1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aktivitas perindustrian yang semakin pesat menghasilkan berbagai jenis limbah logam berat dan organik yang dapat menjadi permasalahan serius bagi
kesehatan dan lingkungan Slamet et al., 2005. Limbah yang mengandung senyawa beracun tidak dapat digunakan kembali secara ekonomi dan pada banyak
hal, pengolahan secara biologis tidak dapat dilakukan karena limbah tidak biodegradable
Sadana dan Katzer; dalam Massa et al., 2004.
Komponen-komponen organik yang berbahaya diantaranya adalah fenol yang terdapat dalam limbah cair sebagai hasil buangan dari industri penyulingan
minyak bumi, gas, farmasi, tekstil, dan industri rumah tangga. Limbah fenol berbahaya karena merupakan limbah organik yang termasuk dalam kategori
Bahan Berbahaya Beracun B
3
Swantomo et al., 2009. Senyawa ini dapat dikatakan aman bagi lingkungan jika konsentrasinya berkisar antara 0,5 s.d 1,0
mgL sesuai dengan KEP No.51MENLH101995 dan ambang batas fenol dalam air baku air minum adalah 0,002 mgL seperti dinyatakan oleh BAPEDAL
Slamet et al., 2005.
Beberapa metode telah dilakukan untuk pengolahan limbah; recovery, pengabuan, adsorbsi, pengolahan secara biologis dan oksidasi kimia. Oksidasi
senyawa organik dalam katalis padat telah dikembangkan. Senyawa organik dapat diubah menjadi karbondioksida dan air pada temperatur dan tekanan yang relatif
rendah melalui proses oksidasi katalitik Stuber et al., 2001. Sebagai oksidator, digunakan gas seperti oksigen, ozon, H
2
O
2
, permanganat, klorin dan hipoklorit pada tekanan atmosfer dan diatas tekanan atmosfer pada beberapa katalis seperti
mangan oksida Hamilton et al.; dalam Harmankaya dan Gündüz, 1998. Perkembangan penggunaan katalis untuk proses oksidasi katalitik masih
belum memuaskan. Seperti misalnya, katalis yang digunakan untuk mengoksidasi hanya bekerja pada konsentrasi rendah dalam media encer dan tidak dapat
dipisahkan pada akhir proses Sadana dan Katzer; dalam Massa et al., 2004. Umumnya katalis yang digunakan adalah katalis heterogen. Katalis heterogen
yang digunakan biasanya dalam bentuk logam murni atau oksidanya. Kesulitan yang sering dijumpai dalam penggunaan katalis logam murni antara lain memiliki
stabilitas termal yang rendah dan mudah mengalami penurunan luas permukaan akibat pemanasan dan sintering. Hal inilah yang mendorong untuk memperbaiki
kinerja dan mengatasi kelemahan katalis logam murni dengan mendispersikan komponen logam pada pengemban yang memiliki luas permukaan besar.
Pemakaian pengemban dapat memperpanjang waktu pakai katalis dan luas permukaan pengemban yang besar akan meningkatkan dispersi logam.
Pengemban yang sering digunakan adalah senyawa logam transisi Sariman;
dalam Wardhani, 2009.
Katalis heterogen berbasis tembaga oksida seperti CuOAl
2
O
3
mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam proses oksidasi fenol dan beberapa senyawa
berbahaya lainnya Luna et al., 2009. Pada temperatur 160-250
o
C, tembaga oksida merupakan katalis yang paling aktif untuk oksidasi fenol dan aktivitasnya
dapat bertambah jika dicampur dengan Co, Zn dan Ti Pintar dan Levec, 1992; dalam Silva et al., 2003. Dari pernyataan tersebut, akan dilakukan penelitian
yang bertujuan mensintesis nanokatalis CuOTiO
2
dengan menambahkan larutan polimer Polyethylene Glycol PEG. PEG berfungsi sebagai zat pendispersi.
Katalis yang disintesis diharapkan mampu menghasilkan katalis dengan luas permukaan yang besar dan dapat diaplikasikan untuk degradasi limbah fenol.
Kelebihan dari metode ini adalah prosesnya yang tidak rumit, tidak membutuhkan
waktu yang lama dan ukuran kristal mencapai nanometer 1-100 nm.
Katalis dengan kristalinitas yang baik dan luas permukaan yang besar diperoleh dengan melakukan variasi terhadap temperatur pemanasan. Variasi
temperatur dilakukan untuk mendapatkan karakter kristal terbaik. Apabila temperatur kalsinasi terlalu rendah, maka PEG tidak akan terdekomposisi
sempurna sehingga menjadi pengotor bagi kristal yang dihasilkan. Sedangkan temperatur yang terlalu tinggi, menyebabkan hilangnya sebagian komponen
penyusun kristal, dalam hal ini CuO dan TiO
2
. Untuk mengetahui perbandingan komposisi CuO dan TiO
2
pada katalis maka perlu diuji menggunakan SEM-EDX. Kristalinitas yang baik, luas permukaan yang besar dan komposisi antara CuO dan
TiO
2
yang sesuai, diharapkan mampu diperoleh hasil degradasi fenol yang baik pula.
1.2 Perumusan Masalah