3 kemampuan penyebaran yang baik pada kulit, tidak adanya penyumbatan pori-
pori kulit, kemudahan pencucian dengan air dan pelepasan obatnya baik Voight, 1994. Aqupec HV-505 digunakan sebagai basis gel karena bersifat non toksik
dan tidak menimbulkan reaksi alergi terhadap penggunaan obat secara topikal. Selain itu Aqupec HV-505 dapat menghasilkan viskositas yang tinggi pada
konsentrasi rendah serta bekerja secara efektif pada kisaran pH yang luas Soebagio, dkk., 2007.
Jamur merupakan salah satu penyebab penyakit infeksi terutama di negara- negara tropis. Penyakit kulit akibat jamur merupakan penyakit kulit yang sering
muncul di tengah masyarakat Indonesia. Jamur penyebab penyakit kulit diantaranya yaitu jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp yang
merupakan penyebab infeksi pada kulit, rambut, dan kuku
Gholib dan Darmono, 2008. Berdasarkan uraian tersebut dibuat sediaan gel dari ekstrak etanol daun
jambu mete Anacardium occidentale L. dengan berbagai konsentrasi dan uji aktivitasnya terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp.
1.2 Perumusan Masalah
a. Apakah ekstrak etanol daun jambu mete Anacardium occidentale L. mempunyai aktivitas antijamur terhadap jamur Microsporum canis dan
Trichophyto sp. b. Apakah ekstrak etanol daun jambu mete dapat diformulasi dalam bentuk
sediaan gel? c. Bagaimana aktivitas antijamur sediaan gel dari ekstrak etanol daun jambu
mete terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp.
4
1.3 Hipotesis
a. Ekstrak etanol daun jambu mete mempunyai aktivitas antijamur terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp.
b. Ekstrak etanol daun jambu mete dapat diformulasi dalam bentuk sediaan gel.
c. Sediaan gel dari ekstrak etanol daun jambu mete mempunyai aktivitas antijamur terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp.
1.4 Tujuan Penelitian
a. Mengetahui aktivitas antijamur dari ekstrak etanol daun jambu mete
terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp. b.
Memformulasi sediaan gel antijamur yang mengandung ekstrak etanol daun jambu mete.
c. Mengetahui bagaimana aktivitas antijamur sediaan gel dari ekstrak
etanol daun jambu mete terhadap jamur Microsporum canis dan Trichophyton sp.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil guna dari daun jambu mete yang dapat digunakan sebagai sediaan gel. Selain itu dapat
memberikan informasi tentang ekstrak etanol daun jambu mete yang bersifat antijamur dan dapat diformulasi dalam bentuk sediaan gel.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi, sistematika tumbuhan, nama daerah, morfologi tumbuhan, kandungan kimia tumbuhan, serta penggunaan tumbuhan.
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Sistematika tumbuhan jambu mete menurut
Putra 2013:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Sapindales
Famili : Anacardiaceae
Genus : Anacardium
Spesies : Anacardium occidentale L.
2.1.2 Nama daerah
Penyebaran jambu mete di Indonesia sangat luas sehingga tumbuhan ini mempunyai banyak nama daerah misalnya: jambu erang, jambu monyet
Sumatera, jambu mede, jambu mete, jambu mente, jambu siki, jambu dwipa, jambu jipang, nyambu monyet Jawa, nyambuk nyebet Nusa Tenggara Barat,
buwah monyet Timor, jambu parang, jambu sempal, jhambu monyet Kalimantan, jambu dare, jampu sereng, jampu tapesi Sulawesi, buwa yaki
kanoke, masapana, buwa yakis, buwa jaki, wo yakis, Maluku Dalimartha, 2000.
6
2.1.3 Morfologi tumbuhan
Pohon tinggi 8-12 m, memiliki cabang dan ranting yang banyak. Batang melengkung, berkayu, bergetah, percabangan mulai dari bagian pangkalnya. Daun
tunggal, bertangkai, panjang 4-22,5 cm, lebar 2,5-15 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur sungsang, tepi rata, pangkal runcing, ujung rompang dengan lekukan
kecil di bagian tengah, pertulangan menyirip, berwarna hijau Dalimartha, 2000. Bunga majemuk, terletak di ketiak daun dan di ujung cabang, mempunyai
daun pelindung berbentuk bulat telur dengan panjang 4-55 mm dan berwarna hijau muda. Mahkota bunga berbentuk runcing, saat masih muda berwarna putih
setelah tua berwarna merah. Bunga berumah satu memiliki bunga betina dan bunga jantan Dalimartha, 2000.
Buahnya buah batu, keras, melengkung. Tangkai buahnya lama kelamaan akan menggelembung menjadi buah semu yang lunak, seperti buah peer, berwarna
kuning, kadang-kadang bernoda merah rasanya manis agak sepat, banyak mengandung air, dan berserat. Biji bulat panjang, melengkung, pipih, warnanya
coklat tua. Akarnya berupa akar tunggang dan berwarna cokelat Dalimartha, 2000.
2.1.4 Kandungan kimia tumbuhan
Kulit kayu mengandung tanin yang cukup banyak, asam galat, dan gingkol katekin. Daun mengandung tanin-galat, flavonol, asam anakardiol, asam elegat,
senyawa fenol, kardol, dan metil kardol. Buah mengandung protein, lemak, vitamin A, B dan C, kalsium, fosfor, besi dan belerang Dalimartha, 2000.
Daun jambu mete mengandung senyawa flavonoid, terpenoidsteroid, tanin dan glikosida Jayalakshmi, dkk., 2011.
7
2.1.5 Penggunaan tumbuhan
Kulit batang jambu mete bisa digunakan sebagai obat penyembuh sariawan Kusrini dan Ismardiyanto, 2003. Daun berkhasiat antiradang dan
penurun kadar glukosa darah Dalimartha, 2000, sebagai obat untuk diare, psoriasis, dyspepsia, batuk Doss dan Thangavel, 2011, selain itu daun jambu
mete mengandung fenol dimana fenol dapat dimanfaatkan sebagai antijamur Sulistyawati dan Mulyati, 2009. Biji dapat digunakan sebagai penawar racun
gigitan ular, kulit biji mengandung asam anakardat yang telah digunakan secara luas untuk mengobati pembengkakan gusi yang disebabkan oleh bakteri gram
positif Dahake, dkk., 2009.
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut menggunakan pelarut cair. Simplisia
yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif
yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloida, flavonoida dan lain-lain. Mengetahui senyawa aktif yang
dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dengan cara yang tepat Ditjen POM, 2000.
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan Ditjen POM, 1995.
8
2.2.1 Metode ekstraksi
Menurut Ditjen POM 2000, ada beberapa metode ekstraksi: 1.
Cara dingin Ekstraksi dengan cara dingin terdiri dari:
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruang kamar. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu terus-menerus. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan
pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya. b.
Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna exhaustive extraction yang umumnya dilakukan pada temperatur ruang. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara,
tahap perkolasi sebenarnya penetesanpenampungan ekstrak terus menerus sampai diperoleh ekstrak perkolat yang jumlahnya 1 – 5 kali bahan.
2. Cara panas
Ekstraksi dengan cara panas terdiri dari: a.
Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3 - 5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. b.
Soxhletasi
9 Soxletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur ruangan kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50°C. d.
Dekok Dekok adalah infus dengan waktu yang lebih lama 30 menit dan
temperatur sampai titik didih air. Menurut Syamsuni 2006, infusa adalah ekstraksi simplisia nabati dengan
air pada suhu 90
o
C selama 15 menit.
2.3 Gel
Gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang
besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel yang mempunyai massa terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase
misalnya Gel Aluminium Hidroksida. Gel sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai
magma misalnya Magma Bentonit Ditjen POM, 1995.
2.3.1 Keuntungan sediaan gel
Beberapa keuntungan sediaan gel Voigt, 1994 adalah sebagai berikut: - Kemampuan penyebarannya baik pada kulit
- Efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit
10 - Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis
- Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik - Pelepasan obatnya baik
2.3.2 Komponen dalam sediaan gel
Kandungan sediaan gel yang digunakan yaitu:
2.3.2.1 Aqupec HV-505
Aqupec HV-505 merupakan golongan karbomer yang digunakan sebagai gelling agent. Aqupec HV-505 berbentuk serbuk berwarna putih, bersifat
higroskopis, tidak berbau dan tidak berasa. Konsentrasi yang digunakan sebagai gelling agent yaitu 0,5 – 2,0 Rowe, dkk., 2009.
2.3.2.2 Trietanolamin
Trietanolamin merupakan cairan kental yang bening, tidak berwarna sampai kuning pucat dan memiliki bau amoniak yang lemah, bersifat sangat
higroskopis, dan pH 10,5. Kelarutannya yaitu mudah larut dalam air, metanol, dan aseton. Trietanolamin digunakan sebagai bahan pengemulsi dengan konsentrasi
2 - 4, menambah kebasaan, dan sebagai humektan Rowe, dkk., 2009. 2.3.2.3 Gliserin
Gliserin pada umumnya digunakan sebagai humektan dan emolien. Gliserin memiliki ciri-ciri: larutan jernih, tidak bewarna, tidak berbau, kental,
mempunyai rasa manis. Gliserin digunakan sebagai pembawa gel 5 – 15, sebagai humektan 30 Rowe, dkk., 2009.
2.3.2.4 Propilen glikol
Propilen glikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam pembuatan sediaan farmasi. Propilen glikol merupakan cairan jernih, tidak
11 berwarna, manis, kental dan hampir tidak berbau. Propilen glikol larut dalam
gliserin, air, alkohol, aseton, klorofom. Propilen glikol digunakan sebagai humektan
≈15 Rowe, dkk., 2009.
2.3.2.5 Metil paraben
Metil paraben berbentuk kristal tidak berwarna atau serbuk kristal putih; tidak berbau dan berasa sedikit terbakar. Kelarutannya yaitu sukar larut dalam air,
dalam benzen dan dalam karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan dalam eter; larut dalam air 80
°
C. Penggunaan dalam sediaan topikal sebanyak 0,02 - 0,3 sebagai antimikroba, efektif pada pH 4 - 8 Rowe, dkk., 2009.
2.4 Jamur
2.4.1 Uraian jamur
Jamur merupakan suatu mikroorganisme eukariotik yang mempunyai ciri- ciri spesifik yaitu mempunyai inti sel, memproduksi spora, tidak mempunyai
klorofil, dapat berkembang biak secara seksual dan aseksual, beberapa jamur mempunyai bagian-bagian tubuh berbentuk filamen-filamen dan sebagian lagi
bersifat uniseluler Fardiaz, 1992. Jamur memerlukan kondisi kelembapan yang tinggi, persediaan bahan
organik dan oksigen untuk pertumbuhannya. Semua fungi memperoleh zat gizi organiknya dengan absorpsi. Jamur mendapat zat gizinya dari berbagai sumber.
Sebagian besar jamur adalah parasit yaitu mendapatkan nutrisi dengan menyerap zat gizi dari badan pejamu hidup, sebagian jamur adalah saprofit yaitu
mendapatkan nutrisi dengan menyerap zat gizi dari materi organik mati, dan ada jamur yang mutualis yaitu dapat menyerap zat gizi dari pejamu, tetapi juga
menguntungkan pejamu Bresnick, 2003.
12 Lingkungan yang hangat dan lembab mempercepat pertumbuhan jamur.
Jamur tumbuh dengan baik pada kondisi lingkungan yang mengandung banyak gula dengan tekanan osmotik tinggi dan kondisi asam yang tidak menguntungkan
bagi pertumbuhan bakteri. Jamur tumbuh dalam kisaran temperatur yang luas, dengan temperatur optimal berkisar antara 22–30
o
C. Spesies jamur patogenik mempunyai temperatur pertumbuhan optimal lebih tinggi, yaitu berkisar antara
30–37
o
C. Beberapa jamur mampu hidup pada temperatur 0
o
C sehingga menyebabkan kerusakan produk yang disimpan pada penyimpanan dingin
Pratiwi, 2008.
2.4.2 Reproduksi jamur
Jamur terdiri dari thallus yang tersusun dari filamen bercabang yang disebut hifa dan kumpulan dari hifa disebut miselium. Hifa tumbuh dari spora
yang melakukan germinasi membentuk suatu tuba germ yang akan tumbuh terus membentuk filament yang panjang dan bercabang, kemudian seterusnya akan
membentuk masa hifa yang disebut miselium Pratiwi, 2008. Jamur bereproduksi baik secara aseksual dengan pembelahan,
pembentukan tunas atau spora, maupun secara seksual dengan peleburan inti dari kedua induknya. Pada pembelahan, sel akan membagi diri membentuk dua sel
yang sama besar, sedangkan pada pertunasan budding, sel anak tumbuh dari penonjolan kecil pada sel induk. Spora jamur dibentuk dari hifa udara atau hifa
aerial hypae, dan spora jamur dapat berupa spora seksual ataupun spora aseksual. Spora aseksual dibentuk oleh hifa dari satu individu jamur. Bila spora aseksual
bergerminasi, spora tersebut akan menjadi jamur yang secara genetik identik
13 dengan induknya. Spora seksual dihasilkan dari dua inti dengan tipe seks yang
berlawanan dari satu spesies jamur yang sama Pratiwi, 2008.
2.4.3 Sistematika Microsporum canis
Sistematika Microsporum canis menurut Berman 2012: Filum : Ascomycota
Kelas : Euteromycota Ordo : Onygenales
Famili : Arthrodermataceae Genus : Microsporum
Jenis : Microsporum canis Microsporum canis memiliki makrokonidia yang besar dan berdinding
kasar. Spesies ini membentuk banyak makrokonidia yang terdiri dari 8-15 sel, berdinding tebal dan sering kali mempunyai ujung-ujung yang melengkung atau
kail berduri. Microsporum canis merupakan penyebab penyakit Tinea kapitis. Jawetz, dkk., 2007.
2.4.4 Sistematika Trichophyton sp
Sistematika Trichophyton sp menurut Berman 2012: Filum
: Ascomycota Kelas
: Euteromycota Ordo
: Onygenales Famili : Arthrodermataceae
Genus : Trichophyton Spesies : Trichophyton sp
14 Trichophyton sp memiliki makronidia yang berdinding halus dan
mikronidia yang berkarakteristik. Trichophyton sp dapat menginfeksi rambut, kulit, dan kuku. Penyakit yang disebabkan Trichophyton sp antara lain Tinea
pedis yang berlokasi di antara jari-jari kaki, Tinea cruris yang berlokasi di lipatan paha, Tinea barbae yang berlokasi di rambut janggut, dan Tinea unguium yang
berlokasi di kuku tangan maupun kaki Jawetz, dkk., 2007.
2.5 Media Pertumbuhan Organisme
Pembiakan mikroorganisme dalam laboratorium memerlukan media yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi mikroorganisme.
Menurut Lay 1996, media biakan dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu:
a. Secara kimiawi, media biakan dibagi menjadi:
1. Media sintetik yaitu media yang kandungan dan isi bahan yang
ditambahkan diketahui secara terperinci. Contoh: glukosa, kalium fosfat, magnesium fosfat dan magnesium sulfat.
2. Media non-sintetik yaitu media yang menggunakan bahan yang terdapat di
alam, bahan-bahan ini biasanya tidak diketahui kandungan kimia secara rinci. Contohnya: ekstrak daging, pepton dan kaldu daging.
b. Berdasarkan kegunaannya, dapat dibedakan menjadi:
1. Media selektif adalah media biakan yang mengandung paling sedikit satu
bahan yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan membolehkan perkembangbiakan mikroorganisme tertentu
yang ingin diisolasi. Contohnya: Manitol salt agar, Potato dextrose agar dan Sabouraud agar.
15 2.
Media diferensial adalah media yang digunakan untuk membedakan kelompok mikroorganisme tertentu yang tumbuh pada media biakan. Bila
mikroorganisme tumbuh pada media diferensial, maka dapat dibedakan kelompok mikroorganisme berdasarkan perubahan pada media biakan atau
penampilan koloninya. Contohnya: Blue Lactose agar.
2.6 Uji Aktivitas Antimikroba