Penentuan Luas Permukaan, Rerata Jari-jari dan Volume Pori CuOTiO Analisis Morfologi dan Komposisi CuOTiO

pada 2θ = 38,9° disebabkan CuO terdispersi pada permukaan TiO 2 . Hal ini mirip dengan penelitian Ding et al. 2005 yang menyatakan bahwa puncak CuO tidak terlihat pada pola difraksi CuOTi 0.5 Zr 0.5 O 2 karena luas permukaan Ti 0.5 Zr 0.5 O 2 yang besar, sehingga partikel CuO terdispersi pada permukaan Ti 0.5 Zr 0.5 O 2 . Maka pada K-400 mempunyai situs aktif CuO yang menempel pada permukaan TiO 2 . Tabel 4.3 menunjukkan hasil analisis ukuran kristal CuOTiO 2 melalui metode Debye-Scherer. Tabel 4.3 Ukuran partikel katalis CuOTiO 2 dari analisis XRD Kode Sampel Ukuran Partikel nm K-400 K-500 K-600 6,890 17,716 41,877 Pada Tabel 4.3, ukuran kristal menunjukkan kenaikan seiring dengan penambahan temperatur kalsinasi. Hal ini disebabkan pemanasan pada suhu terlalu tinggi menyebabkan terjadinya sintering. K-400 menunjukkan ukuran kristal yang paling kecil. Ukuran kristal yang semakin kecil akan meningkatkan luas permukaan nanokatalis CuOTiO 2 sehingga aktifitas katalitiknya akan semakin baik.

4.2.2 Penentuan Luas Permukaan, Rerata Jari-jari dan Volume Pori CuOTiO

2 Luas permukaan katalis yang semakin besar menyebabkan kontak yang terjadi antara reaktan dan permukaan katalis juga semakin besar sehingga fenol yang terdegradasi lebih banyak. Selain luas permukaan katalis, ukuran jari-jari pori yang besar dapat membantu molekul fenol untuk dapat masuk ke dalam pori katalis. Data hasil karakterisasi kristal CuOTiO 2 menggunakan metode BET ditunjukkan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Hasil karakterisasi luas permukaan spesifik, rerata jari-jari pori dan volume total CuOTiO 2 Kode Sampel Luas Permukaan Spesifik m 2 g Rerata Jari-jari Pori Å Volume Pori ccg K-400 K-500 K-600 89,2 76,87 29,94 36,53 52,91 102,5 0,1667 0,2033 0,1505 Luas permukaan nanokatalis CuOTiO 2 semakin rendah pada kenaikan suhu pemanasan. Hal ini disebabkan terjadinya sintering pada pemanasan yang terlalu tinggi. Menurut Wardhani 2009, sintering merupakan suatu proses berkumpulnya partikel-partikel logam secara kompak yang membentuk gumpalan-gumpalan pada permukaan pori pengemban sehingga menutup sebagaian pori dan sisi aktif katalis. Data tersebut menyatakan bahwa terdapat hubungan antara ukuran kristal dan luas permukaan nanokatalis CuOTiO 2 . Kenaikan suhu pemanasan menyebabkan ukuran kristal nanokatalis CuOTiO 2 semakin besar dan memiliki luas permukaan yang semakin kecil. Ukuran rerata jari-jari pori semakin besar pada kenaikan suhu pemanasan. Namun pada volume pori tidak menunjukkan suatu keteraturan berdasarkan kenaikan suhu pemanasan.

4.2.3 Analisis Morfologi dan Komposisi CuOTiO

2 SEM digunakan untuk mengetahui bentuk morfologi padatan yang telah dipreparasi. Analisis menggunakan SEM-EDX dilakukan setelah memilih nanokatalis CuOTiO 2 yang paling memenuhi syarat sebagai katalis diantara tiga katalis yang disintesis dengan variasi temperatur kalsinasi. Hasil pengujian XRD dan BET, padatan yang mempunyai ukuran partikel paling kecil dan luas permukaan paling besar ditunjukkan pada K-400. Padatan tersebut kemudian dianalisis menggunakan SEM-EDX. Hasil analisis SEM yang berupa foto kenampakan padatan, ditunjukkan pada Gambar 4.2 dengan perbesaran 500 kali dan 20.000 kali. Foto SEM tersebut kemudian dibandingkan dengan foto SEM CuOTiO 2 dalam penelitian Manivel et al.2010, yang ditunjukkan pada Gambar 4.3. Menurut Manivel et al.2010, warna putih dalam gambar menunjukkan partikel TiO 2 dan dopan CuO adalah bidang-bidang kecil berwarna abu-abu. Dopan CuO menempati bagian dalam pori TiO 2 . Gambar 4.2. Foto SEM K-400 dengan perbesaran 500 kali dan 20.000 kali Gambar 4.3 Foto SEM CuOTiO 2 dalam Manivel et al., 2010 dengan perbesaran 3000 kali TiO 2 CuO Pada Gambar 4.2, warna abu-abu menyebar hampir pada seluruh permukaan partikel. Hal ini menunjukkan bahwa partikel CuO hanya tersebar pada permukaan TiO 2 , tidak sampai terdopan pada pori TiO 2 . Kristal yang dihasilkan memiliki bentuk yang tidak homogen dan masih terdapat agregat. Hal ini disebabkan oleh pengadukan yang kurang lama dan penambahan PEG yang belum optimal. Gambar 4.4 menunjukkan hasil analisis EDX komposisi kristal CuOTiO 2 dan Tabel 4.5 menunjukkan komposisi CuO dan TiO 2 pada padatan CuOTiO 2 . Gambar 4.4 Spektrum EDX K-400 Tabel 4.5 Komposisi padatan CuOTiO 2 Senyawa Massa C Cl TiO 2 CuO 7,75 2,33 85,64 4,29 Spektrum EDX memperlihatkan munculnya puncak Ti dan Cu pada kristal CuOTiO 2 . Puncak Ti ditunjukkan dengan warna hijau, sedangkan puncak Cu ditunjukkan dengan warna merah. Hasil analisis berdasarkan EDX, diketahui massa CuO yang terdapat pada kristal CuOTiO 2 adalah 4,29. Hal ini berbeda dengan massa CuO acuan pada saat sintesis kristal CuOTiO 2 . Massa CuO yang ditambahkan sebesar 5 dari berat keseluruhan. Terdapatnya perbedaan massa dikarenakan sebagian kecil logam Cu berkurang pada saat proses sintesis. Dari data EDX juga menunjukkan bahwa masih adanya unsur karbon dalam kristal CuOTiO 2 . Hal ini disebabkan pada saat akan dilakukan kalsinasi padatan belum kering. Maka senyawa organik dari reaktan pada saat sintesis tidak terdekomposisi sempurna. Berdasarkan hasil karakterisasi nanokatalis CuOTiO 2 didapatkan informasi bahwa kristalinitas CuOTiO 2 tidak semakin baik pada penambahan suhu pemanasan. Semakin tinggi suhu menyebabkan fase TiO 2 berubah menjadi rutil dan ukuran kristal yang semakin besar karena terjadinya sintering. Hasil analisis data XRD ditunjukkan terbentuknya fasa rutile pada K-500 dan K-600. Luas permukaan yang semakin besar berbanding terbalik dengan penambahan suhu pemanasan, namun ukuran pori semakin besar seiring dengan semakin tinggi suhu pemanasan. K-400 menunjukkan luas permukaan yang paling besar, namun memiliki rerata jari-jari pori paling kecil, yaitu 36,53 Å. Katalis dengan ukuran pori tersebut dianggap cocok untuk diaplikasikan pada proses oksidasi fenol karena tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil untuk menyerap molekul fenol yang berukuran 6 Å. Analisis menggunakan SEM-EDX menunjukkan bahwa morfologi kristal K-400 masih belum homogen.

4.3 Uji Aktifitas Nanokatalis CuOTiO

2 untuk Degradasi Fenol Limbah fenol yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah fenol sintetis dengan konsentrasi fenol 100 ppm. Kandungan fenol tersisa diketahui dengan uji spektrofotometer menggunakan metode adisi standar. Proses degradasi limbah fenol dengan nanokatalis CuOTiO 2 menggunakan gas oksigen sebagai zat pengoksidasi. Katalis yang digunakan dalam proses ini adalah K-400. Pengambilan sampel dilakukan pada saat proses proses degradasi dengan waktu yang bervariasi. Sebelum pengukuran kadar fenol sisa, kompleks fenol diukur panjang gelombang maksimumnya. Berdasarkan data penelitian diperoleh absorbansi maksimum kompleks fenol pada panjang gelombang maksimum 507 nm. Hasil analisis kadar fenol tersisa bergantung waktu disajikan dalam Tabel 4.6 dan Gambar 4.5. Tabel 4.6 Analisis kadar fenol sisa degradasi menggunakan katalis CuOTiO 2 Sampel Absorbansi Kadar fenol sisa ppm D 8 menit A 1 0.034 10.625 36.25 A 2 0.05 15 menit A 1 0.03 7.895 52.632 A 2 0.049 30 menit A 1 0.029 7.25 56.5 A 2 0.049 50 menit A 1 0.021 6.563 60.625 A 2 0.037 110 menit A 1 0.032 9.412 43.529 A 2 0.049 155 menit A 1 0.033 9.706 41.765 A 2 0.05 Sebelum A 1 0.04 16.667 A 2 0.052 Keterangan : A 1 = Absorbansi cuplikan sampel