Perlengkapan Acara Tahlil Khoul

65 Tlagawungu, kabupaten Pati, mengatakan bahwa peziarah yang datang tidak boleh meminta-minta pada si mayit atas doa yang dipanjatkan, akan tetapi Syekh Ahmad AL-Mutamakkin hanya sebagai wasilah atau perantara saja, yang menentukan adalah Allah.

4.3.2.1 Perlengkapan Acara Tahlil Khoul

Para peziarah pada ritual tahlil khoul biasanya membawa Al-Quran, buku tahlil, dan yasin. Acara tahlilan dan yasinan bagi masyarakat Jawa sampai sekarang tetap dijalankan sebagai sarana menghormati kepada roh-roh nenek moyang yang terdahulu yang telah meninggal. Pembacaan Al-Quran bagi masyarakat yang beragama Islam dilakukan dengan tujuan untuk mencari safaat dari Allah SWT untuk dikehidupan di dunia dan di akhirat nantinya. Menurut Edi Ridwan 42 th Pembacaan tahlil dalam tradisi 10 Sura Syekh Ahmad Al-Mutamakkin ini sebagai sarana untuk mendapatkan karomah dari Syekh Ahmad Al-Mutamakkin. Para peziarah ingin mendapakan berkah dengan berdoa di makam Syekh Ahmad Al-Mutamakkin sebagai wasilah atau perantara atas hajat yang disampaikan kepada Sang pencipta. Para peziarah berharap dapat ngalap berkah yang dimiliki oleh Syekh Ahmad Al-Mutamakkin. Pada saat selamatan atau sebagai ungkapan rasa syukur para peziarah yang hajatnya telah terpenuhi mereka membawa ingkung ayam atau nasi utuh yang dimasak yang kemudian dibagi-bagikan kepada masyarakat setempat. Ingkung ayamayam utuh yang dimasak memiliki makna sebagai penyerahan diri kepada Tuhan Yang maha Esa. Menurut Moch Junaedi 25 th mengatakan bahwa 66 ingkung ayam digunakan sebagai perlengkapan ritual dikarenakan ayam adalah binatang yang tidak diharamkan oleh agama dan sekaligis disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masyarakat setempat. Hal ini juga memiliki makna sebagai amal shodaqoh dengan memberikan makanan kepada orang-orang yang tidak mampu atau orang-orang yang pantas mendapatkannya. Hal ini memiliki tujuan untuk mendapatkan ridlo dari Tuhan Yang Maha Esa dengan membagi-bagikan sedikit rejeki dari berkah yang tekah diberikanNya.

4.4 Maksud dan Tujuan Pelaksanaan Tradisi 10 Sura Syekh Ahmad Al-

Mutamakkin Bulan Sura bagi masyarakat Jawa juga disebut bulan yang sakral, karena dianggap bulan yang suci, bulan untuk melakukan perenungan, bertafakur, berintrospeksi, mendekatkan diri kepada Sang Khalik, melakukan ritual ziarah ke makam pesarean orang-orang suci, dan lain-lain. Menurut KH Muadz Thohir 51 th mengatakan bahwa tradisi 10 Sura Syekh Ahmad Al-Mutamakkin dilaksanakan sebagai sarana penghormatan akan keberadaan tokoh Syekh Ahmad Al-Mutamakkin sebagai wali yang menyebarkan agama Islam di wilayah Pati dan sekitarnya. Maksud lain dari penyelenggaraan tradisi 10 Sura Syekh Ahmad Al-Mutamakkin ini adalah sebagai sarana untuk mempererat persatuan dan kesatuan antar warga desa Kajen dengan warga sekitarnya, Maksud dan tujuan yang lain dari pelaksanaan tradisi 10 Sura Syekh Ahmad Al-Mutamakkin ini menurut Abd. Umar Fayumi 28 th untuk menumbuh