusakan hati karena zat toksik dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis
zat kimia, dosis yang diberikan dan lamanya paparan zat tersebut seperti akut, subkronik atau kronik. Kerusakan hati dapat terjadi segera atau setelah beberapa
minggu sampai beberapa bulan. Kerusakan dapat berbentuk nekrosis hepatosit,
Universitas Sumatera Utara
37 kolestasis, atau timbulnya disfungsi hati secara perlahan-lahan Amalina, 2009.
kerusakan pada sel hati dapat bersifat sementara reversible atau tetap irreversible Wicaksono, 2002.
Gambaran histopatologi organ hati sesuai dengan pengamatan hematologi AST dan ALT dimana pada kelompok perlakuan dosis 25, 50 dan 200 mgkgbb
mulai terjadi peningkatan dibanding kelompok kontrol meskipun masih dalam rentang normal. Kerusakan pada gambaran histopatologi juga mulai terjadi pada
dosis 25, 50 dan 200 mgkgbb namun masih dalam kategori ringan hingga sedang artinya sudah mulai terjadinya gejala toksik pada kelompok dosis perlakuan
ditandai mulai terjadinya kerusakan hepatoit dan kadar hematologi AST dan ALT meningkat namun hati masih dapat mengatasinya dengan kemampuan regenerasi
sel hati sehingga gejala toksik belum terlihat parah. Sel hati mengalami nekrosis dapat segera dideteksi melalui peningkatan aktivitas enzim. Kerusakan membran
sel menyebabkan enzim AST keluar dari sitoplasma sel yang rusak, dan jumlahnya meningkat di dalam darah. Sehingga dapat dijadikan indikator
kerusakan hati. Salah satu enzim yang dihasilkan oleh hati dan peka terhadap kelainan fungsi hati adalah enzim ALT ddan AST Elisma, dkk., 2009.
Penggunaan bahan obat yang sama dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan penumpukan metabolit dalam hati yang bersifat toksik terhadap
hepatosit Donatus, 2001. Perjalanan zat kimia dalam tubuh diawali masuknya at tersebut kedalam tubuh melalui intravaskuler maupun ekstravaskuler. Tubuh
sendiri mempunyai mekanisme pertahanan jika didalam tubuh terdapat zat toksik baik itu pada tahap absorpsi metabolisme maupun ekskresi. Organ-organ tubuh
akan bekerja keras untuk menyaring dan membuang senyawa-senyawa yang tidak dibutuhkan oleh tubuh Nisa, dkk., 2012.
Universitas Sumatera Utara
38 Betina
Jantan
Gambar 4.4
Gambar histoptologi organ hati perlakuan kontrol Na-CMC 0.5 Keterangan : Perlakuan kontrol Na-CMC 0.5
1 = Vena central; 2 = Sinusoid; 3 = Hepatosit
1
2 3
2
1 3
Universitas Sumatera Utara
39 Betina
jantan
Gambar 4.5
Gambar histopatologi organ hati perlaakuan dosis 25 mgkgbb Keterangan : Perlakuan dosis 25 Mgkgbb
1 = Degenerasi hidropik; 2 = Karioreksis; 3 = Vena central; 4 = Kariolisis; 5. Kariopiknosis; 6 =Sinusoid
3 1
2 3
6 5
4
2 5
4
6 1
Universitas Sumatera Utara
40 Betina
Jantan
Gambar 4.6
Gambar histopatologi organ hati perlakuan dosis 50 mgkgbb Keterangan : Perlakuan dosis 50 Mgkgbb
1 = Degenerasi hidropik; 2 = Karioreksis; 3 = Vena central; 4 = Kariopiknosis 5 = Sinusoid; 6 = Kariolisis
2
3
5 4
1
2
3 1
5 4
6
Universitas Sumatera Utara
41 Betina
Jantan
Gambar 4.7
Gambar histopatologi organ hati perlakuan dosis 200 mgkgbb Keterangan : Perlakuan dosis 200 Mgkgbb
1 = Degenasi hidropik; 2 = Karioreksis; 3 = Vena central; 4 =
Kariopiknisis; 5 =. Kariolisis; 6 = Sinusoid. 2
3
5 1
6
4
2
3 1
4 5
6
Universitas Sumatera Utara
42 Berdasarkan dari gambar-gambar di atas dapat dilihat bahwa pada
kelompok kontrol menunjukkan bahwa gambaran histologi tersebut masih dalam keadaan normal yaitu dengan menunjukkan hepatosit tersusun secara radial dalam
lobulus hati dan belum ada terlihat terjadinya degenerasi hidropik, sedangkan pada kelompok dosis 25, 50 dan 200 mgkgbb sebagian dari hepatosit sudah
mengalami degenerasi hidropik hal ini terjadi karena adanya gangguan membran sel sehingga cairan masuk ke dalam sitoplasma, sinusoid sudah tidak teratur,
hepatosit mengalami degenerasi hidropik dan sudah terjadi nekrosis. Kerusakan hati akibat senyawa kimia ditandai dengan lesi biokimiawi yang memberikan
rangkaian perubahan fungsi dan struktur. `
Degenerasi hidropik, terjadi karena adanya gangguan membran sel sehingga cairan masuk ke dalam sitoplasma, menimbulkan vakuola-vakuola kecil
sampai besar. Terjadi akumulasi cairan karena sel yang sakit tidak dapat menyingkirkan cairan yang masuk Underwood, 1994. Hal ini disebabkan karena
gangguan transpor aktif yang menyebabkan sel tidak mampu memompa ion Na+ keluar sehingga konsentrasi ion Na+ di dalam sel naik. Pengaruh osmosis
menyebabkan influks air ke dalam sel sehingga terjadi perubahan morfologis yaitu sel menjadi bengkak Robbins, dkk,. 2007.
Nekrosis adalah kematian sel atau jaringan pada organisme hidup. Sekelompok sel yang mengalami kematian dapat dikenali dengan adanya enzim-
enzim lisis yang melarutkan berbagai unsur sel.. Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis. Inti sel yang mati dapat terlihat lebih
kecil, kromatin dan serabut retikuler menjadi berlipat-lipat. Inti menjadi lebih padat piknotik yang dapat hancur bersegmen-segmen karioreksis dan
kemudian sel menjadi eosinofilik kariolisis. Sel hati yang mengalami nekrosis dapat meliputi daerah yang luas atau daerah yang kecil Underwood, 1994.
Universitas Sumatera Utara
43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN