Uji Toksisitas Subkronik Ekstrak Etanol Daun Kedongdong Pagar (Lannea Coromandelica (Houtt.) Merr)Pada Organ Hati Mencit Jantan

(1)

UJI TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL DAUN

KEDONGDONG PAGAR (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.)

PADA ORGAN HATI MENCIT JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

DILLAKH DARMANSYAH

NIM 091501121

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UJI TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL DAUN

KEDONGDONG PAGAR (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.)

PADA ORGAN HATI MENCIT JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

DILLAKH DARMANSYAH

NIM 091501121

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL DAUN

KEDONGDONG PAGAR (Lannea coromandelica (Houtt.)

Merr)PADA ORGAN HATI MENCIT JANTAN

OLEH:

DILLAKH DARMANSYAH NIM 091501121

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas FarmasiUniversitas Sumatera Utara

Pada tanggal: 7 Agustus 2015

Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing I, Panitia Penguji,

Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt

NIP 197806032005012004 NIP 130953857

Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt.

Dosen Pembimbing II, NIP 197806032005012004

Drs. Rasmadin Mukhtar, M.S., Apt. Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt.

NIP 194909101980031002 NIP 197802152008122001

Marianne,S.Si., M.Si., Apt NIP 198005202005012006 Medan, 30 September2015

Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara PejabatDekan,

Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Uji Toksisitas Subkronik Ekstrak Etanol Daun Kedongdong Pagar (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.) Pada Organ Hati Mencit Jantan’’ untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Shalawat dan salam kepada Rasullah SAW.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pejabat Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Ibu Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt dan BapakDrs. Rasmadin Mukhtar M.S., Apt.,yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Ibu Dra. Herawati Ginting M.Si., Apt., selaku Penasehat Akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama masa pendidikan.Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan. Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt., selaku Kepala Laboratorium Farmakologi dan Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., selaku Kepala laboratorium Farmakognosi yang telah memberikan fasilitas, petunjuk, dan membantu selama penelitian. Bapak Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt., IbuKhairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. dan Ibu Marianne, S.Si.,M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang memberikan masukan, kritik, arahan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada orang tua, Ayahanda H. Syahrial Raf, S.E., M.M. dan Ibunda Hj.


(5)

Nurmeika Hafifah, Kakanda dan Adinda tersayang, Efriyanti Kartika S.T dan Teguh Oktaviansyah Nur atas doa, dorongan dan pengorbanan baik moril maupun materil, serta teman- teman Masinis 2009 atas doa, dorongan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi.

Medan, September 2015 Penulis,

Dillakh Darmansyah NIM 091501121


(6)

UJI TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL DAUN

KEDONGDONG PAGAR (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr)

PADA ORGAN HATI MENCIT JANTAN

ABSTRAK

Uji toksisitas subkronik merupakan pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul setelah pemberian zat uji dengan dosis yang berulang pada hewan uji selama 28-90 hari.Daun kedongdong pagar berkhasiat sebagai antiinflammasi, antilambung, menyembuhkan luka, antimikroba, dan antidiabetes.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keamanan dosis pada ekstrak etanol daun kedongdong pagar.

Serbuk simplisia dimaserasi dengan pelarut etanol 70%dan diuapkan dengan rotary evaporator ± 40oC selanjutnya ekstrak yang diperoleh diuji toksisitas subkroniknya menggunakan mencit sebanyak 24 ekor dibagi dalam 4 kelompok yaitu kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan diberikan secara oral setiap hari selama 28 hari. Pengamatan dilakukan setiap hari meliputi gejala klinis, berat badan, kematian mencit, pengukuran kadar SGPT,kadar SGOT, serta histopatologi organ hatikemudiandilakukan analisis statistik dengan uji ANOVA menggunakan Statistical Program Service Solution (SPSS) versi 19.

Hasil pengamatan menunjukkan tidak ditemukan gejala toksik pada kelompok kontrol (Na-CMC 0,5%) dan kelompok ekstrak etanol daun kedongdong pagar dosis 250 mg/kg bb, sedangkan padadosis 500 mg/kg bb dan dosis 1000 mg/kg bb ditemukan gejala toksik. Hasil analisis berat badan dan berat organ relatif menunjukkan tidakada perbedaan yang signifikan antara kenaikan berat badan dan peningkatan berat organ relatif dengan pemberian ekstrak etanol daun kedongdong pagar (p>0,05). Mencit yang mati tidak dijumpai pada kelompok kontrol dan kelompok ekstrak etanol daun kedongdong pagardosis 250 mg/kg bb, sedangkan dosis 500 mg/kg bb dan 1000 mg/kg bb dijumpai ada mencit yang mati selama pemberian sediaan uji. Hasil analisis rata-rata kadar SGPT terdapat perbedaan yang signifikan antara semua kelompok perlakuan (p< 0,05). Kelompok kontrol (45,83 UI/l) dan kelompokEkstrak etanol daun kedongdong pagar dosis 250 mg/kg bb (55,17 UI/l), rata-rata kadar SGPT dari kedua kelompok ini masih dalam batas normal. Kelompok ekstrak etanol daun kedongdong pagar dosis 500 mg/kg bb (83,5 UI/l) dan dosis 1000 mg/kg bb (92,50 UI/l) melewati batas normal. Hasil analisis rata-rata kadar SGOT terdapat perbedaan yang signifikan antara semua kelompok perlakuan (p< 0,05). Kelompok kontrol (245,33UI/l) dankelompok ekstrak etanol daun kedondong pagar dosis 250 mg/kg bb (255,5 UI/l), rata-rata kadar SGOT dari kedua kelompok ini masih dalam batas normal. KelompokEkstrak etanol daun kedongdong pagar dosis 500 mg/kg bb (301,25 UI/l), dan dosis 1000 mg/kg bb (314 UI/l) melewati batas normal. Hasil makropatologi dan histopatologi organ hati pada kelompok kontrol ekstrak etanol daun kedongdong pagar dan dosis 250 mg/kg bb tidak dijumpai perubahan organ sedang dosis 500 dan 1000 mg/kg bb dijumpai perubahan organ, yang berarti ekstrak etanol daun kedongdong pagar toksik pada dosis 500 dan 1000 mg/kg bb. Kata kunci : toksisitas, subkronik, hati, daun kedondong pagar


(7)

SUBCHRONIC TOXICITY TESTS ETANOL EXTRACT OF

LEAF KEDONGDONG PAGAR (Lannea coromandelica (Houtt.)

Merr) IN ORGANS LIVER MALE MICE

ABSTRACT

Subchronic toxicity is a test to detect the toxic effects that appear after administration of the test substance with repeated doses in animal for 28-90 days.The kedongdong pagar leaves can be used as antiinflamation, antiulcer, wound healing, antimicrobial, and antidiabetic.The aim of this study was to determine the safety dose of ethanol extract of kedongdong pagar leaves.

Simplex powder was macerated by ethanol 70% and evaporated by using rotary evaporator± 40oC then obtained extract was tested for its subchronic toxicity using 24 mice which were divided into 4 groups: control group was given CMC Na 0.5%, the treatment groups which were given with ethanol extract of kedongdong pagar leaves dose 250, 500 and 1000 mg/kg BW which were administered orally everyday for 28 days. Observations were conducted everyday including toxic symptoms, weight loss, death, measurement of SGPT level, SGOT level, macropathology and histopathology of liver then data were analyzed by ANOVA using the Statistical Program Service Solution (SPSS) version 19.

The results showed that the control group and ethanol extract of kedongdong pagar leaves dose 250 mg/kgBW group has no toxic symptoms, while dose 500mg/kg BW group anddose 1000 mg/kg BW group showed toxic symptoms. Result of body weight and relative organ weights analysis showed no significant difference in weight gain and increased organ weight relative within treatment groups given various dose of ethanol extract of kedongdong pagar leaves (p > 0.05). The death mice was not founded in the control group and ethanol extract of kedongdong pagar leaves dose 250mg/kg BW group, while in dose 500 mg/kg BW group and dose 1000 mg/kgBW group was founded the death mice. Result of SGPT level analysis showed significant differences within all groups (p < 0.05). The control group was 45.83 IU/l and ethanol extract of kedongdong pagar leaves dose 250 mg/kg BW group was 55.17 IU/l, SGPT level of these two groups were still in the normal state. Ethanol extract of kedongdong pagar leaves dose 500 mg/kg BW group was 83,5 IU/l and dose 1000 mg/kg BW group was 92.50 IU/l, SGPT level of these two was exceeds the ranges of normal state. Result of SGOT level analysis showed significant differences within all groups (p < 0.05). The control group was 245.33 IU/l, and ethanol extract of kedongdong pagar leaves dose 250 mg/kgBW group was 255.50 IU/l, SGOT level of these two groups were still in the normal state. ethanol extract of kedongdong pagar leaves dose 500 mg/kg BW group was 301.25 IU/l and dose 1000 mg/kg BW group was 314 IU/l, SGOT level of these groups exceeds the ranges of normal state. Macropathology and histopathology of liver result in the control group and treatment groups given with ethanol extract of kedongdong pagar leaves dose 250 mg/kg BW showed no changed while dose 500 and 1000 mg/kgBW showed changed organ, which mean ethanol extract of kedongdong pagar leaves were toxic at dose 500 and 1000 mg/kgBW.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Uraian Tumbuhan ... 7

2.1.1 Sistematika Tumbuhan ... 7

2.1.2 Nama Lokal ... 7

2.1.3 Nama Asing ... 7

2.1.4 Kandungan Kimia ... 8

2.1.5 Morfologi Tumbuhan ... 8


(9)

2.2 Ekstraksi ... 8

2.3 Toksisitas ... 10

2.3.1 Uji Toksisitas Akut ... 11

2.3.2 Uji Toksisitas Subkronik ... 12

2.3.3 Uji Toksisitas Kronik ... 12

2.4 Hati ... 13

2.4.1 Anatomi Hati ... 13

2.4.2 Fisiologi Hati ... 15

2.4.3 Histologi Hati ... 15

2.4.4 Jenis Kerusakan Hati ... 16

2.4.5 SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transminase) ... 17

2.4.6 SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transminase) .. 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Alat dan Bahan ... 19

3.1.1 Alat ... 19

3.1.2 Bahan ... 19

3.2 Prosedur Pembuatan Simplisia ... 20

3.2.1 Pengambilan Bahan ... 20

3.2.2 Identifikasi Tumbuhan ... 20

3.2.3 Pembuatan Simplisia ... 20

3.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 20

3.3.1 Pemeriksaan Makroskopik Dan Organoleptik ... 21

3.3.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 21

3.3.3 Penetapan Kadar Air simplisia dan Ekstrak ... 21


(10)

3.3.5 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol ... 22

3.3.6 Penetapan Kadar Abu Total Simplisia dan Ekstrak ... 22

3.3.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam Simplisia dan Ekstrak ... 23

3.4 Skrining Fitokimia Simplisia ... 23

3.4.1 Pemeriksaan Flavonoid ... 23

3.4.2 Pemeriksaan Alkaloid ... 24

3.4.3 Pemeriksaan Saponin ... 24

3.4.4 Pemeriksaan Tanin ... 24

3.4.5 Pemeriksaan Glikosida ... 25

3.4.6 Pemeriksaan Steroid / Triterpenoid ... 25

3.5 Proses Pembuatan EEDKP ... 25

3.6 Pemeriksaan Karakteristik EEDKP ... 26

3.7 Skrining Fitokimia EEDKP ... 26

3.8 Penyiapan Hewan Percobaan ... 26

3.9 Pembuatan Pereaksi ... 26

3.9.1 Pembuatan Suspensi Na- CMC 0,5% b/v ... 27

3.9.2 Pembuatan Suspensi EEDKP ... 27

3.10 Pengelompokan Hewan Uji dan Pemberian Sediaan Uji ... 27

3.10.1 Pengamatan Toksisitas Subkronik ... 28

3.10.2 Berat Badan ... 29

3.10.3 Kematian Hewan ... 29

3.10.4 Pengukuran Kadar SGPT dan SGOT ... 29

3.10.5 Penimbangan Organ ... 30


(11)

3.10.7 Pemeriksaan Histopatologi Organ ... 30

3.10.8 Analisis Statistik ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 33

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak ... 33

4.3 Skrining Serbuk Simplisia dan Ekstrak ... 34

4.4 Hasil Ekstraksi Daun Kedondong Pagar ... 35

4.5 Hasil Pengujian Toksisitas Subkronik... 35

4.5.1 Hasil Pengamatan Gejala Toksik ... 35

4.5.2 Hasil Pengamaan Berat Badan ... 36

4.5.3 Hasil Pengamatan Kematian ... 38

4.5.4 Hasil Pengukuran KadarSGPT ... 39

4.5.5 Hasil Pengukuran Kadar SGOT ... 40

4.5.6 Hasil Bobot Relatif Organ Hati ... 42

4.5.7 Hasil Pengamatan Makropatologi Organ Hati ... 44

4.5.8 Hasil Histopatologi Organ Hati ... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Hasil karakterisasi simplisia dan ekstrak ... 34

3.2 Hasil skrining serbuk simplisia dan ekstrak ... 34

3.3 Hasil pengamatan gejala toksik ... 36

3.4 Hasil rata-rata berat badan ... 37

3.5 Hasil pengamatan kematian ... 38

3.6 Hasil pengukuran SGPT ... 39

3.7 Hasil pengukuran SGOT ... 41

3.8 Hasil berat organ relatif mencit ... 43

3.9 Hasil pengamatan makropatologi organ hati ... 44

4.0 Hasilhistopatologi berdasarkan kerusakan hepatosit ... 45


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Skema kerangka pikir Penelitian ... 6

3.1 Grafik rata-rata hasil pengukuran kadar SGPT ... 39

3.2 Grafik rata-rata hasil pengukuran kadar SGOT ... 41

3.3 Gambar histopatologi organ hati kontrol Na-CMC 0,5% ... 46

3.4 Gambar histopatologi organ hati dosis 250 mg/kg bb ... 47

3.5 Gambar histopatologi organ hati dosis 500 mg/kg bb ... 48


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi Tumbuhan ... 57

2 Komite etik penelitian hewan ... 58

3 Gambar tumbuhan kedongdong Pagar ... 59

4 Gambar daun dan simplisia kedongdong pagar ... 60

5 Hasil identifikasi mikroskopik simplisia ... 61

6 Bagan pembuatan ekstrak ... 62

7 Bagan alur penelitian ... 63

8 Perhitungan hasil penetapan kadar air serbuk simplisia daun kedongdong pagar... 64

9 Perhitungan hasil penetapan kadar sari larut air serbuk simplisia daun kedongdong pagar ... 65

10 Perhitungan hasil penetapan kadar sari larut etanol serbuk simplisia daun kedongdong pagar ... 66

11 Perhitungan hasil penetapan kadar abu total serbuk daun kedongdong pagar... 67

12 Perhitungan hasil penetapan kadar abu tidak larut asamserbuk simplisia daun kedongdong Pagar ... 68

13 Perhitungan hasil penetapan kadar air ekstrak etanol daun kedongdong pagar (EEDKP) ... 69

14 Perhitungan hasil penetapan kadar abu total ekstrak etanol daun kedongdong pagar (EEDKP) ... 70

15 Perhitungan hasil penetapan kadar abu tidak larut asam ekstrak etanol daun kedongdong pagar (EEDKP) ... 71

16 Contoh perhitungan dosis ... 72

17 Hasil pengukuran kadar SGPT ... 73


(15)

19 Hasil gambar makroskopik organ hati ... 75

20 Gambar alat,bahan,dan objek yang digunakan ... 77

21 Gambar hewan percobaan yang digunakan ... 79

22 Hasil analisis SPSS berat badan ... 80

23 Hasil analisis SPSS rata-rata kadar SGPT ... 87

24 Hasil analisis SPSS rata-rata kadar SGOT ... 90


(16)

UJI TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL DAUN

KEDONGDONG PAGAR (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr)

PADA ORGAN HATI MENCIT JANTAN

ABSTRAK

Uji toksisitas subkronik merupakan pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul setelah pemberian zat uji dengan dosis yang berulang pada hewan uji selama 28-90 hari.Daun kedongdong pagar berkhasiat sebagai antiinflammasi, antilambung, menyembuhkan luka, antimikroba, dan antidiabetes.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keamanan dosis pada ekstrak etanol daun kedongdong pagar.

Serbuk simplisia dimaserasi dengan pelarut etanol 70%dan diuapkan dengan rotary evaporator ± 40oC selanjutnya ekstrak yang diperoleh diuji toksisitas subkroniknya menggunakan mencit sebanyak 24 ekor dibagi dalam 4 kelompok yaitu kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan diberikan secara oral setiap hari selama 28 hari. Pengamatan dilakukan setiap hari meliputi gejala klinis, berat badan, kematian mencit, pengukuran kadar SGPT,kadar SGOT, serta histopatologi organ hatikemudiandilakukan analisis statistik dengan uji ANOVA menggunakan Statistical Program Service Solution (SPSS) versi 19.

Hasil pengamatan menunjukkan tidak ditemukan gejala toksik pada kelompok kontrol (Na-CMC 0,5%) dan kelompok ekstrak etanol daun kedongdong pagar dosis 250 mg/kg bb, sedangkan padadosis 500 mg/kg bb dan dosis 1000 mg/kg bb ditemukan gejala toksik. Hasil analisis berat badan dan berat organ relatif menunjukkan tidakada perbedaan yang signifikan antara kenaikan berat badan dan peningkatan berat organ relatif dengan pemberian ekstrak etanol daun kedongdong pagar (p>0,05). Mencit yang mati tidak dijumpai pada kelompok kontrol dan kelompok ekstrak etanol daun kedongdong pagardosis 250 mg/kg bb, sedangkan dosis 500 mg/kg bb dan 1000 mg/kg bb dijumpai ada mencit yang mati selama pemberian sediaan uji. Hasil analisis rata-rata kadar SGPT terdapat perbedaan yang signifikan antara semua kelompok perlakuan (p< 0,05). Kelompok kontrol (45,83 UI/l) dan kelompokEkstrak etanol daun kedongdong pagar dosis 250 mg/kg bb (55,17 UI/l), rata-rata kadar SGPT dari kedua kelompok ini masih dalam batas normal. Kelompok ekstrak etanol daun kedongdong pagar dosis 500 mg/kg bb (83,5 UI/l) dan dosis 1000 mg/kg bb (92,50 UI/l) melewati batas normal. Hasil analisis rata-rata kadar SGOT terdapat perbedaan yang signifikan antara semua kelompok perlakuan (p< 0,05). Kelompok kontrol (245,33UI/l) dankelompok ekstrak etanol daun kedondong pagar dosis 250 mg/kg bb (255,5 UI/l), rata-rata kadar SGOT dari kedua kelompok ini masih dalam batas normal. KelompokEkstrak etanol daun kedongdong pagar dosis 500 mg/kg bb (301,25 UI/l), dan dosis 1000 mg/kg bb (314 UI/l) melewati batas normal. Hasil makropatologi dan histopatologi organ hati pada kelompok kontrol ekstrak etanol daun kedongdong pagar dan dosis 250 mg/kg bb tidak dijumpai perubahan organ sedang dosis 500 dan 1000 mg/kg bb dijumpai perubahan organ, yang berarti ekstrak etanol daun kedongdong pagar toksik pada dosis 500 dan 1000 mg/kg bb. Kata kunci : toksisitas, subkronik, hati, daun kedondong pagar


(17)

SUBCHRONIC TOXICITY TESTS ETANOL EXTRACT OF

LEAF KEDONGDONG PAGAR (Lannea coromandelica (Houtt.)

Merr) IN ORGANS LIVER MALE MICE

ABSTRACT

Subchronic toxicity is a test to detect the toxic effects that appear after administration of the test substance with repeated doses in animal for 28-90 days.The kedongdong pagar leaves can be used as antiinflamation, antiulcer, wound healing, antimicrobial, and antidiabetic.The aim of this study was to determine the safety dose of ethanol extract of kedongdong pagar leaves.

Simplex powder was macerated by ethanol 70% and evaporated by using rotary evaporator± 40oC then obtained extract was tested for its subchronic toxicity using 24 mice which were divided into 4 groups: control group was given CMC Na 0.5%, the treatment groups which were given with ethanol extract of kedongdong pagar leaves dose 250, 500 and 1000 mg/kg BW which were administered orally everyday for 28 days. Observations were conducted everyday including toxic symptoms, weight loss, death, measurement of SGPT level, SGOT level, macropathology and histopathology of liver then data were analyzed by ANOVA using the Statistical Program Service Solution (SPSS) version 19.

The results showed that the control group and ethanol extract of kedongdong pagar leaves dose 250 mg/kgBW group has no toxic symptoms, while dose 500mg/kg BW group anddose 1000 mg/kg BW group showed toxic symptoms. Result of body weight and relative organ weights analysis showed no significant difference in weight gain and increased organ weight relative within treatment groups given various dose of ethanol extract of kedongdong pagar leaves (p > 0.05). The death mice was not founded in the control group and ethanol extract of kedongdong pagar leaves dose 250mg/kg BW group, while in dose 500 mg/kg BW group and dose 1000 mg/kgBW group was founded the death mice. Result of SGPT level analysis showed significant differences within all groups (p < 0.05). The control group was 45.83 IU/l and ethanol extract of kedongdong pagar leaves dose 250 mg/kg BW group was 55.17 IU/l, SGPT level of these two groups were still in the normal state. Ethanol extract of kedongdong pagar leaves dose 500 mg/kg BW group was 83,5 IU/l and dose 1000 mg/kg BW group was 92.50 IU/l, SGPT level of these two was exceeds the ranges of normal state. Result of SGOT level analysis showed significant differences within all groups (p < 0.05). The control group was 245.33 IU/l, and ethanol extract of kedongdong pagar leaves dose 250 mg/kgBW group was 255.50 IU/l, SGOT level of these two groups were still in the normal state. ethanol extract of kedongdong pagar leaves dose 500 mg/kg BW group was 301.25 IU/l and dose 1000 mg/kg BW group was 314 IU/l, SGOT level of these groups exceeds the ranges of normal state. Macropathology and histopathology of liver result in the control group and treatment groups given with ethanol extract of kedongdong pagar leaves dose 250 mg/kg BW showed no changed while dose 500 and 1000 mg/kgBW showed changed organ, which mean ethanol extract of kedongdong pagar leaves were toxic at dose 500 and 1000 mg/kgBW.


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Wilayah Indonesia memiliki hutan tropis yang merupakan wilayah dengan megadiversitas sumber daya alam. Berdasarkan fitogeorafi, Indonesia termasuk di dalam kawasan Malesia. Kawasan Malesia ini merupakan salah satu kawasan botani dunia yang terpenting, karenadidalamnya terkandung keanekaragaman hayati yang menyamai kawasanAmazon di Amerika Selatan. Apabila kekayaan tumbuhan tersebutdigabungkan dengan kekayaan mikroorganisme dan biota laut, makaIndonesia merupakan sumber keanekaragaman hayati raksasa (Wahjoedi, dkk., 2004).

Pemakaian bahan alam, terutama yang berasal dari bahan tumbuh – tumbuhanyang digunakan untuk tujuan pencegahan dan pengobatanpenyakit telah dikenal sejak zaman dahulu oleh umat manusia. Bahan – bahanalam ini dikenal sebagai obat tradisional, oleh karena prinsip-prinsippemakaiannya masih secara tradisional. Umumnya khasiat obat-obattradisional sampai saat ini hanya didasarkan pada pengalaman empiris saja(Mulyono, 2004).

Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan yang berasaldari tumbuh-tumbuhan, hewan, dan mineral, sediaan sarian (galenik) ataucampuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakanuntuk pengobatan. Saat ini semakin banyak masyarakat yangmenggunakan bahan alam sebagai obat, sehingga diperlukan penelitianlebih lanjut mengenai uji keamanan obat tradisional tersebut (Ditjen POM,2000).

Penelitian mengenai obat tradisional tanaman obat, terusberlangsung bahkan meningkat jumlahnya akhir-akhir ini. Meskipundemikian, dalam kenyataannya


(19)

hingga saat ini baru beberapa penelitianobat tradisional ataupun tanaman obat yang digunakan dalam fasilitaspelayanan kesehatan. (Ditjen POM, 2000).

Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan obat alami adalah daun kedondong pagar, tumbuhan ini secara tradisional digunakan untuk obat luka luar, luka dalam, sakit perut, penyakit jantung, astringen, lepra, disentri, dan nyeri lokal (Reddy,dkk., 2011). Berdasarkan hasil penelitian, Daun kedongdong pagar mengandung senyawa ß-sitosterol, polifenol termasuk tannin seperti asam ellagic, asam gallic, dan beberapa flavonoid seperti quercetin, kaempferol, isoquercetin, leucocyanidin, leucodelphidine (Reddy, dkk., 2011).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap khasiat daun kedongdong pagar, antara lain antiinflammasi (Sholichah, dkk., 2012), antimaag,(Reddy, dkk., 2011), penyembuhan luka, antimikroba (Sathish, dkk.,

2010), serta antidiabetes (Premjanu, dkk., 2014).Sampai saat ini

penggunaantanaman daun kedongdong pagar sebagaitanaman berkhasiat obat masih berdasarkan pengalaman empiris. Dosis penggunaan secara ilmiah belum dilakukan pengkajian secara pasti.Pengembangan daun kedongdong pagar sebagai bahan sediaan obat alami harus didukung oleh penelitian.Salah satu penelitian yang dilakukan adalah pengujian toksisitas. Peneliti sebelumnya telah melakukan uji toksisitas akut dengan nilai LD50 sebesar 2000 mg/kgBB mencit (Reddy, dkk.,

2011).

Toksisitas adalah kemampuan suatu zat kimia dalam menimbulkan kerusakan pada organisme baik saat digunakan atau saat berada dalam lingkungan.Secara umum toksisitas dibedakan menjadi toksisitas akut, toksisitas subkronik dan toksisitas kronik (Priyanto, 2009).Uji toksisitas bertujuan untuk


(20)

terdapat dalam zat-zat kimia, termasuk dalam tumbuh-tumbuhan (Widyastuti, 2008).Uji toksisitas subkronik merupakan suatu pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul setelah pemberian zat uji dengan dosis yang berulang pada hewan uji selama 28-90 hari (OECD, 2008).

Salah satu pengamatan yang diperhatikan dalam uji toksisitas adalah fungsi organ seperti hati.Hati merupakan organ yang berperan dalam fungsi metabolisme dan ekskresi di dalam tubuh. Hampir semua substan yang masuk dalam tubuh dan mengikuti sirkulasi sistemik akan dimetabolisme di hati. Di dalam hati terdapat hepatosit yang mengandung banyak enzim yang digunakan sebagai katalisator dalam metabolisme substan, termasuk obat dan makanan (Wiguna, 2011). Adanyakerusakan hati salah satunya akan ditandai dengan nekrosis hepatosit yang akan melepaskan beberapa enzim dari sitoplasma hepatosit ke ekstrasel. Oleh karena itu, fungsi hati dapat dimonitor dengan mengamati aktivitas enzim yang terdapat dalam serum (Baron, 1990).Ada dua jenis enzim yang terdapat di dalam hepatosit, yaitu SGOT (Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamat Piruvat Transaminase) (Aria,dkk., 2011).Enzim yang spesifik diamati untuk memonitor fungsi hati adalah SGPT, jika terjadi kerusakan atau cedera, sel hati melepaskan enzim ini ke dalam darah. Peningkatan kadar enzim ini di dalam darah menunjukkan kerusakan hati (Baron, 1990).

Berdasarkan uraian di ataspeneliti tertarik untuk melakukan pengujian toksisitas subkronik ekstrak etanol daun kedongdong pagar (EEDKP) pada mencit, mengingat pemanfaatannya yang beragam dan belum ditemukan informasi mengenai batas keamanannya.


(21)

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

a. Apakah EEDKP berpengaruh terhadap gejala toksikmencit jantan? b. Apakah EEDKPberpengaruh terhadap berat badan mencit jantan? c. Apakah EEDKPmemberikan efek toksik pada organ hati mencit jantan? d. Berapakah batas keamanan dosis EEDKP terhadap mencit jantan?.

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis pada penelitian ini diduga:

a. EEDKPberpengaruh terhadapgejala toksik mencit jantan. b. EEDKPtidak berpengaruh terhadap berat badan mencit jantan. c. EEDKP memberikan efek toksik pada organ hati mencit jantan. d. EEDKPaman digunakan pada dosis 250mg/kg bb.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui: a. pengaruh EEDKP terhadap gejala toksik mencit jantan. b. pengaruh EEDKP terhadap berat badan mencit jantan. c. pengaruh EEDKP terhadap organ hati mencit jantan. d. batas keamanan dosis EEDKP pada mencit jantan.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai efek toksik yang ditimbulkan dari EEDKP dan memberikan informasi


(22)

mengenai batas keamanan dosis dari EEDKP serta sebagai acuan uji klinik untuk dijadikan sebagai obat.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap mencit jantan yang diberikan EEDKP selama 28 hari. Tardapat 5 variabel bebas yaitu kelompok (kontrol Na-CMC 0,5 %), perlakuan EEDKP dosis 250, 500 dan 1000 mg/kg bb. Variabel terikat potensi ketoksikan seperti yang ditunjukan pada Gambar 1.1.


(23)

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian ini adalah sebagai berikut terdapat gambar 1.1

Variabel Bebas Variabel terikat Parameter

Gambar 1.1Skema kerangka pikir penelitian

Ekstrak etanol daun kedongdong

pagar (EEDKP) Dosis 250 (mg/

kgBB) Dosis 500 (mg/ kgBB) Dosis 1000 (mg/ kgBB) Golongan senyawa metabolit sekunder simplisia dan ekstrak

Karakteristiksimplisi a dan ekstrak

Potensi Ketoksikan

Gejala Toksik Kematian hewan Berat organ relatif

Berat badan Kadar SGPT & SGOT

Histopatologi 1. Makroskopik 2. Mikroskopik 3. Kadar air 4. Kadar sari

larutdalam air 5. Kadar sari larut

dalam etanol 6. Kadar abu total 7. Kadar abu tidak larut

asam 1. Alkaloid 2. Flavonoid 3. Tanin

4. Steroid/ Triterpenoid 5. Saponin

6. Glikosida 7. Antraquinon

Na- CMC 0,5% (kontrol)


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Lannea coromandelica (Houtt.)Merr. atau Daun Kedongdong Pagar adalah tumbuhan yang dapat tumbuh secara liar dan biasanya dijadikan sebagai pagar oleh sebagian besar masyarakat Provinsi Aceh, khususnya masyarakat Desa Samakurok, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara. Tumbuhan ini dapat ditemukan di halaman rumah, ditepi jalan dan banyak terdapat di kebun milik penduduk.

2.1.1Sistematika Tumbuhan

Berikut adalah sistematika tumbuhan:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Sapindales

Suku : Anacardiceae

Marga : Lannea

Spesies : Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.

2.1.2 Nama Lokal

Sulawesi : Tamatte , kayu Cina, kayu Jawa, kedongdong laki (tangerang), Pohon Reo (flores) ( Anonim, 2014)

2.1.3 Nama Asing


(25)

2.1.4 Kandungan Kimia

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil skrining

daunkedongdong pagar menunjukkan adanya golongan senyawa glikosida, flavonoid, tanin dan steroid-triterpenoid (Safriana, 2014).

2.1.5 Morfologi Tumbuhan

Daun kedongdong pagar adalah tumbuhan liar yang berwarna hijau, permukaan daun licin, bentuk majemuk menyirip gasal, anak daun berhadapan, tulang daun menyirip; diameter daun 4,4 - 5,0 cm; panjang daun 7,3 - 10,5 cm; panjang tangkai daun 0,3 - 0,8 cm, bentuk daun bulat telur, dan ujung daun runcing (Safriana, 2014).

2.1.6 Khasiat Tumbuhan

Daunkedongdong pagardigunakan sebagai obat antilambung,antiinflamasi, penyembuh luka, rematik, antikanker, antidiabetes, antidiare, (Kaur, dkk., 2012).Selain digunakan sebagai obat-obatan, daun kedongdong pagar juga digunakan dalam masakan sebagai penghilang rasa pahit dari daun pepaya dan buah pare dengan cara merebus daun kedongdong pagar bersamaan dengan daun pepaya atau buah pare (Safriana, 2014).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu pelarut cair.Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloida, flavonoida dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akanmempermudah pemilihan pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).


(26)

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Depkes,1979).Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi dua cara, yaitu cara panas dan cara dingin (Ditjen POM, 2000).

a. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan, sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan kedalam bejana perkolator, tetapi dibasahi atau dimaserasi terlebih dahulu dengan cairan penyari sekurang-kurangnya selama 3 jam.

b. Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada temperatur titik didihnya dalam waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.

2. Sokletasi


(27)

baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel.

3. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

4. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 15 menit.

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.

2.3 Toksisitas

Toksisitas adalah kemampuan suatu zat kimia dalam menimbulkan kerusakan pada organisme baik saat digunakan atau saat berada dalam lingkungan (Priyanto, 2009). Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada sistem biologi dan untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari sediaan uji.Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memberi informasi mengenai derajat bahaya sediaan uji tersebut bila terjadi pemaparan pada manusia, sehingga dapat ditentukan dosis penggunaannya demi keamanan manusia (BPOM RI, 2011).

Penelitian toksisitas konvensional pada hewan coba sering mengungkapkan serangkaian efek akibat pajanan toksikan dalam berbagai dosis


(28)

untuk berbagai masa pajanan. Penelitian toksikologi biasanya dibagi menjadi tiga kategori (Lu, 1995):

a. Uji toksisitas akut dilakukan dengan memberikan bahan kimia yang sedang diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam.

b. Uji toksisitas jangka pendek (dikenal dengan subkronik) dilakukan dengan memberikan bahan kimia berulang-ulang, biasanya setiap hari, selama jangkawaktu kurang lebih tiga bulan untuk tikus dan satu atau dua tahun untuk anjing.

c. Uji toksisitas jangka panjang dilakukan dengan memberikan bahan kimia

berulang-ulang selama masa hidup hewan coba atau sekurang-kurangnya sebagian besar dari masa hidupnya, misalnya 18 bulan untuk mencit, 24 bulan untuk tikus, dan 7-10 tahun untuk anjing dan monyet.

2.3.1 Uji Toksisitas Akut

Uji toksisitas akut adalah suatu pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul dalam waktu singkat setelah pemberian sediaan uji secara oral dalam dosis tunggal yang diberikan dalam waktu 24 jam (Lu, 1995).Tujuan dilakukannya uji toksisitas akut adalah untuk menentukan LD50n(potensi ketoksikan) akut dari

suatu senyawa (Priyanto, 2009).Semakin kecil harga LD50maka semakin besar

potensi ketoksikannya (OECD, 2001).

Prinsip uji toksisitas akut oral yaitu, sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis yang diberikan pada beberapa kelompok hewan uji dengan satu dosis per kelompok, kemudian dilakukan pengamatan terhadap adanya efek toksik dan kematian (OECD, 2001).

Tujuan toksisitas akut adalah untuk mendeteksi toksisitas dari suatu zat, menentukan organ sasaran dan kepekaan spesies, memperoleh informasi


(29)

bahayasetelah pemaparan suatu zat secara akut dan untuk memperoleh informasi awal yang dapat digunakan untuk merancang uji toksisitas selanjutnya serta untuk memperoleh nilai LD50 suatu sediaan (BPOM RI., 2011).

2.3.2 Uji Toksisitas Subkronik

Uji toksisitas subkronik adalahsuatu pengujian untuk mengetahui efek toksik yang muncul setelah pemberian sediaan uji dengan dosisyang diberikan secara oral pada hewan uji, biasanya setiap hari atau lima hari seminggu(BPOM RI., 2011).

Tujuan toksisitas subkronik adalah untuk memperoleh informasi adanya efek toksik zat yang tidak terdeteksi pada uji toksisitas akut, informasi kemungkinan adanya efektoksik setelah pemaparan sediaan uji secara berulang dalam jangka waktu tertentu, informasi dosis yang tidak menimbulkan efek toksik (No Observed-Adverse Effect Leve/NOEL), dan mempelajari adanya efek reversibilitas zat tersebut (BPOM RI., 2011).

Prinsip uji toksisitas subkronik oral adalah sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan setiap hari pada beberapa kelompok hewan uji dengan satu dosis per kelompok selama 28 atau 90 hari.Selama pemberian sediaan uji, hewan harus diamati setiap hari untuk menentukan adanya toksisitas.Selama waktu dan pada akhir periode pemberian sediaan uji, hewan yang mati dan masih hidup diotopsi selanjutnya dilakukan pengamatan secara makropatologi pada setiap organ dan jaringan.Selain itu juga dilakukan pemeriksaan hematologi, biokimia klinis dan histopatologi (BPOM RI., 2011).

2.3.3 Uji Toksisitas Kronik


(30)

berulang-2009). Prinsip toksisitas kronik oral pada umumnya sama dengan uji toksisitas subkronik, hanya sediaan uji yang diberikan lebih lama tidak kurang dari 12 bulan. Pengamatan juga dilakukan secara lengkap seperti gejala toksik, monitoring berat badan dan konsumsi makanan, pemeriksaan hematologi, biokimia klinis, makropatologi, penimbangan organ dan histopatologi (OECD, 2008).

2.4 Hati

Salah satu organ yang sering menderita karena adanya zat-zat toksik adalah hati.Bahan kimia kebanyakan mengalami metabolisme dalam hati dan oleh karenanya banyak bahan kimia yang berpotensi merusak sel-sel hati.Bahan kimia yang dapat mempengaruhi hati disebut hepatotoksik (Wicaksono, 2002).

2.4.1 Anatomi Hati

Hati merupakan kelenjar metabolik dalam tubuh yang paling besar. organ ini memiliki berat rata-rata 1500 gram atau 2,5% berat badan pada orang dewasa. Bagian atas hati berbentuk cembung dan terletak di bagian kanan bawah diafragma dan sebagian disebelahkiri bawah. bagian bawah hati berbentuk cembung dan melindungi pankreas, ginjal kanan, lambung, dan usus (Price dan Wilson, 2005). Warnanya dalam keadaan segar merah kecoklatan, warna tersebut terutama disebabkan oleh adanya darah yang amat banyak (Lee, dkk., 1997).

Hati terdiri dari dua lobus utama,yakni lobus kanan dan kiri yang masing-masing terdiri dari dua segmen. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan dan poterior. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral. Segmen median terbagi menjadi dua bagian, satu lobus qudratus dan caudatus (Hage, 1982).

Hati tersusun oleh beberapa tipe sel, yaitu: a. Hepatosit


(31)

Hepatosit lobulus memiliki sebuah vena sentral (vena terminalis) dan traktus portal yang terletak di perifer.

b. Sel duktus biliaris

Sel-sel duktus biliaris membentuk duktus dalam traktus portal lobulus hepar. Duktus dari lobulus-lobulus yang berdekatan menyatu berjalan menuju hilus hepar, dengan ukuran dan garis tengahnya secara bertahap membesar.

c. Sel Vaskular

Hati memiliki pendarahan ganda. Organ ini menerima darah melalui arteri hepatika dan vena porta. Arteri hepatika dan vena porta masuk ke hepar di porta hepatis lalu bercabang menjadi pembuluh yang lebih halus berjalan sejajar sampai mencapai vena sentralis.

d. Sinusoid

Sinusoid adalah saluran darah yang melebar dan berliku-liku, sinusoid hepar dipisahkan dari hepatosit di bawahnya oleh spatium perisinusoideum (disse) subendoteial. Akibatnya, zat makanan yang mengalir di dalam sinusoid memiliki akses langsung melalui dinding endoteial yang tidak utuh dengan hepatosit. Struktur dan jalur sinusoid yang berliku di hepar memungkinkan pertukaran zat yang efisien antara hepatosit dan darah. Selain endotel, sinusoid hepar juga mengandung makrofag, yang disebut sel kuppffer (macrophagocytus stellatus), terletak di sepanjang sinusoid.

e. Kandung empedu

Kandung empedu adalah organ kecil berongga yang melekat pada permukaan bawah hepar. Empedu diproduksi oleh hepatosit dan mengalir melalui kanalikuli dan disimpan di dalam kandung empedu (Eroschenko, 2004).


(32)

2.4.2Fisiologi Hati

Organ hati terlibat dalam metabolisme zat makanan serta sebagianbesar obat dan toksikan (Lu, 1995). Hati mempunyai fungsi yang sangat banyak dan kompleks yang penting untuk mempertahankan hidup (Husadha, 1996)yaitu :

a. Fungsi pembentukan dan ekskresi empedu

Hal ini merupakan fungsi utama hati yaitu mengekskresikan sekitar satu liter empedu setiap hari.Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak dalam usus halus.

b. Fungsi metabolik

Hati berperaan penting dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan juga memproduksi energi.Hati mengubah ammonia menjadi urea, untuk dikeluarkan melalui ginjal dan usus.

c. Fungsi pertahanan tubuh

Hati mempunyai fungsi detoksifikasi dan perlindungan yang dilakukan oleh enzim-enzim hati untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat yang kemungkinan membahayakan dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif.Fungsi perlindungan dilakukan oleh sel kupffer yang terdapat di dinding sinusoid hati.

2.4.3 Histologi Hati

Hati terdiri atas unit-unit heksagonal yaitu lobulus hati.Di bagian tengah setiap lobulus hati terdapat sebuah vena sentralis yang dikelilingi secara radial oleh sel-sel hati (hepatosit) (Junqueira dan Corneiro, 2007).

Hepatosit (sel parenkim hati) merupakan sebagian besar organ hati. Hepatosit bertanggung jawab terhadap peran sentral hati dalam metabolisme. Sel – sel ini terletakdiantara sinusoid yang terisi darah dan saluran empedu. Sel Kupffer


(33)

melapisi sinusoid hati dan merupakan bagian penting dari sistem retikuloendotelial tubuh (Lu, 1995).Darah dipasok melalui vena porta dan arteri hati dan disalurkan melalui

vena sentral dan kemudian vena hati ke vena kava (Lu, 1995).Sebanyak 80% dari aliran

darahnya berasal dari vena porta yang mengangkut darah rendah oksigen.Sisanya (20%)

berasal dari arteri hepatika yang memasok darah kaya oksigen.Darah meninggalkan hati

melalui vena hepatika yang mengalir menuju vena kava inferior (Underwood, 1994).

2.4.4 Jenis Kerusakan Hati

Toksikan dapat menyebabkan berbagai jenis efek toksik pada berbagai organel dalam sel hati, mengakibatkan berbagai jenis kerusakan hati, seperti berikut (Lu, 1995):

a. Perlemakan Hati (Steatosis)

Perlemakan hati adalah hati yang mengandung berat lipid lebih dari 5%. b. Nekrosis Hati

Nekrosis hati adalah kematian hepatosit. Nekrosis dapat bersifat fokal (sentral, pertengahan, perifer) atau masif. Nekrosis hati merupakan suatu manifestasi toksik yang berbahaya tetapi tidak selalu kritis karena hati mempunyai kapasitas pertumbuhan kembali yang luar biasa.

c. Kolestatis

Jenis kerusakan hati ini bisanya bersifat akut dan jarang ditemukan dibandingkan dengan perlemakan hati dan nekrosis.

d. Sirosis

Sirosis ditandai oleh adanya septa kolagen yang tersebar di sebagian besar hati. Pada sebagian besar kasus, sirosis disebabkan nekrosis sel tunggal karena kurangnya mekanisme perbaikan sehingga terjadi fibroblastik dan pembentukan jaringan perut. Penyebab sirosis yang paling adalah penggunaan kronis alkohol


(34)

e. Hepatitis yang Mirip Hepatitis Virus

Berbagai macam obat mengakibatkan suatu sindroma klinis yang tidak dapat dibedakan dari hepatitis virus. Pada umumnya, obat itu mempunyai ciri-ciri berikut:

1. Kerusakan hati semacam itu tidak dapat diperlihatkan pada hewan. 2. Tampaknya beberapa efek pada manusia tidak berkaitan dengan dosis. 3. Masa laten sangat beragam.

4. Toksisitas hanya muncul pada beberapa individu yang rentan. 5. Gambaran histologi lebih beragam.

6. Biasanya pasien memperlihatkan tanda-tanda hipersensivitas lain dan kadang-kadang bereaksi terhadap suatu dosis tantangan.

7. Demam, ruam dan eosinofilia sering ditemukan. f. Karsinogenesis

Karsinoma hepatoseluler dan kolangiokarsinoma adalah jenis neoplasma ganas yang paling umum pada hati. Jenis karsinoma lainnya antara lain angiosarkoma, karsinoma kelenjar, karsinoma trabekular dan karsinoma sel hati yang tidak berdiferensiasi.

2.4.5 SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase)

Pengamatan fungsi hati adalah dengan mengamati aktivitas enzim SGPT.Hati sering menjadi organ sasaran karena sebagian toksikan memasuki tubuh melalui sistem gastrointestinal dan setelah diserap toksikan dibawa oleh vena porta ke hati. Toksikan kemudian akan dimetabolisme menjadi radikal bebas yang akan memecah sel hati (Lu, 1995).Oleh karna itu, jika sel hati mengalami nekrosis dapat segera dideteksi melalui peningkatan aktivitas enzim.Salah satu enzim yang dihasilkan oleh hati dan peka terhadap kelainan fungsi hati adalah enzim


(35)

SGPT.Enzim SGPT ini lebih spesifik terhadap kerusakan hati dan merupakan enzim yang banyak terdapat di sitosol dalam hati(Husadha, 1996).

2.4.6 SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase)

SGOT merupakan enzim yang banyak ditemukan pada organ hepar terutama padasitosol(Ganong, 2008). Dengan adanya peranan yang cukup penting dari jenis enzim ini utamanya dalam organ hepar, maka kemudian digunakan dalam pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya kelainan fungsi hati. Jika terjadi peningkatan Serum Glutamic Oksaloasetic Transaminase (SGOT) dalam darah, maka dapat diduga bahwa telah terjadi kelainan pada hati (Handoko,2003). Karena itu peningkatan kadar enzim ini pada serum dapat dijadikan indikasi terjadinya kerusakan jaringan yang akut. Ketika terjadi kerusakan pada hati,makasel-sel hepatositnya lebih permeabel sehingga enzim bocor ke dalam pembuluh darah menyebabkan kadarnya meningkat pada serum (Nurcahyani, 2012).


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian meliputi pengumpulan dan pengolahan tumbuhan, pembuatan ekstrak etanol daun kedongdong pagar (EEDKP), skrining fitokimia dari ekstrak EEDKP, penyiapan hewan percobaan, pengamatan gejala klinis, berat badan,berat organ hati relatif, kematian, pengukuran SGPT dan SGOT, serta histopatologi organ hati dan analisis data menggunakan statistic metode one-way analysis of variance (ANOVA).

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan terdiri dari lemari pengering, oven (Dynamica), tanur (Nabertherm), rotary evaporator (Stuart),seperangkat alat penetapan kadar air, desikator, mikroskop (Olympus), neraca hewan (GW-1500),neraca listrik (Mettler Toledo), blender (Panasonic), alat-alat gelas laboratorium, mortir dan stamfer, aluminium foil, kaca objek,kaca penutup, kertas saring, krusen tang, oral sonde, pipet tetes, dan spuit 1 ml (Terumo),mikroskop digital,neraca kasar (ohaus), kamera digital, alat bedah (Wells spencer).

3.1.2 Bahan

Bahan tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun kedongdong pagar (Lannea coromandelica (Houtt.)Merr.).Bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain berkualitas pro analisis adalah etanol 70% (destilasi), pereaksi bouchardat, dragendorff, mayer, besi (III) klorida, Molish, timbal (II) asetat, asam sulfat, asam klorida, metanol, kloroform-isopropanol, lieberman-burchard, n-heksan, toluen, kloroform, kloralhidrat,serbuk magnesium,


(37)

serbuk seng,natrium klorida 0,9%natrium carboxy methyl cellulose0,5% dan akuades.

3.2 Prosedur Pembuatan Simplisia 3.2.1 Pengambilan Bahan

Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan tumbuhan daun kedongdong pagar diambil dari Desa Samakurok, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh.

3.2.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikas bahan tumbuhan daun kedongdong pagar dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor.Hasil determinasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 57.

3.2.3 Pembuatan Simplisia

Bahan daun kedongdong pagar dikumpulkan, sortasi basah, dicuci bersih di bawah air mengalir, ditiriskan, dan ditimbang beratnya (2.600 g).Daun kedongdong pagar selanjutnya dikeringkan di lemari pengering hingga kering, sortasi kering, kemudian ditimbang beratnya (1500 g) dan disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat.

3.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam (Depkes RI, 1977; WHO, 1992).


(38)

3.3.1 Pemeriksaan Makroskopik dan Organoleptik

Pemeriksaan makroskopik dan organolepik dilakukan dengan mengamati bentuk, bau dan rasa dari daun kedongdong pagar, serbuk simplisia daun kedongdong pagar.

3.3.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia daun kedongdong pagar.Serbuk simplisia daun kedongdong pagar diletakkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, selanjutnya diamati di bawah mikroskop.Hasil pemeriksaanmikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 60.

3.3.3 Penetapan Kadar Air Simplisia dan Ekstrak

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluena). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung dan tabung penerima.

Cara kerja:

Dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling ke dalam labu alas bulat, lalu didestilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluena dibiarkan mendingin selama 30 menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml. Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik.Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena.Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerimadibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume


(39)

air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992). Hasil perhitungan penetapan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 13, halaman 64 dan 69.

3.3.4 Penetapan Kadar Sari Larut Air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap.Kadar dalam persen sari yang larut

dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1977). Hasil perhitungan penetapan kadar sari larut air dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 65.

3.3.5 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam.Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol.Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara.Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap.Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol

96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1977).

3.3.6 Penetapan Kadar Abu Total Simplisia dan Ekstrak


(40)

habis, jika arang masih tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang.Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1977). Hasil perhitungan penetapan kadar abu total dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 14, halaman 67 dan 70.

3.3.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam Simplisia dan Ekstrak

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1977). Hasil perhitungan penetapan kadar abu tidak larut asam dapat dilihat pada Lampiran 12 dan 15, halaman 68 dan 71.

3.4 Skrining Fitokimia Simplisia

Skrining fitokimia serbuk simplisia daun kedongdong pagar meliputi pemeriksaan senyawa golongan flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, glikosida dan steroid/triterpenoid.

3.4.1Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Ditjen POM, 1989).


(41)

3.4.2 Pemeriksaan Alkaloid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada masing-masing tabung reaksi:

- Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer - Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat - Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga percobaan diatas (Depkes RI, 1977).

3.4.3 Pemeriksaan Saponin

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 menit. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan buih tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1977).

3.4.4 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%.Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Depkes RI, 1977).


(42)

3.4.5 Pemeriksaan Glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari dengan 30 ml campuran etanol 96%-air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat, ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran kloroform-isopropanol (3:2) sebanyak 3 kali. Pada kumpulan sari lapisan isopropanol diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50oC.

Sisanya dilarutkan dengan 2 ml metanol untuk larutan percobaan. 0,1 ml larutan percobaan diuapkan diatas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes Molish, kemudian ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat, terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (Depkes RI, 1977).

3.4.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 g, dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard melalui dinding cawan. Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau menunjukkan adanya steroid/triterpenoid (Harborne, 1987).

3.5 Proses Pembuatan EEDKP

Proses pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol. Menurut Farmakope Herbal Indonesia Edisi I (2008), caranya adalah sebagai berikut: sebanyak 500 g serbuk kering simplisia dimasukkan ke dalam bejana, ditambahkan 5 L etanol 70%. Rendam selama 6 jam pertama sambil sekali-sekali diaduk, kemudian diamkan selama 18 jam. Maserat dipisahkan dengan


(43)

carafiltrasi. Proses penyarian sekurang-kurangnya diulangi dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan, kemudian maserat yang diperoleh diuapkan dengan alat rotary evaporator (Depkes RI, 2008).

3.6 Pemeriksaan Karakteristik EEDKP

Pemeriksaan karakteristik ekstrak etanol daun kedongdong pagar meliputi, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut dalam asam. Prosedur pemeriksaan karakterisasi ekstrak etanol daun kedongdong pagar sama seperti prosedur karakterisasi simplisia daun kedongdong pagar.

3.7 Skrining Fitokimia EEDKP

Skrining terhadap ekstrak etanol daun kedongdong pagar dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang terkandung di dalam ekstrak. Prosedur pemeriksaan ekstrak etanol daun kedongdong pagar sama seperti prosedur skrining fitokimia terhadap simplisia daun kedongdong pagar.

3.8 Penyiapan Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah mencit putih jantan dengan berat badan 25 – 35 g, berumur 2-3 bulan. Sebelumpengujian,mencit diaklimatisasi terlebih dahulu selama 7-14 hari , sebanyak 24 ekor mencit dibagi dalam 4 kelompok.

3.9 Pembuatan Pereaksi

Pembuatan pereaksi mencakup pembuatan suspensi Na-CMC 0,5% b/v, pembuatan suspensi EEDKP yang diperoleh dari hasil orientasi dengan dosis 250 mg/kg bb, 500 mg/kg bb, dan 1000 mg/kg bb.


(44)

3.9.1 Pembuatan Suspensi Na-CMC 0,5% b/v

Sebanyak 0,5 g Na-CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi 10 ml air suling panas. Didiamkan selama 15 menit lalu digerus hingga diperoleh massa yang transparan, lalu digerus sampai homogen, diencerkan dengan air suling, dihomogenkan dan dimasukkan ke labu tentukur 100 ml, dicukupkan volumenya dengan air suling hingga 100 ml.

3.9.2 Pembuatan Suspensi EEDKP

Dalam pengujian akan digunakan 3 variasi dosis yakni dosis 250 mg/kg bb, 500 mg/kg bb, 1000 mg/kg bb. Sejumlah 250 mg, 500 mg, dan 1000 mg ekstrak etanol daun kedongdong pagar dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5% b/v sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen hingga 10 ml.

3.10Pengelompokan Hewan Ujidan Pemberian Sediaan Uji

Hewan uji yang digunakan yaitu mencit (Mus musculus) yang sehat sebanyak 24 ekor yang dibagi ke dalam 4 kelompok perlakuan, tiap kelompok terdiri dari 6 ekor mencit jantan. kelompok 1 sebagai kontrol, kelompok 2,3 dan 4 sebagai kelompok perlakuan.

Pembagian kelompok hewan uji sebagai berikut :

kelompok 1: Kontrol, diberi larutan suspensi Na-CMC 0,5 % b/v

kelompok 2: Perlakuan, diberikan EEDKP dengan dosis 250 mg/kg bb

kelompok 3: Perlakuan, diberikan EEDKP dengan dosis 500 mg/kg bb


(45)

Sediaan uji diberikan secara oral menggunakan oral sonde setiap hari selama 28 hari dan dilakukan pengamatan.

3.10.1 Pengamatan Toksisitas Subkronik

Sediaan uji diberikan secara oral setiap hari selama 28 hari. Pengamatan dilakukan selama 2 jam setelah 1 jam pemberian sediaan uji. Kemudian dilakukan pengamatan hewan uji terhadap gejala toksik yang muncul.Pengamatan terjadinya gejala-gejala toksik dan gejala klinis yang berupa perilaku fisik (tremor, salivasi, diare, lemas, gerak-gerik hewan seperti berjalan mundur dan menggunakan perut(Supriningrum, 2014).

Adapun cara pengamatannya, yaitu: 1. Salivasi

Pengeluaran salivasi mencit yang telah diberi ekstrak etanol daun kedongdong pagar dibandingkan dengan kontrol, menggunakan kertas saring. 2 Diare

Pengeluaran tinja mencit yang telah diberi ekstrak etanol daun kedongdong pagar dibandingkan dengan kontrol, menggunakan kertas saring.

3 Tremor

Hewan yang telah diberi ekstrak etanol daun kedondong pagar, diamati tremor atau tubuh hewan bergetar.

4 Lemas

Hewan yang telah diberi ekstrak etanol daun kedongdong pagar diamati aktivitasnya secara umum.


(46)

5 Gerak-gerik hewan

Hewan yang telah diberi ekstrak etanol daun kedongdong pagar diamati gerak-geriknyaseperti berjalan mundur dan berjalan menggunakan perut.

3.10.2 Berat Badan

Mencit ditimbang setiap hari selama 28 hari untuk menentukan volume sediaan uji yang akan diberikan. Perubahan berat badan harus dianalisis seminggusekali. Pada akhir penelitian, hewan yang masih bertahan hidup ditimbang dan kemudian dikorbankan(BPOM RI., 2011).

3.10.3 Kematian Hewan

Mencit diamati kematiannya dari hari pertama sampai hari terakhir. Mencit yang mati selama waktu pemberian sediaan uji segera diotopsi dan organ diamati secara histopatologi(BPOM RI., 2011).

3.10.4 Pengukuran Kadar SGPTdan SGOT

Pada akhir periode pemberian sediaan uji semua mencit yang masih hidup diotopsi. Hewan didislokasi lehernya kemudian darah diambil melalui jantung (intra cardiac) secara perlahan-lahan menggunakan alat suntik steril sebanyak 1-3 ml. Sebanyak 1 ml darah dimasukkan ke dalam tabung mikrosentrifuge dan didiamkan pada suhu kamar selama 10 menit, kemudian dipindahkan ke dalam tangas es dan segera disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm hingga dihasilkan serum yang bening. Serum dipisahkan, kemudian diperiksa kadar SGPT dan SGOT dengan menggunakan alat sprektrofotometer.

Penetapan kadar SGPT dan SGOT dengan cara sejumlah 100 µl serum uji direaksikan dengan 1000 µl pereaksi uji untuk pemeriksaan SGPT dan SGOTdalam


(47)

tabung reaksi 5 ml, dihomogenkan dengan bantuan vortex. Absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada suhu 37°C tepat setelah menit ke 1, 2, dan 3 pada panjang gelombang 340 nm. Hal yang sama dilakukan terhadap blanko (preaksi+akuades). Kadar SGPT dan SGOT dapat ditentukan dengan menghitung rata-rata selisih absorbansi sampel permenit dikalikan faktor 1745(BPOM RI., 2011).

3.10.5 Penimbangan Organ

Organ yang akan ditimbang (absolut) harus dikeringkan terlebih dahhulu dengan kertas penyerap, kemudian segera ditimbang, sedangkan yang dianalisis adalah bobot relatif (indeks organ), yaitu bobot organ absolut dibagi bobot badan(BPOM RI., 2011).

3.10.6 Pengamatan Makropatologi Organ

Mencit yang mati segera diotopsi dan dilakukan pengamatan.Pengamatan meliputi warna, permukaan dan konsistensi organ hati secara visual(BPOM RI., 2011).

3.10.7 Pemeriksaan Histopatologi Organ

Organ yang diperiksa secara histopatologi adalah hati.Organ yang sudah dipisahkan segera dimasukkan dalam larutan dapar formalin 10% dan dibuat preparat histopatologi dengan pewarnaan hematoksilin & eosin kemudian diperiksa di bawah mikroskop.

Prosedur pembuatan preparat histopatologi:

a. Organ yang akan dihistologi direndam didalam larutan dapar formalin 10% pada suhu kamar.


(48)

b. Organ yang akan dihistologi dipotong, untuk hati dilakukan pemotongan pada lobus terbesar hati.

c. Untuk menghilangkan sisa formalin dilakukan pencucian dengan air mengalir. d. Dilakukan proses dehidrasi dengan etanol 70%, 80%, 90%, etanol absolut.

Kemudian dilanjutkan dengan penjernihan menggunakan xilen sebanyak tiga kali selama 1 jam.

e. Proses penanaman. Caranya: sampel direndam dengan parafin cair pada suhu 60–70o Cselama 2 jam.

f. Dilakukan pencetakan dan dibiarkan membeku, kemudian blok parafin

dipotong dengan menggunakan alat mikrotom dengan ketebalan irisan 5-7 µm. Setelah memperoleh potongan yang bagus, potongan tersebut ditempelkan pada kaca obyek. Sayatan organ yang telah menempel pada kaca obyek segera diletakkan pada permukaan pemanas dengan suhu 56 - 58° C selama kurang lebih 10 detik, sehingga organ meregang dan menempel pada kaca obyek sambil diatur jangan sampai organ berkerut atau melipat. Selanjutnya preparat disimpan dalam suhu kamar untuk dilakukan pewarnaan.

g. Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan hematoksilin-eosin. Pertama

sediaan direndam dengan larutan xilen untuk proses deparafinasi masing-masing selama 12 menit. Kemudian dilakukan proses dehidrasi dengan merendam preparat dalam etanol 70%, 80%, 90%, etanol absolut selama 5 menit, dicuci dengan air mengalir. Selanjutnya direndam dengan larutan hematoksilin selama 5 menit, dicuci dengan air mengalir, dilakukan pewarnaan dengan eosin. Kemudian, dicelupkan ke dalam etanol 70%, 80%, 90%, dan etanol absolut masing-masing selama 10 menit. Terakhir dimasukkan kedalam xilen selama 12 menit. Preparat diamati dibawah mikroskop(BPOM RI., 2011).


(49)

3.10.8 Analisis Statistik

Data jumlah hewan uji yang mati dianalisa secara statistik menggunakan SPSS dengan metode One Way Analysis of Variance (ANOVA) dilanjutkan dengan uji post hoc Tukey untuk mengetahui perbedaan signifikan berat badan, berat organrelatif, serta kadar SGPT dan SGOT .


(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan diLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, Bogor menyebutkan bahwa tumbuhan yang digunakan adalah tumbuhan daun kedongdong pagar (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.)suku Anacardiaceae. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 57dan gambar tumbuhan sertadaun tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 58.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak

Berdasarkan hasil pemeriksaan makroskopik terhadap daun kedongdong pagar segar menunjukkan daun kedongdong pagar berwarna hijau, bentuk majemuk menyirip gasal, tulang daun menyirip, diameter daun 4,4 - 5,0 cm, panjang daun 7,3 - 10,5 cm, dan panjang tangkai daun 0,3 - 0,8 cm, sedangkan hasil pemeriksaan makroskopik terhadap simplisia daun kedongdong pagar menunjukkan daun kedongdong pagar berwarna hijau kecoklatan dan mempunyai bentuk yang mengerut. Hasil pemeriksaan mikroskopik (membujur, melintang) simplisia daun kedongdong pagar terlihat jaringan epidermis, jaringan palisade, jaringan parenkim, stomata tipe parasitik, kristal kalsium oksalat berbentuk druse dan berkas pembuluh bentuk spiral. Hasil pemeriksaan kadar simplisia daun kedongdong pagar dan ekstrak etanol daun kedongdong pagar dapat dilihat pada Tabel 3.1.


(51)

Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia dan ekstrak

No Parameter Hasil (%)

Simplisia Ekstrak Monografi

1. Kadar air 7,97 24,77 -

2. Kadar sari larut air 17,31 - -

3. Kadar sari larut etanol 10,66 - -

4. Kadar abu total 5,14 0,36 -

5. Kadar abu tidak larut asam 0,35 0 -

Dalam Materia Medika Indonesia belum tercantum monografi dari simplisia dan ekstrak etanol daun kedongdong pagar, dengan demikian perlu dilakukan pembakuan secara nasional mengenai parameter karakterisasi simplisia dan ekstrak etanol daun kedongdong pagar agar ada sebuah acuan bagi peneliti dalam melakukan karakterisasi terhadap simplisia dan ekstrak etanol daun kedongdong pagar. Penetapan kadar air simplisia secara umum memenuhi syarat yaitu ≤ 8% (Depkes RI, 1985).

4.3Skrining Serbuk Simplisia dan Ekstrak

Tujuan dilakukannya skrining fitokimia adalah untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam simplisia (Harborne, 1987). Hasil skirining fitokimia terhadap simplisia dan ekstrak etanol daun kedongdong pagar mengandung senyawa metabolit sekunder yang dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak

No. Skrining Simplisia Ekstrak

1. Alkaloid - -

2. Flavonoid + +

3. Glikosida + +

4. Saponin + +

5. Tanin + +

6. Steroid/Triterpenoid + +

Keterangan: ( + ) = Positif ( - ) = Negatif

Hasil pemeriksaan skrining fitokimia menunjukkan bahwa flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan steroid/triterpenoid terdapat pada serbuk simplisia dan


(52)

ekstrak etanol daun kedongdong pagar.Ekstraksi simplisia daun kedongdong pagar dilakukan dengan cara maserasi menggunakan etanol 70%, dengan maksud agar kandungan kimia yang terdapat dalam daun kedongdong pagar dapat tersari dengan sempurna dalam cairan penyari. Ekstrak cair (maserat) dari 500 g serbuk simplisia daun kedongdong pagar yang dimaserasi, dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental.

4.4 Hasil Ekstraksi Daun Kedondong Pagar

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol. Hasil maserasi 1500 gserbuk simplisia diperoleh ekstrak kental 47,2 g (3,15%).

4.5 Hasil Pengujian Toksisitas Subkronik

Pengujian efek toksik ekstrak etanol daun kedongdong pagar (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.), dilakukan terhadap mencit jantan. Pada penelitian ini, dosis ekstrak etanol daun kedongdong pagar yang digunakan: 250, 500,dan 1000 mg/kg bb. Pengamatan dilakukan selama 28 hari meliputi gejala toksik, berat badan, berat organ relatif hati, kematian hewan, kadar SGPT, kadar SGOT dan histopatologi organ hati.

4.5.1Hasil Pengamatan Gejala toksik

Pengamatan dilakukan setiap hari selama 28 hari meliputi adanya tremor, salivasi, diare, lemas, perubahan bulu, gerak-gerik hewan seperti berjalan mundur. Hasil pengamatan gejala-gejala toksik dapat dilihat pada Tabel 3.3.


(53)

Tabel 3.3 Hasil pengamatan gejala toksik

Kelompok Tremor Salivasi Diare Lemas Perubahan

bulu

Jalan mundur

Jalan dengan

perut

P1 - - - -

P2 - - - -

P3 - - - + + - -

P4 - - - + + - -

Keterangan: P = perlakuan; 1 = kontrol; 2, 3, dan4 = dosis 250, 500 dan 1000mg/kg bb; bb = berat badan; (-) = tidak menunjukkan gejala; (+) = menunjukkan adanya gejala

Berdasarkan Tabel 3.3 diketahui bahwa pemberian ekstrak etanol daun kedongdong pagar tidak ditemukan gejala toksik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan untuk dosis 250 mg/kg bb sedangkan pada dosis 500 dan 1000 mg/kg bb ditemukan gejala toksik yaitu terjadilemas dan perubahan bulu pada mencit.Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan antara dosis dan efek toksik, dimana makin besar dosis yang diberikan makin besar efek toksik yang timbul (Lu, 1995).Zat dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan berkaitan dengan dosis yang diberikan yaitu efek samping, efek merugikan dan efek toksik (Priyanto, 2009).

4.5.2 Hasil Pengamatan Berat Badan

Penimbangan berat badan dilakukan setiap hari dari hari 0 sampai hari ke 29 untuk menentukan volume sediaan yang diberikan, sedangkan yang dianalisis secara statistik dilakukan seminggu sekali. Rata-rata berat badan dapat dilihat pada Tabel 3.4


(54)

Tabel 3.4Hasil rata-rata berat badan

Hari Rata-rata berat badan (g) ± SD

P1 P2 P P3 p P4 P

0 28,20±2,0

9

27,71±2,1

8 0,54

28,21±1,7

4 0,83

30,10±2,1

9 0,61

7 28,38±2,7

0

30,86±3,3

5 0,88

29,41±4,5

8 0,98

32,16±7,7

6 0,49

14 33,78±6,3

9

29,86±5,4

1 0,76

26,06±7,8

3 0,45

37,83±4,4

6 0,88

21 33,16±5,9

8

28,96±5,4

5 0,72

26,85±7,0

9 0,37

34,90±3,5

5 0,95

28 37,01±4,4

9

37,25±6,1

5 1,00

28,27±6,1

7 0,11

32,60±5,2

3 0,75

29 37,33±4,4

5

37,48±6,1

3 1,00

28,57±6,2

7 1,11

33,05±5,1

6 0,78

Keterangan: P = perlakuan; 1 = kontrol; 2, 3, dan4 = dosis 250, 500 dan 1000mg/kg bb; bb = berat badan; SD = standar deviasi; p = angka bermaknaan

Berdasarkan hasil statistik berat badan mencit setelah diberikan ekstrak etanol daun kedongdong pagar yang ditunjukkan pada Tabel 3.4 di atas yang dianalisis secara statistik menggunakan one way anova menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dimana p > 0,05. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pemberian ekstrak etanol daun kedongdong pagar selama 28 hari tidak berpengaruh terhadap perkembangan berat badan mencit. Parameter yang merupakan indikator sensitif adalah berat badan dan gejala toksik. Hewan uji diamati setiap hari untuk gejala toksik dan berat badan diukur secara berkala (Gupta, dkk., 2012).Penurunan berat badan yang cepat dan bermakna biasanya merupakan pertanda kesehatan yang buruk Selain itu, penurunan berat badan dapat pula disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan dan minuman, penyakit ataupun tanda toksik spesifik (Wilson,dkk., 2001).


(55)

4.5.3 Hasil Pengamatan Kematian

Hewan yang mati selama waktu pemberian sediaan uji dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Hasil pengamatan kematian

Kelompok Jumlah mencit Dosis (mg/kg bb) Jumlah kematian

P1 6 - 0

P2 6 250 0

P3 6 500 2

P4 6 1000 4

Keterangan: P = perlakuan; 1 = kontrol; 2, 3, dan4 = dosis 250, 500 dan 1000mg/kg bb; bb = berat badan

Berdasarkan Tabel 3.5 di atas hewan yang mati selama waktu pemberian sediaan uji dapat dilihat bahwa pada dosis 1000 mg/kg bb jumlah mencit yang mati ada 4 ekor sedangkan pada dosis 500 mg/kg bb 2 ekor.Pada kelompok kontrol dan dosis 250 mg/kg bb tidak ada mencit yang mati selama waktu pemberian sediaan uji.Hal tersebut dikarenakan pemberian EEDKP setiap hari selama 28 hari.Sifat toksik yang terkandung dalam daun kedongdong pagar kemungkinan merupakan salah satu penyebab kematian dari mencit. Terpenoid dalam tumbuhan bekerja sebagai insektisida atau berdaya racun terhadap hewan tinggi (Robinson, 1995). Semua keracunan terjadi akibat reaksi antara zat beracun dengan reseptor dalam tubuh (Katzung, 2002). Pemberian ekstrak etanol daun kedongdong pagar secara oral menyebabkan zat aktif yang terdapat dalam daun kedongdong pagar diabsorbsi dalam saluran pencernaan. Zat aktif kemudian mengalami proses distribusi dan metabolisme. Produk metabolisme yang bersifat toksik bekerja sebagai inhibitor enzim untuk tahap metabolisme selanjutnya. Reaksi antara zataktif dengan reseptor dalam organ efektor menyebabkan timbulnya gejala keracunan (Donatus, 1998).


(56)

4.5.4 Hasil Pengukuran Kadar SGPT

Pada akhir periode pemberian sediaan uji, semua mencit yang masih hidup diotopsi. Pengukuran kadar SGPT dilakukan dilakukan pada hari ke 29. Rata-rata kadar SGPT dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6Hasil pengukuran SGPT

Kelompok Dosis (mg/kgbb) Rata-rata kadar SGPT (IU/L) ±SD P

P1 - 45.83±13,16 -

P2 250 55,17±7,52 0,33

P3 500 83,25±3,304 0,00

P4 1000 91,00±1,414 0,00

Keterangan: P = perlakuan; 1 = kontrol; 2, 3, dan4 = dosis 250, 500 dan 1000mg/kg bb; bb = berat badan; SD = standar deviasi; p = angka bermaknaan Grafik rata-rata kadar SGPT Kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini:

Gambar 3.1 Grafik rata-rata hasil pengukuran kadar SGPT

Keterangan: P = perlakuan; 1 = kontrol; 2, 3, dan4 = dosis 250, 500 dan 1000 mg/kg bb; bb = berat badan

Berdasarkan Tabel 3.6 di atas yang dianalisis secara statistik dengan menggunakan one way anova, kemudian dilanjutkan dengan Post Hoc Test berupa uji Tukey HSDmemberikan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara semua kelompok perlakuan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan tingkat signifikansi p

0 20 40 60 80 100 120

P1 P2 P3 P4

rat a -r at a k ad ar S G O T ( IU /L ) kelompok perlakuan


(57)

< 0,05. Pada kelompok kontrol rata-rata kadar SGPT (45,83UI/l) dan dosis 250 mg/kg bb ( 55,17UI/l). Rata-rata kadar SGPT dari kedua kelompok tersebut masih dalam batas normal, sedangkan kelompok perlakuan dosis 500 mg/kg bb (83,5UI/l) dan dosis 1000 mg/kg bb (92,5UI/l). Rata-rata kadar SGPT dari kedua kelompok tersebut di atas batas normal. Kadar SGPT darah mencit normal adalah 17–77 IU/L (Research Animal Resources, 2009).

Pengamatan fungsi hati adalah dengan mengamati aktivitas enzim SGPT.Hati sering menjadi organ sasaran karena sebagian toksikan memasuki tubuh melalui sistem gastrointestinal dan setelah diserap toksikan dibawa oleh vena porta ke hati. Toksikan kemudian akan dimetabolisme menjadi radikal bebas yang akan memecah sel hati (Lu, 1995). Oleh karna itu, jika sel hati mengalami nekrosis dapat segera dideteksi melalui peningkatan aktivitas enzim.Salah satu enzim yang dihasilkan oleh hati dan peka terhadap kelainan fungsi hati adalah enzim SGPT. Enzim SGPT ini lebih spesifik terhadap kerusakan hati dan merupakan enzim yang banyak terdapat di sitosol dalam hati (Husadha, 1996).

Hepatosit apabila mengalami cedera enzim yang secara normal tersebut berada di dalam sel yaitu sitoplasma akan masuk ke dalam aliran darah (Sacher dan Richard, 2004).

4.5.5 Hasil Pengukuran Kadar SGOT

Pada akhir periode pemberian sediaan uji, semua mencit yang masih hidup diotopsi. Pengukuran kadar SGOT dilakukan diliakukan pada hari ke 29. Rata-rata kadar SGOT dapat dilihat pada Tabel 3.7 .


(58)

Kelompok Dosis (mg/kgbb) Rata-rata kadar SGOT (IU/L) ± SD P

P1 - 245,33±4,885 -

P2 250 255,50±10,173 0,10

P3 500 301,25±2,217 0,00

P4 1000 314,00±5,657 0,00

Keterangan: P = perlakuan; 1 = kontrol; 2, 3, dan4 = dosis 250, 500 dan 1000mg/kg bb; bb = berat badan; SD = standar deviasi; p = angka bermaknaan

Grafik rata – rata kadar SGOT kelompok perlakuan dapat dilihat pada gambar 3.2 di bawah ini :

Gambar 3.2Grafik rata-rata hasil pengukuran kadar SGOT

Keterangan: P = perlakuan; 1 = kontrol; 2, 3, dan4 = dosis 250, 500 dan 1000 mg/kg bb; bb = berat badan

Berdasarkan Tabel 3.7 di atas yang dianalisis secara statistik dengan menggunakan one way anova, kemudian dilanjutkan dengan Post Hoc Test berupa uji Tukey HSD memberikan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara semua kelompok perlakuan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan tingkat signifikansi p < 0,05. Pada kelompok kontrol rata-rata kadar SGOT (245,33UI/l),dosis 250 mg/kg bb (255,50UI/l). Rata-rata kadar SGOT dari ketiga kelompok tersebut masih dalam batas normal, sedangkan kelompok perlakuan dosis 500 mg/kg bb (301,25UI/l),

0 50 100 150 200 250 300 350

P1 P2 P3 P4

rat a -r at a k ad ar S G O T ( IU /L ) kelompok perlakuan


(59)

dosis 1000 mg/kg bb (314,00UI/l). Rata-rata kadar SGOT dari kedua kelompok tersebut di atas batas normal.Kadar SGOT normal dalam darah mencit adalah 54– 298 IU/L (Research Animal Resources, 2009).

SGOT merupakan enzim yang banyak ditemukan pada organ hepar terutama padasitosol (Ganong, 2008). Dengan adanya peranan yang cukup penting dari jenis enzim ini utamanya dalam organ hepar, maka kemudian digunakan dalam pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya kelainan fungsi hati. Jika terjadi peningkatan Serum Glutamic Oksaloasetic Transaminase (SGOT) dalam darah, maka dapat diduga bahwa telah terjadi kelainan pada hati (Handoko,2003). Karena itu peningkatan kadar enzim ini pada serum dapat dijadikan indikasi terjadinya kerusakan jaringan yang akut. Ketika terjadi kerusakan pada hati,maka sel-sel hepatositnya lebih permeabel sehingga enzim bocor ke dalam pembuluh darah sehingga menyebabkan kadarnya meningkat pada serum (Nurcahyani, 2012).

4.5.6 HasilBobot RelatifOrgan Hati

Organ hati pada mencit yang mati segera diambil dan pada akhir periode pemberian sediaan uji, semua mencit yang masih hidup diotopsi dan ditimbang beratnya. Hasil bobot relatif organ hati yang didata pada akhir perlakuan ditunjukkan pada Tabel 3.8.


(1)

90

.

Lampiran 24. Hasil analisis SPSS rata-rata kadar SGOT

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Nilai SGOT 18 268,78 28,020 240 318

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Nilai SGOT

N 18

Normal Parametersa,b Mean 268,78

Std. Deviation 28,020

Most Extreme Differences Absolute ,269

Positive ,269

Negative -,193

Kolmogorov-Smirnov Z 1,141

Asymp. Sig. (2-tailed) ,148

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(2)

Lampiran 24. (lanjutan)

Descriptives

Nilai SGOT

N Mean Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper Bound

kontrol 6 245,33 4,885 1,994 240,21 250,46 240 252

dosis 250 mg

6 255,50 10,173 4,153 244,82 266,18 246 273

dosis 500 mg

4 301,25 2,217 1,109 297,72 304,78 299 304

dosis 1000 mg

2 314,00 5,657 4,000 263,18 364,82 310 318

Total 18 268,78 28,020 6,604 254,84 282,71 240 318

ANOVA

Nilai SGOT

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 12663,528 3 4221,176 86,451 ,000

Within Groups 683,583 14 48,827


(3)

92

Multiple Comparisons

Nilai SGOT Tukey HSD

(I) Perlakuan (J) Perlakuan

Mean Difference

(I-J)

Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower

Bound

Upper Bound

kontrol dosis 250 mg -10,167 4,034 ,100 -21,89 1,56

dosis 500 mg -55,917* 4,511 ,000 -69,03 -42,81

dosis 1000 mg

-68,667* 5,705 ,000 -85,25 -52,08

dosis 250 mg kontrol 10,167 4,034 ,100 -1,56 21,89

dosis 500 mg -45,750* 4,511 ,000 -58,86 -32,64

dosis 1000 mg

-58,500* 5,705 ,000 -75,08 -41,92

dosis 500 mg kontrol 55,917* 4,511 ,000 42,81 69,03

dosis 250 mg 45,750* 4,511 ,000 32,64 58,86

dosis 1000 mg

-12,750 6,051 ,198 -30,34 4,84

dosis 1000 mg

kontrol 68,667* 5,705 ,000 52,08 85,25

dosis 250 mg 58,500* 5,705 ,000 41,92 75,08

dosis 500 mg 12,750 6,051 ,198 -4,84 30,34

Nilai SGOT

Tukey HSDa,b

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Kontrol 6 245,33

dosis 250 mg 6 255,50

dosis 500 mg 4 301,25

dosis 1000 mg 2 314,00


(4)

Lampiran 25. Hasil analisis SPSS rata-rata bobot relatif organ hati

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Bobot relatif organ 18 4,9174 ,93462 3,44 7,19

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Berat_organ_relatif

N 18

Normal Parametersa,b Mean 4,9174

Std. Deviation ,93462

Most Extreme Differences

Absolute ,171

Positive ,171

Negative -,086

Kolmogorov-Smirnov Z ,726

Asymp. Sig. (2-tailed) ,668

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(5)

94

Lampiran 25. (lanjutan)

Descriptives

Bobot relatif organ

N Mean Std.

Deviatio n

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower Bound

Upper Bound

Kontrol 6 4,7415 ,67247 ,27453 4,0357 5,4472 3,92 5,71

dosis 250 mg 6 5,3373 1,17546 ,47988 4,1037 6,5708 4,05 7,19 dosis 500 mg 4 5,0818 ,75789 ,37895 3,8758 6,2878 4,16 5,85 dosis 1000

mg 2 3,8567 ,59578 ,42128 -1,4962 9,2095 3,44 4,28

Total 18 4,9174 ,93462 ,22029 4,4526 5,3822 3,44 7,19

ANOVA

Bobot relatif organ

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 3,602 3 1,201 1,494 ,259

Within Groups 11,248 14 ,803


(6)

Lampiran 25. Lanjutan

Multiple Comparisons

Bobot relatif organ Tukey HSD

(I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std.

Error Sig.

95% Confidence Interval Lower

Bound Upper Bound

Kontrol dosis 250 mg -,59581 ,51750 ,665 -2,1000 ,9083

dosis 500 mg -,34037 ,57858 ,934 -2,0220 1,3413 dosis 1000 mg ,88480 ,73185 ,631 -1,2424 3,0120

dosis 250 mg Kontrol ,59581 ,51750 ,665 -,9083 2,1000

dosis 500 mg ,25544 ,57858 ,970 -1,4262 1,9371

dosis 1000 mg 1,48061 ,73185 ,226 -,6466 3,6078

dosis 500 mg Kontrol ,34037 ,57858 ,934 -1,3413 2,0220

dosis 250 mg -,25544 ,57858 ,970 -1,9371 1,4262 dosis 1000 mg 1,22517 ,77625 ,421 -1,0310 3,4814 dosis 1000

mg

Kontrol -,88480 ,73185 ,631 -3,0120 1,2424

dosis 250 mg -1,48061 ,73185 ,226 -3,6078 ,6466 dosis 500 mg -1,22517 ,77625 ,421 -3,4814 1,0310

Homogeneous Subsets

Bobot relatif organ

Tukey HSDa,b

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05 1

dosis 1000 mg 2 3,8567

Kontrol 6 4,7415

dosis 500 mg 4 5,0818

dosis 250 mg 6 5,3373