Uji Aktivitas Sediaan Gel Yang Mengandung Ekstrak Etanol Daun Jambu Mete Terhadap Jamur Microsporum Canis Dan Trichophyton Sp

(1)

1

UJI AKTIVITAS SEDIAAN GEL YANG MENGANDUNG EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU METE TERHADAP JAMUR Microsporum canis

dan Trichophyton sp

SKRIPSI

Sumatera Utara OLEH: RIA AGUSTIN NIM 121524030

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

2

UJI AKTIVITAS SEDIAAN GEL YANG MENGANDUNG EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU METE TERHADAP JAMUR Microsporum canis

dan Trichophyton sp

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: RIA AGUSTIN NIM 121524030

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

3

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI AKTIVITAS SEDIAAN GEL YANG MENGANDUNG EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU METE TERHADAP JAMUR Microsporum canis

dan Trichophyton sp OLEH: RIA AGUSTIN NIM 121524030

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 6 Februari 2015 Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji:

Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt. Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt. NIP 195006121980032001 NIP 195709091985112001

Pembimbing II, Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt. NIP 195006121980032001

Drs. Suryanto, M.Si., Apt. Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 196106191991031001 NIP 195404121987012001

Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001

Medan, April 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara wakil Dekan I,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001


(4)

4

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Shalawat beriring salam penulis hadiahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dengan judul “Uji Aktivitas Sediaan Gel Yang Mengandung Ekstrak Etanol Daun Jambu Mete Terhadap Jamur Microsporum canis Dan Trichophytonn sp”. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Ibu Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, bimbingan dan nasehat selama penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun Apt., selaku penasehat akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan. Ucapan terima kasih penulis kepada Ibu kepala Laboratorium Mikrobiologi dan Bapak kepala


(5)

5

Laboratorium Farmasi Fisik yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis melakukan penelitian.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda tercinta Masrin Hutajulu dan Ibunda tercinta Sumiati serta ucapan terima kasih penulis kepada Kakanda tercinta Vivit Saputri Amd., dan Rizky Fajli. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda dan pahala yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.

Medan, April 2015 Penulis,

Ria Agustin 121524030


(6)

6

UJI AKTIVITAS SEDIAAN GEL YANG MENGANDUNG EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU METE TERHADAP JAMUR Microsporum canis

dan Trichophyton sp

ABSTRAK

Penyakit kulit akibat jamur merupakan penyakit kulit yang sering muncul di Indonesia. Jamur yang menyebabkan penyakit kulit yaitu jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp. Daun jambu mete (Anacardium occidentale L.) mengandung fenol yang dapat dimanfaatkan sebagai antijamur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antijamur sediaan gel yang mengandung ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp.

Metode penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan ekstrak daun jambu mete dengan cara maserasi, uji aktivitas antijamur ekstrak etanol daun jambu mete, formulasi sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete dibuat dengan konsentrasi 10% (FI), 12,5% (FII), dan 15% (FIII). Selanjutnya dilakukan evaluasi stabilitas fisik sediaan (bentuk, warna, bau, homogenitas, pH, viskositas) selama 12 minggu, uji iritasi dan uji aktivitas antijamur terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas.

Hasil uji aktivitas antijamur dari ekstrak etanol daun jambu mete yang efektif pada konsentrasi 100 mg/ml menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun jambu mete memiliki zona hambat sebesar 15,1 ± 0,10 mm terhadap jamur Microsporum canis dan 14,6 ± 0,2 mm terhadap jamur Trichophyton sp. Hasil uji stabilitas fisik sediaan menunjukkan sediaan stabil dan tidak mengiritasi kulit. Hasil uji aktivitas antijamur dari sediaan gel yang mengandung ekstrak etanol daun jambu mete dengan formula FI, FII, dan FIII masing-masing adalah 15,4 ± 0,15 mm, 17,0 ± 0,2 mm, dan 18,3 ± 0,06 mm terhadap jamur Microsporum canis dan 15,2 ± 0,21 mm, 16,5 ± 0,06 mm, dan 17,8 ± 0,15 mm terhadap jamur Trichophyton sp.

Kata kunci: Antijamur, Daun jambu mete, Gel, Microsporum canis, Trichophyton


(7)

7

TEST ACTIVITIES OF GEL CONTAINING ETHANOL EXTRACT OF CASHEW LEAVES ON Microsporum canis and Trichophyton sp

ABSTRACT

Skin diseases due to the fungus is a skin diseases often found in Indonesia. Fungus that cause skin diseases such as Microsporum canis and Trichophyton. Cashew leaves (Anacardium occidentale L.) contains phenols which phenol can be used as an antifungal. The purpose of this study was to determine the antifungal activity of gel containing ethanol extract of cashew leaves against Microsporum canis and Trichophyton.

Research methods included preparation of ethanol extract of cashew leaves by maceration, antifungal activity test of ethanol extract of cashew leaves, gel preparations of cashew leaves extract were formulated by using of 10% (FI), 12.5% (FII), and 15% (FIII) concentrations of extract. Further evaluation preparations (shape, color, and smell of preparations, homogeneous, pH, viscosity) during 12 weeks, irritation test, and antifungal activity test of gel containing ethanol extract of chasew leaves against Microsporum canis and Trichophyton sp by agar diffusion method using disc paper.

The antifungal activity tested of extract at concentration of 100 mg/ml showed inhibitory zone diameter of 15.1 ± 0,10 mm for Microsporum canis and 14.6 ± 0,2 mm for Trichophyton sp. Evaluation results preparations physically stable and does not irritate the skin. The antifungal activity testing of gel preparation of cashew leaves ethanol extract formulas FI, FII, and FIII each formula is 15.4 ± 0,15 mm, 17.0 ± 0,2 mm, and 18.3 ± 0,06 mm for Microsporum canis and 15.2 ± 0,21 mm, 16.5 ± 0,06 mm, and 17.8 ± 0,15 mm for Trichophyton sp.

Keywords: Antifungal, Cashew leaves, Gel, Microsporum canis, Trichophyton


(8)

8 DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ……… ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Tumbuhan ... 5

2.1.1 Sistematika tumbuhan ... 5

2.1.2 Nama daerah ... 5

2.1.3 Morfologi tumbuhan ... 6

2.1.4 Kandungan kimia tumbuhan ... 6

2.1.5 Penggunaan tumbuhan ... 7

2.2 Ekstraksi ... 7


(9)

9

2.2.1 Metode ekstraksi ... 8

2.3 Gel ... 9

2.3.1 Keuntungan gel ... 9

2.3.2 Komponen gel ... 10

2.3.2.1 Aqupec HV-505 ... 10

2.3.2.2 Trietanolamin ... 10

2.3.2.3 Gliserin ... 10

2.3.2.4 Propilen glikol ... 10

2.3.2.5 Metil paraben ... 11

2.4 Jamur ... 11

2.4.1 Uraian jamur ... 11

2.4.2 Reproduksi jamur ... 12

2.4.3 Sistematika Microsporum canis ... 13

2.4.4 Sistematika Trichophyton sp ... 13

2.5 Media Pertumbuhan Mikroorganisme ... 14

2.6 Uji Aktivitas Antimikroba ... 15

BAB III METODE PENELITIAN ... 16

3.1 Alat ... 16

3.2 Bahan ... 17

3.3 Pengumpulan Sampel ... 17

3.3.1 Pengolahan sampel ... 17

3.4 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Jambu Mete ... ... 18

3.5 Sterilisasi Alat dan Bahan ... 18

3.6 Pembuatan Media Untuk Jamur Uji ... 18


(10)

10

3.6.1 Potato Dextrose Agar (PDA) ... 18

3.6.2 Larutan NaCl 0,9% ... 19

3.6.3 Pembuatan agar miring ... 19

3.7 Pembuatan Stok Kultur Jamur ... 19

3.7.1 Pembuatan stok kultur jamur Microsporum canis ... 19

3.7.2 Pembuatan stok kultur jamur Trichophyton sp ... 20

3.8 Pembuatan Inokulum Jamur ... 20

3.8.1 Pembuatan inokulum jamur Microsporum canis ... 20

3.8.2 Pembuatan inokulum jamur Trichophyton sp ... 20

3.9 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Daun Jambu Mete Dengan Berbagai Konsentrasi ... ... 20

3.10 Pengujian Ekstrak Terhadap Aktivitas Antijamur ... 21

3.10.1 Jamur Microsporum canis ... 21

3.10.2 Jamur Trichophyton sp ... 21

3.11 Pembuatan Formula Sediaan Gel ... 22

3.11.1 Pembuatan basis gel ... 22

3.11.2 Komposisi formula ... 23

3.11.3 Cara pembuatan sediaan ... 23

3.12 Evaluasi Sediaan ... 23

3.12.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan ... 24

3.12.2 Penentuan homogenitas sediaan ... 24

3.12.3 Penentuan pH sediaan ... 24

3.12.4 Pemeriksaan viskositas sediaan ... 25

3.12.5 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ... 25


(11)

11

3.13 Uji Aktivitas Antijamur Sediaan Gel Ekstrak Etanol

Daun Jambu Mete ... 26

3.13.1 Jamur Microsporum canis ... 26

3.13.2 Jamur Trichophyton sp ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Hasil Ekstraksi Daun Jambu Mete ... 27

4.2 Hasil Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Daun Jambu Mete ... 27

4.3 Hasil Evaluasi Sediaan ... 28

4.3.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan ... 28

4.3.2 Pengamatan homogenitas sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete ... 29

4.3.3 Pengamatan pH sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete ... 30

4.3.4 Pemeriksaan viskositas sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete ... 31

4.3.5 Uji iritasi sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete ... 32

4.3.6 Uji aktivitas antijamur sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete ... .. 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

5.1 Kesimpulan ... 34

5.2 Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

LAMPIRAN ... 38


(12)

12

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Komposisi formula gel ekstrak etanol daun jambu mete ... 23 4.1 Hasil uji aktivitas antijamur ekstrak etanol daun jambu mete ... 27 4.2 Data pengamatan perubahan bentuk, warna dan bau sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete ... 29 4.3 Data pengamatan homogenitas sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete ... 30

4.4 Data pengamatan pH sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete .. 30 4.5 Data pemeriksaan viskositas sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete ... 31 4.6 Data hasil uji iritasi sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete .. 32 4.7 Hasil uji aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak etanol daun

jambu mete terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp ... 33


(13)

13

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi tumbuhan ... 38

2 Gambar tumbuhan jambu mete ... 39

3 Gambar sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete pada awal minggu ... 40

4 Gambar sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete pada minggu ke-12 ... 41

5 Gambar hasil uji homogenitas ... 42

6 Gambar hasil uji aktivitas ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp ... 43

7 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan oleh ekstrak etanol daun jambu mete ... 44

8 Gambar hasil uji aktivitas gel ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Microsporum canis ... 45

9 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan oleh gel ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Microsporum canis ... 46

10 Gambar hasil uji aktivitas gel ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Trichophyton sp ... 47

11 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan oleh gel ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Trichophyton ... 48

12 Bagan kerja penelitian ... 49

13 Gambar pH meter ... 51

14 Gambar viskometer brookfield ... 51


(14)

6

UJI AKTIVITAS SEDIAAN GEL YANG MENGANDUNG EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU METE TERHADAP JAMUR Microsporum canis

dan Trichophyton sp

ABSTRAK

Penyakit kulit akibat jamur merupakan penyakit kulit yang sering muncul di Indonesia. Jamur yang menyebabkan penyakit kulit yaitu jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp. Daun jambu mete (Anacardium occidentale L.) mengandung fenol yang dapat dimanfaatkan sebagai antijamur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antijamur sediaan gel yang mengandung ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp.

Metode penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan ekstrak daun jambu mete dengan cara maserasi, uji aktivitas antijamur ekstrak etanol daun jambu mete, formulasi sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete dibuat dengan konsentrasi 10% (FI), 12,5% (FII), dan 15% (FIII). Selanjutnya dilakukan evaluasi stabilitas fisik sediaan (bentuk, warna, bau, homogenitas, pH, viskositas) selama 12 minggu, uji iritasi dan uji aktivitas antijamur terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas.

Hasil uji aktivitas antijamur dari ekstrak etanol daun jambu mete yang efektif pada konsentrasi 100 mg/ml menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun jambu mete memiliki zona hambat sebesar 15,1 ± 0,10 mm terhadap jamur Microsporum canis dan 14,6 ± 0,2 mm terhadap jamur Trichophyton sp. Hasil uji stabilitas fisik sediaan menunjukkan sediaan stabil dan tidak mengiritasi kulit. Hasil uji aktivitas antijamur dari sediaan gel yang mengandung ekstrak etanol daun jambu mete dengan formula FI, FII, dan FIII masing-masing adalah 15,4 ± 0,15 mm, 17,0 ± 0,2 mm, dan 18,3 ± 0,06 mm terhadap jamur Microsporum canis dan 15,2 ± 0,21 mm, 16,5 ± 0,06 mm, dan 17,8 ± 0,15 mm terhadap jamur Trichophyton sp.

Kata kunci: Antijamur, Daun jambu mete, Gel, Microsporum canis, Trichophyton


(15)

7

TEST ACTIVITIES OF GEL CONTAINING ETHANOL EXTRACT OF CASHEW LEAVES ON Microsporum canis and Trichophyton sp

ABSTRACT

Skin diseases due to the fungus is a skin diseases often found in Indonesia. Fungus that cause skin diseases such as Microsporum canis and Trichophyton. Cashew leaves (Anacardium occidentale L.) contains phenols which phenol can be used as an antifungal. The purpose of this study was to determine the antifungal activity of gel containing ethanol extract of cashew leaves against Microsporum canis and Trichophyton.

Research methods included preparation of ethanol extract of cashew leaves by maceration, antifungal activity test of ethanol extract of cashew leaves, gel preparations of cashew leaves extract were formulated by using of 10% (FI), 12.5% (FII), and 15% (FIII) concentrations of extract. Further evaluation preparations (shape, color, and smell of preparations, homogeneous, pH, viscosity) during 12 weeks, irritation test, and antifungal activity test of gel containing ethanol extract of chasew leaves against Microsporum canis and Trichophyton sp by agar diffusion method using disc paper.

The antifungal activity tested of extract at concentration of 100 mg/ml showed inhibitory zone diameter of 15.1 ± 0,10 mm for Microsporum canis and 14.6 ± 0,2 mm for Trichophyton sp. Evaluation results preparations physically stable and does not irritate the skin. The antifungal activity testing of gel preparation of cashew leaves ethanol extract formulas FI, FII, and FIII each formula is 15.4 ± 0,15 mm, 17.0 ± 0,2 mm, and 18.3 ± 0,06 mm for Microsporum canis and 15.2 ± 0,21 mm, 16.5 ± 0,06 mm, and 17.8 ± 0,15 mm for Trichophyton sp.

Keywords: Antifungal, Cashew leaves, Gel, Microsporum canis, Trichophyton


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi berbagai masalah kesehatan, jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dan obat-obatan modern menyentuh lapisan masyarakat (Wasitaatmadja, 1997). Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat berdasarkan pada pengalaman dan keterampilan yang secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pemanfaatan tumbuhan obat di Indonesia secara tradisional semakin disukai karena efek samping lebih kecil dari obat yang dibuat secara sintesis. Penggunaan tumbuhan obat di masyarakat terutama untuk mencegah penyakit, menjaga kesegaran tubuh maupun mengobati penyakit (Mursito, 2001).

Jambu mete merupakan salah satu tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional. Kulit batang jambu mete bisa digunakan sebagai obat penyembuh sariawan. Daging buah semunya bisa dibuat manisan, selai atau dirujak. Air daging buah digunakan untuk bahan baku pembuatan anggur, cuka atau jelly. Bijinya apabila telah diolah akan menghasilkan makanan yang bernilai ekonomis tinggi (Kusrini dan Ismardiyanto, 2003). Daun jambu mete mengandung fenol dimana fenol dapat dimanfaatkan sebagai anti jamur (Sulistyawati dan Mulyati, 2009).

Pada penelitian Tedong, dkk., (2007) tentang toksisitas akut dan subkronis ekstrak daun jambu mete pada tikus, menunjukkan bahwa ekstrak daun jambu mete memiliki potensi toksisitas. Pada dosis akut, setelah pemberian secara oral


(17)

2

ditemukan bahwa dosis ekstrak kurang dari 6 g/kg tidak beracun. Pada dosis subkronis, dosis 2, 6, dan 10 g/kg terjadi pengurangan asupan makanan, berat badan, dan efek prilaku.

Ekstrak daun jambu mete mempunyai aktivitas antioksidan yang dapat digunakan dalam pengobatan penyakit degeneratif. Aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol daun jambu mete karena adanya senyawa fenol yang tinggi (Jaiswal, dkk., 2010). Senyawa golongan flavonoid, fenolat dan tanin merupakan kontributor utama dalam aktivitas antioksidan daun jambu mete (Fidrianny, dkk., 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Doss dan Thangavel (2011) bahwa jambu mete mengandung metabolit sekunder seperti tanin, flavonoid, fenol, steroid dan glikosida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Aktivitas antimikroba telah diuji pada ekstrak etanol daun jambu mete terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa.

Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan uji untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun jambu mete dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans. Hasil menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun jambu mete maka semakin besar pula jumlah Candida albicans yang dihambat pertumbuhannya dikarenakan di dalam daun jambu mete terdapat kandungan tanin dan fenol yang berfungsi sebagai antijamur (Mekhanzie, 2012).

Kandungan dari daun jambu mete mengandung zat-zat yang bersifat antijamur. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan uji aktivitas sediaan gel yang mengadung ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp. Gel mempunyai beberapa keuntungan diantaranya


(18)

3

kemampuan penyebaran yang baik pada kulit, tidak adanya penyumbatan pori-pori kulit, kemudahan pencucian dengan air dan pelepasan obatnya baik (Voight, 1994). Aqupec HV-505 digunakan sebagai basis gel karena bersifat non toksik dan tidak menimbulkan reaksi alergi terhadap penggunaan obat secara topikal. Selain itu Aqupec HV-505 dapat menghasilkan viskositas yang tinggi pada konsentrasi rendah serta bekerja secara efektif pada kisaran pH yang luas (Soebagio, dkk., 2007).

Jamur merupakan salah satu penyebab penyakit infeksi terutama di negara-negara tropis. Penyakit kulit akibat jamur merupakan penyakit kulit yang sering muncul di tengah masyarakat Indonesia. Jamur penyebab penyakit kulit diantaranya yaitu jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp yang merupakan penyebab infeksi pada kulit, rambut, dan kuku (Gholib dan Darmono, 2008).

Berdasarkan uraian tersebut dibuat sediaan gel dari ekstrak etanol daun jambu mete (Anacardium occidentale L.) dengan berbagai konsentrasi dan uji aktivitasnya terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp.

1.2 Perumusan Masalah

a. Apakah ekstrak etanol daun jambu mete (Anacardium occidentale L.) mempunyai aktivitas antijamur terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyto sp.

b. Apakah ekstrak etanol daun jambu mete dapat diformulasi dalam bentuk sediaan gel?

c. Bagaimana aktivitas antijamur sediaan gel dari ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp.


(19)

4

1.3Hipotesis

a. Ekstrak etanol daun jambu mete mempunyai aktivitas antijamur terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp.

b. Ekstrak etanol daun jambu mete dapat diformulasi dalam bentuk sediaan gel.

c. Sediaan gel dari ekstrak etanol daun jambu mete mempunyai aktivitas antijamur terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp.

1.4 Tujuan Penelitian

a. Mengetahui aktivitas antijamur dari ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp.

b. Memformulasi sediaan gel antijamur yang mengandung ekstrak etanol daun jambu mete.

c. Mengetahui bagaimana aktivitas antijamur sediaan gel dari ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil guna dari daun jambu mete yang dapat digunakan sebagai sediaan gel. Selain itu dapat memberikan informasi tentang ekstrak etanol daun jambu mete yang bersifat antijamur dan dapat diformulasi dalam bentuk sediaan gel.


(20)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi, sistematika tumbuhan, nama daerah, morfologi tumbuhan, kandungan kimia tumbuhan, serta penggunaan tumbuhan.

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Sistematika tumbuhan jambu mete menurut Putra (2013): Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Sapindales Famili : Anacardiaceae Genus : Anacardium

Spesies : Anacardium occidentale L. 2.1.2 Nama daerah

Penyebaran jambu mete di Indonesia sangat luas sehingga tumbuhan ini mempunyai banyak nama daerah misalnya: jambu erang, jambu monyet (Sumatera), jambu mede, jambu mete, jambu mente, jambu siki, jambu dwipa, jambu jipang, nyambu monyet (Jawa), nyambuk nyebet (Nusa Tenggara Barat), buwah monyet (Timor), jambu parang, jambu sempal, jhambu monyet (Kalimantan), jambu dare, jampu sereng, jampu tapesi (Sulawesi), buwa yaki kanoke, masapana, buwa yakis, buwa jaki, wo yakis, (Maluku) (Dalimartha, 2000).


(21)

6 2.1.3 Morfologi tumbuhan

Pohon tinggi 8-12 m, memiliki cabang dan ranting yang banyak. Batang melengkung, berkayu, bergetah, percabangan mulai dari bagian pangkalnya. Daun tunggal, bertangkai, panjang 4-22,5 cm, lebar 2,5-15 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur sungsang, tepi rata, pangkal runcing, ujung rompang dengan lekukan kecil di bagian tengah, pertulangan menyirip, berwarna hijau (Dalimartha, 2000).

Bunga majemuk, terletak di ketiak daun dan di ujung cabang, mempunyai daun pelindung berbentuk bulat telur dengan panjang 4-55 mm dan berwarna hijau muda. Mahkota bunga berbentuk runcing, saat masih muda berwarna putih setelah tua berwarna merah. Bunga berumah satu memiliki bunga betina dan bunga jantan (Dalimartha, 2000).

Buahnya buah batu, keras, melengkung. Tangkai buahnya lama kelamaan akan menggelembung menjadi buah semu yang lunak, seperti buah peer, berwarna kuning, kadang-kadang bernoda merah rasanya manis agak sepat, banyak mengandung air, dan berserat. Biji bulat panjang, melengkung, pipih, warnanya coklat tua. Akarnya berupa akar tunggang dan berwarna cokelat (Dalimartha, 2000).

2.1.4 Kandungan kimia tumbuhan

Kulit kayu mengandung tanin yang cukup banyak, asam galat, dan gingkol katekin. Daun mengandung tanin-galat, flavonol, asam anakardiol, asam elegat, senyawa fenol, kardol, dan metil kardol. Buah mengandung protein, lemak, vitamin (A, B dan C), kalsium, fosfor, besi dan belerang (Dalimartha, 2000). Daun jambu mete mengandung senyawa flavonoid, terpenoid/steroid, tanin dan glikosida (Jayalakshmi, dkk., 2011).


(22)

7 2.1.5 Penggunaan tumbuhan

Kulit batang jambu mete bisa digunakan sebagai obat penyembuh sariawan (Kusrini dan Ismardiyanto, 2003). Daun berkhasiat antiradang dan penurun kadar glukosa darah (Dalimartha, 2000), sebagai obat untuk diare, psoriasis, dyspepsia, batuk (Doss dan Thangavel, 2011), selain itu daun jambu mete mengandung fenol dimana fenol dapat dimanfaatkan sebagai antijamur (Sulistyawati dan Mulyati, 2009). Biji dapat digunakan sebagai penawar racun gigitan ular, kulit biji mengandung asam anakardat yang telah digunakan secara luas untuk mengobati pembengkakan gusi yang disebabkan oleh bakteri gram positif (Dahake, dkk., 2009).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut menggunakan pelarut cair. Simplisia yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloida, flavonoida dan lain-lain. Mengetahui senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dengan cara yang tepat (Ditjen POM, 2000).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).


(23)

8 2.2.1 Metode ekstraksi

Menurut Ditjen POM (2000), ada beberapa metode ekstraksi: 1. Cara dingin

Ekstraksi dengan cara dingin terdiri dari: a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruang (kamar). Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruang. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1 – 5 kali bahan.

2. Cara panas

Ekstraksi dengan cara panas terdiri dari: a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3 - 5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. b. Soxhletasi


(24)

9

Soxletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

d. Dekok

Dekok adalah infus dengan waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.

Menurut Syamsuni (2006), infusa adalah ekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit.

2.3 Gel

Gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel yang mempunyai massa terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya Gel Aluminium Hidroksida). Gel sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma (misalnya Magma Bentonit) (Ditjen POM, 1995).

2.3.1 Keuntungan sediaan gel

Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1994) adalah sebagai berikut: - Kemampuan penyebarannya baik pada kulit


(25)

10

- Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis - Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik

- Pelepasan obatnya baik

2.3.2 Komponen dalam sediaan gel

Kandungan sediaan gel yang digunakan yaitu: 2.3.2.1 Aqupec HV-505

Aqupec HV-505 merupakan golongan karbomer yang digunakan sebagai gelling agent. Aqupec HV-505 berbentuk serbuk berwarna putih, bersifat higroskopis, tidak berbau dan tidak berasa. Konsentrasi yang digunakan sebagai gelling agent yaitu 0,5 – 2,0% (Rowe, dkk., 2009).

2.3.2.2 Trietanolamin

Trietanolamin merupakan cairan kental yang bening, tidak berwarna sampai kuning pucat dan memiliki bau amoniak yang lemah, bersifat sangat higroskopis, dan pH 10,5. Kelarutannya yaitu mudah larut dalam air, metanol, dan aseton. Trietanolamin digunakan sebagai bahan pengemulsi dengan konsentrasi 2% - 4%, menambah kebasaan, dan sebagai humektan (Rowe, dkk., 2009).

2.3.2.3 Gliserin

Gliserin pada umumnya digunakan sebagai humektan dan emolien. Gliserin memiliki ciri-ciri: larutan jernih, tidak bewarna, tidak berbau, kental, mempunyai rasa manis. Gliserin digunakan sebagai pembawa gel 5 – 15%, sebagai humektan < 30% (Rowe, dkk., 2009).

2.3.2.4 Propilen glikol

Propilen glikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam pembuatan sediaan farmasi. Propilen glikol merupakan cairan jernih, tidak


(26)

11

berwarna, manis, kental dan hampir tidak berbau. Propilen glikol larut dalam gliserin, air, alkohol, aseton, klorofom. Propilen glikol digunakan sebagai humektan ≈15% (Rowe, dkk., 2009).

2.3.2.5 Metil paraben

Metil paraben berbentuk kristal tidak berwarna atau serbuk kristal putih; tidak berbau dan berasa sedikit terbakar. Kelarutannya yaitu sukar larut dalam air, dalam benzen dan dalam karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan dalam eter; larut dalam air 80°C. Penggunaan dalam sediaan topikal sebanyak 0,02% - 0,3% sebagai antimikroba, efektif pada pH 4 - 8 (Rowe, dkk., 2009).

2.4 Jamur

2.4.1 Uraian jamur

Jamur merupakan suatu mikroorganisme eukariotik yang mempunyai ciri-ciri spesifik yaitu mempunyai inti sel, memproduksi spora, tidak mempunyai klorofil, dapat berkembang biak secara seksual dan aseksual, beberapa jamur mempunyai bagian-bagian tubuh berbentuk filamen-filamen dan sebagian lagi bersifat uniseluler (Fardiaz, 1992).

Jamur memerlukan kondisi kelembapan yang tinggi, persediaan bahan organik dan oksigen untuk pertumbuhannya. Semua fungi memperoleh zat gizi organiknya dengan absorpsi. Jamur mendapat zat gizinya dari berbagai sumber. Sebagian besar jamur adalah parasit yaitu mendapatkan nutrisi dengan menyerap zat gizi dari badan pejamu hidup, sebagian jamur adalah saprofit yaitu mendapatkan nutrisi dengan menyerap zat gizi dari materi organik mati, dan ada jamur yang mutualis yaitu dapat menyerap zat gizi dari pejamu, tetapi juga menguntungkan pejamu (Bresnick, 2003).


(27)

12

Lingkungan yang hangat dan lembab mempercepat pertumbuhan jamur. Jamur tumbuh dengan baik pada kondisi lingkungan yang mengandung banyak gula dengan tekanan osmotik tinggi dan kondisi asam yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri. Jamur tumbuh dalam kisaran temperatur yang luas, dengan temperatur optimal berkisar antara 22–30oC. Spesies jamur patogenik mempunyai temperatur pertumbuhan optimal lebih tinggi, yaitu berkisar antara 30–37oC. Beberapa jamur mampu hidup pada temperatur 0oC sehingga menyebabkan kerusakan produk yang disimpan pada penyimpanan dingin (Pratiwi, 2008).

2.4.2 Reproduksi jamur

Jamur terdiri dari thallus yang tersusun dari filamen bercabang yang disebut hifa dan kumpulan dari hifa disebut miselium. Hifa tumbuh dari spora yang melakukan germinasi membentuk suatu tuba germ yang akan tumbuh terus membentuk filament yang panjang dan bercabang, kemudian seterusnya akan membentuk masa hifa yang disebut miselium (Pratiwi, 2008).

Jamur bereproduksi baik secara aseksual dengan pembelahan, pembentukan tunas atau spora, maupun secara seksual dengan peleburan inti dari kedua induknya. Pada pembelahan, sel akan membagi diri membentuk dua sel yang sama besar, sedangkan pada pertunasan (budding), sel anak tumbuh dari penonjolan kecil pada sel induk. Spora jamur dibentuk dari hifa udara atau hifa aerial hypae, dan spora jamur dapat berupa spora seksual ataupun spora aseksual. Spora aseksual dibentuk oleh hifa dari satu individu jamur. Bila spora aseksual bergerminasi, spora tersebut akan menjadi jamur yang secara genetik identik


(28)

13

dengan induknya. Spora seksual dihasilkan dari dua inti dengan tipe seks yang berlawanan dari satu spesies jamur yang sama (Pratiwi, 2008).

2.4.3 Sistematika Microsporum canis

Sistematika Microsporum canis menurut Berman (2012): Filum : Ascomycota

Kelas : Euteromycota Ordo

Famili Genus : Microsporum Jenis : Microsporum canis

Microsporum canis memiliki makrokonidia yang besar dan berdinding kasar. Spesies ini membentuk banyak makrokonidia yang terdiri dari 8-15 sel, berdinding tebal dan sering kali mempunyai ujung-ujung yang melengkung atau kail berduri. Microsporum canis merupakan penyebab penyakit Tinea kapitis. (Jawetz, dkk., 2007).

2.4.4 Sistematika Trichophyton sp

Sistematika Trichophyton sp menurut Berman (2012): Filum : Ascomycota

Kelas : Euteromycota

Ordo

Famili Genus : Trichophyton Spesies : Trichophyton sp


(29)

14

Trichophyton sp memiliki makronidia yang berdinding halus dan mikronidia yang berkarakteristik. Trichophyton sp dapat menginfeksi rambut, kulit, dan kuku. Penyakit yang disebabkan Trichophyton sp antara lain Tinea pedis yang berlokasi di antara jari-jari kaki, Tinea cruris yang berlokasi di lipatan paha, Tinea barbae yang berlokasi di rambut janggut, dan Tinea unguium yang berlokasi di kuku tangan maupun kaki (Jawetz, dkk., 2007).

2.5 Media Pertumbuhan Organisme

Pembiakan mikroorganisme dalam laboratorium memerlukan media yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi mikroorganisme.

Menurut Lay (1996), media biakan dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu:

a. Secara kimiawi, media biakan dibagi menjadi:

1. Media sintetik yaitu media yang kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui secara terperinci. Contoh: glukosa, kalium fosfat, magnesium fosfat dan magnesium sulfat.

2. Media non-sintetik yaitu media yang menggunakan bahan yang terdapat di alam, bahan-bahan ini biasanya tidak diketahui kandungan kimia secara rinci. Contohnya: ekstrak daging, pepton dan kaldu daging.

b. Berdasarkan kegunaannya, dapat dibedakan menjadi:

1. Media selektif adalah media biakan yang mengandung paling sedikit satu bahan yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan membolehkan perkembangbiakan mikroorganisme tertentu yang ingin diisolasi. Contohnya: Manitol salt agar, Potato dextrose agar dan Sabouraud agar.


(30)

15

2. Media diferensial adalah media yang digunakan untuk membedakan kelompok mikroorganisme tertentu yang tumbuh pada media biakan. Bila mikroorganisme tumbuh pada media diferensial, maka dapat dibedakan kelompok mikroorganisme berdasarkan perubahan pada media biakan atau penampilan koloninya. Contohnya: Blue Lactose agar.

2.6 Uji Aktivitas Antimikroba

Pengukuran aktivitas antimikroba dapat dilakukan dengan metode difusi atau dengan metode dilusi.

a. Cara difusi

Metode yang digunakan adalah cakram kertas, silinder gelas/logam dan pencetak lubang yang diletakkan pada media agar padat yang telah dicampurkan dengan mikroba uji dan zat yang bersifat antimikroba diteteskan ke dalam pencadang kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 18 – 24 jam. Selanjutnya diamati adanya area (zona) jernih di sekitar pencadang yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroba (Dzen, dkk., 2003).

b. Cara dilusi

Metode ini digunakan untuk menentukan Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) dari zat antimikroba. Metode ini menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah mikroba uji. Tabung diuji dengan zat antimikroba yang telah diencerkan secara serial. Seri tabung diinkubasi pada suhu ± 37oC selama 18 – 24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Selanjutnya biakan dari semua tabung yang jernih diinokulasikan pada media agar padat, diinkubasikan pada suhu ± 36oC selama 18-24 jam. Lalu diamati ada tidaknya mikroba yang tumbuh (Dzen, dkk., 2003).


(31)

16 BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental, meliputi penyiapan bahan dan pembuatan ekstrak etanol secara maserasi, pengujian aktivitas antijamur ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas, pembuatan sediaan gel serta evaluasi formula yang meliputi: pemeriksaan stabilitas fisik sediaan, uji iritasi sediaan, dan pengujian aktivitas antijamur sediaan gel terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas.

Parameter yang dilihat untuk pemeriksaan stabilitas fisik gel meliputi: bentuk, bau, warna, homogenitas, pH, viskositas. Parameter untuk aktivitas antijamur yang diukur adalah zona hambatan pertumbuhan jamur oleh gel ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp.

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah: spektrofotometer Visible (Dynamika Halo Vis-10), Laminar airflow cabinet (Astec HLF 1200 L), oven (Gallenkomp), autoklaf (Fison), inkubator (Memmert), lemari pendingin (Toshiba), neraca analitik ( Metler AE 200), pH meter (Hanna Instrumen), Viskometer Brookfield, jarum ose, bunsen, mikro pipet (Eppendorf), pipet tetes, bola karet, aluminium


(32)

17

foil, kertas perkamen, tissu, pencadang kertas, cawan petri, kapas steril, jangka sorong, mortir, stamfer, spatula dan peralatan gelas di laboratorium.

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol daun jambu mete (Anacardium occidentale L), media potato dextrose agar (PDA), natrium klorida, jamur uji: Microsporum canis dan Trichophyton sp, aquadest, aqupec HV-505, gliserin, trietanolamin, metil paraben, propilen glikol, DMSO, etanol 70%.

3.3 Pengumpulan Sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah daun jambu mete (Anacardium occidentale L.) yang masih segar, yang diambil dari Desa Muliorejo, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

3.3.1 Pengolahan sampel

Sebanyak 2,5 kg daun jambu mete yang telah dikumpulkan dicuci bersih dengan air mengalir, kemudian ditiriskan, selanjutnya bahan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan di udara terbuka terlindung dari sinar matahari langsung, setelah kering kemudian ditimbang sebagai berat kering yaitu 840 g selanjutnya simplisia diserbuk dan disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat, terlindung dari panas dan sinar matahari.


(33)

18

3.4 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Jambu Mete

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. Sebanyak 500 g serbuk simplisia daun jambu mete dimaserasi dengan pelarut etanol 70% sampai seluruh serbuk terendam, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil sesekali diaduk. Setelah 5 hari campuran tersebut diserkai, kemudian ampasnya dicuci dengan etanol, filtrat dimasukkan dalam bejana dan disimpan di tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari, kemudian dienap tuangkan (Ditjen POM, 1979). Seluruh maserat digabung dan dipekatkan dengan bantuan alat rotary evaporator pada temperatur tidak lebih dari 40ºC dan dikeringkan dengan freeze dryer pada suhu -40oC sampai diperoleh ekstrak kental.

3.5 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam uji aktivitas antijamur ini, disterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat-alat gelas disterilkan di dalam oven pada suhu 170°C selama 1 jam. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Jarum ose dan pinset disterilkan dengan lampu Bunsen (Lay, 1994).

3.6 Pembuatan Media Untuk Jamur Uji 3.6.1 Potato Dextrose Agar (PDA)

Komposisi: Potatoes, Infusion from 200 g Bacto-dextrose 20 g


(34)

19 Cara pembuatan:

Sebanyak 39 g serbuk PDA ditimbang, kemudian dilarutkan dalam aquadest sebanyak 1 liter, dipanaskan sampai mendidih untuk melarutkan semua serbuk PDA, disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121˚C selama 15 menit (Oxoid, 2013).

3.6.2 Larutan NaCl 0,9%

Komposisi : Natrium Klorida 9 g Air suling ad 1000 ml Cara Pembuatan:

Natrium klorida ditimbang sebanyak 0,9 g lalu dilarutkan dalam air suling steril sedikit demi sedikit dalam erlenmeyer 100 ml sampai larut sempurna, disterilkan di autoklaf pada suhu 121˚C selama 15 menit (Oxoid, 2013).

3.6.3 Pembuatan agar miring

Tabung reaksi yang steril dimasukkan 3 ml media potato dekstrose agar steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai sediaan membeku pada posisi miring membentuk sudut 45oC, kemudian disimpan dalam lemari pendingin.

3.7 Pembuatan Stok Kultur Jamur

3.7.1 Pembuatan stok kultur jamur Microsporum canis

Satu koloni jamur Microsporum canis diambil dengan menggunakan jarum ose steril, lalu diinokulasikan pada permukaan media potato dextrose agar miring dengan cara menggores. Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 20 – 250C selama 48 jam.


(35)

20

3.7.2 Pembuatan stok kultur jamur Trichophyton sp

Satu koloni jamur Trichophyton sp diambil dengan menggunakan jarum ose steril, lalu diinokulasikan pada permukaan media potato dextrose agar miring dengan cara menggores. Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 20– 250C selama 48 jam.

3.8 Pembuatan Inokulum Jamur

3.8.1 Pembuatan inokulum jamur Microsporum canis

Koloni jamur diambil dari stok kultur padat dengan jarum ose steril lalu disuspensikan ke dalam 10 ml larutan fisiologis. Kemudian diinkubasi pada suhu 20 – 250C sampai didapat kekeruhan dengan transmitan 25% menggunakan alat spektrofotometer visible panjang gelombang 580 nm (Ditjen POM, 1995).

3.8.2 Pembuatan inokulum jamur Trichophyton sp

Koloni jamur diambil dari stok kultur padat dengan jarum ose steril lalu disuspensikan ke dalam 10 ml larutan fisiologis. Kemudian diinkubasi pada suhu 20 – 250C sampai didapat kekeruhan dengan transmitan 25% menggunakan alat spektrofotometer visible panjang gelombang 580 nm (Ditjen POM, 1995).

3.9 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Daun Jambu Mete Dengan Berbagai Konsentrasi

Sebanyak 5 g ekstrak etanol daun jambu mete ditimbang, lalu ditambahkan DMSO hingga volume total 10 ml dan diaduk hingga larut dan didapat konsentrasi 500 mg/ml, kemudian dibuat pengenceran selanjutnya sampai diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 400 mg/ml; 300 mg/ml; 200 mg/ml; 150 mg/ml, 125 mg/ml, 100 mg/ml; 90 mg/ml; 80 mg/ml; 70 mg/ml; 60 mg/ml; 50 mg/ml; 40 mg/ml; 30 mg/ml; 20 mg/ml; 10 mg/ml.


(36)

21

3.10 Pengujian Aktivitas Antijamur Terhadap Ekstrak Etanol Daun Jambu Mete

Pengujian aktivitas antijamur dilakukan terhadap ekstrak etanol daun jambu mete dengan berbagai konsentrasi. Pengujian ini dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas.

3.10.1 Jamur Microsporum canis

Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media potato dextrose agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45 – 50oC, selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja agar media dan suspensi jamur tercampur rata dan biarkan media memadat. Pada media yang telah padat diletakkan beberapa pencadang kertas yang telah direndam ekstrak etanol daun jambu mete dengan berbagai konsentrasi, kemudian diinkubasi pada suhu 20 – 250C selama 48 jam. Lalu diukur diameter daerah hambatan pertumbuhan di sekitar pencadang dengan menggunakan jangka sorong.

3.10.2 Jamur Trichophyton sp

Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media potato dextrose agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45-50oC, selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja agar media dan suspensi jamur tercampur rata dan biarkan media memadat. Pada media yang telah padat diletakkan beberapa pencadang kertas yang telah direndam ekstrak etanol daun jambu mete dengan berbagai konsentrasi, kemudian diinkubasi pada suhu 20–250C selama 48 jam. Lalu diukur diameter daerah hambatan pertumbuhan di sekitar pencadang dengan menggunakan jangka sorong.


(37)

22 3.11 Pembuatan Formula Sediaan Gel 3.11.1 Pembuatan basis gel

Formula dasar gel menurut Soebagio, dkk., (2007): Aqupec HV – 505 1 g

Trietanolamin 2 g

Gliserin 30 g

Propilenglikol 5 g Metil paraben 0,2 g Air suling ad 100 g Formula dasar gel yang digunakan:

Aqupec HV – 505 1 g Trietanolamin 4 g

Gliserin 30 g

Propilenglikol 5 g Metil paraben 0,2 g Air suling ad 100 g Cara pembuatan:

Aqupec HV–505 sebagai basis gel dikembangkan dengan air suling panas sebanyak 20 bagian dari beratnya. Trietanolamin dicampur dalam Aqupec HV-505 yang telah dikembangkam lalu digerus hingga homogen. Gliserin dan propilenglikol ditambahkan, digerus hingga homogen kemudian ditambahkan metil paraben yang dilarutkan dengan air panas, digerus hingga homogen, lalu dicukupkan dengan air suling sedikit demi sedikit hingga 100 g dan digerus hingga terbentuk gel (Soebagio, dkk., 2007).


(38)

23 3.11.2 Komposisi formula

Komposisi formula gel ekstrak etanol daun jambu mete dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1 Komposisi formula gel ekstrak etanol daun jambu mete

Keterangan:

B = Formula tanpa ekstrak etanol daun jambu mete FI = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 10% FII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 12,5% FIII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 15% 3.11.3 Cara pembuatan sediaan

a. Formula I

Cara pembuatan: ke dalam lumpang dimasukkan 10 g ekstrak etanol daun jambu mete ditambahkan 90 g basis gel sambil digerus sampai homogen.

b. Formula II

Cara pembuatan: ke dalam lumpang dimasukkan 12,5 g ekstrak etanol daun jambu mete ditambahkan 87,5 g basis gel sambil digerus sampai homogen. c. Formula III

Cara pembuatan: ke dalam lumpang dimasukkan 15 g ekstrak etanol daun jambu mete ditambahkan 85 g basis gel sambil digerus sampai homogen.

3.12 Evaluasi Sediaan

Evaluasi sediaan meliputi evaluasi fisik dan biologi. Evaluasi fisik meliputi: pemeriksaan stabilitas sediaan, pemeriksaan homogenitas, penentuan pH dan viskositas serta uji iritasi pada kulit. Evaluasi biologi meliputi penentuan

No Nama Bahan Blanko

(g)

FI (g)

FII (g)

FIII (g) 1. Ekstrak etanol daun jambu mete - 10 12,5 15


(39)

24

aktivitas antijamur sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas.

3.12.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan

Cara: masing-masing formula sediaan dimasukkan ke dalam pot plastik, ditutup bagian atasnya. Selanjutnya pengamatan dilakukan pada saat sediaan telah selesai dibuat. Bagian yang diamati berupa perubahan warna, bentuk, dan bau dari sediaan (Ansel, 2008). Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada minggu ke 0, 4, 8, dan minggu ke 12.

3.12.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan

Cara: Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butir–butir yang kasar (Ditjen POM, 1979). Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada minggu ke 0, 4, 8, dan minggu ke 12.

3.12.3 Penentuan pH sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan mengunakan pH meter.

Cara: alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar pH netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut, elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan kertas tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan dilarutkan hingga 100 ml air suling, kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut, sampai alat menunjukkan harga pH yang konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan harga pH sediaan


(40)

25

(Rawlins, 2003). Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada minggu ke 0, 4, 8, dan minggu ke 12.

3.12.4 Penentuan viskositas sediaan

Penentuan viskositas sediaan menggunakan viskometer Brookfield.

Cara: Spindel 64 dipasang pada tempatnya dan dimasukkan ke dalam sediaan hingga dalam tanda batas. Motor dinyalakan dengan speed 3 dan spindel dibiarkan berputar, setelah jarum menunjukkan angka yang tetap maka pengukuran dianggap selesai. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali untuk masing-masing formula gel. Viskositas diperoleh dengan mengalikan angka yang terbaca dengan nilai faktor yaitu 1000 (Djajadisastra, dkk., 2007; Voight, 1994). Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada minggu ke 0, 4, 8, dan minggu ke 12.

3.12.5 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan

Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan dilakukan dengan cara uji tempel terbuka (open test). Uji tempel terbuka dilakukan dengan mengoleskan sediaan pada lengan bawah bagian dalam yang dibuat pada lokasi lekatan dengan luas tertentu (2,5 x 2,5 cm), dibiarkan terbuka dan diamati apa yang terjadi. Uji ini dilakukan dengan mengoleskan sediaan pada kulit lengan bawah bagian dalam sebanyak 2 kali sehari selama dua hari berturut-turut. Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada kulit lengan bawah bagian dalam yang diberi perlakuan. Adanya kemerahan diberi tanda (+), gatal-gatal (++), bengkak (+++) dan yang tidak menunjukkan reaksi diberi tanda (-) (Wasitaatmadja, 1997; Tranggono dan Latifah, 2007).


(41)

26

3.13 Uji Aktivitas Antijamur Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Jambu Mete Uji aktivitas antijamur dilakukan untuk mengetahui aktivitas antijamur sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete yang dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas dengan cara mengukur diameter hambatan pertumbuhan jamur terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp. 3.13.1 Jamur Microsporum canis

Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media potato dextrose agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45 – 50oC, selanjutnya cawan digoyang agar media dan suspensi jamur tercampur rata. Pada media yang telah padat diletakkan beberapa pencadang kertas, sebanyak 0,1 ml gel ekstrak etanol daun jambu mete dimasukkan ke dalam pencadang kertas, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 20 – 250C selama 48 jam, setelah itu diukur diameter daerah hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar pencadang dengan menggunakan jangka sorong.

3.13.2 Jamur Trichophyton sp

Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media potato dextrose agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45 – 50oC, selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja agar media dan suspensi jamur tercampur rata. Pada media yang telah padat diletakkan beberapa pencadang kertas, sebanyak 0,1 ml gel ekstrak etanol daun jambu mete dimasukkan ke dalam pencadang kertas, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 20 – 250C selama 48 jam, setelah itu diukur diameter daerah hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar pencadang dengan menggunakan jangka sorong.


(42)

27 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Ekstraksi Daun Jambu Mete

Hasil maserasi dari 500 g serbuk daun jambu mete dengan pelarut etanol 70% dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator dan di freeze dryer diperoleh ekstrak kental 60,5 g (rendemen 12,1%).

4.2 Hasil Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Daun Jambu Mete

Hasil uji aktivitas antijamur ekstrak etanol daun jambu mete dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1 Hasil uji aktivitas antijamur ekstrak etanol daun jambu mete Konsentrasi

(mg/ml)

Diameter daerah hambatan (mm)* Microsporum canis Trychophyton

500 21,8 ± 0,06 21,1 ± 0,15

400 19,2 ± 0,15 19,9 ± 0,1

300 18,2 ± 0,06 17,4 ± 0,1

200 17,8 ± 0,16 16,1 ± 0,15

150 17,0 ± 0,15 15,8 ± 0,15

125 16,3 ± 0,21 15,0 ± 0,3

100 15,1 ± 0,10 14,6 ± 0,2

90 14,8 ± 0,15 12,4 ± 0,15

80 13,5 ± 0,15 11,8 ± 0,15

70 12,2 ± 0,16 10,5 ± 0,21

60 11,3 ± 0,2 10,1 ± 0,15

50 10,7 ± 0,1 9,1 ± 0,3

40 9,4 ± 0,15 7,6 ± 0,2

30 8,6 ± 0,2 6,9 ±0,15

20 7,0 ± 0,21 -

Blanko - -

Keterangan: * = hasil rata-rata tiga kali pengukuran - = tidak ada hambatan


(43)

28

Hasil uji aktivitas antijamur menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun jambu mete dapat menghambat pertumbuhan jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp, ini terlihat dengan adanya zona jernih di sekitar pencadang. Penelitian ini menggunakan metode difusi agar dengan cara mengukur daerah bening di sekitar pencadang kertas, dimana daerah bening di sekitar pencadang kertas meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak. Data menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun jambu mete efektif untuk menghambat pertumbuhan jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp, sedangkan pada blanko tidak menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap kedua jamur yang digunakan. Aktivitas antijamur dapat disebabkan adanya kandungan senyawa kimia yaitu fenol (Sulistyawati dan Mulyati, 2009).

Hasil uji aktivitas antijamur dari ekstrak etanol daun jambu mete yang efektif pada jamur Microsporum canis dengan konsentrasi 100 mg/ml dengan diameter 15,1 ± 0,10 mm dan pada jamur Trychophyton sp dengan konsentrasi 100 mg/ml dengan diameter 14,6 ± 0,2 mm. Hasil uji aktivitas antijamur memenuhi syarat menurut Ditjen POM (1995), suatu zat dikatakan memiliki daya hambat yang memuaskan dengan diameter daerah hambatan lebih kurang 14 sampa 16 mm. Hasil uji aktivitas antijamur ekstrak etanol daun jambu mete dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 45.

4.3 Hasi Evaluasi Sediaan

4.3.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan

Hasil uji stabilitas organoleptis ekstrak etanol daun jambu mete tidak mengalami perubahan bentuk, warna, dan bau. Pemeriksaan dilakukan secara visual pada suhu kamar selama 12 minggu dengan rentang waktu pemeriksaan 4


(44)

29

minggu. Hasil pemeriksaan organoleptis gel dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 Data pengamatan perubahan bentuk, warna, dan bau sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete

Pengamatan Sediaan Lama Pengamatan (minggu)

0 4 8 12

Bentuk

F0 B b b b

FI B b b b

FII B b b b

FIII b b b b

Warna

F0 bn bn bn bn

FI ck ck ck ck

FII ck ck ck ck

FIII ck ck ck ck

Bau

F0 bk bk bk bk

FI bk bk bk bk

FII bk bk bk bk

FIII bk bk bk bk

Keterangan:

F0 = Formula tanpa ekstrak etanol daun jambu mete FI = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 10% FII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 12,5% FIII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 15% b = baik

bn = bening

ck = coklat kehitaman

bk = bau khas (daun jambu mete)

Hasil pemeriksaan organoleptis seluruh sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete tidak mengalami perubahan bentuk, warna, dan bau. Seluruh gel ekstrak etanol daun jambu mete selama penyimpanan 12 minggu dinyatakan stabil.

4.3.2 Pengamatan homogenitas sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete Pengamatan homogenitas sediaan gel dilakukan dengan cara mengoleskan sejumlah tertentu sediaan pada sekeping kaca transparan. Hasil pengamatan homogenitas dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini.


(45)

30

Tabel 4.3 Data pengamatan homogenitas sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete

Pengamatan Sediaan Lama Pengamatan (minggu)

0 4 8 12

Homogenitas

F0 h h h h

FI h h h h

FII h h h h

FIII h h h h

Keterangan:

F0 = Formula tanpa ekstrak etanol daun jambu mete FI = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 10% FII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 12,5% FIII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 15% h = Homogen

Hasil pemeriksaan homogenitas menunjukkan bahwa seluruh sediaan gel memenuhi persyaratan homogenitas karena tidak menunjukkan adanya butir-butir kasar pada saat sediaan dioleskan pada kaca transparan. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat mempunyai susunan yang homogen (Ditjen POM, 1979). Hasil dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 44.

4.3.3 Penentuan pH sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter (Hanna instruments). Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4 Data pengukuran pH sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete Pengamatan Sediaan Lama Pengamatan (minggu)

0 4 8 12

pH

F0 6,5 6,5 6,5 6,4

FI 5,6 5,6 5,5 5,4

FII 5,4 5,4 5,3 5,2

FIII 5,3 5,3 5,2 5,1

Keterangan:

F0 = Formula tanpa ekstrak etanol daun jambu mete FI = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 10% FII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 12,5% FIII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 15%


(46)

31

Berdasarkan pengukuran pH dari masing-masing formula selama pengamatan terjadi penurunan pH dan secara keseluruhan terlihat bahwa pH dari sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete menurun dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Hasil uji stabilitas terhadap pH sediaan gel baik blanko maupun sediaan gel dari ekstrak etanol daun jambu mete menunjukkan pH sediaan tetap stabil pada penyimpanan karena masih berada dalam rentang pH kulit yaitu antara 4,5-6,5 (Tranggono dan Latifah, 2007).

4.3.4 Pemeriksaan viskositas sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete Pemeriksaan viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer brookfield spindel 64 speed 3. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5 Data viskositas sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete Pengamatan Sediaan Lama Pengamatan (minggu)

0 4 8 12

Viskositas (centipoise)*

F0 85600 84300 82100 78400

FI 62700 61200 60400 58700

FII 58300 57500 55600 52500

FIII 47200 46100 45300 43900

Keterangan:

F0 = Formula tanpa ekstrak etanol daun jambu mete FI = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 10% FII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 12,5% FIII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 15% * = Hasil rata-rata tiga kali pengukuran

Hasil penentuan nilai viskositas sediaan pada minggu ke-0 , menunjukkan semakin besar jumlah penambahan ekstrak etanol daun jambu mete semakin kecil nilai viskositas sediaan. Nilai viskositas sediaan dengan berbagai konsentrasi ekstrak etanol daun jambu mete mengalami perubahan selama penyimpanan 12 minggu. Perubahan nilai viskositas pada sediaan diduga karena adanya pengaruh dari penambahan ekstrak daun jambu mete. Sebab lain yaitu kelembaban udara di


(47)

32

ruang penyimpanan dan kemasan yang kurang kedap, yang dapat menyebabkan gel menyerap air dari luar, sehingga menambah volume air dari formula (Abdassah, dkk., 2009). Hal tersebut dapat mengakibatkan penurunan nilai viskositas dari sediaan.

4.3.5 Uji iritasi sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete

Uji iritasi dilakukan terhadap 12 orang sukarelawan. Pengujian dilakukan dengan cara uji terbuka. Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada kulit lengan bawah bagian dalam yang diberi perlakuan selama dua hari berturut-turut. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini.

Tabel 4.6 Data hasil uji iritasi sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete

Pengamatan Sediaan Sukarelawan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kulit

kemerahan

F0 - - - - FI - - - - FII - - - - FIII - - - - Kulit gatal-

gatal

F0 - - - - FI - - - - FII - - - - FIII - - - - Kulit

bengkak

F0 - - - - FI - - - - FII - - - - FIII - - - - Keterangan:

F0 : Formula tanpa ekstrak etanol daun jambu mete FI : Formula ekstrak etanol daaun jambu mete 10% FII : Formula ekstrak etanol daun jambu mete 12,5% FIII : Formula ekstrak etanol daun jambu mete 15% - : Tidak terjadi reaksi


(48)

33

Berdasarkan hasil uji iritasi terhadap sukarelawan, tidak terlihat adanya reaksi seperti kemerahan, gatal-gatal maupun bengkak pada kulit dari setiap formula, hal ini menunjukkan bahwa seluruh sediaan aman untuk digunakan. 4.3.6 Uji aktivitas antijamur gel ekstrak etanol daun jambu mete terhadap

jamur Microsporum canis dan Trichophyton

Tabel 4.7 Data hasil Uji aktivitas antijamur gel ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton

Sediaan

Diameter daerah hambatan (mm)* Microsporum canis Trichophyton

Minggu ke-0 Minggu ke-12 Minggu ke-0 Minggu ke-12

F0 - - - -

FI 15,4 ± 0,15 14,5 ± 0,1 15,2 ± 0,21 14,4 ± 0,06 FII 17,0 ± 0,2 15,2 ± 0,15 16,5 ± 0,06 14,7 ± 0,1 FIII 18,3 ± 0,06 15,7 ± 0,25 17,8 ± 0,15 15,1 ± 0,15 Keterangan:

F0 = Formula tanpa ekstrak etanol daun jambu mete FI = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 10% FII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 12,5% FIII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 15% * = Hasil rata-rata tiga kali pengukuran

- = Tidak ada hambatan

Hasil uji aktivitas antijamur dari seluruh gel ekstrak etanol daun jambu mete dengan berbagai konsentrasi mengalami penurunan daya hambat setelah 12 minggu, walaupun demikian daya hambat seluruh gel ekstrak daun jambu mete masih diperoleh dalam batas hambat yang baik karena diameter daerah hambatan lebih kurang 14 sampai 16 mm (Ditjen POM, 1995).

Hasil uji aktivitas antijamur dari seluruh gel ekstrak etanol daun jambu mete didapat bahwa seluruh gel ekstrak etanol daun jambu mete lebih efektif terhadap jamur Microsporum canis daripada jamur Trichophyton sp. Data diameter daya hambat sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete pada minggu ke-0 dan minggu ke-12 dapat dilihat pada Lampiran 8-11, halaman 47-50.


(49)

34 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Ekstrak etanol daun jambu mete telah mempunyai aktivitas antijamur yang efektif pada konsentrasi 100 mg/ml karena memberikan diameter zona hambat rata-rata 15,1 ± 0,10 mm terhadap jamur Microsporum canis dan 14,6 ± 0,2 mm terhadap jamur Trichophyton sp.

Ekstrak etanol daun jambu mete diformulasikan dalam bentuk sediaan gel dengan konsentrasi 10%, 12,5%, 15% dan stabil pada penyimpanan selama 12 minggu.

Gel dari ekstrak etanol daun jambu mete telah memiliki aktivitas antijamur yang telah efektif pada konsentrasi 100 mg/ml karena memberikan diameter zona hambat rata-rata 15,40 ± 0,15 mm terhadap jamur Microsporum canis dan 15,2 ± 0,21 mm terhadap jamur Trichophyton sp.

5.2 Saran

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat mengembangkan formulasi dari ekstrak etanol daun jambu mete dengan bentuk sediaan yang lain seperti krim dan salep.


(50)

35

DAFTAR PUSTAKA

Abdassah, M., Sumiwi S.A., dan Hendrayana, J. (2009). Formulasi Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis (Parkins.) Fosberg) Dengan Basis Gel Sebagai Antiinflamasi. Jurnal Farmasi Indonesia. 4(4): 199-209.

Ansel, H.C. (2008). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Penerjemah: Farida Ibrahim. Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 388. Berman, J. (2012). Taxonomic Guide To Infectious Diseases. USA: Academic

Press. Hal. 204, 304.

Bresnick. (2003). Intisari Biologi. Jakarta: Hipokrates. Hal. 47-48.

Dahake, A.P., Vishal D.J., dan Arun B.J. (2009). Antimicrobial Screening of Different Extract of Anacardium occidentale Linn. Leaves. International Journal of ChemTech Research. 1(4): 856-858.

Dalimartha, S. (2000). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Trubus Agriwidya. Hal. 80.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 7, 854-85, 891-899, 1035.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 33.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 10-11.

Djajadisastra, J., Mun’im, A., dan Dessy, N.P. (2007). Formulasi Gel Topikal dari Ekstrak Nerii folium dalam Sediaan Antijerawat. Jurnal Farmasi Indonesia. 4(4): 210-216.

Doss, V. K., dan Thangavel, K.P. (2011). Antioxidant and Antimicrobial Activity Using Different Extracts Of Anacardium Occidentale L. IJABPT volume 2: Issue 3.

Dzen, S.M., Santoso, S., Roekistiningsih., dan Winarsih S. (2003). Bakteriologi Medik. Malang: Bayumedia Publishing. Hal. 31-32, 120.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 35-38.

Fidrianny, I., Ruslan, K., Saputra, J. (2012). Antioxidant Activities Of Different Polarity Extracts From Cashew (Anacardium Occidentale L.) Leaves And Isolation Of Antioxidant Compound. Jurnal Medika Planta. 4(1): 1-12.


(51)

36

Gholib, D., dan Darmono. (2008). Pengaruh Ekstrak Lengkuas Putih (Alpinia galanga L) terhadap Infeksi Trichophyton mentagrophytes pada Kelinci. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 6(2): 57-62

Jaiswal, Y.S., Tatke, P.A., Gabhe, S.Y., dan Vaidya, A. (2010). Antioxidant Activity of Various Extracts of Leaves of Anacardium Occidentale (Cashew). Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences. 1(4):112.

Jayalakshmi, B., Raveesha, K.A., dan Amruthesh, K.N. (2011). Phytochemical Investigations and Antibacterial Plants Against Pathogenic Bacteria. Journal Of Applied Pharmaceutical Science. 01(05): 124-128

Jawetz. A., Melnick., dan E. A. Adelberg’s. (2007). Medical Microbiology. New York: The McGraw Hills Companies. Hal. 622-626.

Kusrini, D., dan Ismardiyanto, M. (2003). Asam Anakardat dari Kulit Biji Jambu Mete (Anacardium Occidentale L) yang Mempunyai Aktivitas Sitotoksik. JSKA. 4(1): 1-4.

Lay, W.B. (1994). Analisis Mikrobiologi di Laboratorium. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 71-73.

Lay, B.W. (1996). Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Halaman 37 - 43.

Mekhanzie, M. (2012). Pengaruh Berbagai Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Jambu Mete sebagai denture cleanser terhadap pertumbuhan Candida albicans dengan waktu perendaman 15 menit. Skripsi Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Jember.

Mursito. (2001). Ramuan Tradisional Untuk Kesehatan Anak. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 2.

Oxoid. (2013). The Oxoid Manual of Culture Media, Ingredients and Other Laboratory Service. Edisi ke-5. Basingstoke: Oxoid Ltd. Hal. 32,64.

Pratiwi, S.T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 23, 39 – 41, 111-117.

Putra, W.S. (2013). 68 Buah Ajaib Penangkal Penyakit. Yogyakarta: Kata Hati. Hal. 83.

Rawlins, E.A. (2003). Bentley’s Textbook of Pharmaceutics. 18th ed. London: Bailierre Tindal. Hal. 22, 35.


(52)

37

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Owen, S.C. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th ed Washington D.C: Pharmaceutical Press. Hal. 110-114, 283, 441, 592, 754.

Soebagio, B., Rusdiana, T., dan Kairudin. (2007). Pembuatan Gel dengan Aqupec HV-505 dari Ekstrak Umbi Bawang Merah (Allium cepa, L.) sebagai Antioksidan.Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran.

Sulistyawati, D., dan Mulyati, S. (2009). Uji Aktivitas Antijamur Infusa Daun Jambu Mete (Anacardium occidentale, L.) Terhadap Candida albicans. Biomedika: Vol. 2: 47-51.

Syamsuni, H.A. (2007). Ilmu Resep. Jakarta: EGC. Hal. 270..

Tedong, L., Dimo. T., Kamtchouing, P. (2007). Acute and Subchronic Toxicity Of Anacardium Occidentale Linn (Anacardiaceae) Leaves Hexane Extract In Mice. Afr. J. Trad. CAM (2007) 4 (2): 140 – 147.

Tranggono, R.I.S., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 11-25, 135-136, 165-166.

Voight, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi Kelima. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal. 170, 436.

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit UI-Press. Hal. 59 – 60.


(53)

38 Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan


(54)

39

Lampiran 2. Gambar tumbuhan jambu mete (Anacardium occidentale L.)


(55)

40

Lampiran 3. Gambar sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete minggu ke-0

Keterangan:

B = Formula tanpa ekstrak etanol daun jambu mete FI = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 10% FII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 12,5% FIII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 15%

FIII FII

FI

B B

FII FIII


(56)

41

Lampiran 4. Gambar sediaan gel ekstrak etanol daun jambu mete minggu ke-12

Keterangan:

B = Formula tanpa ekstrak etanol daun jambu mete FI = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 10% FII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 12,5% FIII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 15%

FIII FII

FI B

FIII FII

FI B


(57)

42 Lampiran 5. Gambar hasil uji homogenitas

Keterangan:

B = Formula tanpa ekstrak etanol daun jambu mete FI = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 10% FII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 12,5% FIII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 15%


(58)

43

Lampiran 6. Gambar hasil uji aktivitas ekstrak etanol daun jambu mete (Anarcadium occidental L.) terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp

A

B Keterangan:

A: Hasil uji aktivitas ekstrak etanol daun jambu mete (Anarcadium occidental L.) terhadap jamur Microsporum canis

B: Hasil uji aktivitas ekstrak etanol daun jambu mete (Anarcadium occidental L.) terhadap jamur Trichophyton sp

Blanko 10%

15% 12,5%

Blanko 10%

15%


(59)

44

Lampiran 7. Hasil pengukuran diameter daerah hambatan oleh ekstrak etanol daun jambu mete

Konsentrasi Ekstrak

Etanol (mg/ml)

Diameter daerah hambatan (mm) Microsporum canis Trichophyton

D1 D2 D3 D* D1 D2 D3 D*

500 21,9 21,8 21,8 21,8 21,2 21,33 21,1 21,1 400 19,4 19,2 19,1 19,2 19,8 19,9 20,0 19,9 300 18,2 18,3 18,2 18,2 17,3 17,4 17,5 17,4 200 17,8 18,0 17,7 17,8 16,0 16,3 16,1 16,1 150 17,1 17,2 16,9 17,0 15,8 16,0 15,7 15,8 125 16,5 16,4 16,1 16,3 15,1 15,3 14,7 15,0 100 15,0 15,2 15,1 15,1 14,6 14,8 14,4 14,6 90 14,8 15,0 14,7 14,8 12,5 12,3 12,6 12,4 80 13,5 13,7 13,4 13,5 11,8 12,0 11,7 11,8 70 12,1 12,3 12,4 12,2 10,5 10,8 10,4 10,5 60 11,1 11,3 11,5 11,3 10,2 10,0 10,3 10,1 50 10,7 10,8 10,6 10,7 9,1 8,8 9,4 9,1 40 9,5 9,6 9,3 9,4 7,6 7,8 7,4 7,6 30 8,6 8,8 8,4 8,6 6,9 7,1 6,8 6,9

20 7,1 7,2 6,8 7,0 - - - -


(60)

45

Lampiran 8. Gambar hasil uji aktivitas gel ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Microsporum canis

A

B Keterangan:

F0 = Formula tanpa ekstrak etanol daun jambu mete FI = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 10% FII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 12,5% FIII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 15%

A = Hasil Uji Aktivitas Gel Ekstrak Etanol Daun Jambu Mete Terhadap Jamur Microsporum canis pada minggu ke-0

B = Hasil Uji Aktivitas Gel Ekstrak Etanol Daun Jambu Mete Terhadap Jamur Microsporum canis pada minggu ke-12

F0 FI

FI FII

F0 FI

FII FII


(61)

46

Lampiran 9. Hasil pengukuran diameter daerah hambatan oleh gel ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Microsporum canis pada minggu ke-0 dan minggu ke-12

Formula

Diameter daerah hambatan (mm)

Minggu ke-0 Minggu ke-12

D1 D2 D3 D* D1 D2 D3 D*

F0 - - - -

FI 15,6 15,3 15,4 15,4 14,5 14,6 14,4 14,5 FII 17,2 17,0 16,8 17,0 15,3 15,2 15,0 15,2 FIII 18,4 18,3 18,3 18,3 16,0 15,8 15,5 15,7 Keterangan:

F0 = Formula tanpa ekstrak etanol daun jambu mete FI = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 10% FII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 12,5% FIII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 15%


(62)

47

Lampiran 10. Gambar hasil uji aktivitas gel ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Trichophyton sp

A

B Keterangan:

F0 = Formula tanpa ekstrak etanol daun jambu mete FI = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 10% FII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 12,5% FIII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 15%

A = Hasil uji aktivitas gel ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Trichophyton sp pada minggu ke-0

B = Hasil uji aktivitas gel ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Trichophyton sp pada minggu ke-12

F0

FII

FI FIII

F0

FII

FIII FI


(63)

48

Lampiran 11. Hasil pengukuran diameter daerah hambatan oleh gel ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Trichophyton pada minggu ke-0 dan minggu ke-12

Formula

Diameter daerah hambatan (mm)

Minggu ke-0 Minggu ke-12

D1 D2 D3 D* D1 D2 D3 D*

F0 - - - -

FI 15,0 15,3 15,4 15,2 14,5 14,4 14,5 14,4 FII 16,6 16,5 16,5 16,5 14,8 14,7 14,6 14,7 FIII 17,7 17,8 18,0 17,8 15,3 15,2 15,0 15,1 Keterangan:

F0 = Formula tanpa ekstrak etanol daun jambu mete FI = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 10% FII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 12,5% FIII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 15%


(64)

(65)

(66)

51 Lampiran 13. Gambar pH Meter


(1)

46

Lampiran 9. Hasil pengukuran diameter daerah hambatan oleh gel ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Microsporum canis pada minggu ke-0 dan minggu ke-12

Formula

Diameter daerah hambatan (mm)

Minggu ke-0 Minggu ke-12

D1 D2 D3 D* D1 D2 D3 D*

F0 - - - -

FI 15,6 15,3 15,4 15,4 14,5 14,6 14,4 14,5 FII 17,2 17,0 16,8 17,0 15,3 15,2 15,0 15,2 FIII 18,4 18,3 18,3 18,3 16,0 15,8 15,5 15,7 Keterangan:

F0 = Formula tanpa ekstrak etanol daun jambu mete FI = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 10% FII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 12,5% FIII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 15%


(2)

47

Lampiran 10. Gambar hasil uji aktivitas gel ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Trichophyton sp

A

B Keterangan:

F0 = Formula tanpa ekstrak etanol daun jambu mete FI = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 10% FII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 12,5% FIII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 15%

A = Hasil uji aktivitas gel ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur

Trichophyton sp pada minggu ke-0

B = Hasil uji aktivitas gel ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur

Trichophyton sp pada minggu ke-12

F0 FII FI FIII F0 FII FIII FI


(3)

48

Lampiran 11. Hasil pengukuran diameter daerah hambatan oleh gel ekstrak etanol daun jambu mete terhadap jamur Trichophyton pada minggu ke-0 dan minggu ke-12

Formula

Diameter daerah hambatan (mm)

Minggu ke-0 Minggu ke-12

D1 D2 D3 D* D1 D2 D3 D*

F0 - - - -

FI 15,0 15,3 15,4 15,2 14,5 14,4 14,5 14,4 FII 16,6 16,5 16,5 16,5 14,8 14,7 14,6 14,7 FIII 17,7 17,8 18,0 17,8 15,3 15,2 15,0 15,1 Keterangan:

F0 = Formula tanpa ekstrak etanol daun jambu mete FI = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 10% FII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 12,5% FIII = Formula ekstrak etanol daun jambu mete 15%


(4)

(5)

(6)

51 Lampiran 13. Gambar pH Meter