PENDAHULUAN ORNAMEN BATIK SIDOMUKTI, SIDOLUHUR, DAN SIDOMULYO

Ragam corak dan warna batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga memiliki minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal seperti bunga tulip dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah gedung atau kereta kuda, termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisional tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity sejak 2 Oktober, 2009 Abimanyu Mifzal, 2012: 13. Sejak saat itu, batik menjadi semakin populer. Batik juga menarik minat masyarakat dunia. Sejalan dengan kepopulerannya, batik kini tidak hanya digunakan untuk acara resmi atau hanya digunakan sebagai jarit seperti zaman dulu. Batik kini mudah kita temui dimana- mana dan tampil dalam bentuk kemeja, blazer, tas, atau pelengkap busana lain seperti sepatu dan aksesori. Ada berbagai macam motif batik dari tiap daerah di Indonesia. Beberapa motif batik di antaranya adalah motif Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo. Ketiga batik tersebut ada yang berasal dari Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta, dan semuanya memiliki ciri khas masing-masing. Tetapi yang akan menjadi fokus pada penelitian ini adalah batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo yang berasal dari Keraton Surakarta. Pemilihan ketiga batik tersebut sebagai fokus penelitian pada skripsi ini adalah karena ketiga batik ini mengandung kesamaan. Ketiga-tiganya berbentuk dasar belah ketupat, sebuah bentuk geometris, dan di dalamnya ada motif-motif non geometris. Ketiga pola ini merupakan campuran antara bentuk geometris dan non geometris. Dilihat dari namanya pun mengandung unsur kesamaan yaitu dimulai dengan kata sido yang berarti „menjadi‟ atau „akhirnya menjadi‟. Motif yang mengisi bidang belah ketupat juga banyak kesamaannya, yaitu terdiri atas motif-motif sayap, burung atau kupu-kupu, dan bangunan. Tetapi apabila dilihat secara seksama maka akan terlihat perbedaan dari unsur-unsur yang menghiasi motif ketiga batik tersebut. Perbedaan itu dapat dilihat dari ukuran ornamen, bentuk dan detail-detail yang menghiasinya, serta warna dasar dari ketiganya. Menurut Oetari Siswomihardjo 2011: 83 pola batik klasik mempunyai makna atau pesan, namun pengetahuan tentang makna atau pesan itulah yang sekarang terasa sangat kurang karena secara umum pewarisan pengetahuan tentang makna pola batik telah terhenti sejak beberapa dekade terakhir, ditambah dengan kenyataan para produsen batik kurang mengindahkan segi pendidikan dan kelestarian budaya. Doa dan harapan yang terkandung dibalik motifnya tidak dapat tersampaikan kepada pengguna batik. Hasilnya, mayoritas pembeli batik sekarang hanya melihat batik dari bentuk luarnya, tidak mengkaji makna dari kain batik yang akan mereka pakai. Begitupun yang terjadi dengan batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo. Ketiga batik ini sebenarnya punya fungsi dalam pemakaiannya. Tetapi hanya sedikit orang yang tahu makna batik tersebut dan seringkali salah digunakan oleh kebanyakan masyarakat. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: “ORNAMEN BATIK SIDOMUKTI, SIDOLUHUR, DAN SIDOMULYO, Kajian Fungsi, Estetika, dan Makna Simbolik”. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalahnya adalah: 1 Bagaimana fungsi ornamen batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo? 2 Bagaimana kajian estetika yang terkandung dalam ornamen batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo? 3 Apa makna yang terkandung dalam unsur-unsur yang ada pada ornamen batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1 Mengetahui fungsi yang terkandung dalam ornamen batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo, 2 Mengetahui estetika yang terkandung dalam ornamen batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo, 3 Mengetahui makna simbolik yang terkandung dalam unsur-unsur dan simbol pada ornamen batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo. 1.4. Manfaat Penelitian Dalam penyusunan skripsi ini peneliti berharap penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut: 1 Masyarakat mengetahui pemahaman tentang pola batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo melalui pelestarian dan sosialisasi batik. 2 Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa pola batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo masing-masing berbeda, baik dalam unsur estetika maupun fungsi dan makna simbolik yang terkandung dalam motifnya. 3 Memberikan pengetahuan tentang adanya pola batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo pada lingkungan masyarakat itu bukan tergolong pola larangan tetapi merupakan pola batik yang dapat digunakan oleh masyarakat umum sehingga masyarakat dapat menggunakan dalam kehidupan sehari-hari. 1.5. Sistematika Skripsi Skripsi ini terdiri dari tiga bagian yaitu: bagian awal, bagian pokok dan bagian akhir dan terbagi menjadi lima bab, di mana setiap babnya dibagi menjadi beberapa sub bab. Hal ini bertujuan agar penulisan skripsi ini dapat teruraikan secara sistematis. Untuk lebih jelasnya, sistematika skripsi adalah sebagai berikut: 1 Bagian awal, yang terdiri dari: halaman judul, halaman pengesahan, abstrak, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, dan daftar isi. 2 Bagian pokok terdiri dari: BAB I: Pendahuluan, dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika skripsi. BAB II: Landasan Teori, dalam bab ini diuraikan tentang teori-teori yang digunakan sebagai dasar pembahasan yaitu teori tentang batik, ornamen, fungsi seni dan estetika, semiotika, serta kerangka berfikir sebagai alur pada penelitian. BAB III: Metode penelitian, bagian ini berisi penjelasan tentang pendekatan penelitian, fokus dan sasaran penelitian, metode pengumpulan data, validitas data, dan metode analisis data. BAB IV: Hasil penelitian dan pembahasan, dalam bab ini menguraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan. BAB V: Penutup, dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran. 3 Bagian akhir skripsi ini terdiri dari daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1. Batik

2.1.1. Pengertian Batik Klasik

Batik adalah lukisan atau gambar pada mori yang dibuat menggunakan alat bernama canting, dan orang yang melukis atau menulis pada mori memakai canting disebut membatik Hamzuri, 1994: 1. Menurut Oetari 2011: 5 pola-pola batik ada yang bersifat khusus yaitu pola-pola yang bermakna dan memiliki beberapa keunikan, yaitu: 1 Motif-motifnya merupakan lambang, yang semuanya mengarah pada tujuan yang baik dan benar. 2 Pola-pola tersebut berisi atau mengandung pesan-pesan pencipta pola. Pesan- pesan tersebut terdiri dari ajaran hidup, termasuk di dalamnya aturan-aturan moral. Beberapa di antaranya juga ada yang diciptakan khusus untuk memperingati suatu peristiwa yang dipandang penting pada waktu itu. Contohnya adalah batik Ceplok Sriwedari yang diciptakan untuk memperingati berdirinya sebuah taman hiburan rakyat yang dihadiahkan oleh Sri Susuhunan Paku Buwono X kepada rakyat kota Sala. Taman itu diberi nama Taman Sriwedari dan keberadaaannya sangat penting pada masa itu sehingga diabadikan menjadi nama sebuah pola batik Oetari, 2011: 30. 3 Pola-pola selalu diberi nama oleh penciptanya dan penuh arti. Batik klasik adalah pola batik yang sudah berusia puluhan, bahkan ratusan tahun, tanpa mengalami perubahan, yang berarti tidak mengalami perkembangan. Mungkin saja ada gaya motif yang berbeda, dan ada motif yang ditambahkan, tetapi tidak ada motif yang dikurangi. Pola yang mengalami perubahan disebut pola perkembangan Oetari, 2011: 10.

2.1.2. Penggolongan Pola Batik Klasik

Oetari 2011: 10 membagi pola batik ke dalam dua golongan besar, yaitu geometris dan non-geometris. 1 Golongan geometris atau bentuk-bentuk ilmu ukur Motifnya dimulai dari titik, menjadi garis, lingkaran, segitiga, dan lain-lain. Susunannya memperlihatkan garis-garis vertikal, horizontal, dan diagonal. Contoh pola geometris adalah pola Lereng atau Parang, dan pola Ceplok. Gambar 1. Pola geometris Parang pola Parang Sarpo Foto: Amrina, 2014 Gambar 2. Pola geometris ceplok pola Ceplok Kawung Foto: Amrina, 2014 2 Golongan non-geometris Motif-motif yang menghiasi pola non-geometris terdiri dari flora, fauna, bangunan-bangunan, sayap, dan benda-benda alam. Contohnya adalah motif alas- alasan yang di dalamnya tergambar hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan hutan. Gambar 3. Pola non-geometris batik alas-alasan Foto: Amrina, 2014