Waktu dan Lokasi Penelitian Alat dan Bahan Kondisi awal Kondisi awal Kondisi Batas

III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengambilan data lapangan seperti pengukuran batimetri, pasang surut dan sedimen dilakukan pada bulan Maret 2008 di pesisir sekitar muara Sungai Jeneberang, Kota Makassar. Panjang garis pantai yang ditelaah adalah sekitar 10 km yang terbentang mulai dari pantai Barombong sebelah selatan hingga ujung spit Tanjung Bunga di sebelah utara. Secara geografis lokasi penelitian terletak antara 5 o 08’ 40’’ sampai 5 o 12’ 40’’ LS dan 119 o 21’ 00’’ sampai 119 o 24’ 10’’ BT. Lokasi pengukuran data angin Stasiun Potere terletak pada 5 o 07’ 12” LS dan 119 o 24’ 36’’ BT. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : • Echosounder digunakan untuk mengukur kedalaman laut • Bottom grab sampler digunakan untuk pengambilan sampel sedimen dasar • GPS Global Positioning System digunakan untuk penentuan posisi pengukuran. • Tiang skala digunakan untuk pengukuran pasang surut. • Perahu digunakan untuk transportasi selama pengukuran. • Peta Lingkungan Pantai Indonesia LPI skala 1 : 50000, digunakan sebagai peta dasar. • Peta citra Landsat tahun 1990, 1999, 2003 dan 2008 digunakan untuk mengetahui perubahan garis pantai. • Sieve Net digunakan untuk menentukan ukuran butiran sedimen. • Timbangan digital digunakan untuk mengukur massa jenis sedimen. • Hardware dan Software Komputer Excel, Surfer 9, Visual Fortran, ErMapper6.4, Map Info dan Arc View 3.3 digunakan untuk analisis data. G am b ar 2 P eta lo k as i p en elitia n .

3.3 Pengumpulan Data

3.3.1 Data kecepatan dan arah angin

Dalam penelitian ini data kecepatan dan arah angin diperoleh dari Badan Meteorologi dan Gefisika Wilayah IV Kota Makassar yang direkam pada stasiun Potere Gambar 3. Data kecepatan dan arah angin diukur di pantai pada ketinggian 12 m di atas permukaan laut dengan menggunakan alat anemometer. Data yang dikumpulkan adalah data kecepatan angin harian mulai tahun 1990-2008.

3.3.2 Pengukuran kedalaman dasar laut

Pengukuran kedalaman dasar laut batimetri dilakukan dengan menggunakan echosounder, sedangkan posisi pengukuran menggunakan GPS. Pengukuran kedalaman dilakukan di sepanjang pantai delta Sungai Jeneberang dengan membentuk lintasan, seperti diperlihatkan pada Gambar 3. Untuk memperoleh kedalaman laut dengan referensi MSL muka laut rata-rata, maka hasil pengukuran ini dikoreksi dengan hasil pengukuran pasang surut. Hasil pengkuran batimetri diplotkan ke dalam gambar guna mendapatkan kontur kedalaman laut daerah penelitian.

3.3.3 Pengukuran pasang surut

Pengukuran pasang surut dilakukan dengan pengamatan langsung tinggi muka laut dengan menggunakan rambu ukur palm staff yang dipasang di pantai. Rambu ukur ini dipasang di lokasi yang aman dan tidak akan bergerak akibat terpaan gelombang dan arus. Pengamatan pasang surut dilakukan pada tanggal 4-18 Maret 2008 dengan cara membaca skala pada rambu ukur yang terkena atau berimpit dengan permukaan air laut pada setiap interval waktu satu jam mulai pukul 00.00 sampai pukul 23.00 selama 15 hari pengamatan. Lokasi pengukuran pasang surut diperlihatkan pada Gambar 3. 28 Gambar 3 Peta lokasi pengukuran batimetri, pasang surut dan sedimen.

3.3.4 Pengambilan sampel sedimen

Pengambilan sampel sedimen dasar pantai dilakukan untuk analisis distribusi ukuran butir dan massa jenissedimen di lokasi penelitian. Pengambilan sampel sedimen dasar dilakukan dengan menggunakan alat Bottom grab sampler, sedangkan posisi pengambilan sampel ditentukan dengan menggunakan GPS. Sampel sedimen diambil sebanyak 7 lokasi, seperti diperlihatkan pada Gambar 3. Sampel sedimen yang diambil, kemudian dianalisis di laboratorium untuk memperoleh besar ukuran butir dan massa jenis sedimen.

3.3.5 Citra Landsat

Citra satelit landsatdiperoleh melalui internet yang diunduh di situs http:www. earthexplorer.usg.gov.html. Citra satelit landsat yang digunakan adalah citra tanggal 4 April 1990, 20 September 1999, 22 Agustus 2003 dan 3 Agustus 2008 dengan resolusi spasial 30 x 30 m. Garis pantai yang diperoleh dari citra satelit landsat tahun 1990 digunakan sebagai garis pantai awal, sedangkan garis pantai citra tahun 1999, 2003 dan 2008 digunakan untuk membandingkan garis pantai hasil model.

3.4 Analisis Data

3.4.1 Analisis data angin

Data angin yang diperoleh Lampiran 1 dan 2 kemudian dianalisis secara statistik dengan menggunakan Software WRPlot untuk mendapatkan persentase kejadian kecepatan dan arah angin. Dalam melakukan analisis data angin, maka data angin dikelompokkan dalam beberapa kelas dengan interval 0.5-2.1 mdet, 2.1- 3.6 mdet, 3.6-5.7 mdet, 5.7-8.8 mdet, 8.8-11.1 mdet dan 11.1 mdet dalam 8 arah angin. Data angin yang telah dikelompokkan digunakan untuk menggambarkan wind rose tahunan dan musiman di pantai Makassar selama tahun 1990 sampai 2008. Tabel 2 Klasifikasi ukuran partikel sedimen USACE 2003b

3.4.2 Analisisdata sedimen

Data sedimen yang diperoleh dari lapangan dianalisis dengan cara ayakan dan menggunakan metode sieve net yang mengikuti prosedur ASTM American Society for Testing and Material. Kemudian data ukuran butir sedimen dihitung dengan memplot persentase berat kumulatif terhadap diameter sedimen pada kertas semilog Lampiran 3. Berdasarkan plot ini, maka dapat ditentukan nilai diameter sedimen. Selanjutnya pengelompokan klasifikasi sedimen dilakukan menurut Skala Wenworth seperti diperlihatkan pada Tabel 2. Analisis parameter statistik sedimen mean, skewness, sorting dan kurtosis dilakukan dengan menggunakan persamaan Allen 1985 dan Lindholm 1987: Mean : 11 Skewness 12 Sorting: 13 Kurtosis 14 Berdasarkan hasil perhitungan nilai skewness, sorting dan kurtosis maka parameter statistik sedimen ditentukan dengan menggunakan Tabel 3. Tabel 3 Distribusi nilai parameter statistik sedimen Allen 1985 Sorting σ I Skewness Sk I Kurtosis K G Very well sorted Well sorted Moderately well sorted Moderately sorted Poorly sorted Very poorly sorted Extremely poorly sorted 0.35 0.35 – 0.50 0.50 – 0.70 0.70 – 1.00 1.00 – 2.00 2.00 – 4.00 4.00 Very fine skewed Fine skewed Symmetrical Coarse skewed Very coarse skewed 0.3 – 1.0 0.1 – 0.3 0.1 – -0.1 -0.1 – -0.3 -0.3 – -1.0 Very platykurtic Platykurtic Mesokurtic Leptokurtic Very leptokurtic Extremely leptokurtic 0.67 0.67 – 0.90 0.90 – 1.11 1.11 – 1.50 1.50 – 3.00 3.00

3.4.3 Analisis data pasang surut

Data pasang surut yang diperoleh dari hasil pengukuran Lampiran 4 dianalisis dengan menggunakan metode Admiralty Beer 1997. Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan nilai konstanta harmonis pasang surut yaitu : S , K 1 , S 2 , M 2 , O 1 , P 1 , N 2 , M 4 , MS 4 . Nilai konstanta pasang surut tersebut selanjutnya digunakan untuk memperoleh tipe pasang surut dan tunggang pasang surut untuk penentuan kedalaman dan pembuatan peta batimetri. Tipe pasang surut ditentukkan berdasarkan bilangan Formzal F yang dihitung dengan menggunakan persamaan Beer 1997: 15 dimana: F = bilangan Formzahl O 1 = amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan gaya tarik bulan, K 1 = amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan gaya tarik bulan dan matahari, M 2 = amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan gaya tarik bulan S 2 = amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan gaya tarik matahari Berdasarkan nilai F, maka tipe pasang surut kemudian dikelompokkan sebagai berikut; F ≤ 0,25 = pasang surut tipe ganda 0,25 F ≤ 1,5 = pasang surut campuran condong tipe ganda 1,5 F ≤ 3,0 = pasang surut campuran condong bertipe tunggal F 3.0 = pasang surut tipe tunggal

3.4.4 Analisiscitra

Pengolahan awal pada citra dilakukan untukkoreksi terhadap kesalahan geometrik. Kesalahan geomterik merupakan kesalahan distribusi spasial dari nilai- nilai piksel yang terekam oleh sensor yang terjadi akibat berbagai faktor. Koreksi geometrik dimaksudkan untuk mengoreksi distorsi spasial obyek pada citra sehingga posisi obyek yang terekam sesuai dengan koordinat di lapangan real world coordinate. Data raster umumnya ditampilkan dalam bentuk ”raw” data yang memiliki kesalahan geometrik sehingga perlu dikoreksi secara geometrik ke dalam sistem koordinat bumi. Koreksi geometri dilakukan dengan cara pengambilan Ground control point GCP yang disebut titik kontrol di bumi yang dilakukan dengan proyeksi Universal Tranverse Mercator UTM sebanyak 32 titik kontrol Lampiran 5 dengan menggunakan Global Positioning System GPS. Pengukuran titik kontrol dilakukan pada lokasi-lokasi yang kodisinya dianggap tidak berubah dari tahun 1990 – 2008, seperti simpangan jalan dan jembatan pada lokasi penelitian. Titik kontrol tersebut menjadi titik ikat pada semua citra Landsat yang akan dianalisis sehingga didapatkan citra yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan di muka bumi. Penentuan garis pantai dilakukan dengan menggunakan citra tahun 1990, 1999, 2003 dan 2008. Citra satelit yang telah dikoreksi secara geometrik digunakan untuk menentukan garis pantai yang dilakukan dengan komposit RGB 542. Dari hasil komposit warna ini, selanjutnya dilakukan deliniasi garis pantai pada setiap citra. Hasil deliniasi garis pantai dari citra akan menghasilkan garis pantai pada tahun 1990, 1999, 2003 dan 2008. Garis pantai tersebut kemudian dikoreksi terhadap pasang surut. Koreksi garis pantai terhadap pasang surut dilakukan dengan cara : 1 Mula-mula ditentukan kelerengan pantai tan β dengan menggunakan persamaan Gambar 4: 16 Gambar 4 Penentuan kelerengan pantai. 2 Menentukan selisih tinggi muka air pada saat perekaman citra dengan MSL ∆η, seperti pada Gambar 5. Gambar 5 Penentuan posisi muka air pada saat perekaman citra. 3 Menentukan jarak pergeseran garis pantai hasil koreksi pasang surut x dengan menggunakan persamaan : 17 4 Jika perekaman citra dilakukan pada saat tinggi muka air laut lebih besar dari pada MSL keadaan pasang, maka garis pantai digeser sejauh x meter ke arah laut. Sebaliknya jika keadaan surut maka garis pantai digeser sejauh x meter ke arah darat.

3.5 Desain Model

3.5.1 Struktur model perubahan garis pantai

Tujuan model ini adalah untuk memprediksi perubahan garis pantai akibat pengaruh angkutan sedimen sejajar pantai yang dibangkitkan oleh gelombang pecah. Pada model ini dilakukan berbagai penyederhanaan terhadap fenomena kompleks dengan tujuan untuk mendapakan model yang sederhana dengan tetap mempertimbangkan akurasi perhitungan. Model ini lebih ditujukan untuk pantai berpasir yang didominasi oleh pengaruh gelombang dan angkutan sedimen sejajar pantai, sedangkan pengaruh pasang surut dan angkutan sedimen tegak lurus pantai tidak diperhitungkan. Model ini terdiri atas empat submodel yaitu Lampiran 6: 1 Submodel prediksi gelombang laut lepas yang dibangkitkan oleh angin. 2 Submodel transformasi gelombang dari laut lepas ke garis pantai 3 Submodel angkutan sedimen sejajar pantai 4 Submodel perubahan garis pantai Keempat submodel ini dikendalikan oleh satu program utama yang mengatur proses secara keseluruhan termasuk input data dan pencetakan output. Struktur model utama diperlihatkan pada Gambar 4. Model utama ini dimulai dengan pembacaan data seperti : data angin, batimetri, sedimen yang tersimpan dalam bentuk file. Proses pertama yang dilakukan adalah menghitung gelombang yang terbangkit oleh angin pada laut lepas sehingga diperoleh rekaman tinggi, periode dan sudut datang gelombang di laut lepas. Informasi ini digunakan sebagai kondisi batas di grid terluar lepas pantai. Proses kedua adalah penentuan posisi garis pantai awal berdasarkan data batimetri. Diasumsikan bahwa batimetri dengan kedalaman lebih besar dari nol h i,j 0 dianggap sebagai sel laut, sebaliknya kedalaman lebih kecil dari nol h i,j 0 dianggap sebagai sel darat. Model akan mendeteksi garis pantai dengan menghitung panjang lintasan dari titik referensi j = 1 sampai dengan sel laut yang terdekat. Kelerengan pantai dihitung pada setiap grid ke i berdasarkan data bentangan dari tepi pantai sampai grid ke 100 dan kedalaman pada sel tersebut. Proses ketiga adalah menghitung penjalaran gelombang dari laut lepas ke garis pantai. Dalam perhitungan diasumsikan bahwa proses yang dominan adalah proses refraksi dan shoaling. Proses difraksi, refleksi, interaksi nonlinier, gesekan dasar, perkolasi, energy angin, irregularitas gelombang tidak ditinjau dalam model karena dianggap tidak dominan Balas Inan 2002. Berdasarkan informasi tinggi, periode dan sudut datang gelombang di laut lepas, maka model kemudian menghitung transformasi gelombang dari laut lepas menuju pantai. Selain itu dideteksi pula posisi gelombang pecah dengan menggunakan kriteria indeks gelombang pecah γ. Setelah diperoleh data posisi garis pantai awal, gelombang yang berisikan informasi berupa tinggi, periode, sudut gelombang dan posisi gelombang pecah maka dimulai loop perhitungan perubahan garis pantai. Sebelum dilakukan perhitungan perubahan garis pantai, maka terlebih dahulu dihitung angkutan sedimen menyusuri pantai serta kontribusi sedimen dari sungai. Gambar 6 Diagram alir program utama perubahan garis pantai. Garis menunjukkan proses cascades yaitu output proses terakhir menjadi input pada proses berikutnya. ya ya Mula Data Gelombang Laut Lepas Transformasi Gelombang Penentuan Posisi Garis Pantai Jika t 1 hari Perhitungan Angkutan Sedimen Update Batimetri Perhitungan Perubahan Garis Transformasi Gelombang Cetak Hasil Selesai hrke =1 h rk e = h rk e+1 t = t+ ∆t tidak Jika hrke hrke-n tidak Proses looping pertama dilakukan untuk menghitung angkutan sedimen dan perubahan garis pantai yang dilakukan setiap interval ∆t = 0.001 hari selama sehari. Setelah t 1 hari maka proses looping pertama telah selesai kemudian data batimetri diperbaharui berdasarkan posisi garis pantai terakhir dan dilakukan lagi perhitungan transformasi gelombang. Proses looping kedua dilakukan setiap interval 1 hari sampai hari ke 6840 19 tahun. Looping kedua merupakan proses cascades yaitu output proses terakhir menjadi input pada proses berikutnya. Jika perhitungan perubahan garis pantai belum cukup 6840 hari, maka perhitungan dilakukan terus sampai hari ke 6840 19 tahun.

3.5.2 Perhitungan tinggi dan periode gelombang

Untuk menghitung angkutan sedimen dan prediksi perubahan garis pantai, maka perlu diketahui karakteristik gelombang laut lepas dan transformasi gelombang serta gelombang pecah. Karakteristik gelombang pecah dihitung berdassarkan tinggi gelombang laut lepas yang mengalami proses transformasi pada saat bergerak menuju ke pantai. Tinggi gelombang di laut lepas dihitung melalui parameter angin dengan menggunakan metode CEM. a Koreksi data angin Data angin yang digunakan untukmemprediksi tinggi dan periode gelombang laut lepas adalah data angin yang diukur di darat pada ketinggian 12 m dari permukaan laut, sehingga sebelum digunakan dalam perhitungan tinggi dan perioe gelombangdata angin tersebut perlu dikoreksi. Adapun koreksi yang dilakukan adalah USACE 2003a: • Koreksi ketinggian • Koreksi kecepatan angin rata-rata untuk durasi 1 jam • Koreksi pengukuran kecepatan angin di darat ke laut • Koreksi stabilitas 1 Koreksi ketinggian, koreksi ketinggian dilakukan dengan menggunakan persamaan USACE 2003a: 18 1 7 10 10 z U U z   =     dimana : U 10 = kecepatan angin yang diukur pada ketinggian 10 meter m U z = kecepatan angin pada ketinggian z m. 2 Koreksi durasi, koreksi ini dilakukan untuk memperoleh kecepatan angin dengan durasi satu jam. Koreksi durasi dilakukan dengan menggunakan persamaan USACE 2003a: 19 untuk t 3600 20 untuk 3600 t 36000 21 dimana : t = waktu detik U t = kecepatan angin dengan durasi waktu t U t=3600 = kecepatan angin dengan durasi 1 jam 3 Koreksi pengukuran angin dari darat ke laut. Koreksi ini dilakukan untuk data angin yang diukur di darat. Koreksi pengukuran angin dari darat ke laut dilakukan dengan menggunakan Gambar 7untuk fetch yang lebih besar dari 10 mile. Berasarkan grafik hubungan antara R L dan U L pada Gambar 5, maka diperoleh persamaan USACE 2003a: 22 Sehingga U W dihitung dengan menggunakan persamaan : 23 dimana R L = perbandingan kecepatan angin di laut dan di darat U L = kecepatan angin di laut mdetik 4 Koreksi stabilitas. Untuk fetch yang lebih besar dari 10 mile, maka diperlukan koreksi stabilitas. Koreksi stabilitas dilakukan dengan menggunakan nilai R T = 1.1 USACE 2003a, yang dihitung dengan menggunakan persamaan : 24 dimana U C = kecepatan angin terkoreksi mdetik Gambar 7 Hubungan antara R L dengan kecepatan angin di darat U L USACE 2003a. b Panjang fetch Panjang fetch efektif F ef pada penelitian ini ditentukan mulai dari kedalaman 20 m kemudian ditarik garis lurus ke arah laut hingga membentur daratan. Apabila panjang fetchyang diperoleh lebih dari 200 km, maka panjang fetchmaksimum yang digunakan adalah 200 km. Panjang fetch yang digunakan selama penelitian diasumsikan tidak berubah. Panjang fetchditentukan dengan menggunakan peta Lingkungan Pantai Indonesia LPI melalui langkah-langkah sebagai berikut: • Mula-mula ditentukan arah angin • Menghitung panjang jari-jari di titik peramalan sampai titik dimana jari-jari tersebut memotong daratan X i • Panjang fecth dihitung melalui persamaan : p i S X F • = 25 S p = Skala peta Gambar 8 Diagram alir koreksi kecepatan angin dan perhitungan tinggi serta periode gelombang laut lepas. c Prediksi gelombang Prediksi tinggi H dan periode gelombang T p di laut lepas berdasarkan data kecepatan angin dan fetchdilakukan dengan menggunakan persamaan USACE 2003a: 26 Fetch Data Angin Koreksi pengkuran di darat ke Laut U W = R L U t=3600 Koreksi Koreksi Durasi Koreksi Stabilitas R T = 1.1 U = C D U C 2 0.5 U C = R T U W C D = 0.0011.1+0.035 U C 27 28 29 dimana : H o = Tinggi gelombang di laut lepas m Tp = Periode gelombang detik g = Percepatan gravitasi mdet 2 F = Fetch m U C = Kecepatan angin yang telah dikoreksi mdet. Perhitungan koreksi data angin dan tinggi serta periode gelombang dilakukan dengan menggunakan bahasa program FORTRAN dengan langkah- langkah perhitungan diperlihatkan pada Gambar 8.

3.5.3 Transformasi Gelombang

Setelah gelombang di laut lepas terbentuk oleh angin, maka gelombang akan merambat menuju ke pantai. Gelombang yang merambat dari laut lepas menuju ke garis pantai akan mengalami perubahan bentuk seperti perubahan tinggi dan arah gelombang Balas Inan 2002. Pada penelitian ini transformasi gelombang menuju pantai hanya mempertimbangkan pengaruh shoaling dan refraksi. Daerah studi dibagi menjadi beberapa titik grid yang berbentuk persegi empat. Tinggi gelombang pada kedalaman h dihitung dengan menggunakan persamaan USACE 2003a: 30 dimana: K s = koefisien shoaling 31 32 33 34 35 K r = koefisien refraksi 36 Sudut gelombang ditentukan dengan menggunakan persamaan USACE 2003a: yaitu: 37 Saat gelombang merambat dari laut lepas menuju pantai maka kelancipan gelombang semakin meningkat karena pengaruh perubahan kedalaman laut. Bila kelancipan gelombang telah mencapai nilai maksimum maka gelombang akan pecah. Tinggi, sudut dan kedalaman diman gelombang pecah dihitung dengan menggunakan asumsi Horikawa 1988: bila maka 38 39 dan 40 dimana :H h = Tinggi gelombang pada kedalaman h m H b = Tinggi gelombang pecah m h b = Kedalaman dimana gelombang pecah m α b = Sudut gelombang pecah derajat α h = sudut gelombang pada kedalaman h derajat Apabila gelombang pecah membentuk sudut α b terhadap sumbu x seperti diperlihatkan pada Gambar 9, maka sudut datang gelombang pecah terhadap garis pantai α bs dihitung dengan menggunakan persamaan Horikawa 1988: 41 dimana : = sudut garis pantai terhadap sumbu x Dengan manipulasi matematika, maka sudut gelombang pecah terhadap garis pantai dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: 42 Gambar 9 Defenisi sudut gelombang pecah terhadap garis pantai USACE 2003a. Perhitungan tinggi dan sudut gelombang dilakukan pada setiap titik grid dengan menggunakan grid yang berbentuk persegi empat seperti diperlihatkan pada Gambar 10. Jumlah grid dalam arah sejajar pantai arah x adalah 978 titik dengan jarak antara titik grid 10 meter, sedangkan dalam arah tegak lurus pantai arah y adalah 2028 titik dengan jarak antara titik grid 5 meter. Perhitungan tinggi dan periode gelombang di laut lepas dilakukan dengan menggunakan persamaan 26 dan 27. Perhitungan tinggi dan sudut gelombang pada setiap titik grid dilakukan dengan menggunakan persamaan 30 dan 37. Pada perhitungan ini tinggi dan sudut gelombang pada semua titik grid j = 2028 menggunakan tinggi dan sudut gelombang di laut lepas. Perhitungan tinggi gelombang pecah, kedalaman dan sudut gelombang pecah sepanjang pantai menggunakan persamaan 38, 39 dan 40. Perhitungan transformasi gelombangdilakukan dengan menggunakan bahasa program FORTRAN dengan kondisi awal dan kondisi batas sebagai berikut:

a. Kondisi awal

Pada saat awal siasumsikan bahwa tinggi gelombang pada setiap titik grid sama dengan nol H ij = 0.

b. Kondisi Batas

Kondisi batas di perairan dalam diasumsikan bahwa tinggi gelombang pada seluruh grid terluar sama dengan tinggi gelombang laut lepas. α g α b α bs Garis Pantai Arah Gelombang X Y Gambar 10 Bentuk grid yang digunakan dalam perhitungan transformasi gelombang. Secara skematis bagan alir langkah-langkah perhitungan transformasi gelombang dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11 Diagram alir transformasi gelombang. Sudut glb laut lepas Posisi grs Pantai Periode glb laut Kedalaman laut L t Tinggi Glb Laut Lepas π 2 gT C = 2 56 , 1 T L =       = L h L L π 2 tanh       + = L h L h n 4 sinh 4 1 2 1 π π C Garis Pantai Darat Laut = 10 m = 5 m i max ,1 i max -1,1 i max ,j max 1,j max 1,j max -1 j i 2,1 1,1 1,2

3.5.4 Perhitungan Angkutan Sedimen

Menurut Grant 1943 dalam USACE 2003b angkutan sedimen di pantai merupakan hasil kombinasi dari angkutan sedimen akibat gelombang dan angkutan sedimen akibat arus. Dalam penelitian ini, angkutan sedimen tegak lurus pantai tidak diperhitungkan, tetapi hanya memperhitungkan angkutan sedimen sejajar pantaiyangdiakibatkan oleh gelombang pecah. Besar angkutan sedimen sejajar pantai akibat gelombang pecah dihitung dengan menggunakan persamaan : 43 Dimana: ρ s = Massa jenis sedimen kgm 3 ρ = Massa jenis air laut kgm 3 γ b = Indeks gelombang pecah n = Porositas sedimen α bx = Sudut gelombang pecah derajat Dalam perhitungan angkutan sedimen menggunakan persamaan 43, terlebih dahulu dilakukan konversi tinggi gelombang pecah signifikan H bs menjadi tinggi gelombang pecah root mean square H brms , dengan menggunakan persamaan : 44

3.5.5 Perubahan Garis Pantai

Model perubahan garis pantai dapat dibuat berdasarkan pada persamaan Budget sedimen Perlin 1983, Van Rijn 1997 dan Horikawa 1988 yaitu sepanjang pantai dibagi menjadi sejumlah sel dengan panjang yang sama ∆x, seperti pada Gambar 12. Pada setiap sel ditinjau angkutan sedimen yang masuk dan keluar dari sel. Sesuai dengan hukum kekekalan massa, maka laju aliran massa sedimen netto di dalam sel adalah sama dengan laju perubahan massa sedimen di dalam sel setiap satuan waktu. Gambar 13 menunjukkan angkutan sedimen yang masuk dan keluar sel dan perubahan volume yang terjadi di dalamnya. Gambar 12 Pembagiangaris pantai menjadi sederetan sel Horikawa 1988. Gambar 13 Angkutan sedimen yang masuk dan keluar sel Horikawa 1988. Perubahan garis pantai akibat angkutan sedimen yang masuk dan keluar sel diperlihatkan pada Gambar 14. Laju perubahan volume sedimen yang terjadi di dalam sel adalah : 45 x y t Q ∆ t X X Q Q ∆       ∆ ∂ ∂ + Sejajar pantai T eg ak p an tai ∆X ∆Y Sel i ∆x i + 1 i - 1 y i Q i = Angkutan sedimenpantai Garis pantai x y dengan asumsi bahwa kedalaman dasar pantai homogen kedalaman air sama dengan tinggi sel, makadari geometri sel yang diperlihatkan pada Gambar 14 diperoleh: 46 Gambar 14 Perubahan garis pantai akibat angkutan sedimen Horikawa 1988. Jika persamaan 46 disubsitusi ke 45, maka diperoleh: 47 Atau 48 Pada lokasi penelitian terdapat sumber sedimen yang berasal dari dua muara Sungai Jeneberang, sehingga persamaan 48 dapat ditulis menjadi: 49 Dengan menggunakan metode beda hinggafinite difference, maka diperoleh hasil diskretisasi persamaan 49 sebagai berikut : 50 dimana: = Jarak antara geris pantai dan garis referensi di titik i pada waktu t m = Angkutan sedimen sejajar pantai di titik i pada waktu tm 3 det = Angkutan sedimen sejajar pantai di titik i-1 pada waktu tm 3 det Garis Pantai Baru out Q in Q y ∆ x ∆ h Garis Pantai Lama = Angkutan sedimen dari sungai-1 per satuan lebar pada waktu tm 3 detm = Angkutan sedimen dari sungai-2 per satuan lebar pada waktu tm 3 detm ∆t = Step waktu detik ∆x = Jarak antara titik grid sejajar pantai m h = Kedalaman air m Dalam persamaan 50, nilai ∆t dan ∆x adalah tetap sehingga y hanya tergantung pada nilai ∆Q dan Q s . Apabila jumlah ∆Q dan Q s negatip transpor sedimen yang masuk lebih kecil dari yang keluar sel maka y akan negatip, yang berarti pantai mengalami abrasi. Sebaliknya, jika jumlah ∆Q dan Q s positif transpor sedimen yang masuk lebih besar dari yang keluar sel maka y akan positif atau pantai mengalami akresi. Apabila ∆Q + Q s = 0 maka ∆y = 0 yang berarti pantai tetap. Pada lokasi penelitian terdapat dua muara Sungai Jeneberang yaitu muara bagian selatan dan bagian utara. Kedua muara tersebut mensuplai sedimen Q s ke daerah pantai lokasi panelitian. Muara bagian selatan terletak pada titik grid i = 492 sedangkan bagian utara terletak pada titik grid i = 801 yang mensuplai sedimen ke pantai pada setiap perhitungan. Program model ini diselesaikan dengan menggunakan bahasa program FORTRAN dengan kondisi awal dan kondisi batas sebagai berikut:

a. Kondisi awal

Pada kondisi awal siasumsikan bahwa angkutan sedimen di sepanjang pantai serta dari sungai sama dengan nol Q = 0 dan Q s = 0.

b. Kondisi Batas

Kondisi batas disebelah utara dan selatan daerah penelitian diasumsikan bahwa posisi garis pantai pada grid pertam sama dengan posisi garis pantai pada grid kedua Y i=1 = Y i=2 dan posisi garis pantai pada grid terakhir sama dengan posisi garis pantai pada grid sebelumnya Y imax = Y imax-1 . Secara umum input data yang digunakan dalam simulasi model terdiri dari : Massa jenis sedimen = 2593 kgm 3 Massa jenis air laut = 1025 kgm 3 Porositas material dasar = 0.4 Diameter sedimen rata-rata = 0.57 mm Persentase kejadian gelombang = 0.01 Percepatan gravitasi = 9.81 mdetik Jumlah titik grid dalam arah x sejajar pantai = 798 Jarak titik grid dalam arah x = 10 m Jumlah titik grid dalam arah y tegak lurus pantai = 2 028 Jarak titik grid dalam arah y = 5 m Bila garis pantai hasil model tidak mendekati hasil citra sebagai validasi, maka dilakukan proses coba ulang trial and error terhadap model. Proses coba ulang dilakukan dengan cara mengubah-ubah nilai Cn persentase kejadian gelombang sampai didapat garis pantai yang mendekati hasil citra. Secara skematis diagram alir langkah-langkah perhitungan angkutan sedimen dan perubahan garis pantai dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15 Diagram alir perhitungan angkutan sedimen dan perubahan garis pantai. γ b Sudut Glb Pecah α b Diameter Sedimen Sedimen Sungai Batimetri Tinggi Glb Pecah H b Massa jenis Sedimen Massa jenis air lau IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kecepatan Dan Arah Angin