2.2 Pengolahan Limbah Fenol dengan Degradasi
Pada tahun-tahun terakhir, banyak dilakukan solusi pengolahan limbah fenol agar dapat dibuang ke saluran umum dengan aman. Metode pengolahan
limbah cair secara umum dibagi menjadi tiga, pengolahan secara biologi, fisika dan secara kimia. Pengolahan limbah secara biologi yang sering digunakan adalah
pengolahan limbah dengan lumpur aktif. Pengolahan limbah secara fisik, meliputi flotasi, filtrasi, aerasi, ozonisasi dan membran. Sedangkan pengolahan limbah
secara kimia, meliputi penukaran ion, elektrolisis, adsorpsi, UV dan oksidasi Sari, 2009. Pengolahan limbah fenol secara biologi tidak dapat dilakukan
apabila fenol dalam konsentrasi tinggi sedangkan pengolahan limbah secara fisika membutuhkan biaya yang relatif mahal, proses operasi yang sukar dan
membutuhkan tenaga yang besar. Maka dari itu, dipilih pengolahan limbah fenol
secara kimiawi.
Pengolahan limbah kimiawi secara oksidasi memberikan solusi alternatif saat konsentrasi fenol yang terkandung dalam limbah tinggi dan senyawa harus
diolah pada suhu yang tinggi. Proses oksidasi kimiawi dimaksudkan untuk mendegradasi senyawa fenol menjadi CO
2
dan H
2
O yang lebih ramah lingkungan. Maka dari itu, dapat juga disebut sebagai proses degradasi. Merujuk pada
Harmankaya-Gunduz 1998, proses oksidasi dilakukan dengan mereaksikan senyawa organik dengan oksigen sebagai sumber oksidan. Sumber oksidan lain
dapat berupa ozon, H
2
O
2
, permanganat, klorin dan hipoklorit.
Menurut Devlin dan Harris dalam Luna et al. 2009, degradasi fenol dimulai dengan pembentukan hidroquinon dan katekol. Senyawa yang terbentuk
ini kemudian teroksidasi selama proses reaksi untuk menghasilkan senyawa organik seperti quinon, aldehida dan keton. Asam-asam organik, CO
2
dan produk polimerisasi biasanya terbentuk pada akhir reaksi. Devlin dan Harris telah
melakukan analisis menyeluruh baik untuk mengindentifikasi senyawa intermediet yang terbentuk dan juga untuk mengemukakan jaringan reaksi
oksidasi fenol, yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Proses oksidasi senyawa organik membutuhkan waktu yang panjang
sekitar 1 jam, temperatur yang relatif tinggi 200-450°C dan tekanan yang besar 70-250 atm Meytal-Sheintuch, 1998. Dalam studi tentang proses oksidasi
fenol, terdapat dua keadaan yang berbeda, yaitu keadaan induksi dan keadaan tetap steady state. Lamanya keadaan induksi diketahui bergantung pada kondisi
proses, seperti termperatur, tekanan parsial oksigen dan penambahan katalis. Penambahan parameter-parameter tersebut dapat menurunkan lama waktu saat
keadaan induksi Harmankaya-Gunduz, 1998 dan selektivitas dari pembentukan CO
2
dapat dipengaruhi oleh tipe katalis dan kondisi operasional Katzer et al.; dalam Luna et al., 2009.
Gambar.2.2. Reaksi oksidasi fenol Devlin dan Harris; dalam Eftaxias 2002
fenol
katekol hidrokuinon
o-benzokuinon p-benzokuinon
asam propanoat
asam suksinat asam mukonat
asam 2,5-diokso- 3-heksenadionat
1,4-diokso- 2-butena
asam 4-okso-2- butenoat
asam maleat
asam akrilik asam 3-hidroksi-propanoat
asam 3-okso-propanoat
asam malonat
asam asetat
asam oksalat asam glioksilat
glioksal
asam formiat
Katalis telah diterapkan dalam proses proses oksidasi senyawa organik, namun perkembangannya belum optimal. Laju reaksi relatif lambat karena belum
ditemukan katalis padat yang cocok dan mampu beroperasi secara stabil. Selain itu, proses tersebut mahal apabila digunakan untuk mencapai oksidasi sempurna
senyawa organik menjadi CO
2
dan H
2
O, maka diperlukan alternatif oksidasi parsial agar dapat diolah lebih lanjut menggunakan metode lain misalnya secara
biologi Hamilton et al.; dalam Harmankaya-Gunduz, 1998. Penambahan katalis yang cocok sangat membantu untuk memperlunak kondisi operasi selama proses
oksidasi limbah fenol.
2.3 Proses Degradasi Katalitik Limbah Fenol